Pangeran Walangsungsang

Revisi sejak 27 Juni 2022 01.28 oleh Dani kurya (bicara | kontrib) (Daftar Pustaka: Besuki bukan Basuki)

Pangeran Walangsungsang (bahasa Sunda: ᮌᮥᮞ᮪ (Gus)ᮒᮤ (ti) (Wa)ᮜᮀ (lang)ᮞᮥᮀ (sung)ᮞᮀ (sang), والاڠسوڠساڠ (Walangsungsang) ڮوستي (Gusti), translit. Gusti Walangsungsang), (dikenal juga sebagai Ki Somadullah, Haji Abdullah Iman, Pangeran Cakrabuana dan Mbah Kuwu Sangkan)[4] merupakan putra Prabu Siliwangi dari Nyi Subang Larang.[5] Pangeran Walangsungsang mempunyai dua adik yakni Nyai Mas Rara Santang dan Pangeran Raja Sagara. Ketiga anak ini diyakini yang telah membangun pedukuhan Cirebon (Caruban Nagari).[6]

Cakrabuana
ᮎᮊᮢᮘᮥᮝᮔ
Tumenggung Cirebon[a]
Berkuasa1460 – 1479
Mulai berkuasa1460; 564 tahun lalu (1460)
PenerusSyarif Hidayatullah
KelahiranPangeran Walangsungsang
1423
Pakuan Pajajaran, Kerajaan Sunda
Kematian1529
(umur 105–106)[1][2]
Nagari Cirebon
Pasangan
  • Nyi Rasa Jati
  • Nyimas Kencana Larang
KeturunanDari Nyi Rasa Jati
  • Rara Konda
  • Rara Jati Merta (Rara Sejati)
  • Rara Jamaras
  • Nyi Mertasinga
  • Nyi Japamentar (Nyi Campa)
  • Nyi Jamarta (Nyi Jamaras)
  • Nyi Rasamala (Nyi Rasamalasih)

Dari Nyimas Kencana Larang

  • Nyi Dalem Pakungwati
  • Pangeran Kejaksan
  • Pangeran Pajarakan[3]
Aksara Sunda Bakuᮎᮊᮢᮘᮥᮝᮔ
Huruf Pegonچاكرابووانا
AyahPrabu Siliwangi
IbuNyi Subang Larang
AgamaIslam

Pangeran Walangsungsang, menurut Naskah Mertasinga, keluar dari Istana karena kecewa atas perlakuan Prabu Siliwangi kepada ibunya, Dia bersama Rara Santang, kemudian pergi dan pada akhirnya menjadi cikal bakal berdirinya Cirebon, Pangeran Walangsungsang beradasarkan sejumlah sumber menikah dengan dua wanita dan memiliki 10 orang anak, yakni 8 wanita dan 2 pria. Istri Walangsungsang diantaranya adalah Nyimas Indang Geulis yang melahirkan putri pakungwati Yang kemudian menikah dengan Sunan Gunung Jati.[5]

Perjalanan ke Mekkah

Pada Tahun 1448[b] Atas anjuran Syekh Datuk Kahfi, Walangsungsang dan Lara Santang berlayar ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Kota Mekkah saat itu berada di bawah naungan Kesultanan Mamluk yang berpusat di Mesir. Kedua bangsawan Sunda ini hidup di Mekkah selama tiga bulan, di bawah bimbingan Syekh Bayanullah (saudara Syekh Datuk Kahfi). Selama di Mekkah, Walangsungsang dan Lara Santang masing-masing mengambil nama Arab, yakni Haji Abdullah Iman dan Syarifah Mudaim. Lara Santang kemudian menikah dengan seorang amir atau bangsawan setempat bernama Syarif Abdullah[8], dan berputrakan Syarif Hidayatullah (kelak menjadi tokoh berpengaruh di Jawa) yang dipekirakan lahir pada tahun itu juga. Ia tampaknya menetap di sana bersama suami dan putranya, sementara Walangsungsang pulang ke Cirebon.

Masa pemerintahan

Walangsungsang berkuasa sebagai Kuwu Cirebon menggantikan Ki Gede Alang-Alang. Ia kemudian memproklamirkan Cirebon sebagai sebuah Nagari[c], di mana ia meleburkan seluruh Nagari Singapura[d] ke dalam kekuasaannya. Ia juga menyatukan Nagari di sekelilingnya, yakni Surantaka, Wanagiri, dan Japura ke dalam Kesultanan Cirebon. Sejak saat itu, Walangsungsang lebih dikenal dengan nama barunya, Pangeran Cakrabuana. Pada masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Cirebon berbatasan dengan Cimanuk (Indramayu) di barat, Rajagaluh (Majalengka), Saunggalah (Kuningan), Dayeuhluhur, dan Pasirluhur (Cilacap-Banyumas) di selatan, Paguhan (Tegal-Pemalang) di timur, dan Laut Jawa di utara. Pelabuhan utamanya adalah Muara Jati. Cakrabuana tetap berkuasa di bawah Kerajaan Galuh. Ia mengirimkan upeti (bulubekti) tahunan kepada Tohaan (“Yang Dipertuan”) atau Raja Galuh yang juga merupakan kakeknya, Dewa Niskala. Sang kakek mengirim misi perutusan ke Cirebon untuk melantik Cakrabuana secara resmi sebagai raja daerah dengan gelar Tumenggung Sri Mangana. Misi ini dipimpin oleh Tumenggung Jagabaya dan Raden Kian Santang (adik kandung Cakrabuana). Kian Santang kemudian menetap di Cirebon mendampingi kakaknya.[9]

Wafat

Pangeran Cakrabuana Wafat pada tahun 1529 Saat Pertempuran pecah di Pegunungan Kromong dan Gempol, yang berakhir dengan kemenangan pasukan Cirebon. Panglima perang Galuh, Arya Kiban gugur menyebabkan moral pasukan Galuh turun dan dapat dikalahkan dengan mudah. Pasukan Cirebon lalu bergerak ke Nagari Talaga di selatan. Mereka berhasil menundukkannya dan mengislamkan penduduknya.[2]

Catatan

  1. ^ Pangeran Cakrabuana memakai gelar Tumenggung Lihat: buku Meninjau Sepintas Panggung Sejarah Pemerintahan Kerajaan Cerbon 1479-1809 karya Unang Sunardjo
  2. ^ Tahun menurut perkiraan Unang Sunardjo[7]
  3. ^ Nagari disini mengacu sebagai mungkin setara dengan provinsi sekarang yang sebelum eksistensi Kesultanan Cirebon telah ada. Istilah ini dipakai bukan hanya di Sumatra. Lihat: buku Meninjau Sepintas Panggung Sejarah Pemerintahan Kerajaan Cerbon 1479-1809 karya Unang Sunardjo
  4. ^ Singapura di sini bukan negara Singapura saat ini, tapi merujuk ke nama sebuah Nagari yang berkembang di Cirebon sebelum eksistensi Kesultanan Cirebon

Referensi

Sitiran

  1. ^ Kertawibawa 2018, hlm. 272.
  2. ^ a b Sunardjo 1983, hlm. 109.
  3. ^ "Daftar Keturunan Pangeran Cakrabuana Dari Istri-Istrinya". Sejarah Cirebon. Diakses tanggal 2022-01-31. 
  4. ^ "Mbah Kuwu Sangkan Ternyata Miliki Lima Nama". 2019-12-09. Diakses tanggal 2022-02-05. 
  5. ^ a b "Jejak Keturunan Pangeran Walangsungsang Anak Prabu Siliwangi". Diakses tanggal 2022-01-30. 
  6. ^ Kompasiana.com (2019-09-21). "Pangeran Walangsungsang dan Sejarah Cirebon". KOMPASIANA. Diakses tanggal 2022-02-01. 
  7. ^ Sunardjo 1983, hlm. 54.
  8. ^ Sunardjo 1983, hlm. 44.
  9. ^ Sunardjo 1983, hlm. 45-47.

Daftar Pustaka