Bandar Udara Internasional Juanda

bandar udara di Indonesia

Bandar Udara Internasional Juanda (BUIJ) (abreviasi: Bandara Internasional Juanda; bahasa Inggris: Juanda International Airport) (IATA: SUBICAO: WARR), adalah bandar udara internasional yang terletak di Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, 20 km sebelah selatan dari kota Surabaya. Bandara Internasional Juanda dioperasikan oleh PT Angkasa Pura I. Namanya diambil dari Ir. Djuanda Kartawidjaja, Wakil Perdana Menteri (Waperdam) terakhir Indonesia yang telah menyarankan pembangunan bandara ini. Bandara Internasional Juanda adalah bandara tersibuk kedua di Indonesia setelah Bandara Internasional Soekarno-Hatta berdasarkan pergerakan pesawat dan penumpang. Bandara ini melayani rute penerbangan dari dan tujuan Surabaya dan wilayah Gerbangkertosusila bahkan seluruh Jawa Timur.

Bandar Udara Internasional Juanda

Juanda International Airport
Informasi
JenisPublik / Militer
PemilikPT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero)
PengelolaPT Angkasa Pura I
Melayani
LokasiSedati, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia
Maskapai penghubung
Maskapai utama
Zona waktuWIB (UTC+07:00)
Ketinggian dpl3 mdpl
Koordinat07°22′47″S 112°47′13″E / 7.37972°S 112.78694°E / -7.37972; 112.78694
Situs webjuanda-airport.com
Peta
Jawa daerah di Indonesia
Jawa daerah di Indonesia
SUB di Kota Surabaya
SUB
SUB
Lokasi bandara di Jawa Timur / Indonesia
SUB di Jawa
SUB
SUB
SUB (Jawa)
SUB di Indonesia
SUB
SUB
SUB (Indonesia)
SUB di Asia Tenggara
SUB
SUB
SUB (Asia Tenggara)
Landasan pacu
Arah Panjang Permukaan
m kaki
10/28 3,000x55m 9,843 Aspal
Statistik (2017)
Penumpang21,882,335 (Kenaikan 23.9%)
Pergerakan pesawat99,877(Kenaikan 10.7%)

Bandara ini memiliki panjang landasan 3000 meter dengan luas terminal sebesar 51.500 m², atau sekitar dua kali lipat dibanding terminal lama yang hanya 28.088 m². Bandara baru ini juga dilengkapi dengan fasilitas lahan parkir seluas 28.900 m² yang mampu menampung lebih dari 3.000 kendaraan. Bandara ini diperkirakan mampu menampung 13 juta hingga 16 juta penumpang per tahun dan 120.000 ton kargo/tahun.

Sejarah

Rencana untuk membangun satu pangkalan udara baru yang bertaraf internasional sebenarnya sudah digagas sejak berdirinya Biro Penerbangan Angkatan Laut RI pada tahun 1956. Namun demikian, pada akhirnya agenda politik pula yang menjadi faktor penentu realisasi program tersebut. Salah satu agenda politik itu adalah perjuangan pembebasan Irian Barat. Berangkat dari tujuan membantu operasi TNI dalam pembebasan Irian Barat, pemerintah menyetujui pembangunan pangkalan udara baru di sekitar Surabaya. Saat itu terdapat beberapa pilihan lokasi, antara lain: Gresik, Bangil (Pasuruan) dan Sedati (Sidoarjo). Setelah dilakukan survei, akhirnya pilihan jatuh pada Kecamatan Sedati, Sidoarjo. Tempat ini dipilih karena selain dekat dengan Surabaya, areal tersebut memiliki tanah yang sangat luas dan datar, sehingga sangat memungkinkan untuk dibangun pangkalan udara yang besar dan dapat diperluas lagi di kemudian hari.

Proyek pembangunan yang berikutnya disebut sebagai “Proyek Waru” tersebut merupakan proyek pembangunan lapangan terbang pertama sejak Indonesia merdeka. Proyek ini bertujuan menggantikan pangkalan udara yang tersedia di Surabaya adalah landasan udara peninggalan Belanda di Morokrembangan dekat Pelabuhan Tanjung Perak, yang sudah berada di tengah permukiman yang padat dan sulit dikembangkan. Pelaksanaan proyek Waru, melibatkan tiga pihak utama, yaitu: Tim Pengawas Proyek Waru (TPPW) sebagai wakil pemerintah Indonesia, Compagnie d’Ingenieurs et Techniciens (CITE) sebagai konsultan, dan Societe de Construction des Batinolles (Batignolles) sebagai kontraktor. Kedua perusahaan asing terakhir, merupakan perusahaan asal Perancis. Dalam kontrak yang melibatkan tiga pihak tersebut, ditentukan bahwa proyek harus selesai dalam waktu empat tahun (1960-1964).

Untuk membangun pangkalan udara dengan landasan pacu yang besar (panjang 3000 meter dan lebar 45 meter) ini membutuhkan pembebasan lahan yang luas keseluruhannya mencapai sekitar 2400 hektar. Lahan tersebut tidak hanya berbentuk tanah, tetapi juga sawah dan rawa. Selain itu juga dibutuhkan pasir dan batu dalam jumlah yang besar. Pasirnya digali dari Kali Porong dan batunya diambil dari salah satu sisi Bukit Pandaan yang, kemudian diangkut dengan ratusan truk proyek menuju Waru. Jumlah pasir dan batu yang diperlukan sekitar 1.1200.000 meter kubik atau 1.800.000 ton. Konon Jumlah pasir sebanyak itu bisa digunakan untuk memperbaiki jalan Jakarta-Surabaya sepanjang 793 Km dengan lebar 5 m dan kedalaman 30 cm. Sedangkan jarak tempuh seluruh truk proyek, bila digabungkan adalah sekitar 25 juta Km atau 600 kali keliling bumi.

Dengan kegiatan proyek yang berlangsung siang-malam dan dukungan kerjasama dari berbagai pihak (Pemerintah Kota Surabaya, Komando Resor Militer (Korem) Surabaya, Otoritas Pelabuhan dan masyarakat pada umumnya), akhirnya proyek tersebut dapat diselesaikan lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Pada tanggal 22 September 1963, berarti tujuh bulan lebih cepat, landasan tersebut sudah siap untuk digunakan. Sehari kemudian satu sortie penerbangan, yang terdiri empat pesawat Fairey Gannet ALRI, di bawah pimpinan Mayor AL (Pnb) Kunto Wibisono melakukan uji coba pendaratan untuk pertama kalinya.

Di tengah proses pembangunan bandara ini, sempat terjadi krisis masalah keuangan. Ketika itu bahkan pihak Batignolles sempat mengancam untuk hengkang. Penanganan masalah ini pun sampai ke Presiden Sukarno. Dan Presiden Sukarno kemudian memberikan mandat kepada Waperdam I Ir. Djuanda untuk mengatasi masalah ini hingga proyek ini selesai. Pada tanggal 15 Oktober 1963, Ir. Djuanda mendarat di landasan ini dengan menumpangi Convair 990 untuk melakukan koordinasi pelaksanaan proyek pembangunan. Tidak lama setelah itu, pada tanggal 7 November 1963 Ir. Djuanda wafat. Karena dianggap sangat berjasa atas selesainya proyek tersebut dan untuk mengenang jasa-jasa dia, maka pangkalan udara baru tersebut diberi nama Pangkalan Udara Angkatan Laut (LANUDAL) Djuanda dan secara resmi dibuka oleh Presiden Sukarno pada tanggal 12 Agustus 1964. Selanjutnya pangkalan udara ini digunakan sebagai pangkalan induk (home base) skuadron pesawat pembom Ilyushin IL-28 dan Fairey Gannet milik Dinas Penerbangan ALRI.

Dalam perkembangannya muncul keinginan maskapai Garuda Indonesia Airways (GIA) untuk mengalihkan operasi pesawatnya (Convair 240, Convair 340 dan Convair 440) dari lapangan terbang Morokrembangan yang kurang memadai ke Djuanda. Namun, karena dalam pembangunannya tidak direncanakan untuk penerbangan sipil, Lanudal Djuanda tidak memiliki fasilitas untuk menampung penerbangan sipil sehingga kemudian otoritas pangkalan saat itu berinisiatif merenovasi gudang bekas Batignolles untuk dijadikan terminal sementara. Dan jadilah Lanudal Djuanda melayani penerbangan sipil yang pengelolaannya sejak 7 Desember 1981 dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan RI. Pada 1 Januari 1985, pengelolaan bandara komersial ini dialihkan kepada Perum Angkasa Pura I berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1984. Seiring waktu berjalan, frekuensi penerbangan sipil disana pun bertambah. Hingga akhirnya dibangun terminal khusus untuk melayani penerbangan sipil dan melayani juga penerbangan internasional. Pada 24 Desember 1990, Bandara Juanda ditetapkan sebagai bandara internasional dengan peresmian terminal penerbangan internasional.

Terminal 1

 
Papan nama Bandara Juanda

Terminal 1 Bandara Juanda dibuka pada tahun 2006. Terminal ini terletak di sebelah utara landasan pacu. Terminal ini terbagi menjadi terminal 1A dan 1B. Terminal ini dipakai untuk semua keberangkatan domestik Garuda Indonesia, Citilink, Lion Air, Wings Air, Batik Air, Super Air Jet, Sriwijaya Air, NAM Air, Indonesia AirAsia, Airfast Indonesia, dan Susi Air. Juga dipakai untuk keberangkatan Umroh dan Haji menggunakan maskapai Saudia, Garuda Indonesia, dan Lion Air. Beberapa tahun kemudian, semakin banyak rute penerbangan dari dan ke Surabaya. Baik domestik, maupun internasional. Hal ini membuat terminal ini menjadi overload. Kapasitas sebenarnya hanya 6 juta penumpang/tahun. Namun pada tahun 2013, jumlah penumpang yang berangkat dan datang menjadi 17 juta penumpang/tahun. Akhirnya pemerintah memutuskan membangun terminal 2 yang berada di terminal lama bandara juanda. Terminal lama dibongkar dan dibangun terminal 2.

Terminal 2

Berkas:Img6854na.jpg
Terminal 2 Bandara Juanda yang sedang dalam tahap konstruksi.

Terminal 2 mulai dibangun sejak tahun 2011 yang berada di terminal lama bandara Juanda. Terminal lama dibongkar dan dibangun terminal 2. Terminal ini dibangun untuk mengurangi kepadatan penumpang di terminal 1 yang sudah overload. Terminal ini dipakai untuk keberangkatan Internasional Garuda Indonesia, Indonesia AirAsia, Lion Air, AirAsia, Jetstar, Singapore Airlines, Scoot, Malaysia Airlines, Cathay Pacific, dan Royal Brunei Airlines. Setelah tertunda beberapa bulan, terminal ini dijadwalkan beroperasi tanggal 14 Februari 2014. Namun karena abu letusan Gunung Kelud, terminal ini ditunda operasinya hingga beberapa hari. Terminal ini akan menampung 6 juta penumpang/tahun.

Terminal 3

Terminal 3 mulai dibangun sejak awal tahun 2015.[1] Terminal ini terletak di sebelah timur Terminal 1 Juanda. Terminal ini dibangun demi mengurangi kepadatan penumpang di terminal 1 dan 2 yang sudah overload. Rencananya, terminal ini akan beroperasi pada tahun 2018. Terminal ini memiliki landasan pacu tersendiri, berbeda dengan Terminal 1 dan 2 yang hanya memiliki sebuah landasan pacu. Terminal ini berkonsep Airport City dan dilengkapi pusat perbelanjaan, kereta monorel, dan akses bawah tanah ke terminal 1 dan 2 serta Jalan Tol Waru-Juanda.[2]

Passenger Service Charge/Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara

Berkas:TerminalKeberangkatanInternationalJuanda.JPG
Terminal 1
  • PSC (Passenger Service Charge) Domestik 01 April 2014: Rp. 75.000,00/penumpang
  • PSC (Passenger Service Charge) internasional per 01 April 2014: Rp. 200.000,00/penumpang

Maskapai Penerbangan

MaskapaiTujuan
AirAsiaJohor Bahru, Kuala Lumpur–Internasional, Penang
Airfast IndonesiaKarimunjawa, Kupang, Makassar
Batik AirJakarta–Halim Perdanakusuma, Jakarta–Soekarno–Hatta, Jayapura, Makassar, Sorong
Musiman: Jeddah
Cathay PacificHong Kong
CitilinkBalikpapan, Banjarmasin, Batam, Denpasar, Jakarta–Halim Perdanakusuma, Jakarta–Soekarno–Hatta, Jayapura, Kupang, Lombok, Makassar, Manado, Palangkaraya, Pangkalan Bun, Pontianak, Samarinda, Sampit, Sorong
Musiman: Jeddah
Garuda IndonesiaDenpasar, Jakarta—Soekarno—Hatta, Lombok
Musiman: Jeddah, Madinah
Indonesia AirAsiaDenpasar, Johor Bahru, Kuala Lumpur–Internasional, Lombok, Penang
Jetstar Asia AirwaysSingapura
Lion AirBalikpapan, Banjarmasin, Batam, Denpasar, Jakarta–Soekarno–Hatta, Kupang, Labuan Bajo, Lombok, Makassar, Manado, Medan, Palangkaraya, Palembang, Pontianak, Samarinda, Tarakan
Musiman: Jeddah, Madinah
Charter: Haikou
Malaysia AirlinesKuala Lumpur–Internasional
NAM AirPangkalan Bun
Royal Brunei AirlinesBandar Seri Begawan
Saudia Madinah
Musiman: Jeddah, Riyadh
ScootSingapura
Singapore AirlinesSingapura
Sriwijaya AirJakarta–Soekarno–Hatta, Makassar
Super Air JetJakarta–Soekarno–Hatta, Samarinda, [3][4] Denpasar (mulai 1 Januari 2023)
Susi AirPulau Bawean-Gresik
Wings AirBandung, Pangkalan Bun, Sampit, Semarang, Sumenep, Yogyakarta–Adisutjipto
 
Terminal 1 bandara Juanda

Statistik

Berikut ini adalah statistik untuk bandara dari tahun 1999 sampai 2015. Selain itu, diketahui bahwa pada tahun 2006, sektor domestik antara Surabaya dan Jakarta adalah rute udara tersibuk keempat di Asia dengan lebih dari 750 penerbangan mingguan.

Tahun Jumlah
Penumpang
Kargo (ton) Pergerakan
Pesawat
1999 2,137,353 40,549 52,284
2000 2,712,074 31,185 54,154
2001 3,301,435 37,767 62,141
2002 4,746,113 43,089 75,921
2003 6,584,711 42,910 82,779
2004 8,562,747 63,950 97,421
2005 8,217,415 66,647 99,485
2006 8,986,650 71,574 91.209
2007 8,823,228 58,815 87,687
2008 9,122,196 62,289 69,726
2009 10,562,906 62,357 76,754
2010 12,072,059 76,774 84,958
2011 13,778,287 95,146 103,846
2012 16,447,912 102,133 141,365
2013 17,683,955 121,935 155,421
2014 13,406,206 92,439 117,825
2015 18,911,256 130,398 166,208

Sumber : PT (persero) ANGKASA PURA 1 (Indonesia)

Transportasi Darat

Jalan Raya dan Toll

Bandara Juanda terkoneksi dengan Jalan Tol Waru-Juanda menuju ke Surabaya sepanjang 15 km, yang menghubungkan Juanda dengan sistem jalan tol Surabaya-Gresik, Surabaya-Malang dan Surabaya-Mojokerto.

Bandara ini juga dihubungkan dengan Jalan Raya Waru untuk ke Surabaya dan Jalan Letjen S. Parman ke Sidoarjo.

Bus

Bus DAMRI disediakan oleh pemerintah setempat untuk mengantarkan penumpang dengan Terminal Purabaya ke Surabaya yang dimulai sejak bulan November 2006.

Taksi

Taksi Primkopal Juanda memberlakukan tarif tetap ke berbagai macam tujuan di kota Surabaya dan daerah sekitarnya termasuk Malang, Blitar, Jember, Tulungagung. Berbeda dengan bandara lainnya di Indonesia. Tiket taksi dapat dibeli di loket yang terletak di pintu keluar bandara.

Kereta Monorel

Kereta Monorel akan dibangun dan diresmikan bersamaan dengan terminal 3 dan 4. Panjang relnya sekitar 20 km. Nantinya, akan memiliki 29 halte yang jarak tiap haltenya antara 1,5 km hingga 2 km. Monorel ini juga memiliki 2 gerbong yang berkapasitas 200 orang.[5]

Sewa Mobil

Terdapat penyewaan mobil beserta sopir dengan harga relatif terjangkau, dan merupakan transportasi alternatif bila ingin berkeliling Surabaya maupun ke kota terdekat seperti Malang. Kios-Kios penyewaan yang telah disertifikasi terdapat di bagian pengambilan bagasi. Berhati-hati bila ditawarkan penyewaan harga mirig oleh orang-orang diluar terminal, karena sering terjadi kasus diturunkan ditengah jalan maupun penculikan.

Selain

Lihat pula

Referensi

Pranala luar