Astana Pajimatan Himagiri
Permakaman Imogiri, Pasarean Imogiri, atau Pajimatan Girirejo Imogiri (bahasa Jawa: ꦥꦱꦫꦺꦪꦤ꧀ꦢꦊꦩ꧀ꦥꦫꦤꦠ ꦥꦗꦶꦩꦠ꧀ꦠꦤ꧀ꦒꦶꦫꦶꦉꦗꦲꦶꦩꦓꦶꦫꦶ, translit. pasaréyan dalem para nata Pajimatan Girireja Himagiri) merupakan kompleks permakaman yang berlokasi di Desa Girirejo dan Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (Enclave Surakarta Hadiningrat).[1] Permakaman ini dianggap suci dan kramat karena yang dimakamkan disini merupakan raja-raja dan keluarga raja dari Kesultanan Mataram. Permakaman Imogiri merupakan salah satu objek wisata di Bantul. Makam Imogiri dibangun pada tahun 1632 oleh Sultan Mataram III Prabu Hanyakrakusuma yang merupakan keturunan dari Panembahan Senopati Raja Mataram I. Makam ini terletak di atas perbukitan yang juga masih satu gugusan dengan Pegunungan Sewu.
Permakaman Imogiri | |
---|---|
ꦥꦱꦫꦺꦪꦤ꧀ꦢꦊꦩ꧀ꦥꦫꦤꦠ ꦥꦗꦶꦩꦠ꧀ꦠꦤ꧀ꦒꦶꦫꦶꦉꦗꦲꦶꦩꦓꦶꦫꦶ Pasaréyan dalem para nata Pajimatan Girireja Himagiri | |
Berkas:Gerbang Imogiri.jpg | |
Details | |
Didirikan | 1632 |
Lokasi | |
Negara | Indonesia |
Jenis | Makam kerajaan (Royal cemetery) |
Gaya | Makam berteras |
Pemilik | Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Karaton Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat |
The Political Graveyard | [http://politicalgraveyard.com/geo/* Sultan Agung
|
Cagar budaya Indonesia Kompleks Makam Imogiri | |
Peringkat | n/a |
Kategori | Situs |
No. Regnas | CB.1449 |
Lokasi keberadaan | Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta |
No. SK | SK Menteri PM.89/PW.007/MKP/2011 |
Tanggal SK | 17 Oktober 2011 |
Koordinat | 7°55′13″S 110°23′45″E / 7.920163°S 110.395828°E |
Lokasi Astana Pajimatan Himagiri di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta Lokasi Astana Pajimatan Himagiri di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta Lokasi Astana Pajimatan Himagiri di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta | |
Nama sebagaimana tercantum dalam Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya |
Saat ini Kompleks Astana Imogiri (Makam Raja Raja Imogiri dan Masjid Pajimatan Imogiri) dikelola oleh Karaton Kasunanan Surakarta dan Karaton Kasultanan Yogyakarta sebagai pewaris resmi dari Kesultanan Mataram. Maka dari itu, kedua keraton menempatkan masing-masing perwakilannya, yakni abdi dalem golongan atas yang disebut Bupati. Bupati dari Karaton Kasunanan Surakarta dan Bupati dari Karaton Kasultanan Yogyakarta masing-masing dibantu oleh abdi dalem golongan bawah dari masing-masing karaton yang bersangkutan. Tugas mereka adalah dalam menjaga Komplek Astana Imogiri (Makam Raja Raja Imogiri dan Masjid Pajimatan Imogiri) tersebut. Oleh karena itu, Karaton Kasunanan Surakarta dan Karaton Kasultanan Yogyakarta menempatkan para abdi dalem dengan pembagian, yakni : Dari Karaton Kasunanan Surakarta ada 41 abdi dalem, sedang Karaton Kasultanan Yogyakarta ada 62 abdi dalem. Maka total seluruh abdi dalem yang bekerja melayani di Kompleks Astana Imogiri mencapai 103 abdi dalem.
Sejarah
Ketika Sinuhun Hanyakrawati (Sinuhun Sedo Krapyak) meninggal, maka puteranya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom pada waktu sedo itu sedang pergi tirakat ke pegunungan Selatan. Sehingga sebagai wakil pemegang pemerintahan ialah Gusti Pangeran Martopuro. Sesudah setahun lamanya ia bertirakat, maka ia pulang dari pegunungan tersebut sebab sudah sedikit lama dicari-cari oleh penghulu Katangan, tapi sebelum menjadi penghulu. Pada tahun 1627, ia masuk ke kerajaan dan pemegang kekuasaan Mataram saat itu ialah Prabu Hanyakrakusuma.
Sesudah itu Pangeran Martapura pergi meninggalkan kerajaan menuju Ponorogo. Atas permintaan rakyat maka wakil dari Pangeran Adipati Anom, yaitu Pangeran Purbaya memerintahkan penghulu Ketegan untuk mencari Pangeran Adipati Anom.
Akhirnya terdapatlah Pangeran Adipati Anom sedang bertapa di Gunung Kidul, kemudian ia dibawa pulang ke kerajaan.
Sesudah itu, Pangeran Adipati Anom diangkat menjadi Raja Kerajaan Mataram. Ia adalah raja yang cerdik dan pandai sehingga rakyatnya maupun makhluk halus serta jin takluk dan tunduk atas kekuasaannya dan Negeri Mataram terkenal sebagai pelindung penyakit.
Karena bijaksananya, maka setiap hari Jumat, ia dapat pergi sujud ke Mekkah dengan secepat kilat. Sesudah 5 tahun ia memerintah, kerajaannya dipindahkan ke Kerta-Plered dan selanjutnya Kanjeng Sultan ingin memulai membuat makam di Pegunungan Girilaya yang terletak di sebelah Timur Laut Imogiri yang dipergunakan sebagai makam raja. Tetapi sebelum makam itu selesai, pamannya yaitu Gusti Pangeran Juminah lebih dulu mengajukan permintaan. Kemudian Sinuhun merasa kecewa.
Tidak lama kemudian, pamannya meninggal seketika. Sesudah pamannya meninggal, Kanjeng Sultan Agung melemparkan pasir yang berasal dari Mekkah yang akhirnya pasir tersebut jatuh di Pegunungan Merak dan seterusnya Sinuhun segera membuat makam raja di pegunungan yang besar dan tinggi tersebut.
-
Permakaman Imogiri pada tahun 1890
-
Sultan Agung pada tahun 1890
Bagian-bagian makam Imogiri
Tangga permakaman
Sebelum memasuki makam raja, terdapat banyak anak tangga yang lebarnya sekitar 4 meter dengan kemiringan 45 derajat yang menghubungkan permukiman dengan makam. Anak tangga di Permakaman Imogiri berjumlah 409 anak tangga. Menurut mitos yang dipercayai oleh sebagian masyarakat, jika pengunjung berhasil menghitung jumlah anak tangga dengan benar, maka semua keinginannya akan terkabul. Sebagian anak tangga memiliki arti tertentu, yaitu:
- Anak tangga dari permukiman menuju daerah dekat masjid berjumlah 32 anak tangga. Jumlah anak tangga ini melambangkan bahwa makam Imogiri dibangun pada tahun 1632.
- Anak tangga dari daerah dekat masjid menuju pekarangan masjid berjumlah 13 anak tangga. Jumlah anak tangga ini melambangkan bahwa Sultan Agung diangkat sebagai raja Mataram pada tahun 1613.
- Anak tangga dari pekarangan masjid menuju tangga terpanjang berjumlah 45 anak tangga. Jumlah anak tangga ini melambangkan bahwa Sultan Agung wafat pada tahun 1645.
- Anak tangga terpanjang berjumlah 346 anak tangga. Jumlah anak tangga ini melambangkan bahwa makam Imogiri dibangun selama 346 tahun.
- Anak tangga di sekitar kolam berjumlah 9 anak tangga. Jumlah anak tangga ini melambangkan Walisongo.
-
Tangga Permakaman Imogiri dilihat dari bawah
-
Tangga Permakaman Imogiri dilihat dari atas
-
Tangga Permakaman Imogiri, sekitar tahun 1935.
Pengkhianat Kerajaan
Pada saat Kerajaan Mataram ingin menguasai Jayakarta, ada seorang pengkhianat yang bernama Tumenggung Endranata memberitahukan kepada Belanda bahwa Kerajaan Mataram ingin menguasai Jayakarta dan memberitahukan keberadaan lumbung-lumbung pangan prajurit Kerajaan Mataram. Mengetahui penghianatan tersebut, Tumenggung Endranata ditangkap dan dipenggal kepalanya. Jasadnya dibagi menjadi 3 bagian dan dikubur di areal Permakaman Imogiri secara terpisah, yaitu:
- Kepalanya dikubur di tengah-tengah Gapura Supit Urang
- Badannya dikubur di bawah tangga dekat Gapura Supit Urang (Anak tangga yang permukaannya tidak rata)
- Kakinya dikubur di tengah kolam
Hal ini dilakukan oleh Sultan Agung agar setiap orang yang ingin mengunjungi makam pasti menginjak salah satu dari bagian-bagian jasadnya dan untuk mengenang sekaligus memperingatkan rakyatnya agar penghianatan tidak terjadi lagi.
-
Anak tangga yang tidak rata merupakan makam dari tubuh Tumenggung Endranata
Makam raja-raja
Sebelum memasuki areal permakaman terdapat Gapura Supit Urang, Pendopo Supit Urang, Tempat Juru Kunci dan 4 Tempayan Suci. Areal makam raja dibagi menjadi tiga daerah, yaitu:
Astana Kasultan Agungan
Di sini dimakamkan
Sebelum memasuki makam Sultan Agung terdapat tiga gapura yang melambangkan tiga tahapan hidup manusia, yaitu: alam rahim, alam duniawi, dan alam kubur. Gerbang pertama bercorak bangunan hindu yang terbuat dari susunan batu bata merah tanpa semen dengan bentuk Candi Bentar dan diberinama Gapura Supit Urang. Di bagian dalam gerbang pertama terdapat dua buah paseban yang berada di sisi Barat dan Timur gerbang.
-
Gapura Supit Urang
-
Pendopo Supit Urang
-
Gerbang ke-2 dari Makam Sultan Agung
Wilayah makam raja-raja Surakarta
Wilayah makam raja Surakarta Hadiningrat dibagi menjadi empat hastana dan di sini dimakamkan raja-raja dari Kasunanan Surakarta Hadiningrat, yaitu:
- Pakubuwanan
- Kasuwargan Surakarta
- Kapingsangan Surakarta
- Girimulya Surakarta
Wilayah makam raja-raja Ngayogyakarta
Wilayah makam raja Ngayogyakarta Hadiningrat dibagi menjadi 3 hastana dan disini dimakamkan raja-raja dari Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat, yaitu:
Peninggalan Sultan Agung
Di Permakaman Imogiri ini juga terdapat peninggalan-peninggalan Sultan Agung yang bertuah dan menarik wisatawan untuk datang ke tempat ini. Peninggalan-peninggalan tersebut yaitu:
- Air Suci dari Empat Tempayan
- Cincin Kayu yang terbuat dari tongkat Sultan Agung
- Daun Tujuh Macam
Air suci empat tempayan
Sebelum memasuki areal makam Sultan Agung, terdapat empat buah tempayan yang berada di atas gerbang kedua. Tempayan-tempayan ini merupakan pemberian dari empat kerajaan kepada Sultan Agung.
- Tempayan pertama yang terletak di sisi Barat merupakan pemberian dari Kesultanan Palembang (Palembang) yang diberi nama Nyai Danumurti.
- Tempayan kedua merupakan pemberian dari Kerajaan Samudera Pasai (Aceh) yang diberi nama Kyai Danumaya.
- Tempayan ketiga merupakan pemberian dari Kerajaan Ngerum (Turki) yang diberi nama Kyai Mendung'.
- Tempayan keempat merupakan pemberian dari Kerajaan Siam (Thailand-Myanmar) yang diberi nama Nyai Siyem.
Oleh Sultan Agung, keempat tempayan ini diisi air yang dipergunakan untuk berwudhu. Air dari keempat tempayan tersebut disebut air suci dan memiliki khasiat yang dapat memberi kekuatan dan sarana pengobatan. Pada awalnya tidak sembarang orang yang dapat meminum air dari tempayan-tempayan tersebut. Saat terjadinya Serangan Umum 1 Maret di Yogyakarta, Presiden Soekarno mengirimkan surat kepada Sri Sultan Hamengkubuwana IX agar prajurit TNI yang bertempur di Yogyakarta diperbolehkan untuk meminum air suci tempayan tersebut. Sultan memperbolehkan para prajurit untuk meminum air tersebut. Usai meminum air tersebut, kekuatan prajurit bertambah sehingga dapat memenangkan pertempuran melawan Belanda.
Saat ini, masyarakat umum dapat diperbolehkan meminum air suci dari tempayan tersebut melalui juru kunci makam. Air ini bisa diambil selama masih ada air yang tersisa di dalam tempayan tersebut, karena tidak sembarang hari tempayan-tempayan ini dapat diisi air. Upacara khusus untuk mengisi keempat tempayan ini dengan air yang dilakukan setahun sekali dinamakan Nguras Enceh. Upacara ini dilaksanakan setiap Jumat Kliwon di bulan Sura (Muharam). Jika di bulan tersebut tidak ada hari Jumat Kliwon, maka upacara pengisian air ini dapat dilaksanakan pada hari Selasa Kliwon. Bagi yang mempunyai kepercayaan (percaya), air tersebut dapat menjadi sarana tolak bala serta dapat digunakan sebagai perantara untuk mengobati berbagai penyakit. Bagi pengunjung yang ingin mengambil air suci dan membawanya pulang, diperbolehan dengan beberapa syarat. Syarat-syarat tersebut, yaitu:
- Pertama, yang membawa air tersebut harus menyimpannya dengan baik.
- Kedua, sebelum diminum harus membaca Surah Al-Fatihah dan Surah Al-Ikhlas masing-masing tiga kali untuk Sultan Agung.
- Ketiga, jika ingin membawanya pulang, pengunjung diminta memberikan sumbangan seikhlasnya (Uang sumbangan ini digunakan untuk membantu pembiayaan upacara Nguras Enceh).
Air suci tersebut jika dibawa pulang, khasiatnya dapat bertahan selama satu tahun, terhitung sejak diambil dari tempayan. Air suci tersebut dapat dicampur, namun harus menggunakan air mentah. Karena, jika dicampur dengan air yang sudah dimasak, khasiat dari air suci ini akan hilang.
-
Tempayan Nyai Danumurti Nyai Danumurti
-
Tempayan Kyai Danumaya Kyai Danumaya
-
Tempayan Kyai Mendung Kyai Mendung
-
Tempayan Nyai Siyem Nyai Siyem
Cincin kayu
Kayu berbentuk cincin tersebut berasal dari tongkat Sultan Agung yang ditanam lalu berubah menjadi pohon yang besar. Pohon itu ditebang dan kayunya dibuat menjadi cincin. Jika ingin membawa pulang cincin tersebut, pengunjung harus dites terlebih dahulu, apakah kayu tersebut mau mengikuti pengunjung yang ingin membawa pulang cincin tersebut atau tidak. Kayu berbentuk cincin tersebut akan ditaruh di air. Jika tenggelam, maka pertanda bahwa cincin tersebut mau mengikuti pengunjung. Kayu ini, konon sangat berkhasiat bagi pemiliknya.
Daun tujuh macam
Daun ini bisa digunakan sebagai pengobatan bagi suami-istri yang sudah lama menikah namun tidak punya anak.
Jadwal
Makam Imogiri dibuka setiap:
- Hari Jumat, Mulai pukul 13.00.
- Hari Senin, mulai pukul 10.00.
- Hari Minggu, mulai pukul 10.00.
- Tanggal 1 dan 8 bulan Syawal, mulai pukul 10.00.
- Tanggal 10 bulan Besar, mulai pukul 10.00.
Pada bulan Puasa dan hari besar agama Islam, Makam Imogiri ditutup untuk umum.
Tata cara berpakaian
Ada tata cara berpakaian tertentu yang harus dilakukan ketika ingin memasuki kompleks makam di bagian dalam. Jika tidak menaati aturan tersebut, maka pengunjung hanya diperbolehkan sampai pintu gerbang pertama. Pengunjung wanita yang ingin memasuki makam di bagian dalam harus pakai pakaian tradisional Jawa (bebas gaya Surakarta atau Yogyakarta) atau mengenakan kain jarik, kemben, dan melepas jilbab serta semua perhiasan. Sementara itu, pengunjung pria yang ingin memasuki kompleks makam di bagian dalam harus mengenakan kain jarik, baju peranakan, dan blangkon.[2]
Referensi
- ^ "Makam Imogiri, Peristirahatan Raja-Raja Mataram". Kraton Jogja. 26 November 2019. Diakses tanggal 13 Maret 2021.
- ^ "Penutupan PMPS 2018, Pemkot Ziarah Ke Kotagede dan Imogiri". Portal Berita Pemerintah Kota Yogyakarta. 29 November 2018. Diakses tanggal 29 November 2020.
- Buku Panduan Pasarean Imogiri
- Berburu Sejarah, Berebut Berkah dari Makam Imogiri, WisataMelayu.com Diarsipkan 2011-05-19 di Wayback Machine.
- Situs Resmi Kementrian Pariwisata Diarsipkan 2014-09-24 di Wayback Machine.
Lihat pula
- Kesultanan Yogyakarta
- Kasunanan Surakarta
- Kerajaan Mataram Islam
- Makam Kotagede
- Makam Giriloyo, Imogiri