Stasiun Palmerah

stasiun kereta api di Indonesia

Stasiun Palmerah (PLM) adalah stasiun kereta api kelas II yang terletak di Jalan Palmerah Timur, Gelora, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Meskipun bernama Palmerah, stasiun ini tidak terletak di kecamatan Palmerah, tetapi berada pada perbatasan antara kecamatan Palmerah dengan kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Stasiun kereta api yang terletak pada ketinggian +13 meter ini hanya melayani perjalanan KRL Commuter Line saja.

Stasiun Palmerah
KAI Commuter
R02

Bagian timur bangunan baru Stasiun Palmerah dengan KRL Green Line melintas (23 Mei 2018)
Lokasi
Ketinggian+13 m
Operator
Letak
km 10+116 lintas AngkeTanah Abang
RangkasbitungMerak[1]
Jumlah peronDua peron sisi yang tinggi
Jumlah jalur2:
LayananKRL Commuter Line
Konstruksi
Jenis strukturAtas tanah
Informasi lain
Kode stasiun
KlasifikasiII[2]
Sejarah
Dibuka1 Oktober 1899[3]
Dibangun kembali2015
Elektrifikasi1992
Nama sebelumnyaHalte Paal Merah
Operasi layanan
Stasiun sebelumnya Stasiun berikutnya
Tanah Abang Commuter Line Rangkasbitung
Tanah Abang–Rangkasbitung
Kebayoran
Fasilitas dan teknis
FasilitasTangga naik/turun Musala Toilet Mesin tiket Pemesanan langsung di loket Isi baterai 
Lokasi pada peta
Peta
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Sejak 1 Agustus 2019, Stasiun Palmerah, bersama dengan Stasiun Sudirman, Stasiun Universitas Indonesia, Stasiun Cikini, dan Stasiun Taman Kota resmi menghapus penjualan kartu single trip (tiket harian berjaminan/THB) untuk KRL Commuter Line. Hal ini dikarenakan mayoritas penumpang dari KRL Commuter Line sudah terbiasa menggunakan kartu multi trip (KMT) maupun uang elektronik. Dengan cara ini, antrean panjang pembelian tiket KRL pun dapat dipangkas. Namun, pengguna jasa tetap dapat melakukan tap-in/tap-out dengan tiket harian berjaminan (THB) di stasiun ini.[4][5]

Sejarah

Pada masa Hindia Belanda, Palmerah merupakan salah satu kecamatan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang letaknya sangat strategis. Asal mula nama Palmerah adalah berasal dari patok-patok berwarna merah yang terletak di pinggir jalan pada wilayah tersebut, & masyarakat setempat pun kemudian menyebutnya Paal Merah. Patok-patok tersebut difungsikan sebagai penanda batas wilayah Batavia ke arah Bogor. Jalan ini dahulu sering dilewati oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang berkuasa saat itu ketika ia hendak mengendarai kereta kuda dari Batavia menuju ke Istana Bogor.[6]

Agar mobilitas penumpang dari Batavia menuju Rangkasbitung hingga kawasan Banten semakin lancar, maka pada tahun 1890-an perusahaan Staatsspoorwegen membangun sebuah jalur kereta api serta juga stasiun-stasiunnya (termasuk Stasiun Palmerah) yang menghubungkan daerah Duri hingga daerah Rangkasbitung, melewati daerah Tanah Abang. Proyek ini pun selesai pada 1899, dan langsung dijalankan kereta api-kereta api reguler yang melayani rute tersebut.[7][8]

Pada awal era 1960-an, stadion utama Gelora Bung Karno dibangun dalam rangka untuk menjadi tuan rumah pesta olahraga Asia 1962, serta paket pembangunan ini pun sepertinya juga meliputi 2 buah flyover, yaitu flyover Jalan Arteria Raya yang terletak di daerah Rawa Simprug, & juga flyover Jalan Tol Dalam Kota yang terletak di daerah Pejompongan. Untuk membantu memudahkan mengirim & bongkar muat bahan material pembangunan tersebut, dibuatlah sebuah rel cabang dari Stasiun Palmerah menuju ke arah tempat pembangunan Gelora Bung Karno. Bahan material pembangunan seperti pasir, batu, kapur, & sejenisnya dibawa menggunakan angkutan kereta api, yang dimana material-material ini diambil dari sebuah rel cabang di dekat Stasiun Rawa Buntu yang mengarah ke tepi sungai Cisadane. Hal yang sama pun juga pernah terjadi di Stasiun Kebayoran, dimana pada era 1950-60-an stasiun ini sempat memiliki sebuah rel cabang yang mengarah ke gudang milik kementerian Pekerjaan Umum (PU) untuk bongkar muat material-material yang diangkut melalui moda jalur rel untuk keperluan pembangunan kota Kebayoran Baru. Gerbong-gerbong pengangkut bahan material pembangunan GBK pun diparkir di emplasemen Stasiun Palmerah yang kala itu masih memiliki banyak sepur simpan untuk keperluan proyek, & dilangsir menuju ke rel cabang lokasi pembangunan menggunakan lokomotif uap B51. Serta, kala itu sempat dibuat pula sebuah rel cabang yang mengarah ke Pejompongan untuk keperluan pembangunan perusahaan daerah air minum (PDAM), yang dimana bahan materialnya ini juga dibawa menggunakan angkutan kereta api & dibongkar muat di lokasi pembangunan. Rel cabang yang mengarah ke proyek stadion utama Gelora Bung Karno ini hanya dipakai saat sedang masa pembangunan saja & tidak dipakai lagi saat masa pembangunannya telah berakhir, sampai akhirnya rel cabang ini dibongkar pada suatu waktu serta bekas railbednya sudah menjadi Jalan Gelora. Hal yang sama pun juga terjadi pada rel cabang yang mengarah ke proyek PDAM, yang dimana rel cabang tersebut hanya dipakai saat sedang masa pembangunan saja & tidak dipakai lagi saat masa pembangunannya telah berakhir, sampai akhirnya rel cabang ini ditutup pada suatu waktu & bekas railbednya pun sudah menjadi pemukiman padat di sebelah Jalan Pejompongan Raya. Tetapi, rel cabang yang satu ini tidak sepenuhnya dibongkar & masih ada, hanya saja ditimbun oleh tanah maupun aspal. Rel cabang ini pun juga masih memiliki sisa potongan rel yang timbul & dapat dilihat hingga saat ini, yang lokasinya berada di sebuah gang pemukiman padat bekas railbednya. Sisa potongan rel ini sengaja tidak dibongkar dan dimanfaatkan sebagai jembatan kecil untuk penyeberangan selokan/got.[9]

 
Sisa rel cabang Palmerah-PDAM.
 
Sisa rel cabang Palmerah-PDAM.
 
Sisa rel cabang Palmerah-PDAM.
 
Sisa rel cabang Palmerah-PDAM.

Pada era 1970-an, Stasiun Palmerah memiliki emplasemen yang luas & jalur yang cukup banyak. Diperkirakan terdapat 5 buah sepur simpan di sebelah kiri emplasemen, 2 buah sepur badug/jalur buntu di sebelah kanan emplasemen (dari arah Stasiun Tanah Abang), serta 2 buah jalur untuk lalu-lalang/persilangan. 5 buah sepur simpan yang berada di sisi kiri emplasemen ini digunakan untuk menyimpan/stabling gerbong-gerbong barang, yang dimana sepur simpan ini juga pernah digunakan untuk keperluan pembangunan stadion utama Gelora Bung Karno. Sedangkan untuk 2 buah sepur badug/jalur buntu yang berada di sisi kanan emplasemen digunakan untuk bongkar muat pasir, batu, kapur, dan terkadang arang kayu. Pada masa itu, lokomotif yang digunakan untuk kegiatan langsiran di emplasemen Stasiun Palmerah adalah lokomotif uap B51, lokomotif C300, serta juga lokomotif BB300. Masih belum bisa dipastikan pada tahun berapa aktivitas & kegiatan langsiran di stasiun Palmerah ini terhenti. Namun menurut kabar, langsiran di stasiun Palmerah sudah terhenti saat lokomotif BB306 pertama kali memasuki jalur lintas Tanah Abang-Rangkasbitung.[10]

Diperkirakan pada pertengahan era 1980-an, sepur-sepur simpan di Stasiun Palmerah ini dibongkar karena sudah tidak diperlukan lagi, & hanya menyisakan 2 jalur saja untuk lalu-lalang/persilangan. Bekas sepur-sepur simpan tersebut kemudian dibangun menjadi Jalan Tentara Pelajar di kedua sisi stasiun, baik yang mengarah ke Pejompongan maupun yang mengarah sebaliknya, yaitu ke arah Permata Hijau.[11]

Pada 1992, jalur lintas Tanah Abang-Serpong pun kemudian dielektrifikasi dengan tiang listrik aliran atas (LAA) model Prancis, salah satunya adalah untuk mendukung perjalanan KRL Serpong Ekspres yang disebut-sebut sebagai cikal bakal dari KRL Green Line. Serta, sepertinya pada awal era 1990-an ini juga peron Stasiun Palmerah direnovasi menjadi peron yang lebih tinggi.

Pada 2013-2014, Kementerian Perhubungan Indonesia melakukan renovasi secara besar-besaran terhadap stasiun ini menjadi dua tingkat, sehingga kompleks Stasiun Palmerah menjadi semakin luas & megah. Proyek ini memakan dana sekitar Rp36 miliar, & baru selesai diresmikan pada tanggal 6 Juli 2015.[12]

Penataan lebih lanjut juga dilakukan pada 2020-2021, dengan tujuan untuk mempererat integrasi antarmoda (utamanya Transjakarta) serta mempermudah akses bagi pejalan kaki. Penataan ini diresmikan pada 29 September 2021 bersamaan dengan proyek yang serupa di Tebet, penataan ini dilakukan di bawah payung PT Moda Integrasi Transportasi Jakarta (MITJ), perusahaan patungan (joint venture) MRT Jakarta, & PT Kereta Api Indonesia (KAI).[13]

Pada November 2020, dinas perhubungan provinsi DKI Jakarta menutup perlintasan sebidang di Stasiun Palmerah secara permanen. Salah satu tujuannya agar menghilangkan pelanggaran lalu lintas yang kerap terjadi di perlintasan tersebut. Hal itu diungkapkan oleh kepala dinas perhubungan provinsi DKI Jakarta, Syafrin Liputo. Ia mengatakan penutupan perlintasan sebidang ini bagian dari penataan kawasan stasiun tahap 2 di Stasiun Palmerah.[14]

Bangunan dan tata letak

Pada era 1970-an, Stasiun Palmerah diperkirakan memiliki 9 jalur serta 2 buah rel cabang. Terdapat 5 buah sepur simpan di sebelah kiri emplasemen, 2 buah sepur badug/jalur buntu di sebelah kanan emplasemen (dari arah Stasiun Tanah Abang). 5 buah sepur simpan yang berada di sisi kiri emplasemen ini digunakan untuk menyimpan/stabling gerbong-gerbong barang, yang dimana sepur simpan ini juga pernah digunakan untuk keperluan pembangunan stadion utama Gelora Bung Karno. Sedangkan untuk 2 buah sepur badug/jalur buntu yang berada di sisi kanan emplasemen digunakan untuk bongkar muat pasir, batu, kapur, & terkadang arang kayu. Juga terdapat 2 buah rel cabang yang menuju ke 2 arah yang berbeda, yaitu ke arah stadion utama Gelora Bung Karno untuk bongkar muat bahan material pembangunannya dan arah Pejompongan untuk bongkar muat bahan material pembangunan perusahaan daerah air minum (PDAM).[10]

Diperkirakan pada pertengahan era 1980-an, sepur-sepur simpan di Stasiun Palmerah ini dibongkar karena sudah tidak diperlukan lagi, & hanya menyisakan 2 jalur saja untuk lalu-lalang/persilangan. Bekas sepur-sepur simpan tersebut kemudian dibangun menjadi Jalan Tentara Pelajar di kedua sisi stasiun, baik yang mengarah ke Pejompongan maupun yang mengarah sebaliknya, yaitu ke arah Permata Hijau.[11]

Pada awal era 2000-an, jalur 1 merupakan sepur lurus.[15] Sejak pengoperasian jalur ganda di lintas Tanah Abang-Serpong per 4 Juli 2007, tata letak stasiun ini dirombak dengan menambahkan jalur 2 sebagai sepur lurus baru. Meskipun Stasiun Palmerah sudah direnovasi pada 2013-2014, tetapi bangunan lama stasiun ini yang merupakan peninggalan Staatsspoorwegen masih tetap dipertahankan dan ruangan Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA) yang juga merupakan bagian dari bangunan lama stasiun ini pun masih dipakai hingga sekarang.[16]

 

  R02  

G Bangunan utama stasiun
P
Lantai peron
Peron sisi, pintu terbuka di sebelah kanan
Jalur 1 (Kebayoran)      Commuter Line Rangkasbitung menuju Serpong/Tigaraksa/Rangkasbitung
Jalur 2      Commuter Line Rangkasbitung menuju Tanah Abang (Tanah Abang)
Peron sisi, pintu terbuka di sebelah kanan


Layanan kereta api

Komuter

Nama kereta api Tujuan akhir Keterangan
  Lin Rangkasbitung Tanah Abang -
Rangkasbitung

Antarmoda pendukung

Jenis angkutan umum Trayek Tujuan
Bus kota Transjakarta 1B (MetroTrans) Stasiun Palmerah-Tosari
1F (MetroTrans) Stasiun Palmerah-Bundaran Senayan
8C (MetroTrans) Stasiun Tanah Abang-Pasar Kebayoran Lama
9E (MetroTrans) Jelambar-Pasar Kebayoran Lama

Galeri

Referensi

  1. ^ Subdit Jalan Rel dan Jembatan (2004). Buku Jarak Antarstasiun dan Perhentian. Bandung: PT Kereta Api (Persero). 
  2. ^ a b Buku Informasi Direktorat Jenderal Perkeretaapian 2014 (PDF). Jakarta: Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 1 Januari 2020. 
  3. ^ Staatsspoorwegen (1921–1932). Verslag der Staatsspoor-en-Tramwegen in Nederlandsch-Indië 1921-1932. Batavia: Burgerlijke Openbare Werken. 
  4. ^ "KCI Hapus Kartu THB Di Lima Stasiun Ini Mulai 1 Agustus 2019". Warta Kota. Diakses tanggal 2019-08-02. 
  5. ^ Media, Kompas Cyber. "PT KCI Bakal Hapus Pembelian Tiket Harian KRL di 5 Stasiun". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2019-08-02. 
  6. ^ H.M., Zaenuddin (2012). 212 Asal Usul Djakarta Tempo Doeloe. Ufuk Press.  sebagaimana dikutip dalam Maskur, Fatkhul (6 Januari 2015). "Tahukah Anda Nama Palmerah di Jakarta Barat?". Bisnis.com. Diakses tanggal 15 Oktober 2017. 
  7. ^ "Haltestempels Nederlands Indië: SS-WL". Studiegroep Zuid-West Pacific. Diakses tanggal 15 Oktober 2017. 
  8. ^ Oegema, J.J.G. (1982). De Stoomtractie op Java en Sumatra. Antwerpen: Kluwer Technische Boeken B.V. 
  9. ^ Agus Nur Ichsan, warga Pejompongan.
  10. ^ a b Nova Prima, warga Palmerah.
  11. ^ a b A. Susanto, warga Kebayoran.
  12. ^ Rahayu, Juwita Trisna (6 Juli 2015). "Menhub resmikan Stasiun Palmerah dan jalur ganda". Antaranews.com. Diakses tanggal 15 Oktober 2017. 
  13. ^ antaranews.com (2021-09-29). "Penataan Stasiun Tebet dan Palmerah wujudkan integrasi antarmoda". Antara News. Diakses tanggal 2021-09-29. 
  14. ^ Kusuma, Hendra. "Perlintasan Sebidang Palmerah Ditutup buat Minimalisir Kecelakaan". detikfinance. Diakses tanggal 2022-07-02. 
  15. ^ "penumpan kereta api tanah abang rangkas bitung - DATATEMPO". www.datatempo.co (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-07-02. 
  16. ^ "SBY Resmikan Stasiun Serpong, Lalu Lintas KA Tetap Normal". detiknews. Diakses tanggal 2017-10-18. 
Stasiun sebelumnya   Lintas Kereta Api Indonesia Stasiun berikutnya
Kebayoran
menuju Merak
Merak–Tanah Abang Tanah Abang
Terminus

6°12′27″S 106°47′52″E / 6.2073865°S 106.7976405°E / -6.2073865; 106.7976405