Penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Jenderal De Kock

sebuah karya seni dari Nicolaas Pieneman

Penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Jenderal De Kock (Belanda: De onderwerping van Diepo Negoro aan luitenant-generaal baron De Kock) adalah sebuah lukisan yang dilukis oleh seniman Belanda Nicolaas Pieneman antara tahun 1830 dan 1835. Hal ini dalam koleksi Rijksmuseum di Amsterdam, Belanda. Lukisan tersebut menggambarkan penangkapan pemimpin pemberontakan Jawa Diponegoro oleh pasukan kolonial dibawah komando Letnan Jenderal Hendrik Mercus de Kock.

Penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Jenderal De Kock
Belanda: De onderwerping van Diepo Negoro aan luitenant-generaal baron De Kock
Seorang pria yang mengenakan sorban menyerahkan dirinya kepada otoritas Belanda
SenimanNicolaas Pieneman
Tahunsekitar 1830–35
TipeMinyak di atas kanvas
Ukuran77 cm × 100 cm (30 in × 39 in)
LokasiRijksmuseum, Amsterdam, Belanda
KodeSK-A-2238

Catatan sejarah

 
Diponegoro

Diponegoro (1785-1855), keturunan Sultan Yogyakarta dan putra tertua Hamengkubuwono III, dilewati dalam suksesi takhta tetapi tidak melepaskan klaim kepemimpinannya di kalangan elit Jawa. Mendeklarasikan perang suci melawan penjajah dan memproklamirkan dirinya sebagai Ratu yang Adil, ia memberontak melawan sultan yang berkuasa dan pemerintah kolonial Belanda.

Dalam perang 5 tahun berikutnya di sebagian besar wilayah Jawa Tengah saat ini, lebih dari 200.000 tentara Jawa dan 15.000 tentara Belanda tewas. Setelah serangkaian kemenangan besar, penangkapan sebagian besar pemimpin pemberontakan dan mencapai titik balik dalam perang yang menguntungkan Belanda.

Pada tanggal 28 Maret 1830, Diponegoro diundang oleh Letnan Hendrik Merkus de Kock ke rumah penduduk di Magelang untuk mengakhiri perdamaian dan mengakhiri permusuhan, dimana ia ditangkap karena kebuntuan dalam negosiasi setelah menolak untuk mengakui statusnya sebagai pemuka agama umat Islam se-Pulau Jawa.

Kemudian dia dimasukkan ke dalam kereta ke Batavia (nama lama dari Jakarta), dari mana dia dikirim ke Manado di pulau Sulawesi; kemudian dipindahkan ke Makassar, di mana ia meninggal dalam pengasingan dua dekade kemudian. Setelah dirinya, Diponegoro meninggalkan sejarah pemberontakan Jawa yang ditulis secara pribadi beserta autobiografinya.

Dalam kerangka konstruksi ideologis Indonesia merdeka, diyakini bahwa bangsa Indonesia muncul dalam nyala api perang Jawa serta ingatan akan perjuangan, prestasi, dan penderitaan Diponegoro membuka jalan bagi pembebasan terakhir bangsa Indonesia dari belenggu kolonialisme pada tahun 1945. Pada tahun 1973, ia secara anumerta diproklamasikan sebagai "Pahlawan Nasional Indonesia".

Hampir setiap kota di Indonesia memiliki jalan dan alun-alun untuk menghormati Diponegoro, sebuah universitas di Semarang dinamai menurut namanya dan sebuah monumen didirikan di Jakarta. Sebuah museum di Magelang tempat Diponegoro ditangkap telah dibangun dan dibuka untuk umum.

Kutipan karya