M. Yusuf beralih ke halaman ini. Untuk kegunaan lainnya, lihat Muhammad Yusuf.

Jenderal TNI (Purn.) Andi Muhammad Jusuf Amir (23 Juni 1928 – 8 September 2004) atau lebih dikenal dengan nama M. Jusuf adalah salah satu tokoh militer Indonesia yang sangat berpengaruh dalam sejarah kemiliteran Indonesia. Ia juga merupakan salah satu keturunan bangsawan dari suku Bugis—hal ini dapat dilihat dengan gelar Andi pada namanya—akan tetapi melepaskan gelar kebangsawanannya itu pada tahun 1957 dan tidak pernah menggunakannya lagi.

M. Jusuf
Menteri Pertahanan dan Keamanan Indonesia ke-15
Masa jabatan
29 Maret 1978 – 19 Maret 1983
PresidenSoeharto
Sebelum
Pengganti
Poniman
Sebelum
Menteri Perindustrian Indonesia ke-9
Masa jabatan
6 Juni 1968 – 28 Maret 1978
PresidenSoeharto
Menteri Perdagangan Indonesia ke-19
Masa jabatan
11 Oktober 1967 – 6 Juni 1968
PresidenSoekarno
Menteri Perindustrian Dasar Indonesia
Masa jabatan
21 Februari 1966 – 25 Juli 1966
PresidenSoekarno
Menteri Perindustrian Ringan Indonesia
Masa jabatan
27 Agustus 1964 – 21 Februari 1966
PresidenSoekarno
Sebelum
Pendahulu
Tidak ada
Sebelum
Masa jabatan
25 Juli 1966 – 17 Oktober 1967
PresidenSoekarno
Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ke-7
Masa jabatan
29 Maret 1978 – 19 Maret 1983
PresidenSoeharto
Informasi pribadi
Lahir
Andi Muhammad Jusuf Amir

(1928-06-23)23 Juni 1928
Kajuara, Bone, Celebes, Hindia Belanda
Meninggal8 September 2004(2004-09-08) (umur 76)
Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia
KebangsaanIndonesia
Partai politikNon Partai
ProfesiTentara, Politikus, Dokter
Karier militer
Pihak Indonesia
Dinas/cabang TNI Angkatan Darat
Masa dinas1945–1983
Pangkat Jenderal TNI
SatuanInfanteri
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Dalam posisi pemerintahan ia pernah menjabat sebagai Panglima ABRI merangkap Menteri Pertahanan dan Keamanan pada periode 1978–1983. Selain itu ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Perindustrian pada periode 1964–1974 dan juga Ketua Badan Pemeriksa Keuangan periode 1983–1993.

Riwayat Hidup

Masa muda

Jusuf lahir di Kajuara, Bone, Sulawesi Selatan pada 23 Juni 1928.

Tidak banyak yang diketahui tentang kehidupan awal Jusuf selain fakta ia adalah seorang Bugis bangsawan seperti yang disaksikan oleh nama tituler "Andi" di depan namanya. Jusuf kemudian mencela latar belakang aristokrat dengan menjatuhkan Andi dari namanya.

Karier Militer

Revolusi Nasional Indonesia

Ketika para pemimpin Nasionalis, Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Jusuf menunjukkan dukungannya dengan bergabung dengan Devosi Rakyat Indonesia dari Sulawesi (KRIS). Menjelang akhir tahun 1945, dengan Belanda Pemerintah mempersiapkan untuk merebut kembali Indonesia, Jusuf dan rekan-rekannya sesama anggota KRIS berlayar untuk Java untuk bergabung dalam pertempuran.

Jusuf sebenarnya mulai karier militernya di Angkatan Laut, menjadi ajudan dari Angkatan Laut Letnan Kolonel Kahar Muzakkar di Angkatan Laut ke-10 Staf Komando kantor pusat di Yogyakarta.

Sulawesi

Pada 1949, Jusuf telah beralih ke Angkatan Darat, menjadi bagian dari Polisi Militer sebelum menjadi anggota Komisi Militer Indonesia Timur.

Pada tahun 1950, Jusuf menjadi ajudan Kolonel Alexander Evert Kawilarang, Panglima KO-TT VII/Wirabuana yang keamanan singkat menutupi seluruh Indonesia Timur. Dalam posisi ini, Jusuf berpartisipasi dalam memadamkan pemberontakan oleh Republik Maluku Selatan (RMS). Jusuf kemudian melanjutkan karier militernya, melayani sebagai Kepala Staf Resimen di Manado, sebuah Operasi Asisten Panglima KO-TT VII/Wirabuana, dan Kepala Cadangan Umum.

Selama pertengahan 1950-an ada kekhawatiran di kalangan masyarakat Sulawesi bahwa Pemerintah Pusat di Jakarta tidak melayani kebutuhan mereka. Mereka panggilan dibuat untuk desentralisasi dalam semua aspek Pemerintahan, mulai dari pembangunan ekonomi terhadap keamanan.

Menjadi seorang prajurit, Jusuf tertarik desentralisasi urusan keamanan dan bersama dengan rekan-rekan yang berpikiran sampai pada kesimpulan bahwa Sulawesinese harus bertanggung jawab atas keamanan di wilayah mereka sendiri. Jusuf juga menunjukkan keprihatinan oleh fakta bahwa KO-TT VII/Wirabuana singkat keamanan mencakup seluruh Indonesia Timur sedangkan Kodam di Indonesia Barat memiliki area spesifik untuk menutupi.

Perhatian terhadap desentralisasi memuncak dalam pernyataan Permesta yang ditandatangani oleh tokoh-tokoh penting di Sulawesi (termasuk Jusuf) pada tanggal 2 Maret 1957. Pernyataan itu juga menyatakan keadaan darurat di Indonesia Timur. Pada saat ini, Jusuf menjadi perwira operasi untuk Permesta.

Itu tidak Namun lama, sebelum Jusuf meninggalkan gerakan. Pada Mei 1957, Kepala Staf Angkatan Darat Abdul Haris Nasution, resmi pembentukan empat Kodam di Indonesia Timur untuk menutupi keamanan Sulawesi. Dengan permintaannya telah terpenuhi, tidak ada alasan untuk Jusuf untuk tinggal dengan Permesta. Sebaliknya, Jusuf menjadi mata-mata, melaporkan hasil pertemuan kepada Pemerintah Pusat yang curiga bahwa Permesta adalah gerakan separatis.

Kodam Sulawesi Selatan dan Tenggara

Jusuf menjatuhkan sandiwara dengan Permesta pada Mei 1958 dengan pengangkatannya sebagai Panglima Kodam Sulawesi Selatan dan Tenggara. Dari posisinya, Jusuf dibantu Pemerintah Pusat dalam memadamkan gerakan Permesta.

Pada Oktober 1959, Jusuf dipindahkan ke Kodam XIV/Hasanuddin menjadi Komandan nya. Sebagai Panglima Kodam XIV/Hasanuddin, Jusuf bertanggung jawab atas keamanan Sulawesi Selatan dan Tenggara.

Menteri Perindustrian

Pada tanggal 27 Agustus 1964, Jusuf diangkat sebagai Menteri Perindustrian. Meskipun ini adalah pos sipil, itu tidak mengherankan bahwa Jusuf diangkat ke posisi ini karena Soekarno memiliki anggota lain dari ABRI dalam kabinetnya untuk alasan lain selain pertahanan dan keamanan (Contoh: Letnan Jenderal Hidayat sebagai Menteri Telekomunikasi dan Ali Sadikin dari Marinir menjabat sebagai Menteri Perhubungan).

Supersemar

Pada tanggal 11 Maret 1966, Jusuf menghadiri pertemuan Kabinet di Istana Presiden, yang pertama sejak Soekarno reshuffle kabinet pada akhir Februari. Pertemuan tidak berlangsung lama sebelum Sukarno, setelah menerima surat dari Komandan Pengawal, tiba-tiba meninggalkan ruangan. Ketika pertemuan itu selesai, Jusuf dan Menteri Urusan Veteran, Basuki Rachmat, pergi ke luar Istana Presiden untuk bergabung dengan Amir Machmud Panglima KODAM V/Jayakarta. Jusuf kemudian diberitahu apa yang terjadi bahwa Soekarno telah pergi ke Bogor dengan helikopter karena situasi yang tidak aman di Jakarta.

Jusuf kemudian menyarankan bahwa mereka bertiga pergi ke Bogor untuk memberikan dukungan moral kepada Soekarno. Ketiganya kemudian pergi ke kediaman Letnan Jenderal Soeharto, Panglima Angkatan Darat yang telah membentuk posisi sebagai lawan politik terkuat Soekarno. Menurut Amir Mahmud, Soeharto meminta ketiga Jenderal ini untuk memberitahu Soekarno kesiapan untuk memulihkan keamanan, namun Presiden harus memintanya.

Di Bogor, ketiganya bertemu dengan Soekarno yang tidak senang dengan keamanan dan dengan desakan Amirmachmud bahwa semuanya aman. Soekarno kemudian mulai mendiskusikan pilihan dengan ketiga Jenderal sebelum akhirnya meminta mereka bagaimana dia bisa mengurus situasi. Jusuf dan Basuki diam, tetapi Amirmachmud bahwa Soekarno memberi Soeharto beberapa kekuatan dan memerintah Indonesia dengan dia sehingga semuanya dapat diamankan. Pertemuan kemudian dibubarkan, Soekarno mulai mempersiapkan Keputusan Presiden.

Itu senja ketika Keputusan yang akan menjadi Supersemar akhirnya siap dan menunggu tanda tangan Soekarno. Soekarno memiliki beberapa keraguan menit terakhir tetapi Jusuf, bersama dengan dua jenderal dan lingkaran dalam Soekarno dalam Kabinet yang juga telah membuat perjalanan ke Bogor mendorongnya untuk menandatangani. Soekarno akhirnya menandatangani dan menyerahkan Supersemar Basuki akan diteruskan kepada Soeharto.

Ada kontroversi mengenai peran Jusuf di Supersemar. Satu akun menyatakan bahwa Jusuf datang ke Bogor dengan folder merah muda dengan Supersemar sudah pre-prepared pada kertas dengan logo Angkatan Darat di atasnya dan bahwa ada empat Jenderal bukan tiga, makhluk Umum keempat Maraden Panggabean. Soekarno kemudian diintimidasi di titik pistol oleh Basuki dan Panggabean sebelum menandatangani Supersemar yang telah disiapkan.

Jusuf juga berhasil mendapatkan memegang salinan Supersemar.

Pada 13 Maret, Soekarno memanggil Jusuf, Basuki, dan Amir Machmud. Soekarno marah karena Soeharto telah melarang Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengatakan bahwa Supersemar tidak mengandung instruksi tersebut. Soekarno kemudian memerintahkan agar membuat sebuah surat untuk menjelaskan isi Supersemar namun surat itu tidak pernah muncul selain dari salinan yang dikumpulkan oleh mantan Duta Besar RI untuk Kuba, AM Hanafi.

Orde Baru

Sebagai pimpinan bangsa berubah dari Soekarno ke Soeharto, Jusuf melanjutkan sebagai Menteri Perindustrian. Itu juga dicatat bahwa meskipun memegang jabatan sipil, karier militer Jusuf melanjutkan sambil terus menerima promosi dari posisi ini.

Komandan ABRI

Pada bulan April tahun 1978, Jusuf diangkat ke posisi Panglima ABRI saat bersamaan mengambil posisi Menteri Pertahanan dan Keamanan.

Sebagai Komandan, Jusuf ditugaskan oleh Suharto untuk memulai proses mengintegrasikan (Memanunggalkan) ABRI dengan rakyat. Jusuf nanti akan mengatakan bahwa ia tidak yakin apa urutan ini berarti, tetapi mengambil hal itu berarti bahwa ia membuat ABRI netral dalam politik, bukan menggunakan Golkar samping. Dalam hal ini ia berhasil seperti dalam Pemilu Legislatif 1982, Golkar tidak mendapatkan dukungan aktif dari ABRI yang dinikmati di dua sebelumnya Pemilu Legislatif yang berkompetisi masuk

Jusuf juga bertanggung jawab atas ABRI Memasuki Desa (ABRI Masuk Desa). Dalam program ini, ABRI dikirim ke daerah pedesaan untuk membantu dengan pembangunan infrastruktur.

Selama masa jabatannya sebagai Panglima ABRI, Jusuf mengembangkan reputasi sebagai Jenderal yang memperhatikan kesejahteraan anak buahnya. Ia secara rutin berkeliling daerah untuk mengunjungi tentara dan menanyakan tentang keluarga dan kondisi mereka. Hal ini membuatnya sangat populer di jajaran ABRI dengan mengorbankan hubungannya dengan Soeharto, yang mulai melihat Jusuf sebagai ancaman.

Pada tahun 1982, sebuah pertemuan para pejabat tinggi diadakan dan dihadiri oleh Soeharto, Jusuf, dan Amirmachmud yang saat itu menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri. Dalam pertemuan tersebut, Amirmachmud mengomentari popularitas Jusuf dan memintanya untuk menjelaskan dirinya kepada Soeharto. Merasakan tuduhan tersebut, Jusuf kehilangan kesabaran dan berjanji kepada Soeharto bahwa dia tidak pernah punya ambisi untuk kekuasaan dalam melakukan tugasnya. Kecurigaan Soeharto tampaknya telah menyakiti Jusuf dan sehingga dia tidak pernah menghadiri pertemuan Kabinet sampai ia diberhentikan dari posisinya di April 1983.

Karier Politik

Dari tahun 1983 sampai tahun 1993, Jusuf menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ini adalah pekerjaan dari mana ia diperkirakan akan mencapai hal-hal besar, mengingat pendahulunya, Umar Wirahadikusumah yang kemudian menjadi Wakil Presiden. Namun, itu adalah akhir dari keterlibatannya dengan Pemerintah.

Jusuf memiliki hubungan dekat dengan Jusuf Kalla dan pada satu tahap dianggap menunjukkan Kalla salinan Supersemar yang ia diambil dari tahun 1966. Jusuf berubah pikiran dan menunjukkan Kalla sebagai versi fotokopian gantinya.

Ketika Jusuf mengumumkan niatnya untuk menghasilkan memoar pada hidupnya, ada harapan luas tentang apa pandangannya tentang Supersemar akan seperti (dari 3 jenderal yang menyaksikan penandatanganan Supersemar, hanya Amirmachmud telah menghasilkan akunnya). Pada awalnya, Soeharto dipercaya Jusuf untuk menerbitkan memoar sendiri tetapi berubah pikiran, meminta Jusuf agar Sekretariat Negara mempublikasikannya. Jusuf menolak tawaran ini.

Dalam kehidupan pensiunan nya, Jusuf aktif dalam kegiatan sosial dan Dipimpin dasar bertugas menjalankan sebuah masjid juga memberikan kontribusi untuk menjalankan rumah sakit.

Kematian

M. Jusuf meninggal pada tanggal 8 September 2004 [1] dalam usia 76 tahun dan dimakamkan di Pemakaman Umum Panaikang, Makassar, Sulawesi Selatan.

Keluarga

Jusuf merupakan putera seorang bangsawan Bone yang bernama Andi Tappu Amir Arung Kajuara dan Petta BUnga yang keduanya adalah cicit dari Raja Kesultanan Bone ke-24 La Mappatunru To Appasessu (1812-1823). Beristerikan Elly Saelan yang merupakan adik kandung Emmy Saelan Pejuang Asal Makassar Sulawesi Selatan dan memiliki seorang anak yang sudah meninggal dunia bernama Jaury Jusuf Putra.

Elly Saelan (Saeli) adalah adik kandung dari Emmy Saelan dan Maulwi Saelan

Bermacam-macam

Meskipun Amirmachmud dengan halus menuduhnya ambisius, Jusuf tetap menjadi teman dekat dengan sesama saksi Supersemar tersebut. Sebelum Amirmachmud meninggal, ia meminta agar Jusuf menghadiri pemakamannya. Namun, Jusuf tidak dapat menghadiri pemakaman Amirmachmud ini. Jusuf juga menerima surat rahasia dari Amirmachmud.

Pendidikan

Berkas:Sampul Buku M. Jusuf.jpg
Sampul Buku "Jenderal M. Jusuf - Panglima Para Prajurit

Umum

Militer

Karier

Militer

Sipil/Menteri

Supersemar

M. Jusuf merupakan salah satu saksi kunci perisitiwa Supersemar beserta Jenderal Basuki Rahmat dan Jenderal Amirmachmud.

Referensi

  1. ^ Muslim, Dudung Abdul (11 September 2004). "M Jusuf "Putra Mahkota" yang Cepat Tereliminasi". Suara Merdeka. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-11-01. Diakses tanggal 8 Januari 2017. 

Pranala luar

Jabatan pemerintahan
Didahului oleh:
Umar Wirahadikusumah
Ketua BPK
1983–1993
Diteruskan oleh:
J.B. Sumarlin
Jabatan militer
Didahului oleh:
Maraden Panggabean
Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
1978–1983
Diteruskan oleh:
L.B. Moerdani
Jabatan politik
Didahului oleh:
Maraden Panggabean
Menteri Pertahanan dan Keamanan Indonesia
1978–1983
Diteruskan oleh:
Poniman
Didahului oleh:
Chaerul Saleh
Menteri Perindustrian Indonesia
1964–1978
Bersama dengan: Abdul Azis Saleh (1962–66)
Ashari Danudirdjo (1964–68)
Hadi Thayeb (1964–66)
Sjaifun (1966)
Suharnoko Harbani (1966)
Mardanus (1966)
Jacob Salatun (1966)
Muhammad Sanusi (1966–68)
Diteruskan oleh:
A.R. Soehoed