Kesultanan Demak
Kesultanan Demak atau Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam Jawa yang berdiri pada perempat akhir abad ke-15 di Demak. Demak sebelumnya merupakan kadipaten yang tunduk pada Majapahit yang telah melemah saat itu untuk beberapa tahun sebelum melepaskan diri. Menurut cerita tradisional Jawa yang populer, kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah, anak raja Majapahit terakhir dan putri raja dari negeri Tiongkok kuno.[5][6]
Kesultanan Demak Nagari Kasultanan Demak | |||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1481/1482[a]–1554 | |||||||||||||||
Peta rentang operasi militer yang dilakukan oleh Kesultanan Demak (serta sekutunya seperti Kesultanan Cirebon), termasuk ekspedisi ke Melaka Portugis, hingga pada masa pemerintahan Trenggana (1518–1546) | |||||||||||||||
Status | Kesultanan | ||||||||||||||
Ibu kota | |||||||||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Jawa Kuno (selanjutnya berkembang menjadi bahasa Jawa modern seperti sekarang) | ||||||||||||||
Agama | Islam | ||||||||||||||
Pemerintahan | Monarki absolut Islam | ||||||||||||||
• 1478–1504 | Raden Patah | ||||||||||||||
• 1505–1518 | Trenggana | ||||||||||||||
• 1518–1521 | Pati Unus | ||||||||||||||
• 1521–1546[b] | Trenggana | ||||||||||||||
• 1546–1547 | Sunan Prawoto | ||||||||||||||
Pendirian | |||||||||||||||
Era Sejarah | Penyebaran Islam di Jawa | ||||||||||||||
• Pendirian | 1481/1482[a] | ||||||||||||||
• Dibunuhnya Arya Penangsang | 1554 | ||||||||||||||
• Perpindahan kekuasaan ke Pajang | 1568 | ||||||||||||||
| |||||||||||||||
Sekarang bagian dari | Indonesia | ||||||||||||||
| |||||||||||||||
Bagian dari seri mengenai |
---|
Sejarah Indonesia |
Garis waktu |
Portal Indonesia |
Demak memainkan peran penting dalam mengakhiri pemerintahan Majapahit dan penyebaran Islam di Jawa.[7] Sepanjang setengah awal abad ke-16, Demak berada pada puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Trenggana. Pada masanya, ia melakukan penaklukkan ke pelabuhan-pelabuhan utama di Pulau Jawa hingga ke pedalaman yang mungkin belum tersentuh Islam.[8] Salah satu pelabuhan yang ditaklukkan Demak adalah Sunda Kelapa, yang pada waktu itu berada dalam kekuasaan Kerajaan Sunda. Hubungan aliansinya dengan Imperium Portugal sejak 1511 menjadi ancaman bagi Demak. Pada 1527, pasukan dari Demak dan Cirebon yang dipimpin oleh Fatahillah melancarkan serangan sukses ke Sunda Kelapa yang memukul mundur Portugal dan Sunda. Fatahillah kemudian mengganti nama pelabuhan tersebut menjadi Jayakarta.[9] Di luar Jawa, Demak memiliki kekuasaan atas Jambi dan Palembang di Sumatra bagian timur.[10]
Kerajaan mulai mengalami kemunduran ketika Trenggana terbunuh dalam perang melawan Panarukan pada 1546. Sunan Prawoto kemudian naik takhta menggantikannya, tetapi dibunuh pada 1547 oleh suruhan Arya Panangsang, penguasa Jipang yang ingin menjadi raja Demak.[11] Perang perebutan takhta segera terjadi dan berakhir dengan dibunuhnya Arya Penangsang oleh Joko Tingkir, penguasa Pajang, sebagai hukuman. Joko Tingkir kemudian memindahkan kekuasaan Demak ke Pajang, tempat kekuasaannya. Dengan demikian Kerajaan Demak berakhir dengan didirikannya Kesultanan Pajang.[9][12]
Toponimi
Demak bermula dari pemukiman yang bernama Bintoro. Pemukiman ini aslinya adalah hutan yang dibuka oleh Raden Patah setelah ia berguru pada Sunan Ampel dan menjadi menantunya. Di hutan tersebut, terdapat rumput gelagah yang baunya wangi. Karena itu, tempat tersebut juga dikenal dengan nama Glagahwangi.[13]
Ada beberapa usul mengenai asal usul nama Demak. Menurut Poerbatjaraka, namanya berasal dari bahasa Jawa yaitu delemak yang berarti "rawa". Menurut Hamka, namanya berasal dari bahasa Arab yaitu dimak yang berarti "mata air" (atau "air mata"). Menurut sejarawan lainnya, yaitu Sutjipto Wiryosuparto, namanya berasal dari sebuah kata dalam bahasa Kawi yang berarti "hadiah" atau "pusaka".[14]
Sejarah
Pendirian
Asal usul Kerajaan Demak tidak diketahui dengan jelas. Kota Demak tampaknya didirikan pada perempat akhir abad ke-15 oleh seorang Muslim, kemungkinan besar seorang Tionghoa yang bernama "Cek Ko-po". Anaknya mungkin adalah orang yang oleh Tomé Pires dalam Suma Oriental-nya sebut sebagai "Rodim".[10][4]
Cerita tradisional Mataram yang lebih populer menceritakan bahwa Demak didirikan oleh Raden Patah, anak raja Majapahit terakhir dan seorang putri raja Tiongkok yang disebut "Putri Cina".[5][15] Meskipun sejarawan T.G.Th. Pigeaud dan H. J. de Graaf menyatakan bahwa ceritanya tidak dapat dipercaya, mereka menyimpulkan bahwa nenek moyang para penguasa Demak tampaknya merupakan seorang pendatang Muslim asal Tiongkok yang pertama kali mendarat di Gresik dan kemudian menetap di Demak.[16]
Masa Pati Unus
Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam dengan pendudukan Portugis di Malaka. Kemudian beberapa kali ia mengirimkan armada lautnya untuk menyerang Portugis di Malaka.[17]
Di bawah Trenggana
Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawahnya, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), juga menaklukkan hampir seluruh Pasundan/Jawa Barat (1528–1540) serta wilayah-wilayah bekas Majapahit di Jawa Timur seperti Tuban (1527), Madura (1528), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527–1529), Kediri (1529), Malang (1529–1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1529–1546). Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto. Salah seorang panglima perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatra), yang juga menjadi menantu raja Trenggana. Sementara Maulana Hasanuddin putra Sunan Gunung Jati diperintah oleh Trenggana untuk menundukkan Banten Girang. Kemudian hari keturunan Maulana Hasanudin menjadikan Banten sebagai kerajaan mandiri. Sedangkan Sunan Kudus merupakan imam di Masjid Demak juga pemimpin utama dalam penaklukan Majapahit sebelum pindah ke Kudus.[18]
Kemunduran
Suksesi raja Demak ketiga tidak berlangsung mulus, terjadi persaingan panas antara Pangeran Surowiyoto atau Pangeran Sekar dan Trenggana yang berlanjut dengan di bunuhnya Pangeran Surowiyoto oleh Sunan Prawoto (anak Trenggana). Peristiwa ini terjadi di tepi sungai saat Surowiyoto pulang dari Masjid sehabis sholat Jum'at. Sejak peristiwa itu Surowiyoto dikenal dengan sebutan Sekar Sedo Lepen yang artinya sekar gugur di sungai. Pada tahun 1546 Trenggana wafat dan tampuk kekuasaan dipegang oleh Sunan Prawoto, anak Trenggana, sebagai raja Demak keempat, akan tetapi pada tahun 1547 Sunan Prawoto dan isterinya dibunuh oleh Rungkud pengikut Pangeran Arya Penangsang, putra Pangeran Surowiyoto. Pangeran Arya Penangsang adalah Adipati Jipang pada waktu itu, Adipati Arya Penangsang adalah murid terkasih dari Sunan Kudus. Diceritakan bahwa Pengikut Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri, penguasa Jepara atau Kalinyamat (Suami Ratu Kalinyamat). Hal ini menyebabkan adipati-adipati di bawah Demak memusuhi Pangeran Arya Penangsang, salah satunya adalah menantu Sultan Trenggono Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya.
Puncak dari peristiwa ini Arya Penangsang dibunuh oleh Sutawijaya anak angkat Joko Tingkir yang tergabung dalam Pasukan Pajang saat menyerang Jipang. Dengan terbunuhnya Arya Penangsang, maka berakhirlah era Kesultanan Demak. Joko Tingkir memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang dan mendirikan Kerajaan Pajang atau Kesultanan Pajang.
Ekonomi
Tomé Pires pada abad ke-16 mencatat bahwa komoditas utama yang menjadi ekspor Demak adalah beras, rempah-rempah, dan buah-buahan. Tujuan ekspor komoditas tersebut adalah Melaka dan Maluku yang diangkut dengan jung dan penjajap. Pires juga mencatat bahwa Demak telah menjadi tempat penimbunan padi yang berasal dari daerah-daerah pertanian di sekitarnya. Peranannya dalam menjadi pusat kegiatan ekonomi pertanian semakin penting setelah keruntuhan Juwana pada 1513. Selain itu, perbudakan juga disebut Pires sebagai salah satu komoditas Demak, tetapi tidak diketahui apakah perdagangan budak masih terjadi pada masa itu. Demak juga melakukan kegiatan impor berupa hewan-hewan dan pakaian dari Melaka, Gujarat, dan Benggala.[19]
Sistem perekonomian Demak juga didukung dengan penggunaan mata uang baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Sebuah Berita Tiongkok dari awal abad ke-15 menyebutkan bahwa mata uang tembaga dari Tiongkok umum digunakan sebagai mata uang di Jawa. Pires juga mencatat demikian, dan selain itu mencatat bahwa mata uang Portugis juga dikenal dan disukai oleh orang Jawa. Terdapat juga mata uang lokal Jawa, yang disebut Pires sebagai tumdaya atau tael.[20]
Galeri
-
Bagian dalam Masjid Agung Demak yang terdapat saka guru atau empat tiang kayu utama. Masjid ini dibangun dengan arsitektur Vernakular Jawa.
-
Masjid Agung Demak yang dibangun pada akhir abad ke-15 dan merupakan salah satu peninggalan bersejarah Kesultanan Demak.
Lihat pula
Referensi
- ^ Pigeaud & De Graaf 1976, hlm. 8.
- ^ Raffles 1817, hlm. 143.
- ^ Ricklefs 2008, hlm. 70-71.
- ^ a b Ricklefs 2008, hlm. 69.
- ^ a b Ricklefs 2008, hlm. 70.
- ^ Raffles 1817, hlm. 127.
- ^ Ooi 2004, hlm. 864.
- ^ Ricklefs 2008, hlm. 71.
- ^ a b Ooi 2004, hlm. 410.
- ^ a b Cortesão 1944, hlm. 154-155.
- ^ Raffles 1817, hlm. 153-154.
- ^ Pigeaud & De Graaf 1976, hlm. 9.
- ^ Ramelan 1997, hlm. 54.
- ^ Amar 1996, hlm. 14.
- ^ Pigeaud & De Graaf 1976, hlm. 7.
- ^ Pigeaud & De Graaf 1976, hlm. 6-7.
- ^ Cortesão 1944.
- ^ Ricklefs 2008.
- ^ Ramelan 1997, hlm. 64-70.
- ^ Ramelan 1997, hlm. 70-71.
Daftar pustaka
- Amar, Imron Abu (1996). Sejarah Ringkas Kerajaan Islam Demak. Kudus: Menara Kudus.
- Cortesão, Armando (1944). The Suma oriental of Tomé Pires and the book of Francisco Rodrigues. London: The Hakluyt Society.
- Cœdès, George (1968). Vella, Walter F., ed. The Indianized states of Southeast Asia. Honolulu: University of Hawaii Press.
- Pigeaud, Theodoor Gautier Thomas; De Graaf, Hermanus Johannes (1976). Islamic states in Java 1500-1700 : eight Dutch books and articles by H. J. de Graaf. Den Haag: Martinus Nijhoff. doi:10.1163/9789004287006. ISBN 978-90-04-28700-6.
- Ooi, Keat Gin (2004). Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, from Angkor Wat to East Timor. ABC-CLIO. ISBN 978-1-57607-770-2.
- Raffles, Thomas Stamford (1817). The History of Java (edisi ke-2). London: John Murray.
- Ramelan, Wiwin Djuwita (1997). Rahardjo, Supratikno, ed. Kota Demak Sebagai Bandar Dagang di Jalur Sutra. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
- Ricklefs, Merle Calvin (2008). Nugraha, Mohammad Sidik, ed. Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Serambi. Jakarta: Penerbit Serambi. ISBN 9789790241152.