Bahasa Jawa Indramayu

bagian dari rumpun bahasa Austronesia

Bahasa Jawa Indramayu atau dialek Dermayu (bahasa Jawa: ꦧꦱꦗꦮꦆꦤ꧀ꦢꦿꦩꦪꦸ, translit. Basa Jawa Indramayu) adalah dialek bahasa Jawa yang dituturkan di pesisir utara Jawa Barat terutama di Kabupaten Indramayu, sebagian utara dan timur Kabupaten Subang, serta sebagian utara Kabupaten Karawang.[2][3]

Bahasa Jawa Indramayu
ꦧꦱꦗꦮꦆꦤ꧀ꦢꦿꦩꦪꦸ
Basa Jawa Indramayu
Dituturkan diIndonesia
WilayahKabupaten Indramayu, sebagian utara dan timur Kabupaten Subang dan sebagian utara Kabupaten Karawang (Jawa Barat)
EtnisJawa
Penutur
± 2 juta penutur jati (2020)
Lihat sumber templat}}
Beberapa pesan mungkin terpotong pada perangkat mobile, apabila hal tersebut terjadi, silakan kunjungi halaman ini
Klasifikasi bahasa ini dimunculkan secara otomatis dalam rangka penyeragaman padanan, beberapa parameter telah ditanggalkan dan digantikam oleh templat.
Posisi bahasa Jawa Indramayu dalam harap diisi Sunting klasifikasi ini 

Catatan:

Simbol "" menandai bahwa bahasa tersebut telah atau diperkirakan telah punah
Aksara Jawa
Abjad Pegon
Alfabet Latin
Status resmi
Diatur olehLembaga Bahasa dan Sastra Jawa Indramayu
Kode bahasa
ISO 639-3
LINGUIST List
LINGUIST list sudah tidak beroperasi lagi
jav-ind
Glottologindr1248[1]
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Sejarah

Perbedaan yang mencolok dari kebudayaan masyarakat Indramayu dengan kebudayaan masyarakat Jawa Barat pada umumnya terdapat pada bahasa yang digunakan.[4] Sebagian besar masyarakat Indramayu menggunakan bahasa Jawa Indramayu sebagai bahasa daerahnya meskipun di beberapa kecamatan seperti Kecamatan Lelea dan Kecamatan Kandanghaur ada juga yang menggunakan bahasa Sunda.

Pada dasarnya bahasa Jawa yang dipertuturkan di Indramayu dan sekitarnya merupakan bagian dari rumpun dialek bahasa Jawa.[5] Masyarakat Indramayu umumnya dapat berbicara dalam dua bahasa dengan baik atau dapat saling mengerti walaupun mereka masing-masing menggunakan bahasa yang berbeda.[6]

Asal usul

Arya Wiralodra sebagai pendiri Indramayu menjadi tonggak awal digunakannya bahasa Jawa di Indramayu.[5] Ia diketahui memiliki beberapa julukan di antaranya Pangeran Gagak Wiralodra, Pangeran Darmawijaya dan Pangeran Indrawijaya. Arya Wiralodra adalah putra Adipati Singalodra penguasa Bagelen dari Jawa Tengah.[7] Dalam Babad Dermayu koleksi Museum Sri Baduga, diriwayatkan bahwa Arya Wiralodra adalah tokoh yang gagah berani dan memiliki senjata pusaka bernama Cakra Udaksana.[8] Arya Wiralodra dinilai sebagai sosok pemimpin ideal yang menjadi kebanggaan masyarakat Indramayu. Hal ini dibuktikan dengan pemeliharaan situs peninggalan Arya Wiralodra beserta keturunannya yang masih dirawat dengan baik bahkan direvitalisasi beberapa kali dengan biaya yang cukup besar.

Perkembangan

Bahasa Jawa di Indramayu kian mengalami perkembangannya ketika kebijakan Mataram yang mengangkat pejabat-pejabat bawahannya untuk menjaga perbatasan di wilayah Cimanuk. Mereka juga diberi tugas untuk mengolah lumbung padi dan memproduksi beras.[9] Hal ini diperkuat dengan catatan dalam naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian bahwa orang Sunda baru mulai bercocok tanam paling cepat abad ke-16 dan semakin berkembang pada abad ke-17, karena mereka terbiasa berladang.[10] Kegiatan bersawah mulai dikenalkan oleh pasukan Mataram yang sengaja didatangkan ke Indramayu untuk mengolah lumbung padi dan memasok beras kepada pasukan Mataram yang sedang berperang melawan VOC di Batavia pada tahun 1628.[11]

Pada abad ke-19 pertanian dengan cara bersawah menjadi kegiatan utama masyarakat Indramayu secara umum karena hasilnya lebih menguntungkan.[11] Bukti lebih lanjut dapat ditemukan dalam Dagh Register yang ditulis oleh VOC pada 9 Desember 1693, melaporkan adanya kegiatan pertanian padi yang dilakukan secara berturut-turut di wilayah Indramayu.[12] Sejak saat itu Indramayu menjadi daerah di pesisir utara Jawa yang memiliki area persawahan yang cukup luas. Hal ini yang mendorong masyarakat Indramayu lebih dahulu mengenal sistem bersawah dibanding dengan daerah pedalaman Jawa Barat yang masih bergantung dengan sistem berladang.[13] Meskipun di pesisir utara Jawa tidak terkena hujan musim kemarau, namun masyarakat Indramayu sudah lebih dahulu mengenal sistem irigasi sehingga penanaman padi tetap dapat dilakukan sepanjang tahun.[13]

Berkembangnya sistem pertanian yang terjadi di Indramayu tidak hanya membawa perubahan budaya tetapi juga bahasa.[4] Hal ini yang mempengaruhi bahasa Jawa Indramayu lambat laun kian berkembang. Indramayu yang berada di wilayah perbatasan Sunda dan Jawa menjadikan penduduknya dapat memahami dua bahasa dengan baik walaupun dalam percakapan sehari-hari antar keduanya masing-masing saling menggunakan bahasanya tersendiri, namun tetap komunikatif.[5]

Kosakata

Perbandingan kosakata dialek bahasa Jawa Indramayu, Banyumasan, Tegal dan Pekalongan:

Dialek Indramayu Dialek Banyumasan Dialek Tegal Dialek Pekalongan Bahasa Indonesia
kula, reang, ingsun inyong, nyong enyong, nyong enyong, aku aku, saya
slira, sira, ira rika, ko rika, kowen sampean, kowe kamu, kau
kita awake dewek awake dewek awake dewe kami
sira kabeh rika kabeh kowen kabeh kowe kabeh kalian
kien, iki kiye, iki kiye, iki kiye, iki ini
kuen, iku kuwe, iku kuwe, iku kuwi, iku itu
kene kene, mrene kene, mrene kene, mene sini
kana kana, mrana kana, mrana kana, mana sana
kepriben, kepriwen, kepriyen kepriwe, keprimen keprimen, kepriben kepriye, kepiye bagaimana
ora, belih, bli ora, dudu, seje ora, dudu, seje ora, dudu, seje tidak, bukan

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Jawa Indramayu". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History. 
  2. ^ "Kamus Bahasa Jawa Indramayu Indonesia Lengkap". Diakses tanggal 2019-08-11. 
  3. ^ "Sekilas Indramayu – Situs resmi kab. Indramayu". indramayukab.go.id. Diakses tanggal 2019-08-11. 
  4. ^ a b Dasuki, H. A.; Sardjono, J. P.; Sumardjo; Djamara (1977). Sejarah Indramayu. Indramayu: Pemerintah Kabupaten Derah Tingkat II Indramayu. hlm. 359. 
  5. ^ a b c Kasim, Supali (2020). Bahasa Jawa Indramayu: Latar Sosiolingustik, Dialektiktologi, Politisasi & Pemertahanan Bahasa. Indramayu: Rumah Pustaka. hlm. 188. ISBN 9786237788652. 
  6. ^ Dahuri, Rokhimin; Irianto, Bambang; Arovah, Eva Nur (2004). Budaya Bahari-Sebuah Apresiasi di Cirebon. Jakarta: PNRI. hlm. 103. ISBN 9793747064. 
  7. ^ Prawiradiredja, Mohammed Sugianto (2005). Cirebon: Falsafah, Tradisi, dan Adat Budaya. Jakarta: PNRI. hlm. 39–41. ISBN 9793747161. 
  8. ^ Tim Peneliti-Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manasa) Jawa Barat (2008), Babad Dermayu, Bandung: Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga, hlm. 211 
  9. ^ Kasim, Supali (2011). Menapak Jejak Sejarah Indramayu. Yogyakarta: Frame Publishing. hlm. 87. ISBN 9786025557286. 
  10. ^ Ekadjati, Edi S. (2005). Kebudayaan Sunda-Zaman Pajajaran. Jilid II. Bandung: Pustaka Jaya. hlm. 151. ISBN 9794193348. 
  11. ^ a b Collier, William L; Sajogyo (peny.) (1986). Budidaya Padi di Jawa. Jakarta: Gramedia. hlm. 339. 
  12. ^ Lubis; Herlina, Nina; dkk (2003). Sejarah Tatar Sunda. Jilid I. Bandung: Satya Historika. hlm. 61. ISBN 9799635365. 
  13. ^ a b Lombard, Denys (2005). Nusa Jawa: Silang Budaya. Jilid I. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 23. ISBN 9789796054527. 

Pranala luar