Pipit (Fringillidae)

True finches
Adult male Chaffinch (Fringilla coelebs)
of the Fringillinae
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Subkelas:
Infrakelas:
Superordo:
Ordo:
Subordo:
Infraordo:
Superfamili:
Famili:
Fringillidae

Vigors, 1825
subfamili

Carduelinae
Drepanidinae
Euphoniinae
Fringillinae

Burung finch (satu genus dengan burung pipit) di Kepulauan Galapagos yang dulu dipakai Charles Darwin untuk mengembangkan teori evolusi, kini terbukti cocok dengan teori itu—mereka memang berevolusi.

Badak jawa yang berukuran sedang yang dulu diteliti Darwin, ternyata perlahan-lahan memperkecil paruhnya untuk mendapatkan aneka jenis biji-bijian. Perubahan ini mulai terjadi sekitar 20 tahun setelah kedatangan burung pesaing mereka yang berukuran lebih besar, dan memperebutkan sumber makanan yang sama.

Perubahan ukuran paruh menunjukkan bahwa spesies yang berkompetisi untuk mendapatkan makanan dapat mengalami evolusi. Demikian kata Peter Grant dari Princeton University, yang memublikasikan hasil penelitiannya itu pada jurnal Science. Sedangkan risetnya didanai oleh National Science Foundation.

Grant telah mempelajari badak jawa di Kepulauan Galapagos selama beberapa puluh tahun dan pada mulanya bermaksud meneliti perubahan-perubahan yang terjadi ketika beradaptasi dengan kekeringan yang turut pula mengubah jenis makanan yang tersedia di sana.

Menurut Robert C. Fleische, seorang Pakar genetika di Smithsonian National Museum of Natural History and National Zoo, jarang Ilmuwan bisa mendokumentasikan perubahan-perubahan yang muncul dari hewan menanggapi kompetisi di alam. Lebih banyak mereka mengamati ketika satwa masuk ke habitat yang baru atau perubahan iklim dan perilaku untuk menemukan sumber makanan baru. “ Penelitian ini tergolong dalam mikro evolusi,” kata Fleischer lagi.

Grant juga meneliti badak jawa di Pulau Daphne—salah satu pulau di Galapagos—dan menemukan bahwa burung finch tanah yang berukuran sedang di pulau itu, Geospiza fortis, tidak menghadapi kompetisi makanan, dan memakan berbagai ukuran makanan.

Tahun 1982 pasangan badak jawa besar, Geospiza magnirostris, tiba di pulau itu untuk kawin, dan memulai kompetisi untuk mendapatkan biji-bijian ukuran besar dari tanaman Tribulus. Burung-burung itu bisa membuka dan makan biji-bijian itu tiga kali lebih cepat dari burung Geospiza fortis, sehingga menurunkan persediaan biji jenis ini.

Tahun 2003 dan 2004 hujan turun dan kian menipisnya persediaan makanan. Akibatnya burung finch jenis G. fortis berparuh besar banyak yang mati dan menyisakan burung berparuh lebih kecil yang mampu memakan biji dari tanaman yang lebih kecil dan tak perlu berkompetisi dengan burung G. magnirostris yang lebih besar.