Khulafaur Rasyidin

Istilah Muslim Sunni untuk menyebut empat khalifah pertama setelah kematian Muhammad

Para Khalifah Rasyidin (bahasa Arab: الخلفاء الراشدون, translit. al-Khulafāʾ al-Rāshidūn, terj. har.''Khalifah yang Dibimbing dengan Benar''), sering disebut Khulafaur Rasyidin atau Rashidun, adalah sebutan Muslim untuk empat khalifah pertama yang memimpin negara Islam (khilafah) Kekhalifahan Rasyidin setelah kematian nabi Islam Muhammad. Mereka adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin 'Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

Khulafaur Rasyidin
bahasa Arab: الخلفاء الراشدون
representasi Kaligrafi untuk para Khalifah Rasyidin
GelarKhalīfat ar-Rasūl (masa Abu Bakar)
Amirul Mukminin (sejak masa Umar)
KediamanMadinah
Kufah
Ditunjuk olehSyurā
Pejabat perdanaAbu Bakar
Dibentuk8 Juni 632
Pejabat terakhirAli bin Abi Thalib
Jabatan dihapus28 Juli 661

Pemerintahan para khalifah ini, yang disebut Kekhalifahan Rasyidin (632–661), dianggap dalam Islam Sunni telah "dibimbing dengan benar" (bahasa Arab: راشد, translit. rāsyd), artinya merupakan model (sunnah) yang harus diikuti dan diteladani dari sudut pandang agama.[1]

Sejarah

Empat khalifah pertama yang menggantikan Muhammad dikenal sebagai Khalifah Rashidun (dibimbing dengan benar).[2]

  1. Abu Bakar (ca 573–634; m. 632–634)
  2. Umar bin al-Khattab (c. 583–644; r. 634–644) alias Umar atau Omar
  3. Utsman bin Affan (c. 573–656; r. 644–656) alias Uthman, Otsman, atau Osman
  4. Ali ibn Abi Talib (c. 600–661; r. 656–661) alias Ali

Suksesi Muhammad adalah isu sentral yang memecah komunitas Muslim. Islam Sunni, menurut penulis Carl Ernst, menerima status quo politik suksesi mereka, terlepas dari keadilannya, sedangkan Muslim Syiah sebagian besar menolak legitimasi tiga khalifah pertama, dan mempertahankan bahwa Muhammad telah menunjuk Ali sebagai penggantinya.[2][3]

Abu Bakar

Abu Bakar, (bahasa Arab: أَبُو بَكْرٍ, ca 573 M tidak diketahui tanggal pastinya 634/13 H) adalah sahabat senior Muhammad (sahabat Nabi) dan ayah mertuanya. Dia memerintah Kekhalifahan Rasyidin dari 632 hingga 634 M ketika dia menjadi Khalifah Muslim pertama setelah kematian Muhammad.[4] Sebagai khalifah, Abu Bakar melanjutkan fungsi politik dan administrasi yang sebelumnya dijalankan oleh Muhammad. Abu Bakar disebut As-Siddiq (اَلـصِّـدِّيْـق terj. har.'yang membenarkan'),[5] dan dikenal dengan gelar itu di antara generasi Muslim Sunni selanjutnya. Dia mencegah orang-orang Muslim yang baru masuk Islam dari pemberontakan dan kemurtadan, menjaga persatuan komunitas, dan mengkonsolidasikan cengkeraman Islam di wilayah tersebut dengan memerangi beberapa nabi palsu, sambil memperluas Kekhalifahan hingga ke Laut Merah.[6]

 
Orang-orang berjanji setia kepada Abu Bakar di Saqifah, dengan Umar di sebelah kanan. Miniatur Persia dibuat sekitar tahun 1595.

Abu Bakar terpilih sebagai khalifah melalui Saqifah Bani Sa'idah, yang mana sejumlah sahabat dari golongan Anshar berniat untuk mengangkat sendiri pemimpin diantara mereka dengan mengesampingkan para imigran (Muhajirin).[7] Abu Bakar dan Umar bin Khattab, bergegas pergi ke Saqifah dan meyakinkan orang-orang disana bahwa pemimpin setelah Muhammad harus berasal dari Muhajirin pula, sedangkan Anshar sebagai pembantu.[8] Abu Bakar menawarkan Umar dan Abu Ubaidah bin Jarrah sebagai pilihan.[9] Namun, Umar segera menjabat tangan dan berjanji setia (bai'at) kepada Abu Bakar; sebuah contoh yang diikuti oleh orang-orang yang hadir.[9][10]

Umar bin Khattab

Umar bin Khattab (bahasa Arab: عمر ابن الخطاب, translit. ʿUmar ibn al-Khattāb, ca586/590—644[5]:685) adalah pendamping terkemuka dan penasihat Muhammad. Putrinya Hafshah binti Umar menikah dengan Muhammad; dengan demikian dia menjadi ayah mertua Muhammad. Ia menjadi khalifah Muslim kedua setelah kematian Muhammad dan memerintah selama 10 tahun.[11] Ia menggantikan Abu Bakar pada tanggal 23 Agustus 634 sebagai khalifah kedua, dan memainkan peran penting dalam Islam. Di bawah pemerintahan Umar, kekhalifahan Islam berkembang dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, menguasai seluruh Kekaisaran Persia Sassaniyah dan lebih dari dua pertiga Kekaisaran Romawi Timur.[12] Kemampuan legislatifnya, kontrol politik dan administrasi yang kuat atas kekaisaran yang berkembang pesat, dan serangan multi-cabang yang terkoordinasi dengan cemerlang terhadap Persia Sassaniyah menghasilkan penaklukan kekaisaran Persia dalam waktu kurang dari dua tahun. Ini menandai reputasinya sebagai pemimpin politik dan militer yang hebat. Di antara penaklukannya adalah Yerusalem, Damaskus, dan Mesir.[13] Ia dibunuh pada tahun 644 oleh tawanan Persia bernama Abu Lu'lu'ah.[14]

Umar memerintahkan pengusiran komunitas Kristen dan Yahudi Najran dan Khaibar ke Suriah dan Irak. Dia juga mengizinkan orang-orang Yahudi untuk bermukim kembali di Yerusalem, yang sebelumnya dilarang dari semua orang Yahudi.[15] Dia mengeluarkan perintah agar orang Kristen dan Yahudi ini diperlakukan dengan baik dan memberi mereka tanah yang setara di pemukiman baru mereka.[16] Umar juga melarang non-Muslim berada di Hijaz lebih dari tiga hari.[16] Ia adalah orang pertama yang mendirikan angkatan darat sebagai departemen negara.[17]

Di bawah kepemimpinan Umar, kekhalifahan berkembang; karenanya, dia mulai membangun struktur politik yang akan menyatukan wilayah yang luas.[18][19][20] Dia melakukan banyak reformasi administrasi dan mengawasi kebijakan publik dengan cermat, mendirikan administrasi lanjutan untuk tanah yang baru ditaklukkan, termasuk beberapa kementerian dan birokrasi baru, dan memerintahkan sensus semua wilayah Muslim.[21][20][22] Selama pemerintahannya, kota garnisun (amsar) Basrah dan Kufah didirikan atau diperluas. Pada 638, ia memperluas dan merenovasi Masjid al-Haram (Masjid Agung) di Mekkah dan Masjid Nabawi (Masjid Nabi) di Madinah.[23][22]

Utsman bin Affan

Utsman bin Affan (bahasa Arab: ثمان ابن عفان, translit. ʿUthmān ibn ʿAffān) (ca. 579–17 Juli 656) adalah salah satu sahabat awal dan menantu Muhammad. Dua putri Muhammad dan Khadijah, Ruqayyah dan Ummu Kultsum menikah kepadanya satu demi satu. Utsman lahir dari klan Bani Umayyah, keluarga kuat dari suku Quraisy. Ia menjadi khalifah pada usia 70 tahun. Di bawah kepemimpinannya, kekaisaran meluas ke Fars (sekarang Iran) pada tahun 650 dan beberapa wilayah Khorasan Raya (sekarang Afghanistan) pada tahun 651, dan penaklukan Armenia dimulai pada tahun 640-an.[24] Kekuasaannya berakhir ketika dia dibunuh karena konflik sipil pada enam tahun terakhir masa jabatannya.[25]

Utsman mungkin paling dikenal karena membentuk panitia yang bertugas memproduksi salinan al-Qur'an berdasarkan teks yang telah dikumpulkan secara terpisah pada perkamen, tulang dan batu selama masa hidup Muhammad dan juga pada salinan al-Qur'an yang telah disusun oleh Abu Bakar dan ditinggalkan janda Muhammad setelah kematian Abu Bakar.[26] Para anggota panitia juga adalah qari al-Qur'an dan telah menghafal seluruh teks selama masa hidup Muhammad, mereka dipimpin oleh Zaid bin Tsabit.[27] Pekerjaan ini dilakukan karena ekspansi besar-besaran Islam di bawah pemerintahan Utsman, yang menemui banyak dialek dan bahasa yang berbeda. Hal ini menyebabkan variasi bacaan al-Qur'an bagi para mualaf yang tidak terbiasa dengan bahasa tersebut. Setelah mengklarifikasi kemungkinan kesalahan dalam pengucapan atau dialek, Utsman mengirim salinan teks suci ke setiap kota Muslim dan kota garnisun, dan menghancurkan berbagai teks yang dianggap menyimpang.[28][29]

Ali bin Abi Thalib

Ali bin Abi Thalib (bahasa Arab: علي ابن أبي طالب, translit. ʿAlī ibn Abī Ṭālib) adalah sepupu dan menantu Muhammad.[30] Di Mekkah, Ali muda adalah orang pertama yang memeluk Islam dari anak-anak dan orang yang menawarkan dukungannya ketika Muhammad pertama kali memperkenalkan Islam kepada kerabatnya.[31][32][33][34][35] Kemudian, dia memfasilitasi pelarian Muhammad yang aman ke Madinah dengan mempertaruhkan nyawanya sebagai umpan.[36][37][38][39][40] Saat tiba di Madinah, Ali bersumpah persaudaraan dengan Muhammad dan kemudian melamar putri Muhammad, Fatimah, dan menikahinya.[41][42][43] Ali biasa bertindak sebagai sekretaris Muhammad di Madinah, dan menjabat sebagai wakilnya selama ekspedisi Tabuk.[44] Ali sering dianggap sebagai pejuang paling cakap dalam pasukan Muhammad dan keduanya adalah satu-satunya pria Muslim yang mewakili Islam melawan delegasi Kristen dari Najran.[45][46][47][48] Peran Ali dalam pengumpulan al-Qur'an, teks utama Islam, dianggap sebagai salah satu kontribusi utamanya.[49] Dalam Islam Syi'ah, Ali dianggap sebagai penerus sah Muhammad yang pengangkatannya diumumkan pada acara Ghadir Khum dan sebelumnya dalam misi kenabiannya.[50]

Tak lama setelah pembunuhan Utsman di Madinah, massa meminta kepemimpinan Ali dan pada awalnya ditolak.[51][52][53] Penjelasan Will Durant untuk keengganan awal Ali adalah bahwa, "Genial dan dermawan, meditatif dan pendiam; dia (Ali) berusaha menghindar dari drama yang mana agama telah digantikan oleh politik, dan pengabdian oleh intrik".[54] Dengan tidak adanya oposisi yang serius dan didesak terutama oleh Ansar dan delegasi Irak, Ali akhirnya disumpah (bai'at) pada tanggal 25 Dzulhijjah, 656 M, dan Muslim memenuhi Masjid Nabawi hingga ke halamannya untuk berjanji setia kepadanya.[55][56][57]

Dikatakan bahwa Ali mewarisi masalah-masalah internal yang berat pada masa pemerintahan Utsman.[58][59] Setelah pengangkatannya sebagai khalifah, Ali memindahkan ibukotanya dari Madinah ke Kufah, kota garnisun Muslim di Irak saat ini.[60] Ali juga memberhentikan sebagian besar gubernur Utsman yang dianggapnya korup, termasuk Muawiyah bin Abu Sufyan, sepupu Utsman.[61][62] Di bawah Utsman yang lunak, Muawiyah telah membangun struktur kekuasaan paralel di Damaskus yang menurut Madelung, mencerminkan despotisme kekaisaran Bizantium Romawi.[61][63][64] Setelah negosiasi antara Mereka gagal, kedua belah pihak terlibat dalam perang saudara berdarah dan panjang, yang dikenal sebagai Fitnah Pertama.[65][66]

Setelah pembunuhan Ali pada tahun 661 M di masjid Kufah, putranya, Hasan, terpilih sebagai khalifah dan mengadopsi pendekatan serupa terhadap Muawiyah.[67][68][69] Namun, ketika Muawiyah mulai membeli loyalitas komandan militer dan kepala suku, kampanye militer Hasan mengalami pembelotan dalam jumlah besar.[70][71][72] Setelah upaya pembunuhan yang gagal atas hidupnya, Hasan yang terluka menyerahkan kekhalifahan kepada Muawiyah.[72][73]

Ekspansi Militer

Ekspansi militer yang dilakukan sejak masa pemerintahan Abu Bakar dengan mengirim Jenderal Khalid bin Walid dan Amr bin Ash ke Suriah (Levant), Mesir, dan Khorasan telah membuat wilayah kekhalifahan meluas hingga ke Afrika dan dataran tinggi Iran.[74] Menurut sejarawan Skotlandia, James Buchan: "Dalam kecepatan dan luasnya, penaklukan Arab pertama hanya dapat ditandingi oleh penaklukan Aleksander Agung, dan penaklukan itu lebih bertahan lama."[75]

Kebijakan sosial

Pada masa pemerintahannya, Abu Bakar mendirikan Baitul Mal (perbendaharaan negara). Umar memperluas perbendaharaan dan mendirikan gedung pemerintahan untuk mengelola keuangan negara.[76]

Setelah penaklukan, dalam hampir semua kasus, para khalifah dibebani dengan pemeliharaan dan pembangunan jalan dan jembatan sebagai imbalan atas kesetiaan politik bangsa yang ditaklukkan.[77]

Kegiatan sipil

Kesejahteraan sipil dalam Islam dimulai dalam bentuk pembangunan dan pembelian sumur. Selama kekhalifahan, umat Islam memperbaiki banyak sumur tua di tanah yang mereka taklukkan.[78]

Selain sumur, kaum Muslim membangun banyak tangki dan kanal. Banyak kanal dibeli, dan yang baru dibangun. Sementara beberapa kanal dikecualikan untuk penggunaan biksu (seperti mata air yang dibeli oleh Talhah ), dan yang membutuhkan, sebagian besar kanal terbuka untuk penggunaan umum. Beberapa kanal dibangun di antara pemukiman, seperti kanal Saad yang menyediakan air ke Anbar, dan Kanal Abi Musa untuk menyediakan air ke Basrah.[79]

Selama kelaparan, Umar bin Khattab memerintahkan pembangunan kanal di Mesir yang menghubungkan sungai Nil dengan laut. Tujuan terusan ini adalah untuk memfasilitasi pengangkutan biji-bijian ke Arab melalui jalur laut, yang sampai sekarang hanya diangkut melalui darat. Kanal itu dibangun dalam waktu satu tahun oleh Amr bin Ash, dan Abdus Salam Nadvi menulis bahwa "Arabia terbebas dari kelaparan sepanjang masa."[80]

Setelah empat banjir melanda Makkah setelah kematian Muhammad, Umar memerintahkan pembangunan dua bendungan untuk melindungi Ka'bah. Dia juga membangun bendungan di dekat Madinah untuk melindungi air mancurnya dari banjir.[77]

Pemukiman

 
Koin Umar, koin Islam pertama, imitasi dari koin Saaaniyah bergambar bulan dan kaisar Khosrau II. Umar menambahkan Basmalah untuk membedakannya dari koin terdahulu.

Daerah Basrah sangat jarang penduduknya ketika ditaklukkan oleh umat Islam. Pada masa pemerintahan Umar, tentara Muslim menemukan tempat yang cocok untuk membangun pangkalan. Kemudian daerah itu diselesaikan dan sebuah masjid didirikan.[81][82][83]

Selama penaklukan Mesir, wilayah Fustat digunakan oleh tentara Muslim sebagai pangkalan militer. Setelah penaklukan Aleksandria, umat Islam kembali dan menetap di daerah yang sama. Awalnya tanah itu terutama digunakan untuk padang rumput, tetapi kemudian bangunan dibangun.[84]

Daerah lain yang sudah berpenduduk diperluas secara besar-besaran. Di Mosul, Arfaja al-Bariqi, atas perintah Umar, membangun sebuah benteng, beberapa gereja, masjid, dan pemukiman bagi penduduk Yahudi.[85]

Pandangan Muslim

Referensi

  1. ^ (Melchert 2020, hlm. 63; cf. p. 72, note 1)
  2. ^ a b (Abbas 2021, hlm. 6)
  3. ^ Ernst, Carl W. (2003). Following Muhammad: Rethinking Islam in the contemporary world. University of North Carolina Press. hlm. 169. ISBN 9780807828373. 
  4. ^ "Abu Bakr - Muslim caliph". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-29. 
  5. ^ a b Juan Eduardo Campo, Encyclopedia of Islam, Infobase Publishing, 2009
  6. ^ Nardo, Don (2011). The Islamic Empire . Lucent Books. hlm. 30, 32. ISBN 9781420506341. 
  7. ^ Jafri 1979, hlm. 34.
  8. ^ Madelung 1997, hlm. 31.
  9. ^ a b Madelung 1997, hlm. 38-40.
  10. ^ Madelung 1997, hlm. 39.
  11. ^ Ahmed, Nazeer, Islam in Global History: From the Death of Prophet Muhammad to the First World War, American Institute of Islamic History and Cul, 2001, p. 34. ISBN 0-7388-5963-X.
  12. ^ Hourani, hlm. 23.
  13. ^ "The Caliphate". Jewishvirtuallibrary.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-07-09. Diakses tanggal 2014-04-16. 
  14. ^ Ibnu Katsir, "al-Bidayah wan Nihayah", bagian 7.
  15. ^ Simha Assaf, Meqorot u-Meḥqarim be-Toldot Yisrael, Jerusalem 1946, pp. 20–21 (Hebrew and Judeo-Arabic)
  16. ^ a b Madelung (1997), hlm. 74.
  17. ^ "في التحصيات والمحاصرات خلال عهد الخلفاء الراشدين". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-06-05. Diakses tanggal 2023-02-12. 
  18. ^ Essid, Yassine (1995). A Critique of the Origins of Islamic Economic Thought. Brill. hlm. 24, 67. ISBN 978-90-04-10079-4. 
  19. ^ Al-Buraey, Muhammad (2002). Administrative Development: An Islamic Perspective. Routledge. hlm. 248–249. ISBN 978-0-7103-0333-2. 
  20. ^ a b "شبكة الألوكة الثقافية؛ ثقافة ومعرفة: التراتيب الإدارية في عهد عمر بن الخطاب". Alalukah.net (dalam bahasa Arab). 2009-05-12. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-07-05. Diakses tanggal 2023-02-12. 
  21. ^ "موسوعة المقاتل: الشورى في الإسلام - حكم الشورى" (dalam bahasa Arab). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-01-09. Diakses tanggal 2023-02-12. 
  22. ^ a b "موقع قصة الإسلام: إدارة عمر بن الخطاب" (dalam bahasa Arab). islamstory. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-12-16. Diakses tanggal 2023-02-12. 
  23. ^ Book of the Thousand Nights and One Night, E. P. Mathers, p. 471
  24. ^ Ochsenweld, William; Fisher, Sydney Nettleton (2004). The Middle East: a history (edisi ke-sixth). New York: McGraw Hill. ISBN 0-07-244233-6. 
  25. ^ Hinds, Martin (1972). "The Murder of the Caliph 'Uthman". International Journal of Middle East Studies. 3 (4): 450–469. doi:10.1017/S0020743800025216. JSTOR 162492. 
  26. ^ Tabatabai, Sayyid M. H. (1987). The Qur'an in Islam : its impact and influence on the life of muslims . Zahra Publ. ISBN 978-0710302663. 
  27. ^ Yusuff, Mohamad K. "Zayd ibn Thabit and the Glorious Qur'an". 
  28. ^ Shafi', Maulana Mufti Muhammad. "Ma'ariful-Qur'an" (PDF). Diakses tanggal 1 July 2022. 
  29. ^ Cook, Michael (2000). The Koran: A Very Short Introduction. Oxford University Press. hlm. 117–124. ISBN 0-19-285344-9. 
  30. ^ Momen, Moojan (1985). Introduction to Shi'i Islam. Yale University Press. hlm. 12–16. ISBN 9780853982005. 
  31. ^ Gleave, Robert (2021). "ʿAlī B. Abī Ṭālib". Dalam Fleet, Kate. Encyclopedia of Islam (edisi ke-Third). Brill Reference Online. 
  32. ^ Betty, Kelen (1975). Muhammad: the messenger of God. Nashville: T. Nelson. hlm. 48, 49. ISBN 9780929093123. 
  33. ^ (Abbas 2021, hlm. 34)
  34. ^ (Hazleton 2013, hlm. 95–97)
  35. ^ Irving, Washington (1868), Mahomet and his successors, 8, New York: G. P. Putnam and Son, hlm. 71 
  36. ^ (Abbas 2021, hlm. 45, 46)
  37. ^ (Hazleton 2013, hlm. 159–161)
  38. ^ Peters, Francis (1994). Muhammad and the origins of Islam. Albany: State University of New York Press. hlm. 185–187. ISBN 9780791418758. 
  39. ^ Kelen, Betty (1975). Muhammad: the messenger of God. Nashville: T. Nelson. hlm. 85–87. ISBN 9780929093123. 
  40. ^ Watt, W. Montgomery (1953). Muhammad at Mecca. Oxford: Clarendon Press. hlm. 149–151. 
  41. ^ (Abbas 2021, hlm. 5, 48)
  42. ^ Miskinzoda, Gurdofarid (2015). "The significance of the ḥadīth of the position of Aaron for the formulation of the Shīʿī doctrine of authority". Bulletin of the School of Oriental and African Studies. 78 (1): 82. doi:10.1017/S0041977X14001402. 
  43. ^ (Momen 1985, hlm. 12, 13)
  44. ^ (Miskinzoda 2015, hlm. 69)
  45. ^ (Momen 1985, hlm. 13)
  46. ^ (Abbas 2021, hlm. 54, 112, 191)
  47. ^ Rogerson, Barnaby (2006). The heirs of the prophet Muhammad: And the roots of the Sunni-Shia schism. London: Abacus. hlm. 40, 62. ISBN 9780349117577. 
  48. ^ (Madelung 1997, hlm. 15, 16)
  49. ^ (Abbas 2021, hlm. 87)
  50. ^ (Momen 1985, hlm. 12, 15)
  51. ^ (Madelung 1997, hlm. 142)
  52. ^ (Momen 1985, hlm. 22)
  53. ^ (Abbas 2021, hlm. 129)
  54. ^ (Abbas 2021, hlm. 128)
  55. ^ (Hazleton 2009, hlm. 99)
  56. ^ (Madelung 1997, hlm. 141, 142)
  57. ^ Jafri, S.H.M. (1979). The Origins and Early Development of Shia Islam. London: Longman. hlm. 63. 
  58. ^ (Hazleton 2009, hlm. 100)
  59. ^ (Momen 1985, hlm. 24)
  60. ^ (Abbas 2021, hlm. 141)
  61. ^ a b (Abbas 2021, hlm. 134)
  62. ^ (Madelung 1997, hlm. 148)
  63. ^ (Madelung 1997, hlm. 197)
  64. ^ (Hazleton 2009, hlm. 183)
  65. ^ Badie, Dina (2017). After Saddam: American foreign policy and the destruction of secularism in the Middle East. Lexington Books. hlm. 4. ISBN 9781498539005. 
  66. ^ Glassé, Cyril (2003). The new encyclopedia of Islam. Rowman Altamira. hlm. 423. ISBN 9780759101906. 
  67. ^ (Glassé 2003, hlm. 423)
  68. ^ (Abbas 2021, hlm. 163)
  69. ^ (Madelung 1997, hlm. 318)
  70. ^ (Abbas 2021, hlm. 164)
  71. ^ (Madelung 1997, hlm. 318–320)
  72. ^ a b (Momen 1985, hlm. 27)
  73. ^ (Hazleton 2009, hlm. 228)
  74. ^ Grant, Reg G. (2011). "Yarmuk". 1001 Battles That Changed the Course of World History. hlm. 108. ISBN 978-0-7893-2233-3. 
  75. ^ Buchan, James (21 July 2007). "Children of empire". The Guardian (dalam bahasa Inggris). London. ISSN 0261-3077. Diakses tanggal 2022-09-27. 
  76. ^ Nadvi (2000), pg. 411
  77. ^ a b Nadvi (2000), pg. 408
  78. ^ Nadvi (2000), pg. 403-4
  79. ^ Nadvi (2000), pg. 405-6
  80. ^ Nadvi (2000), pg. 407-8
  81. ^ Netton, Ian Richard (2013-12-19). Encyclopaedia of Islam (dalam bahasa Inggris). Routledge. ISBN 9781135179601. 
  82. ^ Fidai, Rafi Ahmad; Shaikh, N. M. (2002-01-01). THE COMPANION OF THE HOLY PROPHET (dalam bahasa Inggris). Adam Publishers & Distributors. ISBN 9788174352231. 
  83. ^ Bennison, Amira K. (2011-07-30). The Great Caliphs: The Golden Age of the 'Abbasid Empire (dalam bahasa Inggris). I.B.Tauris. ISBN 9780857720269. 
  84. ^ Nadvi (2000), pg. 416-7
  85. ^ Nadvi (2000), pg. 418

Bibliografi

Pranala luar