Domestikasi hewan
Domestikasi hewan adalah proses perubahan karakter genetik, anatomi, fisiologis, dan perilaku hewan liar dari generasi ke generasi selama ratusan atau ribuan tahun sehingga mereka teradaptasi untuk hidup bersama manusia. Hewan domestik merupakan sebutan bagi hewan-hewan yang telah mengalami domestikasi.
Definisi
Domestikasi
Domestikasi didefinisikan sebagai "hubungan mutualistik multigenerasi yang berkelanjutan ketika satu organisme mengasumsikan tingkat pengaruh yang signifikan terhadap reproduksi dan perawatan organisme lain untuk mengamankan pasokan sumber daya yang lebih dapat diprediksi, dan ketika organisme pasangannya memperoleh keuntungan atas individu-individu yang berada di luar hubungan ini, dan hal ini menguntungkan dan sering kali meningkatkan kecocokan baik bagi organisme pendomestikasi maupun organisme yang didomestikasi."[1][2][3] Definisi ini mengakui komponen biologis dan komponen budaya dari proses domestikasi serta efeknya pada manusia dan hewan atau tumbuhan yang didomestikasi. Semua definisi domestikasi yang dirumuskan sebelumnya telah memasukkan hubungan antara manusia dengan tumbuhan dan hewan, tetapi lebih menekankan manusia sebagai mitra utama dalam hubungan tersebut. Sementara itu, definisi baru ini mengakui hubungan mutualistik sehingga kedua organisme mendapatkan keuntungan. Domestikasi sangat meningkatkan kinerja reproduksi tanaman pangan, ternak, dan hewan kesayangan yang jauh melebihi nenek moyang mereka yang liar. Domestikasi juga memberi manusia sumber daya yang dapat mereka kendalikan, pindahkan, dan distribusikan ulang dengan lebih aman dan terprediksi. Hal ini kemudian menjadi keuntungan yang memicu ledakan populasi agropastoralis dan penyebarannya ke seluruh penjuru Bumi.[3]
Sebagai salah satu bentuk mutualisme, domestikasi tidak terbatas pada hubungan antara manusia dengan tumbuhan atau hewan, tetapi juga di antara organisme nonmanusia. Sebagai contoh, terdapat bukti adanya mutualisme semut–fungi yang menunjukkan bahwa semut pemotong daun melakukan domestikasi terhadap fungi tertentu.[4]
Sindrom domestikasi
Sindrom domestikasi adalah istilah yang awalnya digunakan untuk menggambarkan serangkaian sifat fenotipe yang muncul selama proses domestikasi yang membedakan tumbuhan domestik dari nenek moyangnya yang merupakan tumbuhan liar.[6][7] Belakangan, istilah ini juga diterapkan pada hewan. Sindrom domestikasi pada hewan di antaranya peningkatan sifat patuh dan jinak, perubahan warna dan pola mantel, pengecilan ukuran gigi, perubahan morfologi tengkorak, perubahan bentuk telinga dan ekor (misalnya telinga menjadi terkulai), siklus estrus yang lebih sering dan nonmusiman, perubahan tingkat hormon adrenokortikotropik, perubahan konsentrasi beberapa neurotransmiter, perpanjangan perilaku remaja, dan pengecilan ukuran otak secara total atau pengecilan daerah otak tertentu.[8] Meskipun demikian, serangkaian sifat yang digunakan untuk mendefinisikan sindrom domestikasi pada hewan terkadang tidak konsisten.[5]
Perbedaan dengan penjinakan
Domestikasi berbeda dengan penjinakan. Hewan jinak adalah satwa liar yang ditangkap, dipelihara, dan dilatih agar terbiasa hidup di dekat manusia. Penjinakan merupakan upaya untuk menjadikan satwa liar dapat menerima kehadiran manusia dan terkadang mampu untuk melakukan tugas tertentu, tetapi mereka tidak mengalami perubahan genetik yang berarti. Di sisi lain, domestikasi merupakan modifikasi genetik permanen pada suatu garis keturunan hewan sehingga predisposisi mereka terhadap manusia dapat diwariskan.[9][10] Manusia memilih hewan bersifat jinak, tetapi tanpa adanya respons evolusioner yang sesuai, domestikasi tidak tercapai.[11] Hewan domestik belum tentu berperilaku jinak, misalnya sapi petarung spanyol. Di sisi lain, satwa liar bisa saja berperilaku jinak, seperti citah yang dipelihara sejak lahir. Hewan-hewan yang dikembangbiakkan selama beberapa generasi di penangkaran, seperti harimau, gorila, dan beruang kutub, juga bukanlah hewan domestik.[10] Gajah asia merupakan satwa liar yang jinak dan menunjukkan beberapa tanda domestikasi, tetapi perkembangbiakannya tidak dikendalikan oleh manusia dan mereka tidak tergolong sebagai hewan domestik.[12]
Sejarah
Domestikasi hewan dan tumbuhan dipicu oleh perubahan iklim dan lingkungan yang terjadi setelah puncak Glasial Maksimum Terakhir sekitar 21.000 tahun yang lalu dan terus berlanjut hingga saat ini. Perubahan ini membuat manusia sulit mendapatkan makanan. Hewan domestik pertama adalah anjing (Canis lupus familiaris) yang merupakan hasil domestikasi dari serigala (Canis lupus) setidaknya sekitar 15.000 tahun yang lalu. Zaman Dryas Terkini yang terjadi 12.900 tahun lalu merupakan periode yang sangat dingin dan gersang yang menekan manusia untuk mengintensifkan strategi mereka dalam mencari makanan. Pada awal kala Holosen 11.700 tahun yang lalu, kondisi iklim menjadi lebih menguntungkan sehingga populasi manusia meningkat. Mereka kemudian melakukan domestikasi hewan dan tumbuhan berskala kecil, yang memungkinkan manusia menambah persediaan makanan yang telah mereka peroleh melalui perburuan-pengumpulan.[13]
Meningkatnya penerapan pertanian dan berlanjutnya domestikasi spesies selama Revolusi Neolitikum mengawali pergeseran evolusi, ekologi, dan demografi manusia, hewan, dan tumbuhan secara cepat.[14][11] Daerah-daerah yang memiliki pertanian yang luas kemudian mengalami urbanisasi,[14] pertambahan kepadatan penduduk,[14][15] perluasan ekonomi, dan menjadi pusat domestikasi hewan dan tumbuhan.[14][16][17]
Di kawasan Hilal Subur 10.000–11.000 tahun yang lalu, zooarkeologi menunjukkan bahwa domba, kambing, babi, dan sapi eropa merupakan hewan-hewan ternak yang pertama didomestikasi. Para arkeolog juga menemukan kuburan tua berusia sekitar 9.500 tahun di Siprus yang berisi manusia dewasa bersama kerangka kucing.[18] Dua ribu tahun kemudian, sapi zebu berpunuk didomestikasi di tempat yang sekarang disebut Balochistan di Pakistan. Di Asia Timur sekitar 8.000 tahun yang lalu, babi didomestikasi dari babi hutan yang secara genetik berbeda dari babi yang ditemukan di Hilal Subur. Sementara itu, kuda didomestikasi di stepa Asia Tengah sekitar 5.500 tahun yang lalu, sedangkan ayam didomestikasi di Asia Tenggara sekitar 4.000 tahun yang lalu.[13]
Kategori
Domestikasi dapat dianggap sebagai tahap akhir dari intensifikasi hubungan antara subpopulasi hewan atau tumbuhan dengan manusia. Hubungan ini dapat dibagi menjadi beberapa tingkat intensifikasi.[19] Dalam studi domestikasi hewan, para peneliti telah mengusulkan lima kategori: liar, liar dalam penangkaran, domestik, persilangan, dan feral.[20][21]
- Hewan (satwa) liar — Hewan-hewan ini terutama berevolusi melaui seleksi alam, meskipun mereka mungkin juga dipengaruhi oleh peristiwa demografik pada masa lalu dan tindakan-tindakan seleksi buatan, terutama oleh pengendalian dan perusakan habitat alamiah mereka.
- Hewan (satwa) liar dalam penangkaran — : Hewan-hewan ini dipengaruhi secara langsung oleh manusia, terutama dalam hal pemberian makanan, perkembangbiakan, dan perlindungan atau pengurungan. Manusia juga terkadang melakukan seleksi buatan untuk memilih hewan-hewan yang lebih sesuai untuk ditangkarkan.
- Hewan domestik — Hewan-hewan ini dihasilkan dari seleksi buatan, misalnya oleh praktik peternakan. Bagi mereka, seleksi alam tidak terlalu berpengaruh, terutama bagi hewan yang dipelihara dengan manajemen yang ketat.
- Hewan persilangan — Hewan-hewan ini lahir dari persilangan hewan liar dan hewan domestik. Mereka mungkin merupakan organisme perantara antara kedua orang tuanya dan mungkin saja lebih mirip dengan salah satu orang tuanya atau bahkan menunjukkan sifat unik yang berbeda dari kedua orang tuanya. Hewan persilangan dan hewan hibrida dapat dikembangbiakkan dengan sengaja untuk tujuan tertentu atau dapat lahir tanpa sengaja sebagai hasil dari kontak antara hewan domestik dan hewan liar.
- Hewan feral — Hewan-hewan ini merupakan hewan domestik yang kembali ke kondisi liar. Oleh karena itu, mereka mengalami seleksi alam secara intensif karena tinggal di habitat liar dan juga seleksi buatan secara ringan karena terkadang masih tinggal di lingkungan manusia.
Pada tahun 2015, sebuah studi membandingkan keragaman ukuran, bentuk, dan alometri gigi pada seluruh kategori babi domestik modern (genus Sus). Studi ini menunjukkan perbedaan yang jelas antara fenotipe gigi populasi babi liar, babi liar yang ditangkarkan, babi domestik, dan babi hibrida. Temuan ini mendukung kategorisasi hewan melalui bukti fisik. Studi ini tidak melibatkan populasi babi feral tetapi mengusulkan penelitian lebih lanjut pada mereka dan penelitian pada perbedaan genetik dengan babi hibrida.[21]
Karakteristik umum
Jumlah hewan domestik telah melebihi satwa liar. Biomassa vertebrata liar semakin kecil dibandingkan dengan biomassa hewan domestik. Sebagai perbandingan, biomassa sapi domestik lebih besar daripada semua mamalia liar.[22] Karena evolusi hewan domestik masih terus berlangsung, proses domestikasi memiliki titik awal tetapi tidak memiliki titik akhir. Berbagai kriteria telah dibuat untuk mendefinisikan hewan domestik, tetapi semua keputusan tentang kapan tepatnya seekor hewan dapat diberi label "domestik" dalam pengertian zoologi bersifat sewenang-wenang, meskipun juga berguna.[23] Domestikasi merupakan proses dinamis dan nonlinier yang dapat memulai, menghentikan, membalikkan, atau menuju jalur yang tidak terduga tanpa ambang batas yang jelas atau universal yang memisahkan satwa liar dari hewan domestik. Namun, ada karakteristik umum yang dimiliki oleh semua hewan domestik.[3]
Praadaptasi perilaku
Spesies hewan tertentu, dan individu tertentu dalam spesies tersebut, menjadi kandidat domestikasi yang lebih baik daripada hewan-hewan lain karena mereka menunjukkan karakteristik perilaku tertentu: (1) jumlah dan organisasi struktur sosial mereka; (2) ketersediaan dan tingkat selektivitas dalam memilih pasangan; (3) kemudahan dan kecepatan ikatan orang tua dengan anaknya, serta kematangan dan mobilitas anaknya saat lahir; (4) tingkat fleksibilitas dalam diet dan toleransi habitat; dan (5) tanggapan terhadap manusia dan lingkungan baru, termasuk tanggapan untuk menghidar dan reaktivitas terhadap rangsangan eksternal.[3][24][25][20] Berkurangnya kewaspadaan terhadap manusia serta rendahnya reaktivitas terhadap manusia dan rangsangan eksternal lainnya merupakan praadaptasi kunci untuk domestikasi, dan perilaku ini juga merupakan target utama dari tekanan selektif yang dialami oleh hewan yang menjalani domestikasi.[11][3] Hal ini menyiratkan bahwa tidak semua hewan dapat didomestikasi karena tidak memenuhi kriteria-kriteria tersebut, misalnya zebra.[11][17]
Jared Diamond dalam bukunya Bedil, Kuman, dan Baja mempertanyakan mengapa, di antara 148 mamalia herbivor terestrial liar di dunia, hanya 14 yang didomestikasi. Ia juga mengusulkan bahwa nenek moyang liar mereka harus memiliki enam karakteristik sebelum mereka dapat dipertimbangkan untuk didomestikasi:[26]
- Makanan yang efisien – Hewan yang mengonsumsi tumbuhan dan dapat memproses makanan mereka secara efisien akan lebih murah dipelihara di penangkaran. Hewan-hewan karnivor perlu memakan daging sehingga domestikator harus memelihara hewan tambahan untuk memberi makan karnivor tersebut. Oleh karena itu, hewan karnivor tidak efisien untuk ditangkarkan.
- Tingkat pertumbuhan yang cepat – Tingkat kedewasaan hewan yang cepat dibandingkan dengan rentang umur manusia memungkinkan menusia mengintervensi perkembangbiakan hewan dan membuat hewan tersebut berguna dalam durasi pemeliharaannya. Beberapa hewan berukuran besar membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum mencapai kedewasaan.
- Kemampuan untuk berkembang biak di penangkaran – Hewan yang tidak mau berkembang biak di penangkaran menyebabkan manusia hanya bisa memperoleh mereka melalui penangkapan di alam liar.
- Disposisi yang menyenangkan – Hewan dengan disposisi yang buruk akan membahayakan manusia.
- Kecenderungan untuk tidak panik – Beberapa spesies hewan mudah untuk gelisah dan kabur saat mereka merasakan ancaman.
- Struktur sosial – Semua spesies mamalia besar yang didomestikasi memiliki nenek moyang liar yang hidup dalam kawanan. Terdapat hierarki dominasi di antara anggota kawanan, dan berbagai kawanan memiliki teritori yang tumpang tindih alih-alih saling terpisah dan eksklusif. Pengaturan ini memungkinkan manusia untuk mengendalikan hierarki dominasi.
Ukuran dan fungsi otak
Pemilihan hewan dengan reaktivitas yang lebih rendah secara berkelanjutan telah menghasilkan perubahan besar dalam bentuk dan fungsi otak mamalia domestik. Semakin besar ukuran otak dan tingkat pelipatan otak yang dimiliki oleh nenek moyang liar hewan domestik, semakin besar pula tingkat pengurangan ukuran otak pada versi domestik hewan tersebut.[3][27] Rubah perak yang dibiakkan secara selektif untuk didomestikasi selama lebih dari 40 tahun telah mengalami pengurangan tinggi dan lebar tengkorak yang signifikan yang menunjukkan pengecilan ukuran otak.[3][28] Hal ini mendukung hipotesis bahwa berkurangnya ukuran otak merupakan respons awal terhadap tekanan selektif penjinakan hewan, sedangkan penurunan reaktivitas yang merupakan ciri universal domestikasi hewan.[3] Bagian otak yang paling terpengaruh pada mamalia domestik adalah sistem limbik, yang pada anjing, babi, dan domba domestik menunjukkan pengurangan ukuran sebesar 40% dibandingkan dengan spesies liar mereka. Bagian otak ini mengatur fungsi endokrin yang memengaruhi perilaku seperti agresi, kewaspadaan, dan respons terhadap stres yang dipicu oleh lingkungan; semua atribut yang secara dramatis dipengaruhi oleh domestikasi.[3][27]
Pleiotropi
Pleiotropi diduga menjadi penyebab munculnya perubahan luas yang terlihat pada sindrom domestikasi. Pleiotropi terjadi ketika satu gen memengaruhi dua atau lebih ciri fenotipe yang tampaknya tidak terkait. Perubahan-perubahan fisiologis tertentu menjadi ciri pada banyak spesies hewan domestik. Perubahan ini di antaranya adalah tanda putih yang luas (terutama di bagian kepala), telinga yang terkulai, dan ekor yang keriting. Karakteristik ini muncul bahkan ketika kejinakan menjadi satu-satunya sifat yang muncul di bawah tekanan selektif.[29] Gen-gen yang terlibat dalam kejinakan sebagian besar tidak diketahui sehingga tidak diketahui pula bagaimana atau sejauh mana pleiotropi berkontribusi pada sindrom domestikasi. Sifat jinak juga dapat disebabkan oleh menurunnya regulasi rasa takut dan respons stres melalui reduksi kelenjar adrenal.[29] Berdasarkan hal-hal tersebut, hipotesis pleiotropi dapat dipisahkan menjadi dua teori, yaitu "hipotesis puncak saraf" yang menghubungkan fungsi kelenjar adrenal dengan defisit sel-sel puncak saraf selama perkembangan embrio dan "hipotesis jejaring pengatur genetik tunggal" yang mengklaim bahwa perubahan genetik pada regulator hulu memengaruhi sistem hilir.[30][31]
Sel-sel puncak saraf (NCC) merupakan sel punca embrionik vertebrata yang berfungsi secara langsung dan tidak langsung selama embriogenesis awal untuk menghasilkan banyak jenis jaringan.[30] Karena ciri-ciri yang umumnya dipengaruhi oleh sindrom domestikasi semuanya berasal dari NCC, hipotesis puncak saraf menunjukkan bahwa defisit pada sel-sel puncak saraf menyebabkan perubahan fenotipe pada sindrom domestikasi. Defisit ini dapat menyebabkan perubahan yang kita lihat pada banyak mamalia domestik, seperti telinga yang terkulai (terlihat pada kelinci, anjing, rubah, babi, domba, kambing, sapi, dan keledai) serta ekor yang keriting (pada babi, rubah, dan anjing). Meskipun sel-sel puncak saraf tidak memengaruhi perkembangan korteks adrenal secara langsung, tetapi sel-sel ini mungkin terlibat dalam interaksi embriologi hulu yang relevan.[30] Selain itu, seleksi buatan yang menargetkan sifat jinak dapat memengaruhi gen-gen yang mengendalikan konsentrasi atau pergerakan NCC dalam embrio, yang kemudian mengarah ke berbagai fenotipe.[31]
Hipotesis jejaring pengatur genetik tunggal mengusulkan bahwa sindrom domestikasi dihasilkan dari mutasi pada gen-gen yang mengatur pola ekspresi gen-gen yang lebih hilir,[29] misalnya warna mantel yang belang-belang atau berbintik, mungkin disebabkan oleh keterkaitan jalur biokimia melanin yang terlibat dalam pewarnaan mantel dan neurotransmiter seperti dopamin yang membantu membentuk perilaku dan kognisi. Sifat-sifat terkait ini mungkin timbul dari mutasi pada beberapa gen pengatur kunci.[3] Kekurangan hipotesis ini adalah bahwa ia mengusulkan bahwa ada mutasi pada jejaring gen yang menyebabkan efek dramatis yang tidak mematikan, tetapi saat ini tidak ada jejaring pengatur genetik yang diketahui menyebabkan perubahan dramatis pada begitu banyak sifat yang berbeda.[30]
Pengembalian terbatas
Mamalia feral seperti anjing, kucing, kambing, keledai, babi, dan musang yang telah hidup terpisah dari manusia selama beberapa generasi tidak menunjukkan tanda-tanda mendapatkan kembali massa otak nenek moyang liar mereka. Dingo telah hidup secara terpisah dari manusia selama ribuan tahun, tetapi masih memiliki ukuran otak yang sama dengan anjing domestik.[32] Anjing feral yang secara aktif menghindari kontak dengan manusia masih bergantung pada sampah-sampah dari manusia untuk bertahan hidup dan belum kembali ke perilaku serigala yang dapat hidup independen.[3][33]
Referensi
- ^ Zeder, Melinda A. (2015). "Core questions in domestication research". Proceedings of the National Academy of Sciences. 112 (11): 3191–3198. doi:10.1073/pnas.1501711112. ISSN 0027-8424. PMC 4371924 . PMID 25713127.
- ^ Zeder, Melinda A. (2014). Smith, Claire, ed. Domestication: Definition and Overview. New York, NY: Springer New York. hlm. 2184–2194. doi:10.1007/978-1-4419-0465-2_71. ISBN 978-1-4419-0426-3.
- ^ a b c d e f g h i j k Zeder, Melinda A. (2012). "The Domestication of Animals". Journal of Anthropological Research. 68 (2): 161–190. doi:10.3998/jar.0521004.0068.201. ISSN 0091-7710.
- ^ Mueller, Ulrich G.; Rehner, Stephen A.; Schultz, Ted R. (1998). "The Evolution of Agriculture in Ants". Science. 281 (5385): 2034–2038. doi:10.1126/science.281.5385.2034. ISSN 0036-8075.
- ^ a b Lord, Kathryn A.; Larson, Greger; Coppinger, Raymond P.; Karlsson, Elinor K. (2020). "The History of Farm Foxes Undermines the Animal Domestication Syndrome". Trends in Ecology & Evolution. 35 (2): 125–136. doi:10.1016/j.tree.2019.10.011.
- ^ Hammer, Karl (1984). "Das Domestikationssyndrom". Die Kulturpflanze (dalam bahasa Jerman). 32 (1): 11–34. doi:10.1007/BF02098682. ISSN 0075-7209.
- ^ Olsen, Kenneth M.; Wendel, Jonathan F. (2013). "A Bountiful Harvest: Genomic Insights into Crop Domestication Phenotypes". Annual Review of Plant Biology. 64 (1): 47–70. doi:10.1146/annurev-arplant-050312-120048. ISSN 1543-5008.
- ^ Wilkins, Adam S; Wrangham, Richard W; Fitch, W Tecumseh (2014). "The "Domestication Syndrome" in Mammals: A Unified Explanation Based on Neural Crest Cell Behavior and Genetics". Genetics. 197 (3): 795–808. doi:10.1534/genetics.114.165423. ISSN 1943-2631.
- ^ Price, Edward O. (2008). Principles and Applications of Domestic Animal Behavior: An Introductory Text. Cambridge University Press. ISBN 9781780640556. Diakses tanggal 21 Januari 2016.
- ^ a b Driscoll, Carlos A.; Macdonald, David W.; O'Brien, Stephen J. (2009). "From wild animals to domestic pets, an evolutionary view of domestication". Proceedings of the National Academy of Sciences. 106 (supplement_1): 9971–9978. doi:10.1073/pnas.0901586106. ISSN 0027-8424.
- ^ a b c d Larson, Greger; Fuller, Dorian Q. (2014). "The Evolution of Animal Domestication". Annual Review of Ecology, Evolution, and Systematics. 45 (1): 115–136. doi:10.1146/annurev-ecolsys-110512-135813. ISSN 1543-592X.
- ^ Lair, R.C. (1997). Gone Astray: The Care and Management of the Asian Elephant in Domesticity. Bangkok: Regional Office for Asia and the Pacific.
- ^ a b McHugo, Gillian P.; Dover, Michael J.; MacHugh, David E. (2019). "Unlocking the origins and biology of domestic animals using ancient DNA and paleogenomics". BMC Biology. 17 (1): 98. doi:10.1186/s12915-019-0724-7. ISSN 1741-7007.
- ^ a b c d MacHugh, David E.; Larson, Greger; Orlando, Ludovic (2017). "Taming the Past: Ancient DNA and the Study of Animal Domestication". Annual Review of Animal Biosciences. 5 (1): 329–351. doi:10.1146/annurev-animal-022516-022747. ISSN 2165-8102.
- ^ Bocquet-Appel, Jean-Pierre (2011). "When the World's Population Took Off: The Springboard of the Neolithic Demographic Transition". Science. 333 (6042): 560–561. doi:10.1126/science.1208880. ISSN 0036-8075.
- ^ Fuller, Dorian Q; Willcox, George; Allaby, Robin G. (2011). "Cultivation and domestication had multiple origins: arguments against the core area hypothesis for the origins of agriculture in the Near East". World Archaeology. 43 (4): 628–652. ISSN 0043-8243.
- ^ a b Zeder, Melinda A. (2006). "Archaeological approaches to documenting animal domestication". Dalam Zeder, M.A.; Bradley, D.; Emshwiller, E.; Smith, B.D. Documenting domestication: new genetic and archaeological paradigms. Berkeley, California: University of California Press. ISBN 978-0-520-93242-5. OCLC 70701292.
- ^ Driscoll, Carlos A.; Clutton-Brock, Juliet; Kitchener, Andrew C.; O'Brien, Stephen J. (2009). "The Taming of the Cat". Scientific American. 300 (6): 68–75. doi:10.1038/scientificamerican0609-68. ISSN 0036-8733.
- ^ Vigne, Jean-Denis (2011). "The origins of animal domestication and husbandry: A major change in the history of humanity and the biosphere". Comptes Rendus Biologies. 334 (3): 171–181. doi:10.1016/j.crvi.2010.12.009.
- ^ a b Price, Edward O. (2002). Animal Domestication and Behavior (PDF). Wallingford, England: CABI Publishing. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 17 Mei 2017. Diakses tanggal 26 Februari 2016.
- ^ a b Evin, Allowen; Dobney, Keith; Schafberg, Renate; Owen, Joseph; Vidarsdottir, Una Strand; Larson, Greger; Cucchi, Thomas (2015). "Phenotype and animal domestication: A study of dental variation between domestic, wild, captive, hybrid and insular Sus scrofa". BMC Evolutionary Biology. 15 (1): 6. doi:10.1186/s12862-014-0269-x. ISSN 1471-2148.
- ^ Smil, Vaclav (2011). "Harvesting the Biosphere: The Human Impact". Population and Development Review. 37 (4): 613–636. doi:10.1111/j.1728-4457.2011.00450.x.
- ^ Larson, Greger; Burger, Joachim (2013). "A population genetics view of animal domestication". Trends in Genetics. 29 (4): 197–205. doi:10.1016/j.tig.2013.01.003.
- ^ Hale, E.B. (1969). "Domestication and the evolution of behavior". Dalam Hafez, E.S.E. The Behavior of Domestic Animals (edisi ke-2). London: Bailliere, Tindall, and Cassell. hlm. 22–42.
- ^ Price, Edward O. (1984). "Behavioral Aspects of Animal Domestication". The Quarterly Review of Biology. 59 (1): 1–32. doi:10.1086/413673. ISSN 0033-5770.
- ^ Diamond, Jared M. (1998). Guns, germs, and steel a short history of everybody for the last 13,000 years. London: W.W. Norton. hlm. 168–174. ISBN 978-0-09-930278-0. OCLC 40193272.
- ^ a b Kruska, D. (1988). "Mammalian domestication and its effect on brain structure and behavior". Dalam Jerison, Harry J.; Jerison, Irene. Intelligence and Evolutionary Biology. Berlin, Heidelberg: Springer Berlin Heidelberg. hlm. 211–250. doi:10.1007/978-3-642-70877-0. ISBN 978-3-642-70879-4.
- ^ Trut, Lyudmila (1999). "Early Canid Domestication: The Farm-Fox Experiment". American Scientist. 87 (2): 160. doi:10.1511/1999.2.160. ISSN 0003-0996.
- ^ a b c Trut, Lyudmila; Oskina, Irina; Kharlamova, Anastasiya (2009). "Animal evolution during domestication: the domesticated fox as a model". BioEssays. 31 (3): 349–360. doi:10.1002/bies.200800070.
- ^ a b c d Wilkins, Adam S; Wrangham, Richard W; Fitch, W Tecumseh (2014). "The "Domestication Syndrome" in Mammals: A Unified Explanation Based on Neural Crest Cell Behavior and Genetics". Genetics. 197 (3): 795–808. doi:10.1534/genetics.114.165423. ISSN 1943-2631.
- ^ a b Wright, Dominic (2015). "Article Commentary: The Genetic Architecture of Domestication in Animals". Bioinformatics and Biology Insights. 9S4: BBI.S28902. doi:10.4137/BBI.S28902. ISSN 1177-9322. PMC 4603525 . PMID 26512200.
- ^ Schultz, W. (1969). "Zur kenntnis des hallstromhundes (Canis hallstromi, Troughton 1957)". Zoologischer Anzeiger. 183: 42–72.
- ^ Boitani, L.; Ciucci, P. (1995). "Comparative social ecology of feral dogs and wolves". Ethology Ecology & Evolution. 7 (1): 49–72. doi:10.1080/08927014.1995.9522969. ISSN 0394-9370.