Koto Gadang, IV Koto, Agam

nagari di Kabupaten Agam, Sumatera Barat

Koto Gadang adalah sebuah nagari (setingkat desa) di Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Nagari ini terkenal sebagai penghasil kerajinan perak dan melahirkan banyak tokoh-tokoh tingkat nasional bahkan internasional, seperti Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Soetan Sjahrir, Haji Agus Salim, Jenderal Rais Abin, Rohana Kudus, dan banyak tokoh lainnya.

Koto Gadang

Kantor Wali Nagari Koto Gadang, 2017
Negara Indonesia
ProvinsiSumatera Barat
KabupatenAgam
KecamatanIV Koto
Kodepos
26161
Kode Kemendagri13.06.05.2008 Edit nilai pada Wikidata
Luas896,4 Ha
Jumlah penduduk2589 jiwa (2021)
  • Laki-laki: 1279 jiwa
  • Perempuan: 1310 jiwa
Janjang Saribu di Koto Gadang

Geografi

Nagari Kotogadang terletak di dataran di antara Gunung Singgalang dan Ngarai Sianok dengan ketinggian 920 – 950 meter dari permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar antara 27 oC dan pada malam hari mencapai 16 oC. Nagari Koto Gadang memiliki luas wilayah 640 Ha dengan batas-batas sebagai berikut:

Pemerintahan

Jorong

Jorong yang ada di Kotogadang

  • Jorong Kotogadang
  • Jorong Gantiang
  • Jorong Subarang Tigo Jorong (Su-ti-jo)
  1. Kampung Pondok
  2. Kampung Taruko
  3. Kampung Baru

Penggunaaan lahan (tersensus pada tahun 2004) sebagian besar yaitu 300 ha dimanfaatkan untuk areal persawahan, pemukiman 42,8 ha, daerah perkebunan 59 ha, serta sisa yang masih diliputi kawasan hutan dan semak belukar.

Sawah

Sawah-sawah dibagi atas beberapa tumpak:

  1. Kubu
  2. Munggu
  3. Ladang laweh
  4. Kayu Katiak
  5. Campago
  6. Balai
  7. Aur
  8. Pejajahan
  9. Bancah
  10. Bancah tangah
  11. Batu Balirik
  12. Panta
  13. Koto Tangah
  14. Banda Malintang
  15. Sikajuik
  16. Badapak
  17. Tapi Lambah
  18. Lurah Pulai
  19. Rawang
  20. Tabek / Belakang Masjid
  21. Golek Aguang
  22. Talago
  23. Lungguak Batu
  24. Limau
  25. Pandam
  26. Cimbam
  27. Banda Gadang
  28. Pugaran
  29. BandaKatiak
  30. BandaPanjang
  31. Sibutuang
  32. Puraweh
  33. Pinggang Rangek
  34. Tapi Rangek
  35. Sumpitan Hamo
  36. Padang Sikumpak
  37. Banto

Sejarah

 
Rumah adat Raja Mengkulu di Koto Gadang (sekitar tahun 1870)
 
Masjid Koto Gadang dengan corak asli Minangkabau (sekitar tahun 1870)
 
Masjid Koto Gadang, antara medio 1880-1910

Nagari Kotogadang merupakan salah satu dari 11 nagari yang terletak di Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam. Asal usul Nagari Kotogadang menurut sejarahnya dimulai pada akhir abad ke-17, dimana ketika itu sekelompok kaum yang berasal dari Pariangan Padangpanjang mendaki dan menuruni bukit dan lembah, menyeberangi anak sungai, untuk mencari tanah yang elok untuk dipeladangi dan dijadikan sawah serta untuk tempat pemukiman.

 
Pengantin Minangkabau dari Koto Gadang, terpotret tahun 1911.
 
Gadis-gadis yang sedang belajar merenda di Amai Setia pada zaman kolonial Belanda.

Setelah lama berjalan, sampailah di sebuah bukit yang bernama Bukit Kepanasan. Disitulah mereka bermufakat akan membuat teratak, menaruko sawah, dan berladang yang kemudian berkembang menjadi dusun. Lama kelamaan, dikarenakan anak kemenakan bertambah banyak, tanah untuk bersawah dan berladang tidak lagi mencukupi untuk dikerjakan maka dibuatlah empat buah koto. Bercerailah kaum-kaum yang ada di bukit tersebut. Dimana 2 penghulu pergi ke Sianok, 12 penghulu dan 4 orang tua pergi ke Guguk, 6 penghulu pergi ke Tabeksarojo, dan 24 penghulu menetap di Bukit Kepanasan. Karena penghulu yang terbanyak tinggal di koto tersebut maka tempat itu dinamakan Kotogadang. Itulah nagari–nagari awal yang membentuk daerah IV Koto.

Kaum-kaum yang datang bersama ini kemudian membangun pemukiman dan bernagari dengan tidak melepaskan adat kebiasaan mereka. Dengan bergotong royong mereka membangun rumah-rumah gadang, sehingga sebelum tahun 1879 banyaklah rumah gadang yang bagus berikut dengan lumbungnya. Pada tahun 1879 dan 1880 terjadilah kebakaran besar sehingga memusnahkan perumahan-perumahan tersebut.

Penghidupan orang Kotogadang sebelum Alam Minangkabau berada dibawah pemerintah Hindia Belanda ialah bersawah, berladang, berternak, bertukang kayu, dan bertukang emas. Pekerjaan bertukang emas anak negeri sangat terkenal di seluruh Minangkabau. Karena berkembangnya penduduk, hasil yang diperoleh dari persawahan tidaklah mencukupi lagi. Mulailah orang Kotogadang pergi merantau ke negeri lain seperti Bengkulu, Medan, Jakarta, dan lain-lain.

Setelah pemerintah Hindia Belanda memerintah Alam Minangkabau, Kotogadang dijadikan ibu nagari dari Kelarasan IV Koto. Dibuatlah susunan pemerintahan yang baru dengan Tuanku Lareh sebagai pemimpin yang memerintah di kelarasan IV Koto dan Penghulu Kepala sebagai pemimpin pemerintahan nagari.

Suku dan Jurai

Suku

Penduduk yang telah bermukim itu tersusun berdasarkan suku dan kaum, dipimpin oleh Penghulu Suku yang disebut Datuk. Kotogadang terbagi atas empat suku (marga) yaitu:

  1. Sikumbang:
    1. Sikumbang Mudiak: empat paruik
    2. Sikumbang Hilir: empat paruik
      Kaum – kaum ini dinamakan Sikumbang nan Salapan Hindu
  2. Koto:
    1. Koto nan ampek paruik
    2. Koto nan tigo paruik
      Kaum–kaum ini dinamakan Koto nan Tujuah Paruik
  3. Guci/Piliang:
    1. Guci terdapat tiga buah paruik
      1. Guci Pacah
      2. Guci Tabit Hanyir
      3. Guci Parit Tahampai
    2. Piliang terdapat tiga buah paruik
      1. Piliang Panjang
      2. Piliang Kamang / Piliang Tapi
      3. Piliang Kampuang Teleng
        Kaum–kaum ini dinamakan Guci/Piliang nan Anam Panghulu
  4. Caniago:
    1. Caniago Tapi
    2. Caniago Tangah
    3. Caniago Bodi
      Kaum–kaum ini dinamakan Caniago nan Tigo Ninik

Jurai

Jurai dibagi atas tiga:

  1. Jurai Mudiak
  2. Jurai Tangah
  3. Jurai Hilir

Itulah sebabnya dikatakan Kotogadang nan tigo jurai nan ampek suku

Nagari Terpelajar

Kotogadang merupakan nagari/desa yang paling banyak melahirkan sarjana di Indonesia. Sejak zaman penjajahan hingga sekarang, keluarga-keluarga di Kotogadang tetap mengutamakan pendidikan kepada anggota keluarganya. Kalau masyarakat daerah lain di Minangkabau merantau umumnya untuk berdagang, maka masyarakat Kotogadang merantau untuk menuntut ilmu pengetahuan.[1]

Tahun 1856, dari 28 Sekolah Desa dengan masa belajar tiga tahun yang berdiri di berbagai nagari di Sumatra Barat, satu terdapat di nagari Kotogadang. Menurut laporan Steinmetz, sejak didirikan, ada 416 murid Sekolah Desa. Namun hanya 75 orang yang selesai. Selebihnya putus di tengah jalan, karena menikah atau lantaran berbagai sebab lain. Steinmetz menilai, kemajuan paling pesat tampak pada anak-anak Agam terutama dari Kotogadang yang rajin dan cerdas.

Kesadaran menuntut ilmu di Kotogadang dimulai di awal abad-20 ketika pembaharuan dimasukkan oleh Laras Kotogadang, Jahja Datoek Kajo (bertugas dari tahun 1894-1914) yang meramalkan bahwa hanya melalui pendidikan, corak kehidupan dapat didatangkan ke Kotogadang. Dengan perencanaan yang sistematis dan dengan sistem kepemimpinan yang kharismatik, Jahja Datoek Kajo mendorong setiap anak lelaki dan perempuan pergi ke sekolah. Sekolah untuk anak laki-laki didirikan pada tahun 1900, dan pada tahun 1912 didirikan pula sekolah yang terpisah untuk anak-anak gadis Kotogadang. Sebuah badan tersendiri yang dinamai studiefonds (dana pelajar) didirikan untuk mengumpulkan dana dari orang kampung guna mengirim anak-anaknya melanjutkan studi di Jawa, dan bahkan di negeri Belanda.

Besarnya semangat belajar anak-anak Kotogadang, maka pada awal dekade 1900-an, negeri ini dikenal sebagai tempat kelahiran para pekerja birokrasi Belanda, seperti jaksa, hakim, guru, pegawai pajak, yang meliputi daerah tugas Sumatra, Kalimantan, dan Batavia. Menurut suatu laporan, pada 1915, diperkirakan 165 lelaki dari Kotogadang bekerja sebagai pegawai pemerintahan Belanda. Hampir separuh (79 orang) bekerja di luar wilayah Minangkabau. Sebanyak 72 orang di antaranya lancar berbahasa Belanda, sebagai suatu bukti mereka berpendidikan baik.[2]

Menurut laporan "Soeara Kemadjuan Kota Gedang" (1916), demi kepentingan pendidikan, para orang tua yang waktu itu berpenghasilan rata-rata 15 gulden per bulan, sanggup membayar uang sekolah anaknya yang mencapai 5 gulden per bulan. Sebelum ada Hollands Inlandsche School (HIS), Sekolah Dasar tujuh tahun dengan bahasa pengantar Belanda, dan Meer Uitgebreid Lager Onderwojs (MULO) berdiri awal tahun 1900, sudah banyak anak Minang bersekolah ke STOVIA, sekolah tinggi kedokteran di Jakarta, atau NIAS di Surabaya, terutama anak-anak Kotogadang. Menurut data pada tahun 1926, dokter lulusan STOVIA asal Minang berjumlah 32 orang. Dan 16 tahun kemudian lompatan segera terjadi. Dimana pada tahun 1942, sejumlah 40 siswa asal Koto Gadang lulus dari STOVIA. Angka ini hanya mencakup satu kanagarian saja di ranah Minang, dan belum termasuk nagari-nagari lainnya.

Semangat menuntut ilmu ini diteruskan sampai sekarang di Kotogadang, yang akibatnya praktis setiap orang kampung di Kotogadang melek huruf, pintar membaca dan menulis, serta pintar-pintar bahasa Belanda. Makanya jangan heran, tahun 1917, dari 2.415 penduduk, sebanyak 1.391 orang di antaranya sudah bekerja, antara lain 297 orang jadi ambtenar dan 31 orang menjadi dokter.

Penelitian yang dilakukan Mochtar Naim menunjukkan, di antara 2.666 orang yang berasal dari Kotogadang pada tahun 1967, 467 atau 17,5% merupakan lulusan universitas. Di antaranya 168 (orang menjadi dokter, 100 orang jadi insinyur, 160 orang jadi sarjana hukum, dan kira-kira 10 orang doktorandus ekonomi dan bidang-bidang ilmu kemasyarakatan lainnya. Kemudian pada tahun 1970, 58 orang lagi lulus universitas. Jadi, dengan 525 orang lulusan universitas (tidak termasuk mereka yang bergelar sarjana muda), Koto Gadang yang punya penduduk kurang dari 3.000 tak terkalahkan barangkali oleh desa mana saja, bahkan tidak oleh masyarakat-masyarakat yang telah maju lainnya di dunia.

Tokoh

 
Soetan Sjahrir
 
Jahja Datoek Kajo
 
Rohana Kudus
 
Emil Salim
 
M. Syaaf
 
Dr. Sjahrir
 
Oesman Effendi

Karena majunya pendidikan di nagari Kotogadang, banyak tokoh-tokoh tingkat nasional dan internasional yang lahir atau berasal dari kampung ini. Sudah puluhan bahkan ratusan tokoh yang masih menjabat atau mantan pejabat berasal dari Kotogadang, dengan jabatan sebagai guru besar, rektor, atase, dokter, direktur BUMN, wali kota, menteri, dan sebagainya.

  • Abdoel Gani Radjo Mangkoeto, Guru, Pengusaha
  • Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, ahli fikih dan imam besar Masjidil Haram
  • Jahja Datoek Kajo, Demang, Anggota Volksraad Fraksi Nasional
  • Haji Agus Salim, Pejuang Kemerdekaan, Menteri Luar Negeri 3 Juli 1947 – 20 Desember 1949, Pahlawan Nasional Keputusan Presiden Indonesia Nomor 657 Tahun 1961
  • Rohana Kudus, perempuan jurnalis pendiri surat kabar Soenting Melajoe, Pahlawan Nasional Keputusan Presiden Indonesia No. 120/TK/2019
  • Raihoel Amar Datoek Basa, penterjemah, Ahli pada Lembaga Bahasa dan Budaya Universitas Indonesia
  • Mr. Dr. Mohamad Nazif Soetan Machoedoem, Bendahara Perhimpunan Indonesia, Sekretaris Umum (Algemeene Secretary) pemerintah Hindia Belanda
  • Djamaluddin Tamin, Tokoh Komunis Indonesia, Partai Republik Indonesia (PARI),
  • Djamaloes Jahja St. Pamoentjak, Ketua Badan Keamanan Rakyat Sumatera Barat, Kepala Luhak dan Bupati
  • Sutan Sjahrir, Perdana Menteri Indonesia ke 1 14 November 1945 – 3 Juli 1947, Pahlawan Nasional Keputusan Presiden Indonesia nomor 76 tahun 1966
  • Tamzil gelar Sutan Narayau, Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin 3 Juli 1947 – 29 Januari 1948
  • Mohamad Razif, Duta Besar RI untuk Malaysia 1957–1963 dan Duta Besar RI untuk India 1967–1971
  • dr.Sagaf Jahja, Residen Djambi 1945, Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Tengah (Anggota) 1946-1950
  • Djohan Sjahroezah , Pejuang Kemerdekaan, Tokoh Partai Sosialis Indonesia/PSI
  • Joesoef Jahja St. Majo Lelo, Ketua Voetbalbond Indonesische Jacatra/VIJ Persija 1942-1955, Komite Nasional Indonesia Pusat (Anggota) 1945, Wakil Walikota Djakarta 1945-1947
  • Goelam St. Arbi, Dokter spesialis Kebidanan dan Kandungan
  • Marzuki Mahdi
  • Abdul Karim, Presiden Direktur Bank Negara Indonesia 1954
  • Abdul Muis, Duta Besar RI di Cekoslowakia 1972-1975
  • Saiful Anwar, Dokter, Pengawas Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur
  • Zanir Rajo Naando, Direktur Bank Negara Indonesia dan Dirut Bank Central Asia
  • Hasan Jafar, pelukis
  • Oesman Effendi, pelukis
  • Darry Salim Datuk Perpatih
  • Badrel Asraf Masfar St. Rajo Malintang, Kuasa Usaha Indonesia di Arab Saudi
  • Ferdy Salim, Duta Besar RI untuk Brunei Darussalam 1987-1990
  • Akhiroel Yahya Datuk Batuah, Drs, Kolonel (L), Walikota Padang 1968-1972
  • Erjan Albar,Dokter spesialis Kebidanan dan Kandungan
  • Asmir, Dokter
  • Ade Irawan, Aktris
  • E.H. Nizar Datuk Kayo, Ir, Dirut PT. Semen Padang 1990-1995 dan Dirut PT. Semen Tonasa
  • Ed Zoelverdi, jurnalis dan fotografer yang dijuluki Mat Kodak Indonesia
  • Ahlan Bahari Razif St. Marah Alam, Drs, Duta Besar RI untuk Laos 2002-2005
  • Ir. Masri Saridam, Vice President Director II PT Semen Cibinong
  • Ikhdan Nizar St. Diateh, Ir, Dirut PT Semen Padang 2000-2003
  • Ahzam Bahdari Razif St. Bandaharo, Drs, Duta Besar RI untuk Senegal merangkap Gabon,Gambia, Guinea-Bissau, Kongo, Pantai Gading dan Sierra Leone 2003-2007
  • Rizal Imran Ambiar, dr Sp.THT, Kepala Rumah Sakit dan Spesialis THT
  • Syahrir, DR, ekonom dan pendiri Partai Indonesia Baru
  • Hamid Jabbar, Sastrawan
  • Felia Salim, Wakil Presiden Direktur Bank Negara Indonesia
  • Aidil Chandra Salim, Duta Besar RI untuk Fiji 2010-2013
  • Razni Carnandy Datuk Kayo, dr Sp.PD MARS, Kol (Ckm), Kakesdam Jaya, Dirjangmed RSPAD Gatot Subroto
  • Leonardy Harmainy Datuk Bandaro Basa, S.IP., M.H., Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatra Barat 2004–2009, Anggota DPD-RI 2017-

Perwira Tinggi TNI dari Koto Gadang:

  • Kanido Rahman Masjhoer Datuk Maharajo, Brigjen TNI (Purn)
  • Oemar Basri Sjaaf, Presiden Seskoal pertama, Pangkowilhan IV, Ketua Umum LVRI Laksdya TNI (Purn)
  • Daan Jahja, gubernur militer Jakarta dan pangdam Siliwangi, Brigjen TNI (Purn)
  • Daan Anwar, pejuang kemerdekaan Indonesia, militer, pengusaha, Brigjen TNI (Purn)
  • dr. Azhar Zahir, Kepala Kesehatan AL, Anggota MPR RI Fraksi ABRI, Laksma TNI (Purn)
  • Rais Abin, Panglima Pasukan Keamanan PBB, Letjen TNI (Purn)
  • dr. Noesmir, Rektor Universitas Sriwijaya 1966-1968, Brigjen TNI (Purn)
  • Niel Almatzir, Brigjen TNI (Purn)
  • Syaiful Sulun, Kassospol ABRI, Wakil Ketua MPR-RI, Letjen TNI (Purn)
  • Jasril Jakub, Komandan Paspampres, Sekretaris Militer Presiden RI, Letjen TNI (Purn)
  • Zarvea Bazar Datuk Cumano, Brigjen Pol (Purn)
  • Ken Chaidian, Dir Bela Negara Ditjen Pothan Kemhan, Laksma TNI (Purn)
  • Boy Rafli Amar Datuk Rangkayo Basa, Kepala BNPT 2020-2023, Komjen Pol

Guru Besar (Profesor) dari Koto Gadang:

  • Prof. Dr. M.Syaaf, Sp.M, Ilmu Penyakit Mata (Oftalmologi), Presiden (Rektor) Universitas Andalas Padang 1956-1958
  • Prof. Dr. Zainal,Sp.PD, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)
  • Prof. Dr. Aulia, Sp.PD, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)
  • Prof. Dr. Bahder Djohan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia 1950-1951
  • Prof. Dr. Kadri, Sp.PD, Ilmu Penyakit Dalam (FK USU)
  • Prof. Dr. Isak Salim, Ilmu Kesehatan Mata (FK UI)
  • Prof. Dr. Busyra Zahir, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI), Rektor Universitas Andalas Padang 1968-1976
  • Prof. Dr. Rasmin Rasyid Sp.P, Ilmu Pulmonologi (FK UI)
  • Prof. Dr. Ramlan Mochtar, Ilmu Bedah (FK UGM), Dekan Fakultas Kedokteran UGM
  • Prof. Dr. Hanif Datuk Magek Labih, Sp.PD-KHOM, Ilmu Penyakit Dalam (FK Unand), Dekan Fakultas Kedokteran UNAND
  • Prof. Mahadi SH, Fakultas Hukum USU, Ketua Presidium USU
  • Prof. Dr. Laksmana Aulia, Ilmu Anatomi (FK USU)
  • Prof. Dr. S.M. Akmam, Sp.M, Ilmu Kesehatan Mata (FK UI)
  • Prof. Dr. Mustafa Zakir, Sp.THT, Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan (FK Unair)
  • Prof. Dr. Moch. Zaman (Suami Prof. Nanizar), Sp.THT, Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan (FK Unair)
  • Prof. Dr. Nanizar Zaman Yunus, Pharm.D, Ilmu Farmasi (FK Unair), Dekan Fak. Farmasi Unair
  • Prof. Dr. Moesafar Walad Haznam, Ilmu Penyakit Dalam (FK Unpad)
  • Prof.Dr. Ir. Abu Dardak, MSc, Ilmu Pertanian (FPert USU)
  • Prof. Dr. Syahbanar Zahir, Ilmu Biokimia (FK UI)
  • Prof. Dr. Sjaifoellah Noer,Sp.PD-KGEH, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)
  • Prof. Dr. Emil Salim, Ilmu Ekonomi (FE UI) & Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Perhubungan pada Kabinet Pembangunan (Presiden Soeharto)
  • Prof. Dr. Med. dr. H. Jazanul Anwar, SpFK, Farmakologi Klinik (FK USU)
  • Prof. Dr. Wirda Soemarto,Sp.PD, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)
  • Prof. Dr. Soemarto (suami Prof.Wirda), Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)
  • Prof. Dr. Sidarta Ilyas, Sp.M, Ilmu Kesehatan Mata (FK UI)
  • Prof. Dr. Drg. Arifzan Razak, MSc, Sp. Pros. , Kedokteran Gigi (FKG Unair)
  • Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain Datuk Gunung Ameh,Sp.PD, DTM&H, KPTI, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)
  • Prof. Dr. Yasmeini Yazir, Ilmu Faal (Fisiologi) (FK USU)
  • Prof. Dr. Hasyim Effendi (Suami Prof.Yasmeini), Ilmu Faal (Fisiologi) (FK USU)
  • Prof. Dr. Lila Dewata, Sp.OG (K)-FER Ilmu Obstetri dan Ginekologi (FK Unair)
  • Prof. Dr. dr. Nurul Akbar, Sp.PD-KGEH, FINASIM, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)
  • Prof. Dr. Drg. Boedi Oetomo Ruslan MBioMed, Kedokteran Gigi (FKG Univ.Trisakti)
  • Prof. Dr. Nuzirwan Acang Datuk Toemanggoeng, Sp.PD-KHOM, FINASIM, Ilmu Penyakit Dalam (FK Unand)
  • Prof. Dr. Khalilul Rahman, Sp.M (K), Ilmu Kesehatan Mata (FK Unand)
  • Prof. Dr. dr. Asman Manaf, Sp.PD-KEMD, Ilmu Penyakit Dalam (FK Unand)
  • Prof. dr. Fadil Oenzil PhD. SpGK, Ilmu Biokimia / Gizi Klinik (FK Unand), Dekan Fakultas Kedokteran Unri 2001-2004, Dekan Fakultas Kedokteran Unand 2004-2008
  • Prof. Dr. dr Ilham Oetama Marsis SpOG (K), Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia 2015-2018
  • Prof. dr. Zuljasri Albar, Sp.PD-KR, Ilmu Penyakit Dalam (FK UI)
  • Prof. Dr. H. Syafrizal, Dekan Fakultas Ekonomi Unand 1996-2000 & 2000-2004
  • Prof. dr. Menaldi Rasmin, SpP (K), Ilmu Pulmonologi (FK UI), Dekan Fakultas Kedokteran UI,Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)
  • Prof. Dr. Akmal Taher, Sp.U (K), PhD, Ilmu Bedah (FK UI), Dirut RSCM, Dirjen BUK Kemenkes
  • Prof. Dr. Chaidir Arif Mochtar, SpU (K), PhD, Ilmu Bedah Urologi (FK UI)
  • Prof. Dr. dr. Sri Widia Jusman, M.S. Biokimia dan Biologi Molekular (FK UI)
  • Prof. Dr. Henita Rahmayanti, M.Si, Ilmu Lingkungan (UNJ)
  • Prof.Dr.drg. Melanie Sadono Djamil, M.Biomed, Ilmu Biokimia (FKG Univ.Trisakti), Ketua Konsil Kedokteran Gigi periode 2020-2025
  • Prof. Dr. dr. Elmeida Effendy, M.Ked(KJ) Sp.KJ(K), Psikiatri (FK USU)

Nama Rumah Sakit di Indonesia yang mengambil Nama Putra Koto Gadang:

  • Rumah Sakit dr. Sjaiful Anwar, RSUP Malang, Jawa Timur
  • Rumah Sakit Tentara Dr. Asmir, RST Salatiga, Jawa Tengah
  • Rumah Sakit Tentara Dr. Nusmir, RST Baturaja, Sumatra Selatan
  • Rumah Sakit Jiwa Dr. Marzuki Mahdi, RSJ Cilendek, Bogor, Jawa Barat
  • Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Azhar Zahir, Manokwari, Papua

Referensi

  • Azizah Etek, Mursjid A.M., Arfan B.R., Koto Gadang Masa Kolonial, LKiS, 2007
  • James, K.A., "De Nagarie Kota Gedang", Tijdschrift voor het Binnenlandsch Bestuur 49, 1916, pp. 185–195
  • Graves, Elizabeth E., The Minangkabau Response to Dutch Colonial Rule in the Nineteenth Century, Equinox Publishing (Asia) Pte Ltd, Singapore, 2010, pp. 207–224

Catatan kaki

  1. ^ Azizah Etek, Mursjid A.M., Arfan B.R. "Koto Gadang Masa Kolonial" PT LKiS Pelangi Aksara, 2007.
  2. ^ Saur Hutabarat, Orang Minang dalam Elite Indonesia, Majalah Tempo, 12 Juli 1986

Pranala luar