Pacaran

ritual, periode dalam hubungan pasangan sebelum bertunangan dan menjalankan pernikahan mereka
Revisi sejak 22 Juni 2023 13.20 oleh Dare2Leap (bicara | kontrib) (Menambah terjemahan (dari en:Courtship))

Pacaran (bahasa Inggris: courtship) adalah periode perkenalan antara dua individu sebelum perkawinan atau hubungan romantis de facto.[1] Pacaran secara tradisional dapat dimulai setelah pertunangan dan dapat berakhir dengan perkawinan. Pacaran mungkin hal informal dan privat antara 2 orang atau mungkin hal publik, atau berupa perjodohan dengan persetujuan keluarga. Dulu, waktu pertunangan formal, peran pria adalah untuk "merayu" seorang wanita dan mengajak dia untuk memahami prianya dan pertimbangan dia terhadap lamaran perkawinan.

Tuhan Memberkati oleh artis Inggris Edmund Leighton, 1900: memperlihatkan ksatria berlapis baja meninggalkan istri/kasih sayang dia untuk perang.

Pacaran sebagai praktik sosial adalah fenomena yang relatif baru, dan hanya muncul dalam beberapa abad terakhir. Dari pandangan antropologi dan sosiologi, pacaran terkait dengan institusi sosial lain seperti perkawinan dan keluarga yang telah berubah cepat, karena dipengaruhi efek kemajuan teknologi dan ilmu kedokteran. Selama masyarakat berevolusi dari pemburu-pengumpul menjadi masyarakat yang beradab, ada banyak perubahan terhadap hubungan antar-orang. Bahkan, imperatif biologis bahwa seorang wanita dan pria harus bersetubuh untuk prokreasi manusia sedang dilewati oleh fertilisasi dalam vivo.

Aktivitas & durasi

 
"Pacaran di Bagian Selatan" oleh pelukis Amerika Eastman Johnson (1824–1906)

Tradisi pacaran memiliki variasi dalam pelaksanaannya dan sangat dipengaruhi oleh tradisi individu-individu dalam masyarakat yang terlibat. Dimulai dari proses pendekatan, pengenalan pribadi, hingga akhirnya menjalani hubungan afeksi yang ekslusif. Perbedaan tradisi dalam pacaran, sangat dipengaruhi oleh agama dan kebudayaan yang dianut oleh seseorang. Pacaran mungkin tidak ada, seperti kasus beberapa perjodohan dimana pasangan tidak bertemu sebelum upacara pernikahannya.

Di Britania Raya, polling 3.000[2] pasangan telah bertunang/kawin menunjukkan bahwa durasi rata-rata antara pertemuan pertama dan lamaran perkawinan yang disetujui adalah 2 tahun dan 11 bulan,[2][3] sementara wanita merasa siap untuk menyetujui lamaran dalam (rata-rata) 2 tahun dan 7 bulan.[2] Mengenai durasi antara pelamaran dan upacara pernikahan, poll di atas memberikan rata-rata 2 tahun dan 3 bulan.[3]

Tradisi

Dalam sebagian besar budaya yang dipengaruhi Eropa, pacaran biasanya kasual, namun dalam sebagian masyarakat tradisional, pacaran adalah aktivitas yang sangat terstruktur dengan aturan formal yang sangat spesifik.

Dalam beberapa masyarakat, orangtua atau komunitas mengusulkan pasangan potensial dan kemudian membolehkan pacaran terbatas untuk menentukan apakah pasangannya cocok. Di Jepang, ada jenis pacaran bernama Omiai, dengan praktik yang serupa bernama "Xiangqin" (相親) di Tiongkok Raya.[4] Orangtua menggunakan pencari jodoh untuk memberikan gambar dan résumé pasangan potensial, dan apabila pasangan setuju, ada pertemuan formal yang dihadiri pencari jodoh dan seringkali orangtua.[4] Pencari jodoh dan orangtua sering menekan pasangan untuk menentukan apakah mereka ingin menikah setelah beberapa kencan.

Pacaran di Filipina memiliki jenis pacaran yang kompleks. Tidak seperti masyarakat lain, pacaran di sana jauh lebih lembut dan tidak langsung.[5] Ada tahapan-tahapan, dan pacaran yang berlangsung selama setahun atau lebih dianggap normal. Pria umum mengirim surat dan puisi cinta, menyanyikan lagu romantis, dan membeli hadiah untuk wanita. Orangtuanya juga dipandang sebagai bagian dari praktik pacaran, karena persetujuan mereka umum diperlukan sebelum pacaran dapat dimulai/sebelum wanita memberikan pria jawaban kepada rayuan dia.[5]

Dalam masyarakat yang lebih tertutup, pacaran hampir dieliminasi oleh praktik perjodohan[4] dimana pasangan dipilih untuk orang muda, biasanya oleh orangtua mereka. Melarang pacaran eksperimental dan serial dan hanya menyetujui perjodohan sebagian berupa cara menjaga kesucian orang muda dan sebagian berupa cara memajukan keinginan keluarga, yang mungkin dianggap lebih penting daripada preferensi romantis individual.[6]

Sepanjang sejarah, pacaran sering termasuk tradisi seperti menukarkan valentine, korespondensi tertulis (difasilitasi oleh pembuatan layanan pos pada abad ke-19), dan tradisi berbasis komunikasi lain.[7] Namun selama beberapa dekade terakhir, konsep perjodohan telah berubah atau bercampur dengan jenis kencan lain, termasuk di dunia Timur dan India. Pasangan potensial memiliki kesempatan bertemu dan berkencan satu sama lain sebelum menentukan apakah ingin melanjutkan hubungan mereka.

Pacaran dalam teori sosial

Pacaran digunakan oleh beberapa ahli teori untuk menjelaskan identitas seksual dan proses pembentukan jenis kelamin. Penelitian ilmiah pacaran dimulai pada 1980-an, setelah itu peneliti akademik mulai mengusulkan teori mengenai praktik dan norma pacaran modern. Peneliti menemukan bahwa, tidak seperti yang dipercaya, pacaran biasanya dipicu dan dikontrol oleh wanita,[8][9][10][11][12] utamanya didorong oleh perilaku non-verbal, yang direspon oleh pria. Salah satu fungsi cinta romantis adalah pacaran.[13]

Ini secara umum didukung oleh ahli teori lain yang berspesialisasi dalam studi bahasa badan.[14] Tetapi ada beberapa sarjana feminis yang menganggap pacaran sebagai proses sosial (yang dipimpin oleh pria) yang diorganisasikan untuk menaklukkan wanita.[15][16] Contohnya, Farrell melaporkan bahwa 98% pembaca majalah perkawinan dan fiksi percintaan adalah wanita.[17] Penelitian sistematis proses pacaran dalam tempat kerja[18] serta 2 studi 10-tahun yang meneliti norma dalam letak internasional yang berbeda[19][20] tetap mendukung pandangan bahwa pacaran adalah proses sosial yang menyosialisasikan kedua jenis kelamin untuk menerima jenis hubungan yang memaksimalkan peluang berhasil membesarkan anak.

Layanan kencan komersial

Selama teknologi semakin maju, cara berkencan juga berubah. Dalam Time-line oleh Metro, sebuah bisnis statistik pertunangan dibuka pada 1941, acara kencan TV realita pertama dikembangkan pada 1965, dan pada 1980-an, kencan video diperkenalkan kepada masyarakat.[21] Kencan video adalah sebuah cara untuk orang lajang untuk duduk di depan kamera dan memberi tahu siapapun yang menonton mengenai diri sendiri. Proses eliminasi signifikan karena sekarang pelihat bisa mendengar suara mereka, melihat wajah mereka dan melihat bahasa badan mereka untuk menentukan ketertarikan fisik terhadap kandidatnya.

Dalam kencan online, individu membuat profil yang meliputi informasi personal, foto-foto, hobi, minat, agama dan harapan. Kemudian pengguna dapat mencari ratusan ribu akun dan menghubungi beberapa orang secara bersamaan, yang memberikan pengguna lebih banyak opsi dan kesempatan untuk mencari seseorang yang memenuhi standar mereka. Kencan online telah mempengaruhi ide pilihan. Dalam Modern Romance: An Investigation (Percintaan Modern: Sebuah Investigasi), Aziz Ansari menyatakan bahwa dalam sepertiga perkawinan di Amerika Serikat antara 2005–2012, orang pertama kali bertemu melalui layanan kencan online.[22] Sekarang ada ratusan website kencan dan ada juga website untuk keperluan tertentu seperti Match, eHarmony, OkCupid, Zoosk, dan ChristianMingle. Aplikasi mobile, seperti Grindr dan Tinder memungkinkan pengguna mengupload profil yang kemudian dinilai oleh pengguna lain. Dalam profil, pengguna dapat menggeser ke kanan (yang menandakan minat) atau ke kiri (yang memberikan kandidat lain).

Teknologi

 
Peta aplikasi media sosial paling populer, per negara. Facebook dominan pada 2019.

Internet sedang mengubah cara orang-orang bertemu; Facebook, Skype, WhatsApp, dan aplikasi lain telah memungkinkan koneksi jarak jauh.

Alat pacaran online adalah cara alternatif bertemu pasangan potensial.[23][24] Banyak orang mengugnakan aplikasi smartphone seperti Tinder, Grindr, atau Bumble yang memungkinkan pengguna menyetujui atau menolak pengguna lain melalui 1 geser jari.[25] Beberapa kritikus mengatakan bahwa algoritma pencomblangan tidak sempurna dan "tidak lebih baik daripada peluang" untuk mengidentifikasi pasangan cocok.[25] Orang lain mengusulkan bahwa kecepatan dan ketersediaan teknologi yang muncul mungkin merusak kesempatan pasangan untuk memiliki hubungan jangka panjang yang berarti karena mencari pasangan pengganti mungkin menjadi terlalu mudah.

Pada hewan

 
Penyu hijau yang sedang "berpacaran"

Banyak spesies hewan memiliki ritual pemilihan pasangan yang secara antropomorfik juga bisa disebut sebagai "pacaran". Pacaran pada hewan mungkin melibatkan peragaan percumbuan, yang biasanya berupa tarian atau sentuhan yang rumit, vokalisasi, atau pertunjukan keindahan atau kecakapan bertarung. Kebanyakan pacaran hewan terjadi di luar pandangan manusia dan sering kali perilaku hewan sedikit didokumentasikan. Salah satu hewan yang ritual pacarannya dipelajari dengan baik adalah burung namdur, yang pejantannya membangun "kantong" dari benda-benda yang dikumpulkan.

Dari sudut pandang ilmiah, "pacaran" di kerajaan hewan adalah proses di mana spesies yang berbeda memilih pasangannya untuk tujuan reproduksi. Secara umum, laki-laki memulai pacaran, dan perempuan memilih untuk kawin atau menolak laki-laki berdasarkan kualitas tertentu yang dimilikinya.

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga, 2002:807), pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih. Berpacaran adalah bercintaan; (atau) berkasih-kasihan (dengan sang pacar). Memacari adalah mengencani; (atau) menjadikan dia sebagai pacar. Sementara kencan sendiri menurut kamus tersebut (lihat halaman 542) adalah berjanji untuk saling bertemu di suatu tempat dengan waktu yang telah ditetapkan bersama.
  2. ^ a b c "Average man proposes after three years" (Pria rata-rata melamar setelah 3 tahun), Marie Claire, 18 Februari 2008.
  3. ^ a b "Average man takes 3 years to propose" (Pria rata-rata membutuhkan waktu 3 tahun untuk melamar), Metrosexual, Sunday, 17 Februari 2008.
  4. ^ a b c Thelmaw, Ritgerõ (September 2015). "Courtship in Japan and Iceland" [Pacaran di Jepang dan Islandia] (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 5 Juni 2016. Diakses tanggal 15 Mei 2016. 
  5. ^ a b "COURTSHIP IN PHILIPPINE CULTURE" [PACARAN DALAM BUDAYA FILIPINA]. www.phrasebase.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 Februari 2020. Diakses tanggal 13 Mei 2016. 
  6. ^ "Reading: Marriage and Courtship Patterns | Sociology" [Membaca: Pola Perkawinan dan Pacaran | Sosiologi]. courses.lumenlearning.com. Diakses tanggal 28 Desember 2021. 
  7. ^ Maurer, Elizabeth (2017), The History of Romance, National Women's History Museum  .
  8. ^ Cohen, L. L.; Shotland, R. L. (1996). "Timing of first sexual intercourse in a relationship: Expectations, experiences, and perceptions of others" [Waktu persetubuhan pertama dalam hubungan: Ekspektasi, pengalaman, dan persepsi orang lain]. Journal of Sex Research. 33 (4): 291–299. doi:10.1080/00224499609551846. 
  9. ^ Simpson, J. A.; Gangestad, S. W. (1992). "Sociosexuality and Romantic Partner Choice" [Sosioseksualitas dan Pilihan Pasangan Romantis]. Journal of Personality. 60: 31–51. doi:10.1111/j.1467-6494.1992.tb00264.x. 
  10. ^ Perper, T. (1985) Sex Signals: The Biology Of Love (Sinyal Seks: Biologi Cinta), Philadelphia, ISI Press.
  11. ^ Moore, N. (1985). "Nonverbal courtship patterns in women: contact and consequences" [Pola pacaran nonverbal dalam wanita: kontak dan akibatnya]. Ethology and Sociobiology. 6 (4): 237–247. doi:10.1016/0162-3095(85)90016-0. 
  12. ^ Peplau, L. A.; Rubin, Z.; Hill, C. T. (1977). "Sexual Intimacy in Dating Relationships" [Keintiman Seksual dalam Hubungan Kencan]. Journal of Social Issues. 33 (2): 86–109. doi:10.1111/j.1540-4560.1977.tb02007.x. 
  13. ^ Bode, Adam; Kushnick, Geoff (2021). "Proximate and Ultimate Perspectives on Romantic Love". Frontiers in Psychology (dalam bahasa English). 12: 573123. doi:10.3389/fpsyg.2021.573123 . ISSN 1664-1078. PMC 8074860  Periksa nilai |pmc= (bantuan). PMID 33912094 Periksa nilai |pmid= (bantuan). 
  14. ^ Pease, A. and Pease, B. (2004) The Definitive Book Of Body Language (Buku Definitif Bahasa Badan), London: Orion Books.
  15. ^ Hearn, J. & Parkin, W. (1987) Sex at work: The power and paradox of organisation sexuality (Seks dalam pekerjaan: Kekuatan dan paradoks seksualitas organisasi), Brighton: Wheatsheaf.
  16. ^ Connell, R. W. (1995) Gender and Power (Jenis Kelamin dan Kekuatan), Cambridge: Polity Press.
  17. ^ Farrell, W. (2000) Women Can’t Hear What Men Don’t Say (Wanita Tidak Bisa Mendengar Apa yang Tidak Dikatakan Pria), New York: Tarcher/Putnam.
  18. ^ Williams, C. L.; Guiffre, P. A.; Dellinger, K. (1999). "Sexuality in the Workplace: Organizational Control, Sexual Harassment and the Pursuit of Pleasure" [Seksualitas dalam Tempat Kerja: Kontrol Organisasional, Penganiayaan Seksual dan Pengejaran Kenikmatan]. Annual Review of Sociology. 25: 73–93. doi:10.1146/annurev.soc.25.1.73. 
  19. ^ Molloy, J. (2003) Why Men Marry Some Women and Not Others (Mengapa Pria Menikah dengan Beberapa Wanita dan Tidak Yang Lain), London: Element.
  20. ^ Buss, D. M., Abbott, M., Angleitner, A., Biaggio, A., Blanco-Villasenor, A., BruchonSchweittzer, M. [& 45 additional authors] (1990). "International preferences in selecting mates: A study of 37 societies [Preferensi internasional memilih pasangan: Sebuah studi 37 masyarakat]". Journal of Cross-Cultural Psychology, 21: 5–47.
  21. ^ Mulshine, Molly. "The 80s version of Tinder was 'video dating' — and it looks incredibly awkward" [Versi 80-an Tinder adalah "kencan video" — dan itu terlihat sangat aneh]. Tech Insider. 
  22. ^ Ansari, Aziz (2015). Modern Romance [Percintaan Modern]. New York, New York: Penguin Press. hlm. 79. ISBN 978-1-59420-627-6. 
  23. ^ Lgbt Identity and Online New Media [Identitas Lgbt dan Media Baru Online]  – Halaman 235, Christopher Pullen, Margaret Cooper – 2010
  24. ^ Gaydar Culture: Gay Men, Technology and Embodiment in the Digital Age [Budaya Gaydar: Pria Gay, Teknologi dan Perwujudan Diri pada Era Digital]  – Halaman 186, Sharif Mowlabocus – 2010
  25. ^ a b CQ Press, CQ Researcher, Barbara Mantel, Online dating: Can apps and algorithms lead to true love? [Kencan online: Apakah aplikasi dan algoritma bisa menuntun Anda ke cinta sejati?] Diarsipkan 2016-08-25 di Wayback Machine., Diakses 12 Juni 2016, "...Yet some researchers say matchmaking algorithms are no better than chance for providing suitable partners.[butuh rujukan] At the same time, critics worry that the abundance of prospective dates available online is undermining relationships..." ["... Tetapi beberapa peneliti mengatakan bahwa algoritma pencomblangan tidak lebih baik daripada peluang untuk memberikan pasangan yang cocok.[butuh rujukan] Kritikus sekaligus khawatir bahwa banyaknya kencan online potensial merusak hubungan..."]

Bacaan lanjutan

  • Moira Weigel (2016). Labor of Love: The Invention of Dating. Farrar, Straus and Giroux. ISBN 978-0374182533. 

Pranala luar