Julius Tahija
Julius Tahija (13 Juli 1916 – 30 Juli 2002) dulu adalah seorang tentara, politisi, dan pebisnis asal Indonesia. Ia mendapat Orde Militer Willem atas aksinya pada kampanye Hindia Belanda saat bertugas di KNIL dan merupakan satu-satunya orang Indonesia pada masa perang yang menerima penghormatan militer tertinggi dari sebuah negara sekutu selama Perang Dunia II.[1] Ia juga pernah menduduki sejumlah posisi menteri di Negara Indonesia Timur selama Revolusi Nasional Indonesia pada tahun 1947, lalu bekerja dan mendirikan konglomerat Indrapura Group, yang kemudian menjadi salah satu yang terbesar di Indonesia.[2]
Julius Tahija | |
---|---|
Menteri Ekonomi | |
Masa jabatan 11 Oktober 1947 – 15 Desember 1947 | |
Perdana Menteri | S.J. Warrouw |
Pengganti Hoesain Peoang Limboro | |
Menteri Informasi | |
Masa jabatan 2 Juni 1947 – 11 Oktober 1947 | |
Perdana Menteri | Nadjamuddin Daeng Malewa |
Pendahulu G.R. Pantouw Pengganti Sonda Daeng Mattajang | |
Menteri Sosial | |
Masa jabatan 13 Januari 1947 – 2 Juni 1947 | |
Perdana Menteri | Nadjamuddin Daeng Malewa |
Pendahulu baru dibentuk Pengganti G.R. Pantouw | |
Informasi pribadi | |
Lahir | Surabaya, Hindia Belanda | 13 Juli 1916
Meninggal | 30 Juli 2002 Jakarta, Indonesia | (umur 86)
Suami/istri | Jean Tahija |
Anak | 2 |
Karier militer | |
Pihak | Belanda (1937–1949) Indonesia (1949–1951) |
Dinas/cabang | KNIL Pasukan Khusus Z |
Masa dinas | 1937–1951 |
Pangkat | Letnan kolonel |
Penghargaan
| |
Sunting kotak info • L • B |
Awal mula dan pendidikan
Tahija lahir di Surabaya, yang saat itu masih merupakan bagian dari Hindia Belanda, pada tanggal 13 Juli 1916.[3] Tahija merupakan keturunan suku Ambon.[4] Berkat upaya ayahnya, Tahija kemudian dapat bersekolah di Handels School (sekolah dagang), karena awalnya ia memang ingin berkarir di bidang bisnis.[5][6]
Karir militer dan politik
Pada tahun 1937, Tahija bergabung ke KNIL. Ia awalnya mendapat pelatihan sebagai pilot, tetapi kemudian dipindah ke pelatihan infanteri. Ia percaya bahwa pemindahan tersebut disebabkan oleh pamannya yang pro-kemerdekaan. Ia pun sempat bertugas di Aceh sebelum Perang Dunia II.[5]
Perang Dunia II
Setelah Perang Pasifik pecah, ia ditugaskan ke Australia untuk mengawal sekelompok warga sipil Jepang yang ditawan di sana. Setelah kampanye Hindia Belanda dimulai, Tahija (saat itu berpangkat sersan) secara sukarela memimpin sekelompok tentara Indonesia yang sedang menjalankan misi pengumpulan intelijen ke Saumlaki di Kepulauan Tanimbar. Menurut pengakuannya, ia menahan sejumlah mata-mata Jepang dan menemukan bahwa pasukan Jepang akan melakukan pendaratan di Saumlaki. Setelah membuat sejumlah parit dengan bantuan dari pejabat lokal, kelompok tersebut pun menyergap tentara Jepang yang mendarat sebelum matahari terbenam, sehingga sekitar 80 orang tentara Jepang berhasil dibunuh sebelum Tahija dan kelompoknya kembali ke hutan. Kelompok tersebut, yang anggotanya berkurang dari tiga belas orang menjadi tujuh orang, lalu berhasil mengamankan sebuah sekunar dan berlayar kembali ke Pulau Bathurst di Australia dengan 27 orang di atas sekunar, termasuk pejabat lokal dan warga sipil. Ia kemudian mendapat Orde Militer Willem pada bulan Agustus 1942 atas aksinya di Saumlaki,[7] sehingga menjadi satu-satunya orang Indonesia yang menerima penghormatan militer tertinggi dari sebuah negara sekutu selama Perang Dunia II.[1] Enam orang rekannya yang berhasil selamat juga menerima penghargaan lain.[8][9]
Kemudian ia dipromosikan menjadi letnan dan bertugas di unit Charles A. Willoughby, beroperasi di belakang garis Jepang sebagai bagian dari Pasukan Khusus Z[10] – seperti Operasi Firetree pada bulan Februari 1945[11] – dan terlibat dalam sejumlah operasi intelijen ke kepulauan Indonesia, selain melatih sukarelawan baru.[12] Selama berada di Australia, ia bertemu dan mulai berkencan dengan dokter gigi kelahiran Victoria, Jean Walters. Keduanya lalu menikah[5][13] pada tahun 1946.[14]
Revolusi Indonesia
Selama Revolusi Nasional Indonesia, Tahija merupakan ajudan Simon Spoor.[4] Walaupun begitu, ia tetap berhubungan baik dengan pemimpin nasionalis, terutama Sutan Sjahrir.[15] Antara tahun 1946 hingga 1949, ia juga terlibat dalam pembentukan Negara Indonesia Timur (NIT). Ia kemudian menjadi salah satu kandidat pemimpin pertama badan legislatif sementara NIT, namun akhirnya dikalahkan oleh Tadjuddin Noor pada pemungutan suara.[16] Ia juga pernah menjadi bagian dari Kabinet Negara Indonesia Timur, di mana ia awalnya menjabat sebagai Menteri Sosial pada kabinet pertama Nadjamuddin Daeng Malewa, dan kemudian menjabat sebagai Menteri Informasi pada kabinet kedua Malewa mulai tanggal 2 Juni hingga 11 Oktober 1947.[17] Ia kemudian menjabat sebagai Menteri Ekonomi mulai tanggal 11 Oktober hingga 15 Desember 1947 pada kabinet S.J. Warrouw.[18][19] Ia lalu menjabat sebagai kepala kantor perwakilan NIT di Jakarta. Jurnalis Rosihan Anwar menulis bahwa Tahija menyetujui serangan Belanda pada tahun 1947 untuk melawan pasukan nasionalis Indonesia, namun menolak serangan Belanda pada tahun 1948.[6]
Ia kemudian menghadiri Konferensi Meja Bundar sebagai perwakilan dari Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO). Setelah konferensi tersebut selesai dan kedaulatan Indonesia diakui, Tahija dipindah ke Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) dengan pangkat letnan kolonel.[4] Selama bertugas di APRIS, yang kemudian menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, ia memberi nasehat untuk pemerintah Indonesia selama operasi militer melawan Republik Maluku Selatan dan ditugaskan di bawah Ahmad Yani dalam sebuah misi untuk membeli senjata. Ia kemudian mengundurkan diri dari tugas militer pada tahun 1951.[6]
Karir bisnis
Setelah keluar dari tugas militer, Tahija diperkenalkan ke Caltex oleh seorang kenalannya di Angkatan Darat Amerika Serikat. Tahija pun mengaku bahwa ia "belajar menjadi seorang manajer" di perusahaan tersebut. Hubungan Tahija dengan Sukarno kemudian memungkinkan bisnis Caltex di Indonesia tidak ikut dinasionalisasi.[20] Ia lalu ditunjuk menjadi direktur utama dari cabang Caltex di Indonesia pada tahun 1971. Pada kontrak kerjanya untuk Caltex, ia juga meminta agar diperbolehkan untuk melakukan aktivitas bisnis di luar Caltex.[21]
Bisnis milik Tahija beroperasi di bawah sebuah konglomerat yang dikenal dengan nama Indrapura Group. Grup tersebut dipusatkan di sekitar Asuransi Indrapura, yang merupakan salah satu perusahaan asuransi terbesar di Indonesia pada dekade 1950-an.[22] Pada tahun 1955, Tahija mendirikan Bank Niaga melalui kemitraan dengan Soedarpo Sastrosatomo.[23][24] Pada tahun 1972, grup milik Tahija telah menjadi pemegang saham utama dari bank tersebut, hingga grup tersebut menjual 40% saham bank tersebut ke Hashim Djojohadikusumo pada tahun 1997 dengan harga Rp 605 milyar (US$232,3 juta pada saat itu).[25]
Setelah Suharto menjabat sebagai presiden, Tahija tetap menjadi tokoh yang berpengaruh, dan mendapat sejumlah saham dari tambang Grasberg yang baru didirikan, karena ia lah yang mendekati Freeport-McMoRan agar mau bernegosiasi dengan pemerintah Indonesia pada tahun 1965.[20] Kemudian ia memegang 10% saham Puncak Jaya Power, sebuah joint venture yang didirikan untuk menyediakan listrik bagi tambang tersebut.[26] Pada tahun 1994, Indrapura Group merupakan konglomerat dengan aset terbesar kesembilan dan pendapatan terbesar ke-25 di Indonesia. Indrapura Group juga merupakan konglomerat terbesar yang dimiliki oleh "orang Indonesia asli" dalam hal aset,[27] yakni sekitar US$2,9 milyar pada tahun 1994.[24]
Selain memimpin konglomeratnya, Tahija juga pernah menjadi chairman Universitas Trisakti, menjadi wali untuk World Wildlife Fund, dan menjadi anggota dewan penasehat bisnis dari International Finance Corporation.[28] Tahija kemudian mendapat Bintang Mahaputra Nararya dari Presiden Suharto pada tahun 1994.[29]
Masa tua dan kematian
Pada tahun 1990, Tahija dan istrinya mendirikan Yayasan Tahija, yang fokus pada kesehatan, pendidikan, kebudayaan, lingkungan, dan sosial.[30] Ia juga menjadi anggota kehormatan dari Order of Australia pada bulan Februari 2002 atas "jasanya untuk hubungan bisnis Australia-Indonesia".[31] Pada pertemuan terakhirnya dengan Anwar, Tahija menyatakan:
Rosihan, orang seperti kita dari era revolusi, pernahkah jij berpikir bahwa negara kita akan menjadi seperti sekarang?[6]
Tahija meninggal di Jakarta pada tanggal 30 Juli 2002 di usia 86 tahun. Pada saat meninggal, ia telah memiliki dua orang anak. Ia dimakamkan di samping istrinya di Puncak, Jawa Barat.[6][32]
Penghargaan
Dalam Negeri
- Indonesia :
- Bintang Mahaputera Adipradana (11 Agustus 1994)[33]
Luar Negeri
- Belanda :
- Knight of the Military William Order[1]
Referensi
- ^ a b c Gardner 1997, hlm. 15.
- ^ profilbaru.com. "Julius Tahija - Profilbaru.Com". Diakses tanggal 2023-03-21.
- ^ "Julius Tahija: Dikagumi Bankir Tanah Air". Gatra. 11 August 2008. Diakses tanggal 4 August 2019.
- ^ a b c Burgers, Herman (2010). "Laatste fase Het geschil over Nieuw-Guinea". De garoeda en de ooievaar (dalam bahasa Belanda). BRILL. hlm. 700. ISBN 9789004253742. JSTOR 10.1163/j.ctt1w76wq4.16.
- ^ a b c Brawley 2012, hlm. 183.
- ^ a b c d e Anwar, Rosihan (9 August 2002). "In Memoriam: Julius Tahija". Gatra. Diakses tanggal 4 August 2019.
- ^ "Tahija, Julius (ook: Tahya)". tracesofwar.nl (dalam bahasa Belanda). Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 August 2019. Diakses tanggal 26 August 2019.
- ^ Lingard, Jan (2008). Refugees and Rebels: Indonesian Exiles in Wartime Australia (dalam bahasa Inggris). Australian Scholarly Publishing. hlm. 15–17. ISBN 9781740971638.
- ^ Gardner 1997, hlm. 15-16.
- ^ "Captain Julius Tahija". awm.gov.au (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 13 February 2021.
- ^ "Dutch Submarines: The submarine K XV". dutchsubmarines.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 April 2019. Diakses tanggal 4 August 2019.
- ^ Gardner 1997, hlm. 15–16.
- ^ "Papers of Jean Tahija". nla.gov.au (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 August 2019. Diakses tanggal 4 August 2019.
- ^ Lindsey, Tim; McRae, Dave (2018). Strangers Next Door?: Indonesia and Australia in the Asian Century (dalam bahasa Inggris). Bloomsbury Publishing. hlm. 373. ISBN 9781509918188.
- ^ Brawley 2012, hlm. 188.
- ^ Agung 1996, hlm. 135.
- ^ Agung 1996, hlm. 841.
- ^ Agung 1996, hlm. 842.
- ^ "MINISTER JULIUS TAHIJA" (dalam bahasa Belanda). Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 April 2019. Diakses tanggal 26 August 2019.
- ^ a b Leith 2003, hlm. 59.
- ^ Gardner 1997, hlm. 279–280.
- ^ Lindblad, J. Th (2008). Bridges to New Business: The Economic Decolonization of Indonesia (dalam bahasa Inggris). BRILL. hlm. 95. ISBN 9789004253971.
- ^ Robison, Richard (2009). Indonesia: The Rise of Capital (dalam bahasa Inggris). Equinox Publishing. hlm. 338. ISBN 9789793780658.
- ^ a b Hogenboom & Jilberto 2006, hlm. 68.
- ^ Borsuk, Richard (29 July 1997). "Hashim Makes a Splash By Buying Into Bank Niaga". Wall Street Journal. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 August 2019. Diakses tanggal 11 August 2019.
- ^ Leith 2003, hlm. 72–73.
- ^ Hogenboom & Jilberto 2006, hlm. 77–78.
- ^ Tahija, Julius (1 September 1993). "Swapping Business Skills for Oil". Harvard Business Review. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 August 2019. Diakses tanggal 26 August 2019.
- ^ "Nation gives top stars to its best sons". The Jakarta Post. 16 August 1994. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 August 2019. Diakses tanggal 28 August 2019.
- ^ "Yayasan Tahija". filantropi.or.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 August 2019. Diakses tanggal 26 August 2019.
- ^ "No. S. 36 (PDF download link)". Commonwealth of Australia Gazette. 6 February 2002. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 August 2019. Diakses tanggal 26 August 2019.
- ^ "Julius Tahija Meninggal Dunia". Tempo.co. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 August 2019. Diakses tanggal 26 August 2019.
- ^ Daftar WNI yang Mendapat Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera tahun 1959 s.d. 2003 (PDF). Diakses tanggal 4 Oktober 2021.
Bibliografi
- Agung, Ide Anak Agung Gde (1996). From the Formation of the State of East Indonesia Towards the Establishment of the United States of Indonesia (dalam bahasa Inggris). Yayasan Obor Indonesia. ISBN 9789794612163.
- Brawley, Sean (July 2012). "The 'Spirit of Berrington House'". Indonesia and the Malay World. 40 (117): 175–192. doi:10.1080/13639811.2012.683669.
- Gardner, Paul F. (1997). Shared Hopes, Separate Fears: Fifty Years Of U.S.-Indonesian Relations (dalam bahasa Inggris). University of Pennsylvania Press. ISBN 9780813331904.
- Hogenboom, Barbara; Jilberto, Alex E. Fernández (2006). Big Business and Economic Development: Conglomerates and Economic Groups in Developing Countries and Transition Economies Under Globalisation (dalam bahasa Inggris). Routledge. hlm. 68. ISBN 9781134125760.
- Leith, Denise (2003). The Politics of Power: Freeport in Suharto's Indonesia (dalam bahasa Inggris). University of Hawaii Press. ISBN 9780824825669.