Sunan Gunung Jati

penyebar agama Islam di Indonesia
Revisi sejak 2 Juli 2024 13.10 oleh Raden Salman (bicara | kontrib) (Terjadi upaya pengacauan sejarah, beberapa nama istri dan anak dihilangkan dari tabel,,, ini harus segera dikembalikan seperti semula)

Sunan Gunung Jati atau lebih di kenal sebagai Sayyid Al-Kamil adalah salah seorang dari Walisongo, ia dilahirkan Tahun 1448 Masehi dari pasangan Sayyid Abdullah Umdatuddin dan Nyai Rara Santang, Putri Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjajaran (yang setelah masuk Islam berganti nama menjadi Syarifah Mudaim).

As-Syekh

Syarif Hidayatullah
( Sunan Gunung Jati )
Sultan Cirebon ke-1
Masa jabatan
1482–1568
Sebelum
Pendahulu
Jabatan baru
Pengganti
Fatahillah
Sebelum
Tumenggung Cirebon
Masa jabatan
1479–1482
Sebelum
Pengganti
Jabatan dihapus
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir
Syarif Hidayatullah

1448
Meninggal19 September 1568
MakamAstana Gunung Sembung
AgamaIslam
Pasangan
  • Nyai Ratu Dewi Pakungwati
  • Nyai Ageng Tepasari
Anak
  • Pasarean
  • Ratu Ayu Wulung
Orang tua
DenominasiSunni
Dikenal sebagaiWali Sanga
Pemimpin Muslim
PendahuluMaulana Muhammad Ali Al-Akbar

Sayyid Al-Kamil sampai di Cirebon pada tahun 1470 Masehi, yang kemudian dengan dukungan Kesultanan Demak dan Pangeran Cakrabuana / Arya Lumajang (Naskah Mertasinga) , ia dinobatkan menjadi Tumenggung Cirebon ke-2 pada tahun 1479 dengan gelar Maulana Jati. Beliau juga menikahi seorang Syarifah bernama Nyai Ageng Tepasari (putri Ki Gede Tepasana Lumajang) yang menurunkan sultan-sultan Cirebon. Dari pernikahan tersebut maka Sayyid Al-Kamil mendapat sebutan Syarif Hidayatullah.

Nama Syarif Hidayatullah kemudian diabadikan menjadi nama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta di daerah Tangerang Selatan, Banten. Sedangkan nama Sunan Gunung Jati diabadikan menjadi nama Universitas Islam negeri di Bandung, yaitu Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati[1], dan Korem 063/Sunan Gunung Jati di Cirebon.

Silsilah

Sunan Gunung Jati lahir di Makkah Al-Mukarramah dengan nama Syarif Hidayatullah tahun 1448 Masehi. Ibunya bernama Nyai Rara Santang binti Prabu Siliwangi. Nyai Rara Santang pergi haji ke Makkah bersama kakaknya Pangeran Cakrabuana. Selama tinggal di Makkah ia nyantri di Syaikh Bayanullah, adik Syaikh Datuk Kahfi. Syaikh Datuk Kahfi adalah ulama asal Makkah yang menyebarkan Islam di Cirebon. Nyai Rara Santang dan Kakaknya berguru kepadanya, dan gurunya tersebut yang memerintahkannya untuk segera menunaikan ibadah haji ke Makkah bersama kakaknya, Pangeran Cakrabuana.

Di Makkah, Nyai Rara Santang menikah dengan Syarif Abdullah Al-Hasyimi yang kemudian setelah menjadi sultan bergelar Sultan Maulana Umdatuddin Al-Hasyimi. Ia menguasai wilayah Bani Ismail di Mesir dan Bani israil di Palestina. Nyai Rara Santang kemudian mendapat nama baru Syarifah Muda’im dan tinggal di Mesir bersama suami dan anaknya.

Ketika berumur dua puluh tahun, Syarif Hidayatullah pergi ke Makkah dan nyantri di ulama-ulama Makkah. Setelah itu ia pergi ke Nusantara. Ia mampir di Gujarat, lalu ke Kerajaan Samudra Pasai. Di Pasai ia nyantri di Sayyid Maulana Ishaq. Dari Pasai ia berlayar menuju Banten. Dari Banten kemudian menuju Surabaya untuk nyantri di Sunan Ampel. Setelah beberapa lama barulah ia diperintahkan menemani pamannya di Cirebon untuk menyebarkan agama Islam. Ia membangun pesantren di daerah Gunung Jati. Kemudian ia dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.

Paragrap di atas, adalah kisah Sunan Gunung Jati yang diambil dari manuskrip Carita Purwaka Caruban Nagari dari mulai pupuh duabelas sampai tujuhbelas. Manuskrip Carita Purawaka Caruban nagari adalah sebah kitab yang ditulis Pangeran Arya Cirebon tahun 1720. Dalam manuskrip tersebut pula tercantum salah satu versi silsilah Sunan Gunung Jati.

Sedangkan dari jalur muasal Uzbekistan Asia Tengah sesuai dengan data pihak Keprabon Cirebon bernasab via jalur Al-Musawi Al-Kadzimi Al-Husaini, diakui jalur ini dan di isbat oleh Naqib Internasional melalui Naqib Hasyimiyyun Turki.

Silsilah :

1. Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam

2. Husein Asy-Syahid (imam III Syiah Dua Belas Imam)

3. Ali Zainal Abidin (imam IV Syiah Dua Belas Imam)

4. Muhammad Al-Baqir (imam V Syiah Dua Belas Imam)

6. Ja'far Ash-Shadiq (imam VI Syiah Dua Belas Imam)

7. Musa Al-Kadzim (imam VII Syiah Dua Belas Imam)

8. Ali Ar-Ridha (imam VIII Syiah Dua Belas Imam)

9. Muhammad Al-Jawad (imam IX Syiah Dua Belas Imam)

10. Ali Al-Hadi (imam X Syiah Dua Belas Imam)

11. Ja'far Az-Zaki

12. Ali Al-Asykar

13. Abdullah At-Taqi

14. Ahmad

15. Mahmud

16. Muhammad

17. Ja'far

18. Ali Al-Mu'ayyid

19. Sayyid Husain Jalaluddin Al-Bukhari / Jalal Azamatkhan

20. Ahmad Al-Kabir

21. Makhdum Husein Jalaluddin An-Naqwi

22. Mahmud Nasiruddin

23. Husein Jamaluddin Al-Akbar

24. Ali Nuruddin

25. Abdullah Umdatuddin

26. Sultan Syarif Hidayatullah Al-Hidayat Sunan Gunung Jati ll Cirebon


Naskah Negarakertabumi

Naskah Kaprabonan

  • Kanjeng Nabi Muhamad SAW
  • Sarifah Siti Fatimah
  • Husen
  • Jaenal Abidin
  • Muhammad Mubarakin
  • Imam Ja’far Sidiq
  • Musa
  • Kalijam
  • Habi Jamali
  • Amad Nakiddi
  • Ali Nakiddi
  • Hasan Sukri,
  • Muhammad Dadi
  • Raja Banissrail
  • Ratu Mesir
  • Raja Duta
  • Sunan Gunung Jati / Kanjeng Sinuhun Carbon / Syarif Hidayatullah


Kitab Purwaka Caruban Nagari[2]

  • Nabi Muhammad SAW
  • Siti Fatimah
  • Sayid Husen
  • Sayid Abidin
  • Muhammad Baqir
  • Ja’far Sidik
  • Kasim al-Malik
  • Idris
  • Al-Baqir
  • Ahmad
  • Baidillah
  • Muhammad
  • Alwi al-Mishri
  • Abdul Malik
  • Amir
  • Ali Nurul Alim
  • Syarif Abdullah (Sultan Hut / Sultan Mahmud)
  • Sunan Gunung Jati


Sebagaimana yang tercatat dalam silsilah Syarif Hidayatullah di sebuah organisasi peneliti nasab Naqobatul Asyrof al-Kubro dan Rabithah Alawiyah, yang juga tercantum dalam kitab Syamsu Azh Zhahirah fi Nasabi Ahli al-Bait karya ulama Yaman, Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur, silsilah lengkap Syarif Hidayatullah adalah sebagai berikut:[3][4]

Riwayat Hidup

Proses Belajar

Babad Cirebon menyebutkan, ketika Pangeran Cakrabuwana membangun Kota Cirebon dan tidak mempunyai pewaris, maka sepulang dari Timur Tengah Syarif Hidayatullah mengambil peranan mambangun kota dan menjadi pemimpin perkampungan Muslim yang baru dibentuk itu setelah Uwaknya wafat.

Kesultanan Cirebon

Pada tahun 1478 diadakan sebuah musyawarah para wali di Tuban, Jawa Timur untuk mencari pengganti Sunan Ampel sebagai pimpinan para wali, akhirnya terpilihlah Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), sejak saat itu, pusat kegiatan para wali dipindahkan ke gunung Sembung, kecamatan Gunung Jati, kabupaten Cirebon, propinsi Jawa Barat. Pusat kegiatan keagamaan ini kemudian disebut sebagai Puser Bumi (bahasa Indonesia: pusatnya dunia).[5]

Pada tahun 1479 M, kedudukan pangeran Walangsungsang sebagai penguasa Cirebon kemudian digantikan putra adiknya yakni Syarif Hidayatullah (anak dari pernikahan Nyai Rarasantang dengan Syarif Abdullah dari Mesir) yang sebelumnya menikahi Nyimas Pakungwati (putri dari Pangeran Walangsungsang dan Nyai Indang Geulis) yang setelah wafat dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati dengan gelar Syarif Hidayatullah bin Maulana Sultan Muhammad Syarif Abdullah dan bergelar pula sebagai Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Panatagama Awlya Allah Kutubid Jaman Khalifatur Rasulullah.[6]

Syarif Hidayatullah melalui lembaga Wali Sanga selalu mendekati kakeknya yakni Jaya Dewata (prabu Silih Wangi) agar berkenan memeluk agama Islam seperti halnya neneknya Nyai Subang Larang yang memang sudah lama menjadi seorang muslim jauh sebelum menikah dengan prabu Silih Wangi, tetapi hal tersebut tidak membuahkan hasil, pada tahun 1482 (pada saat kekuasaan kerajaan Galuh dan Sunda sudah menjadi satu kembali di tangan prabu Silih Wangi), seperti yang tertuang dalam naskah Purwaka Caruban Nagari karya Pangeran Arya Carbon.

Dwa Dasi Sukla Pakca Cetra Masa Sahasra Patangatus Papat Ikang Sakakala.
(bertepatan dengan 12 Shafar 887 Hijriah)

Pada tanggal 12 Safar 887 Hijriyah atau tepatnya pada tanggal 2 April 1482 Masehi, akhirnya Syarif Hidayatullah membuat maklumat yang ditujukan kepada prabu Silih Wangi selaku Raja Pakwan Pajajaran bahwa mulai saat itu Cirebon tidak akan lagi mengirimkan upeti.[5][6] Maklumat tersebut kemudian diikuti oleh para pembesar di wilayah Cirebon (bahasa Cirebon: gegeden).

Wafat

 
Makam Sunan Gunung Jati

Syekh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati berpulang ke rahmatullah pada tanggal 26 Rayagung tahun 891 Hijriah atau bertepatan dengan tanggal 19 September 1568 Masehi. Tanggal Jawanya adalah 11 Krisnapaksa bulan Badramasa tahun 1491 Saka.

Sunan Gunung Jati meninggal dalam usia 120 tahun. Takhta Cirebon lalu diwarisi oleh cicitnya, Zainul Arifin yang naik takhta di usia 23 tahun dengan gelar Panembahan Ratu.

Syekh Syarif Hidayatullah kemudian dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati oleh warga Cirebon karena ia dimakamkan di komplek pemakaman bukit Gunung Jati, yang sekarang dikenal dengan nama Astana Gunung Sembung.

Referensi

  1. ^ UIN Sunan Gunung Djati Bandung. "Sejarah UIN Sunan Gunung Djati Bandung". UIN Sunan Gunung Djati Bandung. 
  2. ^ Pangeran Raja (PR) Aria Cirebon. 1720. Purwaka Caruban Nagari. Cirebon: Kesultanan Kacirebonan
  3. ^ "Syamsu Azh Zhahirah Fi Nasabi Ahli Al-Bait oleh Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur" (PDF). https://archive.org/. 2016-05-23. Diakses tanggal 2017-04-21.  Hapus pranala luar di parameter |publisher= (bantuan)
  4. ^ "Silsilah Sunan Gunung Jati Cirebon / Syarif Hidayatullah dan Keturunannya di Cirebon & Banten | Ranji Sarkub". Ranji Sarkub. 2015-06-18. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-04-29. Diakses tanggal 2017-04-29. 
  5. ^ a b Kurnia, Rohmat. 2009. Tempat dan Peristiwa Sejarah di Jawa Barat. Bandung: Sarana Pancakarya Nusa
  6. ^ a b "Kabupaten Cirebon - Sejarah Kabupaten Cirebon". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-07-29. Diakses tanggal 2015-10-16. 

Pranala luar

Rujukan Kitab

Sunan Gunung Jati
al-Huseini al Kadzimi
Lahir: 1448 Meninggal: 1568
Gelar
Didahului oleh:
Walangsungsang
Tumenggung Cirebon
Sultan Cirebon
1482–1568
Diteruskan oleh:
Pangeran Pasarean