Pengepungan Bagdad
Pengepungan Baghdad terjadi pada awal 1258 di Baghdad, bekas ibukota Kekhalifahan Abbasiyah. Usai serangkaian provokasi dari penguasanya, Khalifah al-Musta'sim, sebuah tentara besar di bawah Hulegu, seorang pangeran Kekaisaran Mongol, menyerang kota tersebut. Dalam beberapa pekan, Baghdad jatuh dan dijarah oleh pasukan Mongol—al-Musta'sim tewas bersama dengan ratusan ribu warganya. Kejatuhan kota tersebut secara tradisional dipandang sebagai penandaan akhir Zaman Keemasan Islam. Para kenyataannya, dampaknya tak pasti.
Pengepungan Baghdad (1258) | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Invasi dan penaklukan Mongol | |||||||||
Penggambaran tentara Hulegu mengepung kota tersebut, ca 1430 | |||||||||
| |||||||||
Pihak terlibat | |||||||||
Ilkhanat (Kekaisaran Mongol) | Kekhalifahan Abbasiyah | ||||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||||
Kekuatan | |||||||||
138.000–300.000[a] | 50.000 | ||||||||
Korban | |||||||||
200.000 tewas (menurut Hulegu) 800.000–2.000.000 tewas (sumber-sumber Muslim) |
Usai saudaranya Möngke Khan menduduki takhta Mongol pada 1251, Hulegu, seorang cucu Genghis Khan, bergerak ke barat menuju Persia untuk mengamankan wilayah tersebut. Pasukan masifnya yang terdiri dari 138.000 orang menjalani waktu selama bertahun-tahun untuk mencapai wilayah tersebut namun kemudian dengan cepat menyerang dan mengalahkan Hassasin Nizari Ismaili pada 1256. Mongol memerintahkan al-Musta'sim untuk menyediakan pengerahan ulang terhadap pasukan mereka—kegagalan khalifah mempengaruhinya, berpadu dengan arogansinya dalam negosiasi, mendakwa Hulegu menggulingkannya pada akhir 1257. Menginvasi Mesopotamia dari segala sudut, pasukan Mongol kemudian menyerbu Baghdad, mengerahkan sebuah sortie pada 17 Januari 1258 dengan membanjiri kamp mereka. Mereka kemudian merangseki Baghdad, yang ditinggalkan dengan sekitar 30.000 pasukan.
Serangan dimulai pada akhir Januari. Mesin-mesin kepung Mongol dipasangkan pada benteng-benteng Baghdad selama dua hari, dan pasukan yang sangat terlatih dari Hulegu menguasai tembok timur pada 4 Februari. Peningkatan tekanan membuat al-Musta'sim berniat untuk bernegosiasi, namun Hulegu bersikukuh terhadap kemenangan penuh, bahkan membunuh para prajurit yang berniat untuk menyerah. Khalifah kemudian mengelilingi kota tersebut pada 10 Februari, dan Mongol mulai menjarah tiga hari kemudian. Jumlah orang yang tewas tidak diketahui, karena jumlahnya nampak meningkat lewat epidemi pada masa berikutnya. Hulegu kemudian memperkirakan jumlah sekitar 200.000. Setelah menyerukan amnesti pada 20 Februari, Hulegu mengeksekusi khalifah. Berseberangan dengan hal yang dilebih-lebihkan dari sejarawan Muslim pada masa berikutnya, Baghdad mengalami kemakmuran di bawah Ilkhanat pimpinan Hulegu, meskipun mengalami penurunan dibandingkan dengan ibukota baru, Tabriz.
Latar belakang
Baghdad dibangun pada 762 Masehi oleh al-Mansur, khalifah dinasti Abbasiyah kedua, yang menggulingkan Kekhalifahan Umayyah. Al-Mansur percaya bahwa Kekhalifahan Abbasiyah baru membutuhkan ibukota baru, yang terletak jauh dari ancaman potensial dan dekat basis kekuatan dinasti di Persia. Meningkatkan kekayaan lewat rute dagang dan pengendalian pajak, Baghdad dengan cepat menjadi kota dunia dan episentrum Zaman Keemasan Islam. Para penyair, penulis, ilmuwan, filsuf, musisi, dan cendekiawan dari segala bidang timbul di kota tersebut. Berisi pusat-pusat pembelajaran seperti Baitul Hikmah dan observatorium-observatorium astronomi, yang memanfaatkan teknologi kertas yang baru didatangkan dan pengumpulan ajaran-ajaran kuno dari seluruh belahan Eurasia, Baghdad menjadi "ibukota cendekiawan dunia", ujar Justin Marozzi.[1]
Pada abad kesepuluh, Abbasiyah secara bertahap mengalami penurunan kekuatan. Ini berpuncak pada penaklukan Baghdad, mula-mula oleh Buwaihi pada 945 dan kemudian Seljuk pada 1055, yang pada masa itu khalifah menjadi satu-satunya otoritas lokal. Mereka memfokuskan perhatian mereka ke Baghdad sendiri, yang mempertahankan pendiriannya sebagai salah satu kota menonjol di dunia—yang hanya sebanding dengan Kaifeng dan Hangzhou dalam hal memiliki lebih dari satu juta penduduk antara 1000 dan 1200.[2] Kekhalifahan menghimpun kembali kekuatan signifikan di bawah naungan al-Nasir (m. 1180–1225), yang menyoroti ancaman dari penguasa Seljuk terakhir dan penerus mereka, Khwarazmia. Invasi Abbasiyah tahun 1217 yang dilakukan oleh Muhammad II dari Khwarazm mengalami kegagalan, dan kerajaannya kemudian diinvasi oleh pasukan Genghis Khan, penguasa pertama Kekaisaran Mongol.[3]
Usai invasi Mongol ke Kekaisaran Khwarazmia berakhir pada akhir 1221, mereka tak kembali ke wilayah tersebut sampai 1230. Pada tahun tersebut, Chormaqan, seorang panglima utama di bawah penerus Genghis Ögedei Khan, datang ke Azerbaijan untuk menyingkirkan pangeran Khwarazmia Jalal al-Din, yang dibunuh pada tahun berikutnya.[4] Setelah itu, Chormaqan mulai menghimpun hegemoni Mongol di Iran barat laut dan Transkaukasus. Usai mereka merebut Isfahan pada 1236, Mongol mulai menguji otoritas khalifah di Mesopotamia, mengepung Irbil pada 1237 dan menyerbu tembok Baghdad sendiri pada tahun berikutnya.[5] Setelah itu, Chormaqan dan penggantinya tahun 1241 Baiju menyerbu wilayah tersebut nyaris setiap tahun. Kala kekuasaan Mongol mengamankan wilayah lain di Timur Dekat—kemenangan mereka pada 1243 dalam Pertempuran Köse Dağ membuat Kesultanan Rum Seljuk menjadi negara klien—Baghdad masih belum ditaklukan, dan bahkan mengalahkan pasukan Mongol pada 1245.[6] Masalah lainnya adalah Hassasin di Pegunungan Elburz. Nizari Ismaili membunuh para panglima Mongol pada 1240-an dan dituduh mengerahkan 400 Hassasin ke ibukota Mongol Karakorum untuk membunuh khan sendiri.[7]
Pengepungan
Sebelum melaksanakan pengepungan terhadap Baghdad, Hulagu Khan dengan mudahnya menghancurkan Lurs, Khwarezm-Shah dan Bukhara. Sebagai tanggapan atas Invasi Mongol, mahaguru Hashshashin di Alamut, Imam ‘Ala al-Din Muhammad (1221–1255), mengirim prajuritnya untuk membunuh Möngke Khan dan Kitbuqa namaun kedua usaha gagal. Hulagu Khan dan ratusan ribu pasukan Mongol kemudian memulai penyerangan terhadap pegunungan di dekat Alamut. Setelah menangkap lusinan benteng pengalih perhatian, pasukan Mongol akhirnya menggemput Alamaut dan membunuh Imam Rukn al-Din Khurshah (1255–1256). Hulagu Khan dan pasukannya kini tak lagi terancam dan mereka pun memulai serangannya ke Baghdad.
Mongke Khan memerinthakan saudaranya untuk mengampuni Khalifah jika dia menyerah kepada kekuasaan Khan Mongol. Ketika mendekati Baghdad, Hulagu menuntut supaya kota itu menyerah; sang khalifah, Al-Musta'sim, menolak. Dalam banyak sumber, Al-Musta'sim sebenarya tidak bersiap untuk diserang; dia tidak mengumpulkan pasukan dan tidak memperkuat tembok kota. Dia hanya tidak mau menyerahkan kota Baghdad kepada "orang barbar kafir" (Mongol) dan dia percaya bahwa jikapun dia menyerah, pasukan Mongol itu akan tetap membantai penduduk kota. Begitu mendengar penolakan kahlifah, Hulagu sangat marah dan bersumpah bahwa kota itu akan dihancurkan.[8]
Hulagu menempatkan pasukannya di kedua sisi Sungai Tigris, membagi mereka untuk membentuk manuver penjepit di sekitar kota. Pasukan Khalifah memukul mundur serangan pertama dari pasukan Mongol yang menghantam pasukan utama dan menyerang dari barat, tetapi mereka dikalahkan pada pertempuran berikutnya. Baiju menghancurkan beberapa tanggul dan membanjiri tanah di belakang pasukan khalifah, mengepung mereka. Akhirnya banyak pasukan khalifah yang dibantai dan ditenggelamkan.
Pasukan utama Mongol tiba dan kemudian mengepung kota mulai dari 29 Januari, membangun palisade dan parit, dan mengerahkan mesin kepung dan katapel tempur. Pertempuran ini cukup mudah bagi pasukan Mongol; pada tanggal 5 Februari pasukan Mongol berhasil menembus tembok pertahanan.Al-Musta'sim dipaksa untuk berunding tapi dia tidak mau.
Pada tanggal 10 Februari, Baghdad menyerah. Pasukan Mongol menyerbu ke dalam kota pada tanggal 13 Februari dan dimulailah satu minggu pembantaian dan penghancuran.
Penghancuran
Banyak sumber sejarah yang mengisahkan kekejaman pasukan Mongol:
- Perpustakaan Agung Baghdad, yang menyimpan banyak sekali dokumen sejarah dan buku yang sangat berharga dalam berbagai bidang mulai dari pengobatan sampai astronomi, dihancurkan. Orang-orang yang selamat melaporkan bahwa air sungai Tigris menjadi hitam akibat tinta dari banyak sekali buku yang dibuang ke sungai itu dan juga menjadi merah akibat darah dari para ilmuwan dan filsuf yang dibunuh di sana.
- Para penduduk berusaha kabur namun mereka dicegat oleh pasukan mongol dan dibantai. Martin Sicker menyebutkan bahwa hampir sembilan puluh ribu orang mungkin dibantai.[9] Beberapa pekiraan lainnya jauh lebih tinggi. Wassaf mengklaim bahwa korban jiwa mencapai beberapa ratusan ribu. Ian Frazier dari The New Yorker mengatakan bahwa perkiraan korban jiwa bervariasi dari dua ratus ribu hingga satu juta orang.[10]
- Pasukan Mongol menjarah dan kemudian menghancurkan masjid, istana, perpustakaan, dan rumah sakit. Bangunan-bangunan besar yang merupakan hasil karya beberapa generasi dibakar sampai habis.
- Khalifah dipaksa menonton ketika penduduknya dibantai dan harta bendanya dirampas. Menurut sebagian besar sumber, khalifah dibunuh dengan cara diinjak-injak oleh kuda. Pasukan mongol menggulung khalifah dalam sebuah karpet, dan mereka lalu menunggang kuda di atas badannya, karena mereka percaya bahwa bumi akan marah jika ada darah penguasa yang ditumpahkan. Semau putraya dibunuh kecuali satu orang, yang kemudian dikirim ke Mongolia, di sana para seajarawan Mongolia melaporkkan bahwa dia menikah dan memiliki anak, tetapi dia tidak terlibat apa-apa lagi dalam perkembangan Islam.
- Hulagu harus memindahkan perkemahannya ke luar dari kota akibat bau busuk yang sangat menyengat di dalam kota.
- Jumlah penduduk Baghdad jauh berkurang dan kota itu menjadi reruntuhan selama beberapa abad berikutnya dan hanya secara perlahan pulih dan memperoleh sedikit dari kejayaan lamanya.
Referensi
Catatan
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaMongol numbers
Kutipan
- ^ Marozzi 2014, chapters 1, 3.
- ^ Marozzi 2014, bab 4; Modelski 2007.
- ^ Boyle 1968, hlm. 200–202; Atwood 2004, hlm. 1.
- ^ Jackson 2017, hlm. 81–82; Atwood 2004, hlm. 2; Boyle 1968, hlm. 334–335.
- ^ Jackson 2017, hlm. 82–83; Atwood 2004, hlm. 2.
- ^ Jackson 2017, hlm. 83–85; Atwood 2004, hlm. 2.
- ^ Jackson 2017, hlm. 125; Atwood 2004, hlm. 255; Morgan 1986, hlm. 130; Biran 2012, hlm. 78–79.
- ^ Nicolle
- ^ Sicker 2000, hlm. 111
- ^ Ian Frazier, Annals of history: Invaders: Destroying Baghdad, The New Yorker 25 April 2005. p.4
Daftar pustaka
- Al-Khalili, Jim (2012). The House of Wisdom: How Arabic Science Saved Ancient Knowledge and Gave Us the Renaissance. London: Penguin Books. ISBN 978-0-1431-2056-8.
- Atwood, Christopher P. (2004). Encyclopedia of Mongolia and the Mongol Empire. New York: Facts on File. ISBN 978-0-8160-4671-3. Diakses tanggal 2 March 2022.
- Bai︠a︡rsaĭkhan, D. (2011). The Mongols and the Armenians (1220-1335). Leiden: Brill. ISBN 978-9-0041-8635-4.
- Biran, Michal (2012). Genghis Khan. Makers of the Muslim World. London: Oneworld Publications. ISBN 978-1-7807-4204-5.
- Biran, Michal (2016). "Music in the Mongol Conquest of Baghdad: Ṣafī al-Dīn Urmawī and the Ilkhanid Circle of Musicians". Dalam De Nicola, Bruno; Melville, Charles. The Mongols' Middle East: Continuity and Transformation in Ilkhanid Iran. Islamic History and Civilization. 127. Leiden: Brill. ISBN 978-9-0043-1199-2.
- Biran, Michal (2019). "Libraries, Books, and Transmission of Knowledge in Ilkhanid Baghdad". Journal of the Economic and Social History of the Orient. 62 (2–3): 464–502. doi:10.1163/15685209-12341485.
- Boyle, John Andrew (1968). "Dynastic and Political History of the Il-khans". Dalam Boyle, John Andrew. The Cambridge History of Iran, Volume 5: The Saljuq and Mongol Periods. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 303–421. ISBN 0-521-06936-X.
- Brack, Jonathan; Biran, Michal; Amitai, Reuven (2024). "Plague and the Mongol conquest of Baghdad (1258)? A reevaluation of the sources". Medical History: 1–19. doi:10.1017/mdh.2023.38 .
- Buell, Paul D. (2003). Historical Dictionary of the Mongol World Empire. Lanham: The Scarecrow Press. ISBN 978-0-8108-4571-8.
- Chambers, James (1979). The Devil's Horsemen: The Mongol Invasion of Europe. New York: Atheneum. ISBN 978-0-6891-0942-3.
- Hodous, Florence (2020). "Guo Kan: Military Exchanges between China and the Middle East". Dalam Biran, Michal; Brack, Jonathan; Fiaschetti, Francesca. Along the Silk Roads in Mongol Eurasia: Generals, Merchants, and Intellectuals (edisi ke-1st). Oakland: University of California Press. hlm. 27–43.
- Jackson, Peter (2017). The Mongols and the Islamic World: From Conquest to Conversion. New Haven: Yale University Press. ISBN 978-0-3001-2533-7.
- Lane, George (2003). Early Mongol Rule in Thirteenth-Century Iran: A Persian Renaissance. London: Routledge. ISBN 978-0-4152-9750-9.
- Lane, George (2022). "The Ilkhanate". Dalam May, Timothy; Hope, Michael. The Mongol World. Abingdon: Routledge. hlm. 279–297. ISBN 978-1-3151-6517-2.
- Marozzi, Justin (2014). Baghdad: City of Peace, City of Blood. London: Penguin UK. ISBN 978-0-1419-4804-1.
- May, Timothy (2007). The Mongol Art of War: Chinggis Khan and the Mongol Military System. Yardley: Westholme. ISBN 978-1-5941-6046-2.
- May, Timothy (2018). The Mongol Empire. Edinburgh: Edinburgh University Press. ISBN 978-0-7486-4237-3.
- Modelski, George (29 September 2007). "Central Asian world cities? (XI – XIII century) A discussion paper". Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 April 2011.
- Morgan, David (1986). The Mongols . The Peoples of Europe. Oxford: Blackwell Publishing. ISBN 978-0-6311-7563-6.
- Smith, John Masson (1975). "Mongol Manpower and Persian Population". Journal of the Economic and Social History of the Orient. 18 (3): 271–299. doi:10.2307/3632138.