Sejarah Mongolia

aspek sejarah
Revisi sejak 5 November 2024 19.11 oleh Illchy (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi 'Berbagai imperium nomaden, antara lain Xiongnu (abad ke-3 SM–abad ke-1 M), negara Xianbei ({{circa}} 93–234), Kekhanan Rouran (330–555), Kekhanan Turkik Pertama (552–603) dan Kedua (682–744) dan lainnya, berkuasa di wilayah yang kini bernama Mongolia. Orang Khitan, bangsa yang menggunakan sebuah bahasa para-Mongolik,<ref> {{cite book |last1= Janhunen|first1= Juha |title= Mongolian|date= 2014 |publ...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Berbagai imperium nomaden, antara lain Xiongnu (abad ke-3 SM–abad ke-1 M), negara Xianbei (ca 93–234), Kekhanan Rouran (330–555), Kekhanan Turkik Pertama (552–603) dan Kedua (682–744) dan lainnya, berkuasa di wilayah yang kini bernama Mongolia. Orang Khitan, bangsa yang menggunakan sebuah bahasa para-Mongolik,[1] mendirikan imperium yang dikenal sebagai dinasti Liao (916–1125), dan berkuasa di tempat yang kini menjadi Mongolia dan sebagian Tiongkok Utara, Korea bagian utara, dan Timur Jauh Rusia.

Pada tahun 1206, Jenghis Khan berhasil menyatukan suku-suku Mongol, membentuk mereka menjadi pasukan tempur yang kemudian menjadi imperium bersambung terbesar dalam sejarah dunia, Kekaisaran Mongol (1206–1368). Pasca terpecahnya Kekaisaran Mongol, Mongolia dikuasai oleh dinasti Yuan (1271–1368) yang berbasis di Khanbaliq (kini Beijing) dan mengelolanya sebagai bagian dari Provinsi Lingbei. Buddhisme di Mongolia dimulai dengan kaisar-kaisar Yuan yang berpindah agama ke Buddhisme Tibet dan tersebarnya agama tersebut.

Pasca runtuhnya dinasti Yuan yang dipimpin bangsa Mongol pada tahun 1368, istana Yuan mundur ke Dataran Tinggi Mongolia, menandai dimulainya dinasti Yuan Utara (1368–1635). Bangsa Mongol kembali ke pola pertikaian internal mereka yang sebelumnya dan pandangan hidup syamanis lama mereka pasca runtuhnya dinasti Yuan. Buddhisme muncul kembali di Mongolia pada abad ke-16 dan ke-17.

Pada akhir abad ke-17, Mongolia menjadi bagian dari dinasti Qing yang dipimpin bangsa Manchu. Semasa Revolusi Xinhai, Mongolia menyatakan kemerdekaan dari Qing tetapi harus berjuang hingga tahun 1921 untuk membangun kemerdekaan de facto yang kuat dan hingga tahun 1945 untuk mendapat pengakuan dari dunia internasional.[2] Akibatnya, Mongolia jatuh di bawah pengaruh kuat dari Uni Soviet. Pada tahun 1924, Republik Rakyat Mongolia dideklarasikan, dan politik Mongolia mulai mengikuti pola yang sama dengan politik Uni Soviet pada masa itu. Menyusul Revolusi 1989, Revolusi Mongolia 1990 menyebabkan sistem multi-partai, konstitusi yang baru pada tahun 1992, dan transisi ke ekonomi pasar.

Pranala luar

  1. ^ Janhunen, Juha (2014). Mongolian. Amsterdam: John Benjamins. hlm. 4. ISBN 9789027238252. 
  2. ^ Chan, Steve (2016). China's Troubled Waters: Maritime Disputes in Theoretical Perspective. Cambridge University Press. hlm. 171. ISBN 9781107130562.