Basa budak

Bahasa yang dipakai oleh dan untuk anak-anak penutur bahasa Sunda
Revisi sejak 19 November 2024 16.50 oleh Nyilvoskt (bicara | kontrib) (Ciri bahasa dan kosakata)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Basa budak atau basa Lemes keur budak (aksara Sunda: ᮘᮞ ᮘᮥᮓᮊ᮪, dapat diterjemahkan menjadi bahasa budak,[a] kadang hanya disebut sebagai Lemes Budak[2], bisa juga disebut basa cadél) adalah sebuah istilah dalam bahasa Sunda untuk sejumlah kosakata yang digunakan oleh orang dewasa ketika berkomunikasi dengan anak-anak maupun sebaliknya.[3][4][5][6] basa dan budak berasal dari bahasa Sunda Loma yang masing-masing secara berurutan bermakna bahasa dan anak, dalam bahasa Sunda Hormat, budak disebut sebagai murangkalih.[7][8]

Perbandingan antara kosakata yang digunakan dalam basa Budak dengan ragam bahasa lainnya (tatakrama basa) dalam bahasa Sunda

Basa budak dapat dimaknai sebagai suatu bentuk atau ragam[9] bahasa kanak-kanak/anak-anak dalam bahasa Sunda.[10][11][12][13][14] Bahasa ini diciptakan untuk anak-anak yang masih dalam proses belajar berbicara, sehingga masih cadel dalam mengucapkan kata-kata yang mengandung huruf "r" dan belum terbiasa menggunakan kata-kata yang panjang.[15][16]

Penggunaan

sunting

Basa budak umumnya dipakai oleh anak-anak ketika hendak berbicara dengan orangtuanya terutama ketika sang anak mengungkapkan apa yang ia inginkan. Contohnya ketika seorang anak hendak meminta makan kepada orang tuanya maka ia akan menggunakan kata "emam" untuk menyatakan kata "makan" dan bukannya kata "neda" seperti pada bahasa hormat ka sorangan.[17] Selain dengan mempergunakan leksikon-leksikon/kosakata khusus, pemakaian basa budak juga dicampurkan dengan leksikon-leksikon lain dari bahasa Sunda Hormat[18][19][20] yang diucapkan dengan gaya kekanak-kanakan misalnya, dengan mengganti huruf "l" dengan huruf "y", menghilangkan huruf "r" atau menggantinya dengan huruf "l"[b], mengganti huruf "s" dengan huruf "c" dan dengan menghilangkan beberapa huruf di awal maupun akhir kata,[21] serta dengan menggunakan kata-kata nénéh, yaitu kata-kata manis atau kasih sayang.[22][23] Contoh kalimat yang mengandung perubahan huruf "l" & "r" menjadi huruf "y":[21]

  • "Geuya ageung ambéh énggay pintey di sakoya." <=> "Geura ageung ambéh énggal pinter di sakola." artinya: "Lekas besar agar cepat pintar di sekolah."
  • "Teu kénging bangoy, da Encép mah apan bageuy." <=> "Teu kénging bangor, da Encép mah apan bageur." artinya: "Tak boleh nakal, Encep kan anak baik."
  • "Tos atuh uyah nangis, isin ku Adé." <=> "Tos atuh ulah nangis, isin ku Adé." artinya: "Sudah dong jangan menangis, malu sama Adik."

Atau jika si anak yang diajak bicara sudah mampu mengucapkan huruf "l" namun belum mampu mengucapkan huruf "r", maka contoh kalimatnya:[21]

  • "Ujang, engké aya pasal malam di alun-alun, badé nongton moal?" <=> "Ujang, engké aya pasar malam di alun-alun, badé nongton moal?" Artinya: "Ujang, nanti ada pasar malam di alun-alun, mau ikut menonton atau tidak?"
  • "Ulang ngaheulap yu, ambéh kénging lauk mujaél." <=> "Urang ngaheurap yu, ambéh kénging lauk mujaér." Artinya: "Kita tangkap ikan menggunakan jala yuk, agar bisa mendapatkan ikan mujair."
  • "Enéng kelesa tuang lujak nu lada pisan?" <=> "Enéng keresa tuang rujak nu lada pisan?" Artinya: "Enéng (panggilan anak perempuan) suka makan rujak yang sangat pedas?"

Pada awalnya, penggunaan basa budak dibatasi untuk anak-anak yang masih di bawah umur, tetapi kini beberapa kosakata dari basa Budak sudah cukup umum diterapkan di luar konteks penggunaan basa Budak misalnya, ketika berbicara dengan maupun membicarakan orang yang lebih tua,[2][4] apalagi jika penguasaan terhadap bahasa Sunda Hormat masih kurang, selain itu, ada kecenderungan penggunaan kosakata basa Budak bahkan oleh orangtua sekalipun[24] sebagai pengganti beberapa kosakata pada bahasa hormat ka sorangan/Kata sedeng' (bahasa halus untuk diri sendiri) yang sama bentuknya dengan kosakata loma,[25] karena kosakata tersebut dianggap netral,[26] contoh kalimatnya adalah:[15][21][c]

  • "Punten abdi badé papang heula." Seharusnya: "Punten abdi badé kiih heula". Artinya: "Permisi, saya hendak buang air kecil terlebih dahulu."
  • "Kamari téh henteu katahan ku tunduh, sadugina ka rorompok teras baé bobo." Seharusnya: "Kamari téh henteu katahan ku tunduh, sadugina ka rorompok teras baé mondok." Artinya: "Kemarin saya tak bisa menahan rasa kantuk, sesampainya di rumah saya langsung tidur."
  • "Acuk abdi soéh, numawi nganggo jakét." Seharusnya: "Baju abdi soéh, numawi nganggo jakét." Artinya: "Baju saya sobek, yang menyebabkan saya memakai jaket."
  • "Kumaha upami saméméh solat teh urang emam heula?" Seharusnya: "Kumaha, upami saméméh solat téh urang tuang heula?" Artinya: "Bagaimana, jika sebelum salat kita makan terlebih dahulu?."

Ciri bahasa dan kosakata

sunting

Bahasa ini mengandung beberapa kosakata khusus yang jumlah suku katanya cenderung sedikit (biasanya hanya dua suku kata) serta tidak mengandung huruf "r" dan pembentukan kosakatanya berasal dari kosakata lemes[24] yang mengalami perubahan/dihilangkan beberapa fonemnya[27] serta berasal dari kecap panganteur[d] yang digeser maknanya.[29] Penggunaan kosakatanya pun hanya meliputi hal-hal atau aktivitas yang sering dijumpai atau dilakukan oleh anak-anak.[30]

Dalam kamus-kamus bahasa Sunda, kosakata yang termasuk kedalam basa budak biasanya ditandai dengan frasa "basa budak"[31][32][33] atau ditandai dengan bb/b.[34][35][36]

Selain kosakata, ada beberapa ungkapan atau idiom yang termasuk ke dalam basa budak meskipun kosakata yang digunakan dalam ungkapan tersebut merupakan kosakata bahasa Sunda biasa (kata loma), seperti contohnya ungkapan "pabalik létah" atau "tibalik létah" (secara harfiah berarti "terbalik lidah") yang mempunyai makna "pemberian barang yang dikembalikan lagi".[60]

Referensi

sunting

Keterangan

sunting
  1. ^ dalam bahasa Indonesia, entri "budak" juga terdapat dalam KBBI yang salah satu maknanya bersinonim dengan kata "anak-anak"[1]
  2. ^ Untuk anak-anak yang sudah cukup menguasai pengucapan huruf "l" namun belum mampu mengucapkan huruf "r" dengan benar
  3. ^ Kosakata yang termasuk ke dalam bahasa Budak digarisbawahi
  4. ^ Kecap panganteur merupakan sebuah kata pengantar berfungsi untuk mengantarkan kata kerja atau kata lainnya dalam perkataan/percakapan dan juga menguatkan kata atau frasa supaya lebih jelas atau kuat.[28]
  5. ^ a b c d Kata ini sudah cukup umum diterapkan untuk atau oleh orang yang lebih tua di luar konteks Bahasa Budak

Catatan kaki

sunting
  1. ^ KBBI Daring (2016).
  2. ^ a b Rosidi (2007a), hlm. 44.
  3. ^ a b c Rosidi (2007b), hlm. 124.
  4. ^ a b Suwondo (2017), hlm. 28.
  5. ^ Rosidi (2000), hlm. 105.
  6. ^ S., Adang (1992), hlm. 62.
  7. ^ Luthfiyani (2017), hlm. 16.
  8. ^ Coolsma (1985), hlm. 18.
  9. ^ Paguyuban Pasundan (1996), hlm. 51.
  10. ^ Brandstetter (1931), hlm. 23.
  11. ^ Djajasudarma (1994), hlm. 22.
  12. ^ Djajasudarma & Abdulwahid (1987), hlm. 5.
  13. ^ Henrayana & R. Ismail (2019), hlm. 240.
  14. ^ Satjadibrata (2005), hlm. 61.
  15. ^ a b c Windyagiri (2018), hlm. 13.
  16. ^ Rosidi (2007b), hlm. 126.
  17. ^ a b E. Hasim (1984), hlm. 76.
  18. ^ Suwondo (2017), hlm. 33.
  19. ^ Suwondo (2017), hlm. 36.
  20. ^ Suwondo (2017), hlm. 38.
  21. ^ a b c d Rosidi (2007b), hlm. 125.
  22. ^ Coolsma (1985), hlm. 26.
  23. ^ Luthfiyani (2017), hlm. 5.
  24. ^ a b Locher (1996), hlm. 6.
  25. ^ Djajasudarma (1994), hlm. 8.
  26. ^ Djajasudarma (1994), hlm. 10.
  27. ^ Suwondo (2017), hlm. 30.
  28. ^ Pratama (2017), hlm. 11.
  29. ^ a b Luthfiyani (2017), hlm. 24.
  30. ^ Satjadibrata (1954), hlm. 105.
  31. ^ Danadibrata (2006), hlm. 1.
  32. ^ a b Danadibrata (2006), hlm. 3.
  33. ^ a b Danadibrata (2006), hlm. 181.
  34. ^ a b c Locher (1996), hlm. 9.
  35. ^ Sumarsono (1995), hlm. 8.
  36. ^ Lembaga Basa & Sastra Sunda (1985).
  37. ^ Satjadibrata (2005), hlm. 35.
  38. ^ Satjadibrata (2005), hlm. 162.
  39. ^ Suwondo (2017), hlm. 32.
  40. ^ Suwondo (2017), hlm. 35.
  41. ^ Danadibrata (2006), hlm. 534.
  42. ^ Djajasudarma (1994), hlm. 11.
  43. ^ a b Suwondo (2017), hlm. 37.
  44. ^ Djajasudarma (1994), hlm. 21.
  45. ^ Satjadibrata (2005), hlm. 75.
  46. ^ Jung (2001), hlm. 126.
  47. ^ Djajasudarma (1994), hlm. 23.
  48. ^ Djajasudarma (1994), hlm. 24.
  49. ^ Suwondo (2017), hlm. 29.
  50. ^ Satjadibrata (2005), hlm. 122.
  51. ^ Danadibrata (2006), hlm. 39.
  52. ^ Suwondo (2017), hlm. 34.
  53. ^ Suwondo (2017), hlm. 31.
  54. ^ Setiawan (2020), hlm. 1.
  55. ^ Noorduyn & Teeuw (2006), hlm. 391.
  56. ^ Satjadibrata (2005), hlm. 282.
  57. ^ Satjadibrata (2005), hlm. 118.
  58. ^ Wibisana (2002), hlm. 59.
  59. ^ Coolsma (1985), hlm. 183.
  60. ^ Satjadibrata (2005), hlm. 57.

Daftar pustaka

sunting

Pranala luar

sunting