Misinformasi terkait aborsi
Misinformasi terkait aborsi adalah penyebaran informasi yang salah atau menyesatkan terkait aborsi, yang berhubungan dengan implikasi aborsi dalam pandangan medis, hukum dan sosial. Misinformasi terkait aborsi merupakan bagian dari misinformasi yang terkait dengan kesehatan berbasis gender. Tidak ada prosedur medis lain yang diikuti oleh misinformasi sebanyak misinformasi terkait aborsi. [1] Informasi tentang aborsi telah menjadi ladang ranjau misinformasi medis--dalam beberapa kasus merupakan disinformasi. [2]
Misinformasi dan disinformasi kerap digunakan bergantian. Misinformasi merupakan penyebaran informasi palsu atau salah tanpa bermaksud menyesatkan. Mereka yang menyebarkan informasi, mungkin percaya informasi itu benar, berguna atau tanpa memiliki niat jahat terhadap penerima. Adapun disinformasi, penyebar memiliki kesengajaan untuk membagikan informasi yang salah (informasi yang dimanipulasi). Biasanya dimotivasi oleh kepentingan ekonomi, ideologi, agama, politik, atau untuk mendukung agenda sosial. Baik misinformasi maupun disinformasi bisa menimbulkan kerugian bagi proses pengambilan keputusan penerima informasi.[3]
Faktor penyebab
Banyak faktor yang mendorong terjadi misinformasi terkait aborsi diantaranya: aturan perundangan yang berubah, menjamurnya disinformasi tentang aborsi, lemahnya upaya perusahaan internet dan media sosial menekan laju penyebaran misinformasi aborsi, stigma pada diskusi publik tentang aborsi yang dirasakan oleh pasien dan penyedia layanan.[4]
Perubahan Aturan
Perubahan aturan tentang aborsi yang terlalu cepat menjadi faktor pendorong timbulnya misinformasi di masyarakat. Di Amerika Serikat, setelah Mahkamah Agung membatalkan Roe v. Wade, diikuti oleh perubahan undang-undang tentang aborsi di Utah sebanyak tiga kali dalam lima hari. Akibatnya berkembang misinformasi di tengah-tengah masyarakat.[5] Selain itu warga Amerika Latin menjadi target misinformasi terkait aborsi. Misinformasi terkait kriminalisasi praktik aborsi di AS hingga informasi palsu mengenai dampak aborsi. Misinformasi terkait aborsi tersebut marak beredar setelah pembatalan Roe v. Wade.[6]
Menjamurnya disinformasi
Disinformasi berkaitan erat dengan misinformasi terkait aborsi. Banyak pengguna internet yang membagikan disinformasi yang diterima sehingga akhirnya berkembang menjadi misinformasi. Sebuah studi menunjukkan beragamnya informasi terkait aborsi yang beredar di media sosial instagram pada tahun 2022. Studi ini menemukan 37% postingan terkait aborsi mengandung informasi yang salah. Studi juga menemukan sekitar 20% postingan yang berisi informasi yang salah berasal dari dokter atau profesional medis non-dokter.[7]
Studi lainnya tentang misinformasi di situs pusat kehamilan di sejumlah 12 negara bagian di Amerika Serikat menunjukkan 203 dari 254 situs memberikan setidaknya satu informasi yang salah atau menyesatkan. Informasi menyesatkan atau salah yang paling umum yaitu pernyataan adanya hubungan antara aborsi dan risiko kesehatan mental.[8]
Lemahnya upaya perusahaan internet
Disinformasi juga berkembang melalui iklan di Facebook dan Google terkait aborsi yaitu "reversal" atau “abortion pill reversal” . Iklan tersebut menargetkan pengguna platform facebook berusia 13 tahun ke atas dan telah dilihat oleh pengguna sebanyak 18,4 juta kali. Adapun iklan di Google, menjangkau 83% pencarian terkait kata kunci 'aborsi'.[9]
Algoritma mesin pencari juga ikut berperan serta menyebarkan misinformasi terkait aborsi. Seringkali mesin pencari mengarahkan pengguna ke klinik palsu. Counterhate menemukan dari 70 hasil pencarian Google Map tentang klinik, 26 diantaranya merupakan lokasi dari klinik palsu.<ref>[2]
Youtube telah menyatakan komitmennya untuk menghapus video berisi misinformasi dan disinformasi tentang aborsi. Termasuk konten yang merekomendasikan cara aborsi di rumah yang justru tidak aman. Youtube juga memberikan label informasi pada konten yang berkaitan dengan aborsi disertai pranala ke lembaga resmi.[10]
Dampak misinformasi terkait aborsi
- Menghambat akses informasi yang akurat. Menyebarnya misinformasi dengan cepat melalui internet akan menghambat kemampuan masyarakat untuk menemukan informasi yang akurat yang berguna untuk dasar pengambilan keputusan mengenai perawatan kesehatan.[4]
- Kerugian kesehatan. Misinformasi yang diikuti dengan aborsi mandiri dari informasi yang salah di internet bisa menyebabkan kerugian kesehatan bahkan kematian.[4]
- Misinformasi terhadap aborsi bisa memperburuk angka kematian ibu, ketika misinformasi digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan oleh pihak berwenang.[4]
Misinformasi terkait aborsi di Indonesia
Berikut beberapa disinformasi yang beredar di Indonesia dan berkembang menjadi misinformasi di tengah masyarakat:
- Maret 2019: Beredar di media sosial facebook dengan takarir "Aborsi Sudah Legal". Informasi tersebut membelokkon berita mengenai layanan aborsi yang sedang disiapkan pemerintah untuk layanan aborsi aman yang dikecualikan oleh undang-undang.[11]
- Mei 2019: Beredar informasi melalui Whatsapp mengenai asal mula vaksin Rubela yang berasal dari janin manusia yang diaborsi.[12]
- Agustus 2019: Beredar di instagram, foto pria yang disebut melakukan aborsi banyak bayi di Surabaya. Informasi ini juga merupakan disinformasi, karena foto tersebut terjadi di Vietnam.[13]
- Januari 2023: Beredar informasi melalui sosial media instagram dan facebook mengenai kaitan antara penggunaan kontrasepsi dengan peningkatan kasus aborsi. Pendapat yang dikutip bukan dari Indonesia, tetapi postingan juga beredar di Indonesia.[14]
- Juli 2023: Beredar unggahan di media sosial facebook yang memperlihatkan boneka Barbie dalam box disertai tulisan "Abortion Barbie". Dalam takarir yang beredar disebutkan jika boneka tersebut mengajarkan anak-anak bahwa praktik aborsi merupakan hal yang normal. [15]
Catatan Kaki
- ^ Sherman Oktober 2002, hlm. 42-45.
- ^ a b Rollison 6 Juli 2022.
- ^ WHO 6 Februari 2024.
- ^ a b c d Pagoto Mei 2023.
- ^ McCann Agustus 2022.
- ^ Acevedo 5 Agustus 2022.
- ^ Welsh 20 Mei 2023.
- ^ Bryant Desember 2014, hlm. 601-605.
- ^ CCDH 2022, hlm. 4-5.
- ^ Kompas 23 Juli 2022.
- ^ Ningtyas 6 Mei 2019.
- ^ Komdigi 6 Mei 2019.
- ^ Komdigi 14 Agustus 2019.
- ^ Kompas 20 Januari 2023.
- ^ Hanna 25 Juli 2023.
Daftar Pustaka
- Acevedo, Nicole. (5 Agustus 2022). "Chilling effect': How misinformation on abortion is targeting this group of women". NBC News. Diakses tanggal 10 Desember 2024.
- Bryant, Amy G.; et al. (Desember 2014). "Crisis pregnancy center websites: Information, misinformation and disinformation". Contraception. 90 (6): 601–605. Diakses tanggal 10 Desember 2024.
- CCDH (2022). Endangering women for profit (PDF). Center for Countering Digital Hate.
- Hanna (25 Juli 2023). "Boneka Barbie Edisi Aborsi Dipastikan Hoaks". RRI. Diakses tanggal 10 Desember 2024.
- Komdigi (6 Mei 2019). "[DISINFORMASI] Sumber Virus Vaksin Rubella Berasal dari Janin yang Diaborsi". Komdigi. Diakses tanggal 10 Desember 2024.
- Komdigi (14 Agustus 2019). "[DISINFORMASI] Bayi-bayi Aborsi di Surabaya". Komdigi. Diakses tanggal 10 Desember 2024.
- Kompas (23 Juli 2022). "Banyak Video Hoaks soal Aborsi, YouTube Ambil Tindakan". Kompas. Diakses tanggal 10 Desember 2024.
- Kompas (20 Januari 2023). "CEK FAKTA: Disinformasi soal Kontrasepsi Tingkatkan Permintaan Aborsi". Kompas. Diakses tanggal 10 Desember 2024.
- McCann, Allison (11 Agustus 2022). "'Chaos and Confusion' in States Where Abortion Is On Again, Off Again". Nytimes.com. New York Times. Diakses tanggal 10 Desember 2024.
- Ningtyas, Ika (6 Mei 2019). "[Fakta atau Hoax] Benarkah Pemerintah Telah Melegalkan Aborsi?". Tempo. Diakses tanggal 10 Desember 2024.
- Pagoto, Sherry L.; Palmer, Lindsay; Nate (4 Mei 2023). "The Next Infodemic: Abortion Misinformation". Journal of Medical Internet Research. 25 (1): e42582. doi:10.2196/42582. Diakses tanggal 10 Desember 2024.
- Rollison, Julia (6 Juli 2022). "Countering Abortion Misinformation in the Post-Roe Environment". Rand.org. Diakses tanggal 10 Desember 2024.
- Sherman, Jenna (Oktober 2002). Gendered Health Misinformation (PDF). Meedan.
- Welsh, Erin T. (20 Mei 2023). "Abortion misinformation from both medical, nonmedical professionals common on social media". Healio. Diakses tanggal 10 Desember 2024.
- WHO (6 Februari 2024). "Disinformation and public health". WHO. Diakses tanggal 10 Desember 2024.