Sulawesi
Sulawesi (baca: sulawési, IPA: [sulawesi]), dahulu pernah dikenal sebagai Celebes (/ˈsɛlɪbiːz/ atau /sɪˈliːbiːz/) adalah sebuah pulau di Indonesia. Bentuknya seperti huruf K.
Geografi | |
---|---|
Lokasi | Asia Tenggara |
Koordinat | 02°S 121°E / 2°S 121°E |
Kepulauan | Kepulauan Sunda Besar |
Luas | 180.680 km2 |
Peringkat luas | ke-11 |
Titik tertinggi | Rantemario (3,478 m) |
Pemerintahan | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Selatan Sulawesi Barat |
Kota terbesar | Makassar (1,339,374 jiwa; Sensus 2010) |
Ibu kota dan Provinsi terbesar | Palu (395,06 km2) |
Kependudukan | |
Penduduk | 22,724,837 jiwa (tahun 2022) |
Kepadatan | 109.0 jiwa/km2 |
Kelompok etnik | Makassar, Bugis, Kaili, Mandar, Mamasa, Minahasa, Mongondow, Gorontalo, Toraja, Buton, Pamona, Mori, Sangir, Banggai, Saluan, Balantak, Bajau, Muna Wakatobi. |
Sulawesi adalah salah satu dari empat Kepulauan Sunda Besar dan merupakan pulau terbesar kesebelas di dunia. Pulau Sulawesi terletak di sebelah timur Pulau Kalimantan, sebelah barat Kepulauan Maluku, dan sebelah selatan Mindanao dan Kepulauan Sulu, Filipina.
Di Indonesia, hanya Pulau Sumatra, Pulau Kalimantan, dan Papua yang lebih besar luas wilayahnya serta hanya Pulau Jawa, serta Pulau Sumatra yang memiliki populasi lebih banyak dari Sulawesi.
Bentang alam di Sulawesi mencakup empat semenanjung, yakni Semenanjung Utara, Semenanjung Timur, Semenanjung Selatan, dan Semenanjung Tenggara. Ada tiga teluk yang memisahkan semenanjung-semenanjung ini, yaitu Teluk Tomini (Teluk Gorontalo) yang membentang di wilayah perairan selatan dari Semenanjung Minahasa, Semenanjung Gorontalo, dan Semenanjung Tomini (Tomini Bocht), Teluk Tolo di antara Semenanjung Timur dan Tenggara, dan Teluk Bone di antara Semenanjung Selatan dan Tenggara.
Selat Makassar membentang di sepanjang sisi barat pulau dan memisahkan pulau ini dari Kalimantan. Selain itu, Sulawesi juga terletak di antara pertemuan tiga lempeng, yakni Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Hal ini menyebabkan Sulawesi memiliki struktur tektonik yang sangat kompleks.[1]
Etimologi
Nama Sulawesi diperkirakan berasal dari kata dalam bahasa-bahasa di Sulawesi Tengah yaitu kata sula yang berarti nusa (pulau) dan kata mesi yang berarti besi (logam), yang mungkin merujuk pada praktik perdagangan bijih besi hasil produksi tambang-tambang yang terdapat di sekitar Danau Matano, dekat Sorowako, Luwu Timur.[2] Sedangkan bangsa/orang-orang Portugis yang datang sekitar abad 14–15 masehi adalah bangsa asing pertama yang menggunakan nama Celebes untuk menyebut pulau Sulawesi secara keseluruhan.
Geografi
Sulawesi menjadi pulau terbesar kesebelas di dunia dan meliputi area seluas 180.680 km2. Bagian tengah pulau ini bergunung-gunung dengan permukaan kasar sehingga semenanjung di Sulawesi pada dasarnya jauh satu sama lain dan lebih mudah dijangkau melalui laut daripada melalui jalan darat.
Ada tiga teluk yang membagi semenanjung-semenanjung di Sulawesi, dari utara ke selatan, yaitu
- Teluk Tomini (Teluk Gorontalo)
- Teluk Tolo,
- Teluk Bone
Ketiganya memisahkan Semenanjung Minahasa atau Semenanjung Utara, Semenanjung Timur, Semenanjung Tenggara, dan Semenanjung Selatan. Adapun Selat Makassar membentang di sepanjang sisi barat pulau ini.[3]
Sulawesi dikelilingi oleh berbagai cekungan dalam. Sulawesi dan Kalimantan di sebelah barat dipisahkan oleh Selat Makassar yang memiliki kedalaman 2000-2500 m. Diantara Sulawesi dan Filipina di sebelah utara terdapat Cekungan Sulawesi dengan kedalaman 5000-5500 m. Di bagian timur, Pulau Sulawesi dan Maluku dipisahkan oleh Laut Maluku (-4000 m) dan Cekungan Banda Utara (-4500 hingga -5500 m). Di bagian tenggara Sulawesi terdapat Cekungan Banda Selatan yang berkedalaman hingga -4500 m. Di sebelah selatan terdapat Laut Flores (maks -5140 m) yang memisahkan Sulawesi dengan Pulau Flores dan Timor.
Kepulauan kecil
- Kepulauan Sangihe dan Kepulauan Talaud membentang ke utara dari ujung timur laut Sulawesi, sementara Pulau Buton dan pulau-pulau tetangganya berbatasan dengan semenanjung tenggara.
- Kepulauan Ponelo yang berhadapan langsung dengan Laut Sulawesi menjeng benteng alam dengan gugusan pulau-pulau konservasi penyu dan wisata alam disekitarnya.
- Kepulauan Togean berada di tengah Teluk Tomini; Pulau Peleng serta Kepulauan Banggai membentuk sebuah gugusan pulau antara Sulawesi dan Maluku.
- Kepulauan Selayar membentuk semenanjung yang membentang ke selatan dari bagian barat daya Sulawesi hingga ke Laut Flores. Secara administratif, Kepulauan Selayar merupakan bagian dari Sulawesi Selatan. Semua pulau yang disebutkan di atas dan pulau-pulau yang lebih kecil secara administratif merupakan bagian dari enam provinsi di Sulawesi.
Geologi
Pulau ini terbentuk melalui lekukan tepi laut dalam yang mengelilinginya hingga wilayah pedalaman berupa pegunungan yang tinggi dan sebagian besar nonvulkanik. Gunung berapi aktif ditemukan di Semenanjung Minahasa yang berada di sisi timur dari Semenanjung Utara Sulawesi dan terus membentang ke utara menuju Kepulauan Sangihe. Daerah ini merupakan tempat bagi beberapa gunung berapi aktif seperti Gunung Lokon, Gunung Awu, Soputan, dan Karangetang.
Menurut rekonstruksi lempeng, pulau ini diyakini terbentuk melalui proses tumbukan terran antara Lempeng Asia (yang membentuk semenanjung barat dan barat daya) dan Lempeng Australia (yang membentuk semenanjung tenggara dan Banggai) dengan busur kepulauan yang sebelumnya berada di Samudera Pasifik (dan membentuk semenanjung utara dan timur).[4] Karena ketidakstabilan riwayat tektoniknya, berbagai sesar terbentuk dan pulau ini menjadi rawan gempa bumi.
Sulawesi, berbeda dengan sebagian besar pulau lainnya di wilayah biogeografis Wallacea, tidak sepenuhnya memiliki sifat samudera, tetapi merupakan pulau komposit di pusat zona tabrakan Asia-Australia. Bagian dari pulau ini sebelumnya menyatu, entah pada batas benua Asia atau Australia, sebelum akhirnya terpisah dari benua asalnya melalui proses vikarian.[5]
Di sebelah barat, pembukaan Selat Makassar memisahkan Sulawesi Barat dari Sundaland pada zaman Eosen sekitar 45 juta tahun yang lalu.[5] Di sebelah timur, pandangan awam tentang tumbukan yang melibatkan beberapa fragmen benua yang terpisah dari Pulau Nugini dengan batas volkanik aktif di Sulawesi Barat pada waktu yang berbeda sejak zaman Miosen Awal sekitar 20 juta tahun yang lalu baru-baru ini digantikan oleh hipotesis bahwa fragmen tambahan tersebut merupakan hasil dari tabrakan tunggal yang terjadi pada zaman Miosen antara Sulawesi Barat dengan Titik Sula yang merupakan ujung barat dari sabuk lipat kuno asal Variskan pada zaman Paleozoikum Akhir.[5]
Sejarah
Salah satu Kerajaan pertama di Pulau Sulawesi yang tercatat dalam sejarah Nusantara adalah Kerajaan Suwawa[6] (sekarang masuk wilayah Provinsi Gorontalo) yang terbentuk sejak tahun 500-an Masehi atau abad ke-6 dengan telur Burung Maleo sebagai alat transaksi jual beli.[7]
Sejak abad ke-13, akses terhadap barang perdagangan berharga dan sumber mineral besi mulai mengubah pola lama budaya di Sulawesi, dan ini memungkinkan individu yang ambisius untuk membangun unit politik yang lebih besar. Tidak diketahui mengapa kedua hal tersebut muncul bersama-sama, mungkin salah satu adalah hasil yang lain. Pada 1400-an, sejumlah kerajaan pertanian yang baru telah muncul di barat lembah Cenrana, serta di daerah pantai selatan dan di pantai timur dekat Parepare yang modern.[8]
Orang-orang Eropa pertama yang mengunjungi pulau ini (yang dipercayai sebagai negara kepulauan karena bentuknya yang mengerut) adalah pelaut Portugis pada tahun 1525, dikirim dari Maluku untuk mencari emas, yang kepulauan memiliki reputasi penghasil.[9] Belanda tiba pada tahun 1605 dan dengan cepat diikuti oleh Inggris, lalu mendirikan pabrik di Makassar.[10] Sejak 1660, Belanda berperang melawan Kerajaan Gowa Makasar terutama di bagian pesisir barat yang berkuasa. Pada tahun 1669, Laksamana Speelman memaksa penguasa, Sultan Hasanuddin, untuk menandatangani Perjanjian Bongaya, yang menyerahkan kontrol perdagangan ke Perusahaan Hindia Belanda. Belanda dibantu dalam penaklukan mereka oleh panglima perang Bugis Arung Palakka, penguasa kerajaan Bugis Bone. Belanda membangun benteng di Ujung Pandang, sedangkan Arung Palakka menjadi penguasa daerah dan kerajaan Bone menjadi dominan. Perkembangan politik dan budaya tampaknya telah melambat sebagai akibat dari status quo. Pada tahun 1905 seluruh Sulawesi menjadi bagian dari koloni negara Belanda dari Hindia Belanda sampai pendudukan Jepang dalam Perang Dunia II. Selama Revolusi Nasional Indonesia, "Turk" Westerling Kapten Belanda membunuh sedikitnya 4.000 orang selama Kampanye Sulawesi Selatan [11] Setelah penyerahan kedaulatan pada Desember 1949, Sulawesi menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS). Dan pada tahun 1950 menjadi tergabung dalam kesatuan Republik Indonesia.[12]
Pada saat kemerdekaan Indonesia, Sulawesi berstatus sebagai provinsi dengan bentuk pemerintahan otonom di bawah pimpinan seorang Gubernur. Provinsi Sulawesi ketika itu beribu kota di Makassar, dengan Gubernur Sam Ratulangi.[13] Bentuk sistem pemerintahan provinsi ini merupakan perintis bagi perkembangan selanjutnya, hingga dapat melampaui masa-masa di saat Sulawesi berada dalam Negara Indonesia Timur (NIT) dan kemudian NIT menjadi negara bagian dari negara federasi Republik Indonesia Serikat (RIS).[14] Saat RIS dibubarkan dan kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sulawesi statusnya dipertegas kembali menjadi provinsi.[15] Status Provinsi Sulawesi ini kemudian terus berlanjut sampai pada tahun 1960.
Gubernur Sulawesi[16]
- Sam Ratulangi (1945–1949)
- Bernard Wilhelm Lapian (1949–1951)
- Raden Soediro Hardjodisastro (1951–1953)
- Andi Burhanuddin (1953)
- Lanto Daeng Pasewang (1953–1956)
- Andi Pangerang Pettarani (1956–1960)
Mulai tahun 1960, Sulawesi terdiri dari dua buah Daerah Tingkat I,[17] yaitu
- Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah
- Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan-Tenggara.
Pada tahun 1964 dibentuk Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah, yang dipisahkan dari Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah, sedangkan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah diubah menjadi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Demikian pula Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara dibentuk terpisah dari Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan-Tenggara, sedangkan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan-Tenggara diubah menjadi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan.[18]
Mulai tahun 1999 pemakaian istilah Daerah tingkat I dihilangkan, sehingga ke-empat wilayah di atas sebutannya berubah masing-masing menjadi provinsi. Memasuki era Reformasi seiring dengan munculnya pemekaran wilayah berkenaan dengan otonomi daerah, terbentuk Provinsi Gorontalo pada tahun 2000, dan kemudian Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2004.
Pemerintahan
Setelah Indonesia merdeka dari penjajahan, sentralisasi dan otonomi daerah menguat sehingga mendorong pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri dan otonomi daerah membagi-bagi wilayah administratif di Pulau Sulawesi menjadi beberapa provinsi. Pulau Sulawesi pertama kali dibagi menjadi dua provinsi dengan nama Provinsi Sulawesi Selatan Tenggara dan provinsi Sulawesi Utara Tengah. Pada tahun 1959 sampai 1960-an, terjadi pemekaran wilayah sehingga Pulau Sulawesi terbagi menjadi 4 provinsi dengan masing-masing ibukotanya yaitu provinsi Sulawesi Selatan (Kota Makassar). provinsi Sulawesi Tengah (Kota Palu), provinsi Sulawesi Utara (Kota Manado), dan provinsi Sulawesi Tenggara (Kota Kendari). Dalam perkembangannya, pemerintahan daerah di Sulawesi menyusun suatu strategi pengembangan wilayah dengan merujuk bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang dibentuk oleh pemerintahan Indonesia.[19] Daerah otonomi baru kembali terbentuk di Sulawesi pada tahun 2000 dengan pemekaran sebagian wilayah Sulawesi Utara menjadi provinsi Gorontalo berdasarkan Undang-undang Nomor 38 Tahun 2000 yang ditetapkan pada tanggal 22 Desember 2000. Provinsi baru kembali terbentuk di Pulau Sulawesi dengan pemekaran provinsi Sulawesi Barat dari provinsi Sulawesi Selatan pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri melalui Undang-Undang Nomor 26 tahun 2004 yang tertanggal 5 Oktober 2004.[20]
Sulawesi Tengah merupakan provinsi terbesar dengan luas wilayah daratan 68,033 kilometer persegi dan luas laut mencapai 189,480 kilometer persegi yang mencakup semenanjung bagian timur dan sebagian semenanjung bagian utara serta Kepulauan Togean di Teluk Tomini (Teluk Gorontalo) dan pulau-pulau di Banggai Kepulauan di Teluk Tolo. Sebagian besar daratan di provinsi ini bergunung-gunung (42.80% berada di atas ketinggian 500 meter dari permukaan laut) dan Katopasa adalah gunung tertinggi dengan ketinggian 2.835 meter dari permukaan laut.
Kota besar
Berikut 10 kota besar di Sulawesi berdasarkan jumlah populasi tahun 2010.[21]
Urutan | Kota, Provinsi | Populasi |
---|---|---|
1 | Makassar, Sulawesi Selatan | 1.477.861 Jiwa (2024) |
2 | Manado, Sulawesi Utara | 464.808 Jiwa (2024) |
3 | Palu, Sulawesi Tengah | 389.959 jiwa (2024) |
4 | Kendari, Sulawesi Tenggara | 370.760 jiwa (2024) |
5 | Bitung, Sulawesi Utara | 214.724 Jiwa (2024) |
6 | Gorontalo, Gorontalo | 203.812 Jiwa (2024) |
7 | Palopo, Sulawesi Selatan | 180.518 Jiwa (2024) |
8 | Baubau, Sulawesi Tenggara | 162.377 Jiwa (2024) |
9 | Parepare, Sulawesi Selatan | 161.599 Jiwa (2024) |
10 | Kotamobagu, Sulawesi Utara | 121.189 Jiwa (2024) |
Lihat Pula Daftar kota di Indonesia menurut jumlah penduduk.
Sumber daya alam
Tumbuhan
Semenjak Kebun Raya Bogor berdiri pada 1817, beberapa botanis Eropa seperti Reinwardt, Forsten, Teijsmann dan Beccari, sudah melakukan eksplorasi keanekaragaman tumbuhan di Sulawesi.[22] Sebagian besar kolektor mengunjungi wilayah yang berdekatan dengan permukiman penduduk, seperti di sekitar Makassar, Manado dan Buton. Eksplorasi flora di Sulawesi bagian tengah dimulai pada saat Ekspedisi Sulawesi oleh Louis van Vuuren pada tahun 1912-1914. Ekspedisi ini menyisir wilayah Sulawesi bagian barat sampai ke Semenanjung Selatan , meliputi dua wilayah pegunungan Quarles , Latimojong, serta dataran tinggi Toraja. Beberapa spesies baru berhasil ditemukan pada ekspedisi ini, diantaranya :
- Rhododendron vanvuurenii J.J.Sm (Ericaceae)
- Bulbophyllum vanvuurenii J.J.Sm (Orchidaceae)
- Dendrochilum muriculatum J.J.Sm
- Begonia rachmatii Tebbitt (Begoniaceae)
Eksplorasi flora di wilayah Mamasa dilakukan oleh Monod de Froideville, seorang botanis Rijksherbarium Leiden, Belanda, pada 1939. Monod mengunjungi Gunung Mambuliling yang bersisian dengan Gunung Gandangdewata dalam rangkaian Pegunungan Quarles di Mamasa.[22] Koleksi tumbuhan yang terkumpul disimpan di Herbarium Bogoriense dan Rijksherbarium Leinden. Beberapa tumbuhan jenis baru yang ditemukan ekspedisi ini antara lain:
- Bulbophyllum falculicorne J.J.Sm (Orchidaceae)
- Dendrochilum monodii J.J.Sm (Orchidaceae)
- Microstylis mambulilingensis J.J.Sm (Orchidaceae)
- Strophacanthus celebicus Bremek. (Acanthaceae)
- Gentiana uncifolia Bakh.f. (Gentianaceae)
- Sonerila celebica Bakh.f. (Melastomataceae)
- Sonerila froidevilleana Bakh.f. (Melastomataceae)
Daftar gunung di Sulawesi
Artikel utama untuk daftar Gunung Sulawesi merujuk pada halaman ini: Daftar Gunung di Sulawesi
Empat Semenanjung utama
Bahasa
Sulawesi adalah pulau dengan jumlah bahasa terbanyak ketiga di dunia, setelah Pulau Papua dan Pulau Kalimantan
Berikut ini merupakan daftar bahasa di Sulawesi menurut rumpun bahasa. Bahasa-bahasa di Sulawesi terbagi dalam 5 rumpun bahasa, yaitu: Celebic, Filipina, Melayik, Sama-Bajau, dan Sulawesi Selatan.
Menurut Sulawesi Language AllianceSulawesi Statistics, dari 114 bahasa yang dipertuturkan di Sulawesi,
- 4 bahasa memiliki lebih dari 1 juta penutur yaitu Bahasa Bugis, Bahasa Makassar, Bahasa Gorontalo dan Bahasa Melayu Manado
- 20 bahasa memiliki 100.000 hingga 1 juta penutur, artinya 90 bahasa memiliki kurang dari 100.000 penutur
Artikel utama untuk daftar Bahasa di Sulawesi merujuk pada halaman ini: Daftar Bahasa di Sulawesi
Lingkungan
Isu lingkungan terbesar di Sulawesi adalah penggundulan hutan. Pada tahun 2007, para ilmuwan menemukan bahwa 80 persen hutan Sulawesi telah hilang atau terdegradasi, terutama berpusat di dataran rendah dan hutan bakau.[23] Hutan digunduli untuk berbagai kepentingan dan proyek pertanian besar. Hilangnya hutan telah mengakibatkan banyak spesies endemik Sulawesi terancam punah. Selain itu, 99 persen lahan basah Sulawesi telah hilang atau rusak. Oleh karena itu, 20 % wilayah di Sulawesi kini menjadi wilayah konservasi hutan yang dilindungi untuk memelihara lingkungan dan spesies endemik di dalamnya.[24]
Ancaman lingkungan lainnya termasuk perburuan daging dan penambangan ilegal.[23]
Taman nasional dan cagar alam
Pulau Sulawesi memiliki enam taman nasional dan sembilan belas cagar alam. Selain itu, Sulawesi memiliki tiga kawasan lindung lautan. Banyak taman nasional di Sulawesi yang terancam penebangan, pertambangan ilegal, dan penggundulan hutan untuk pertanian.[23]
Kegiatan ekonomi
Kegiatan ekonomi yang berlangsung di Pulau Sulawesi terutama berkaitan dengan perdagangan komoditas unggulan berupa hasil sumber daya alam. Komoditas ini berupa hasil pertanian, perikanan, pangan, nikel dan kakao. Pusat kegiatan ekonomi berada di kawasan Indonesia Timur.[25] Salah satu fasilitas pendukung adalah Makassar New Port yang ditargetkan selesai pembangunannya pada akhir tahun 2021.[26]
Lihat juga
Catatan
Referensi
Rujukan
- ^ Nurlia Rachman dkk, Anindita (2020). "Struktur Geologi Pulau Sulawesi". JAGAT (Jurnal Geografi Aplikasi dan Teknologi). 4 (2): 10.
- ^ Watuseke, F. S. 1974. On the name Celebes. Sixth International Conference on Asian History, International Association of Historians of Asia, Yogyakarta, 26th-30th August. Unpublished.
- ^ "Makassar Strait". Encyclopedia Britannica. Encyclopedia Britannica, Inc. Diakses tanggal 23 Agustus 2017.
- ^ "Researchers find biggest exposed fault on Earth". ANU. 28 Nov 2016.
- ^ a b c Von Rintelen & al. (2014).
- ^ Wantogia, H. D., & Wantogia, H. J. (1980). Sejarah Gorontalo: Asal-usul dan Terbentunya Kerajaan Suwawa, Limboto dan Gorontalo.
- ^ Usman, A. J. (1972). Sejarah kerajaan Suwawa dan kerajaan-kerajaan di Sulawesi Utara. AJ Usman.
- ^ Caldwell, I.A. 1988. 'South Sulawesi A.D. 1300–1600; Ten Bugis texts.' Ph.D thesis, The Australian National University; Bougas, W. 1998. 'Bantayan; An early Makassarese kingdom 1200 -1600 AD. Archipel 55: 83-123; Caldwell, I. and W.A. Bougas 2004. 'The early history of Binamu and Bangkala, South Sulawesi.' Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 64: 456-510; Druce, S. 2005. 'The lands west of the lake; The history of Ajattappareng, South Sulawesi, AD 1200 to 1600.' Ph.D thesis, The University of Hull.
- ^ Crawfurd, J. 1856. A descriptive dictionary of the Indian islands and adjacent countries. London: Bradbury & Evans.
- ^ Bassett, D. K. (1958). English trade in Celebes, 1613-67. Journal of the Royal Asiatic Society 31(1): 1-39.
- ^ Kahin (1952), p. 145
- ^ Westerling, R. 1952. Challenge to Terror
- ^ "Sejarah Provinsi Sulawesi Utara". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-12-13. Diakses tanggal 2011-08-26.
- ^ Kementerian Penerangan, Republik Indonesia: Provinsi sulawesi, 1953, hal. 176-177
- ^ "Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 1950" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-12-11. Diakses tanggal 2011-08-26.
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-11-29. Diakses tanggal 2014-11-15.
- ^ "UU No 47/Perpu/1960". hukum.unsrat.ac.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-01-29. Diakses tanggal 2011-08-26.
- ^ "UU No 13 Tahun 1964". hukum.unsrat.ac.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-08-12. Diakses tanggal 2011-08-26.
- ^ Rencana Strategis Pulau Sulawesi (PDF). Jakarta: DSF Indonesia. 2011. hlm. 4.
- ^ Kaunang, I.R.B, Haliadi, dan Rabani, L.O. (2016). Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi (PDF). Jakarta: Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 2. ISBN 978-602-1289-43-3. [pranala nonaktif permanen]
- ^ "Indonesia: Provinces, Cities & Municipalities". City Population. Diakses tanggal 2010-04-28.
- ^ a b Anang S. Achmadi; Amir Hamidy; Ibnu Maryanto; et al. (6 September 2018). Ekspedisi Sulawesi Barat: Flora, Fauna, dan Mikroorganisme Gandangdewata. LIPI Press. ISBN 978-979-799-957-5. Wikidata Q107641224.
- ^ a b c "Sulawesi Profile" – mongabay.com
- ^ Handayani, dkk, Amelia (2017). Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek 2018-2020 (PDF). Jakarta: Pusat Pemprograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR, Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. hlm. 31.
- ^ Sosilawati, dkk. (2017). Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek 2018-2020: Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Pulau Sulawesi (PDF). Jakarta Selatan: Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR. hlm. 8. ISBN 978-602-61190-3-2.
- ^ Setiawan, Kodrat (30 Juli 2021). "Pelindo IV: Pembangunan Fisik Makassar New Port Capai 77,54 Persen". Tempo.co. Diakses tanggal 30 Juli 2021.[pranala nonaktif permanen]
Daftar pustaka
- Limits of Oceans and Seas, 3rd ed. (PDF), International Hydrographic Organization, 1953, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2018-10-05, diakses tanggal 2017-11-24.
- Von Rintelen, T.; et al. (2014), "A Snail Perspective on the Biogeography of Sulawesi, Indonesia: Origin and Intra-Island Dispersal of the Viviparous Freshwater Gastropod Tylomelania"", PLoS ONE, Vol. 9, No. 6, hlm. e98917, doi:10.1371/journal.pone.0098917, ISSN 1932-6203.
Pranala luar
- Panduan perjalanan Sulawesi di Wikiwisata