Sanghyang adalah salah satu jenis teater tradisi di Bali yang disuguhkan dalam bentuk tari yang bersifat religius dan secara khusus berfungsi sebagai tarian penolak bala atau wabah penyakit [1]. Sampai saat ini, Tari Sanghyang tidak diadakan sekedar sebagai sebuah tontonan[2]. Tari Sanghyang merupakan tari kerauhan (trance) karena kemasukan roh bidadari kahyangan dan binatang lainnya yang memiliki kekuatan merusak seperti babi hutan, monyet, atau yang mempunyai kekuatan gaib lainnya)[2].

Dua orang penari Bali sedang melakukan tarian Sanghyang Dedari

Tari ini adalah warisan budaya Pra-Hindu yang dimaksudkan sebagai penolak bahaya, yaitu dengan membuka komunikasi spiritual dari warga masyarakat dengan alam gaib[2]. Tarian ini dibawakan oleh penari putri maupun putra dengan iringan paduan suara pria dan wanita yang menyanyikan tembang-tembang pemujaan[2]. Di daerah Sukawati-Gianyar, tari ini juga diiringi dengan Gamelan Palegongan[2].Di dalam Tarian ini selalu ada tiga unsur penting yaitu asap/api, Gending Sanghyang dan medium (orang atau boneka)[2].

Tiga Tahap Penyelenggaraan Tarian Sanghyang

1. Nusdus
Upacara penyucian medium dengan asap/api[2].
2. Masolah
Penari yang sudah kemasukan roh mulai menari[2].
3. Ngalinggihang
Mengembalikan kesadaran medium dan melepas roh yang memasuki dirinya untuk kembali ke asalnya[2].

Jenis-jenis Tarian Sanghyang

Sanghyang Dedari

Sanghyang Dedari biasanya melibatkan remaja tari atau penari muda karena kemurnian mereka: seorang gadis perawan dianggap suci[3]. Ketika itu dilakukan, para penari dalam keadaan trance, memungkinkan mereka untuk membuat gerakan-gerakan indah[3]. Keadaan tersebut dimulai sebelum tarian dimulai[3]. Upacara dimulai di daerah Candi, dengan prosesi berjalan ke tempat acara berlangsung[3].

Penari ditetapkan di atas tanah antara perempuan dan laki-laki paduan suara[3]. Mereka membuat gerakan bebas dalam versi menerawang tari Legong[3]. Meskipun mata mereka ditutup selama seluruh kerja, mereka dapat membuat gerakan disetarakan dengan sempurna[3].

Ketika paduan suara berhenti bernyanyi, gadis-gadis yang terpesona melompat ke tanah[3]. Seorang imam kudus, yang dikenal secara lokal sebagai pemangku, kemudian membawa mereka keluar dari trance dengan mengucapkan doa dan berkat mereka dengan air suci[3]. Ketika mereka keluar dari trance, mereka lemah dan lelah serta tidak menyadari telah menari-nari di atas panggung[3].

Sanghyang Dedari telah dikembangkan dari fungsi keagamaan penting menjaga kesehatan dan kesejahteraan penduduk desa. Tarian ini biasanya dilakukan untuk mengusir roh jahat yang datang ke bumi dan mengganggu kerukunan umat manusia dalam bentuk penyakit atau kematian[3].

Tarian ini dilakukan ketika roh-roh ilahi sementara turun di desa-desa, memperlihatkan diri mereka melalui terpesona penari[3]. Dedari itu sendiri berarti malaikat[3].

Sanghyang Deling

Tari Sanghyang Deling ditarikan sepasang gadis yang belum akir balik, tarian ini dimasuki roh Dewa Wisnu atau Dewi Sri yang melambangkan kesuburan[4]. Dengan sarana sebatang pepohonan yang digantungi dua boneka yang disebut Deling terbat dari daun lontar[4]. Semakin kencangnya gerak dari pada deling menandakan kedua penari tesebut telah kemasukan roh, tujuan tari ini untuk memohon keselamatan. Tarian ini hanya terdapat di Desa Kintamani Kabupaten Bangli[4].

Sanghyang Bojog

Tari Sanghyang Bojog ditarikan oleh seorang pria dengan busana seperti seekor kera[4]. Sebelumnya dilakukan upacara pemanggilan roh kera, setelah penari kemasukan roh maka penari tersebut akan melompat-lompat di atas pohon menirukan gerak-gerik kera, kadang-kadang gerakanya sulit untuk ditirukan oleh manusia[4]. Tarian Sanghyang Bojog ini ada di Kabupaten Karangasem[4].

Sanghyang Jaran

Tari Sanghyang Jaran ditarikan oleh seorang pria atau seorang pemangku yang mengendarai sebuah kuda-kudaan yang terbuat dari pelepah daun kelapa. Penarinya kerasukan roh kuda tunggangan dewata dari kahyangan, diiringi dengan nyanyian paduan suara yang melagukan Gending Sanghyang, berkeliling sambil memejamkan mata, berjalan dan berlari-kecil dengan kaki telanjang, menginjak-injak bara api batok kelapa yang dihamparkan di tengah arena[2].

Tari ini diselenggarakan pada saat-saat prihatin, misalnya terjadi wabah penyakit atau kejadian lain yang meresahkan masyarakat, dan terdapat di daerah Denpasar, Badung, Gianyar dan Bangli[2].

Sanghyang Sampat

Tari Sanghyang Sampat terjadi karena penarinya yang seorang [[[gadis]]] kemasukan roh halus dengan perantara sapu lidi (sampat) yang digerak-gerakkan secara bebas kekiri dan kekanan. Ada pula tarian sejenis yang perantaranya sepotong bambu maka disebut Tari Sanghyang Bumbung[5].

Sanghyang Celeng

Tari Sanghyang Celeng yang ditarikan oleh seorang pria dengan busana yang terbuat dari ijuk yang menyerupai babi[4]. Setelah penari dimasuki roh, maka penari akan merangkak menirukan tingkah laku seekor babi. Tarian ini terdapat di Desa Duda Kabupaten Karangasem[4].

Referensi