Radiasi alam adalah radiasi yang sudah ada sejak terbentuknya alam semesta dan akan lenyap bersamaan dengan lenyapnya alam semesta]].[1] Radiasi merupakan pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau gelombang (foton) dari sumber radiasi]].[2]. Radiasi yang dipancarkan alam dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu radiasi kosmogenis atau radiasi sinar kosmis, radiasi primordial atau radiasi terestrial, dan radiasi internal.[3]. Sebelum sampai ke bumi, radiasi kosmogenis ini berinteraksi dengan partikel - partikel sub-atomik yang ada di ruang angkasa membentuk senyawa atau atom baru yang memperkaya atom ataupun senyawa yang sudah ada di bumi.[1] Radiasi kosmogenis berasal dari ledakan supernova dan matahari.[1]

Radiasi Kosmogenis

Radiasi kosmogenis adalah radiasi alam yang berasal dari angkasa luar dan sampai ke bumi.[1] Sebelum sampai ke bumi, radiasi kosmogenis ini berinteraksi dengan partikel - partikel sub - atomik yang ada di ruang angkasa membentuk senyawa atau atom baru yang memperkaya atom ataupun senyawa yang sudah ada di bumi.[1]

Ledakan Supernova

 
Ledakan Supernova

Ledakan bintang atau supernova adalah salah satu kejadian spektakuler yang terjadi di alam semesta, menghasilkan jumlah energi yang sama dengan triliunan bom nuklir yang diledakkan pada saat bersamaan.[4] Ledakan yang dahsyat ini selalu diikuti oleh pancaran radiasi Gamma (γ) dan pancaran radiasi partikel sub - atomik yang sangat kuat intensitas radiasinya.[4] Menurut David Schramm, seorang ahli astronomi dari Amerika, ledakan supernova yang memancarkan radiasi Gamma (γ) dan radiasi partikel sub - atomik yang sangat kuat tersebut dapat sampai ke atmosfir bumi dan merusak lapisan ozon.[4] Hal ini dapat menyebabkan kematian, bahkan kepunahan makhluk hidup di bumi.[4] Dari penelitian para ahli astronomi, sekitar 65 juta tahun yang lalu terjadi ledakan supernova yang sangat dahsyat.[4] Ledakan ini diperkirakan menjadi salah satu peyebab kepunahan dinosaurus dan sejenisnya, serta hewan terbang atau burung yang bergigi.[4] Ledakan supernova dalam skala kecil dapat terjadi pada matahari yang energi radiasinya dipancarkan di bumi.[4] Ledakan supernova yang terjadi pada matahari memiliki skala lebih kecil dibandingkan dengan ledakan supernova yang terjadi pada bintang - bintang di alam, karena ukuran matahari jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan ukuran bintang - bintang di alam.[4] Ukuran bintang ada yang ratusan atau ribuan kali ukuran matahari.[4].


Matahari

 
Struktur dari matahari

Matahari merupakan salah satu bintang di antara seratus milyard bintang yang ada pada satu kelompok bintang atau galaksi di sebut galaksi Bima Sakti (Milky Way). Struktur matahari terdiri dari beberapa bagian, yaitu : [5]

  1. Bagian yang ada di pusat matahari di sebut inti matahari (sun nucleus), panasnya dapat mencapai sekitar 14.000.0000c.
  2. Bagian yang ada di antara inti matahari dan permukaan matahari di sebut (sun photosphere). Bagian ini merupakan bagian yang dingin, sekitar ratusan ribu derajat celcius.
  3. Bagian terluar adalah permukaan matahari (sun surface). Bagian ini merupakan bagian yang lebih dingin, yaitu sekitar ribuan derjat celcius.
  4. Pada bagian permukaan matahari ada bagian yang di sebut sunspots. Bagian sunspots ini tampak lebih gelap, karena memang lebih dingin dari bagian lain, suhunya sekitar 40000c.

Atmosfir matahari terdiri dari 2 bagian utama, yaitu lapisan yang tipis (chromosphore), berwarna merah, terletak dekat permukaan matahari dan mempunyai ketebalan 12.000 kilometer dan lapisan yang tebal (corona), berwarna putih, memiliki ketebalan ratusan ribu kilometer.[5] Pada lapisan permukaan chromospore sering terjadi ledakan yang menimbulkan lidah api.[5] Ledakan ini di sebut dengan prominence.[5] Lidah api dapat mencapai ketinggian ratusan ribu kilometer dari lapisan chromospere.[5] Prominence ini dapat terlihat dengan jelas ketika terjadi gerhana matahari total.[5] Selain itu, ada juga peristiwa supergranulation.[5] Peristiwa ini merupakan peristiwa timbulnya filament gas akibat gerakan gas chromospore yang panas.[5] Peristiwa ini menyebabkan terjadinya plage dan flare.[5] Plage adalah keadaan matahari pada saat panas dan bercahaya terang, sedangkan flare adalah semburan energi tinggi dari permukaan matahari, berupa radiasi partikel sub-atomik, yang akan menghasilkan sinar-X berenergi tinggi.[5] Radiasi partikel sub-atomik dapat sampai ke atmosfir bumi dan dapat memicu terjadinya reaksi inti yang merupakan sumber radiasi kosmogenis.[5]


Sumber Matahari

Para ahli astronom dan astrofisika memperkirakan bahwa segala unsur yang ada di bumi juga banyak terdapat di matahari.[5] Sebagian unsur kimia tersebut adalah hidrogen (gas) 80%, helium (gas) 19%, dan bahan sisa seperti oksigen, magnesium, nitrogen, silikon, karbon, natrium, sulfur, besi, kalium, nikel 1%.[5] Unsur kimia tersebut bercampur menjadi satu dalam bentuk gas sub-atomik yang terdiri dari inti atom, elektron, proton, neutron, dan positron. [5]Gas sub-atomik tersebut memancarkan energi panas yang di sebut plasma.[5] Energi matahari dipancarkan ke bumi dalam berbagai macam gelombang elektromagnetis, mulai dari gelombang radio, gelombang sinar infra merah, gelombang tampak, gelombang sinar ultraungu, dan gelombang sinar-X.[5] Partikel sub-atomik yang dikirim oleh matahari bertambah banyak pada saat sub-matatomik ini sering di sebut dengan sinar kosmis primer.[5] Energi yang dibawa oleh sinar kosmis primer ini berorde antar 1010 ~ 1017 elektron volts.[5] Sinar kosmis primer pada saat memasuki atmosfir bumi, akan berinteraksi dengan inti dan elektron yang ada di atmosfir sehingga menghasilkan sinar kosmis sekunder.[5] Sinar kosmis sekunder ini terdiri dari meson, proton, elektron, dan foton yang energinya lebih rendah dari energi sinar kosmis primer.[5] Sinar kosmis sekunder akan menghasilkan radionuklida, yaitu zarah radioaktif yang kemudian jatuh ke bumi bersama tiupan angin, hujan, ataupun salju.[5] Selain memicu terjadinya reaksi inti pada atmosfir bumi, sinar kosmis juga mengionisasikan gas-gas yang ada di lapisan atmosfir tinggi, menghasilkan suatu lapisan yang bermuatan listrik.[5] Lapisan tersebut dikenal dengan ionosfir.[5] Lapisan ionosfir berfungsi sebagai lapisan pelindung bumi terhadap radiasi sinar kosmis yang membahayakan manusia dan sebagai pemantul gelombang radio yang dipancarkan dari bumi, sehingga membantu komunikasi lewat radio.[5]


Radiasi Primordial

Radiasi primordial adalah radiasi alam yang berasal dari dalam bumi.[6] Radiasi primordial terdiri dari tiga jenis radionuklida yaitu kalium-40 (K-40 umur paro 1,25 milyar tahun), Th-232 (umur paro 14 milyar tahun) yang merupakan inti awal deret thorium, dan U-238 (umur paro 4,5 milyar tahun) yang merupakan inti awal deret uranium.[6] Radionuklida dalam deret uranium maupun thorium mengalami peluruhan a, b maupun g. K-40 mengalami peluruhan b berubah menjadi Ca-40 dan Ar-40 dengan memancarkan radiasi b dan g.[6] Di dalam deret uranium dan thorium terdapat gas mulia Rn-222 dan Rn-220 (radon).[6] Sebagian dari gas yang muncul dalam deret peluruhan ini akan keluar dari lapisan tanah atau bahan bangunan.[6] Partikel inti hasil peluruhan dapat menempel pada aerosol di udara dan mengubah aerosol itu menjadi aerosol radioaktif alam.[6] Paparan radiasi (dosis efektif) akibat menghirup aerosol radioaktif merupakan komponen terbesar di antara radiasi alam.[6] Di dalam bangunan yang terbuat dari batuan yang kerapatan materi radioaktifnya tinggi, kerapatan aerosol radioaktif di udara juga tinggi dan karenanya dosis radiasi pada sistem pernafasan juga meningkat, maka kerapatan dan dinamika Rn dan hasil peluruhannya di udara dalam ruangan menjadi suatu masalah.[6] Radionuklida ini ada dalam materi seperti kerak bumi, bebatuan, lapisan tanah, air laut, bahan bangunan dan tubuh manusia dengan kadar yang berbeda-beda.[6] Secara umum batuan dari gunung berapi memiliki kadar radionuklida yang lebih tinggi dari pada batuan endapan.[6] Jadi, kerapatan radionuklida berbeda-beda bergantung kepada jenis tanah dan unsur pembentuknya.[6]


Teori Terbentuknya Bumi

Teori Kant

Pada tahun 1755, seorang filosof Jerman yang bernama Immanuel Kant mengemukakan tata surya yang terdiri atas matahari, bumi, bulan, planet, serta asteroida pada mulanya berbentuk nebula atau kumpulan bintang yang menyerupai awan atau gas dengan massa yang berat.[7] Melalui proses pendinginan, nebula tersebut berubah menjadi bumi, bulan, matahari, dan planet - planet.[7]

Teori Buffon

Pada waktu yang hampir bersamaan muncul teori dari ahli ilmu alam Perancis George Louis Leelere Comte de Buffon.[7] Beliau mengemukakan bahwa dahulu kala terjadi tumbukan antara matahari dengan sebuah komet yang menyebabkan sebagian massa matahari terpental ke luar.[7] Massa yang terpental ini menjadi beberapa planet, termasuk bumi.[7]


Teori Laplace

Seorang ahli Matematika dan astronomi Perancis Pierre Simon Marquis de Laplace 1796 mengemukakan bumi terbentuk dari gugusan gas panas yang berputar pada sumbunya, kemudian terbentuk cincin - cincin.[7] Sebagian cincin gas tersebut, terlempar ke luar dan tetap terus berputar.[7] Cincin gas yang berputar akan mengalami pendinginan, sehingga terbentuklah gumpalan - gumpalan bola yang menjadi planet - planet, termasuk bumi.[7]


Teori Planetisimal Hypothesis

Pada awal abad ke-20, Forest Ray Moulton, seorang ahli astronomi Amerika bersama rekannya T.C Chamberlain, seorang ahli geologi, mengemukakan teori Planetisimal Hypothesis, yang mengatakan matahari terdiri dari massa gas bermassa besar sekali, pada suatu saat didekati oleh sebuah bintang lain yang melintas dengan kecepatan tinggi di dekat matahari.[7] Pada waktu bintang melintas di dekat matahari dan jarak keduanya relatif dekat, maka sebagian massa gas matahari ada yang tertarik ke luar akibat adanya gravitasi dari bintang yang melintas tersebut.[7] Sebagian dari massa gas yang tertarik ke luar ada yang pada lintasan bintang dan sebagian lagi ada yang berputar mengelilingi matahari karena gravitasi matahari.[7] Setelah bintang melintas berlalu, massa gas yang berputar mengelilingi matahari menjadi dingin dan terbentuklah cincin yang lama kelamaan menjadi padat dan di sebut planetisimal.[7] Beberapa planetisimal yang terbentuk akan saling tarik - menarik bergabung menjadi satu dan pada akhirnya membentuk planet, termasuk bumi.[7]


Teori Tidal

Dua orang ilmuwan Inggris, James Jeans dan Harold Jeffreys, pada tahun 1918 mengemukakan teori tidal.[7] Mereka mengatakan pada saat bintang melintas di dekat matahari, sebagian massa matahari tertarik ke luar sehingga membentuk semacam cerutu.[7] Bagian yang membentuk cerutu ini akan mengalami pendinginan dan membentuk planet - planet, termasuk bumi.[7]


Teori Weizsaecker

Pada tahun 1940, C.Von Weizsaecker, seorang ahli astronomi Jerman mengemukakan tata surya pada mulanya terdiri atas matahari yang dikelilingi oleh massa kabut gas.[7] Sebagian besar massa kabut gas ini terdiri atas unsur ringan, yaitu hidrogen dan helium.<ref name="ilmuwan"</ref> Karena panas matahari yang sangat tinggi, maka unsur ringan tersebut menguap ke angkasa tata surya, sedangkan unsur yang lebih berat tertinggal dan menggumpal.[7] Gumpalan ini akan menarik unsur - unsur lain yang ada di angkasa tata surya dan selanjutnya berevolusi membentuk palnet - planet, termasuk bumi.[7]


Teori Kuiper

Gerald P.Kuiper mengemukakan bahwa pada mulanya ada nabula besar berbentuk piringan cakram.[7] Pusat piringan adalah protomatahari, sedangkan massa gas yang berputar mengelilingi promatahari adalah protoplanet.[7]


Teori Whipple

Fred L.Whipple, seorang ahli astronom Amerika mengemukakan pada mulanya tata surya terdiri dari gas dan kabut debu kosmis yang berotasi membentuk semacam piringan.[7] Debu dan gas yang berotasi menyebabkan terjadinya pemekatan massa dan akhirnya menggumpal menjadi padat, sedangkan kabutnya hilang menguap ke angkasa.[7] Gumpalan yang padat saling bertabrakan dan kemudian membentuk planet - planet, termasuk bumi.[7]






Referensi

  1. ^ a b c d e Wardhan, Wisnu Arya. Teknologi Nuklir. 2007. Yogyakarta, CV. Andi Offset Hal 7.
  2. ^ Radiasi, Kliktedy. Diakses pada 14 Mei 2010.
  3. ^ Radiasi Alam, Batan. Diakses pada 14 Mei 2010.
  4. ^ a b c d e f g h i Anies, Dr. SLP : Radiasi SUTET. Elex Media Komputindo. ISBN 9792088326, 9789792088328. Hal 95-96.
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x (Inggris) Evans, Robley D. The Atomic Nucleus. 1955. London. Mc Graw Hill Book Company Inc. Page 3-4
  6. ^ a b c d e f g h i j k Ridwan, Mohamamad,et.al., Pengantar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir. 1986. Batan. Jakarta. Hal 12-16
  7. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x (Inggris) Glasstone, Samuel. The Element of Nuclear Reactor Theory, D. Van Nostrand Company Inc., New York, 1958. Page 106-108


Lihat Pula


Pranala Luar

Radiasi Alam

Ledakan Supernova