Sofjan Wanandi

Revisi sejak 5 Juni 2010 08.58 oleh Chubz (bicara | kontrib) (+fact)

Sofjan Wanandi (lahir 3 Maret 1941[2]; terlahir dengan nama Lim Bian Koen) adalah pengusaha Indonesia dan pemilik bisnis Gemala Group.[2] Adik dari Jusuf Wanandi (politisi senior dan pendiri CSIS).[2]

Sofjan Wanandi
Berkas:Sofjanwanandi.jpg
Informasi pribadi
Lahir3 Maret 1941 (umur 83)
Indonesia Sawahlunto, Sumatera Barat, Indonesia
PekerjaanPemilik Gemala Group[1]
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Mantan aktivis 1966 ini telah memiliki banyak pengalamannya dalam bidang ekonomi, birokrasi, dan politik.[3] Sofjan menjabat Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) untuk periode 2008-2013.[4]


Karir dan Perjalanan Hidup

Sekolah dan dunia aktivis

Sedari kecil, sofjan telah bersentuhan dengan dunia usaha.[2] Ketika masih duduk di SMP Padang, Sofjan Wanandi sudah menjadi penjaga toko kelontong dan binatu, milik ayahnya sendiri.[2]

Namun, selepas dari SMP (1957), ia ke Jakarta untuk melanjutkan sekolanya.[2] Ia masuk ke SMA Kanisius Jakarta (lulus 1960).[2] Ia kemudian melanjutkan studi ke Fakultas Ekonomi Universias Indonesia (tk. V 1965).[2] Ketika menjadi mahasiswa ini, kiprahnya beralih ke dunia aktivis.[2] Ia sempat tinggal di Bandung saat diterima kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran.[4] Namun karena belum lama setelah itu ia diterima di UI, ia memutuskan pindah.[4]

Ketika di Universitas Indonesia, Ia menjadi ketua Persatuan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (PMKRI).[4] Ketika pecah insiden G-30-S/PKI, ia terlibat dalam pertengkaran ideologi dengan Partai komunis Indonesia (PKI). Karir aktivismenya ia lanjutkan dengan menjadi ketua KAMI Jaya.[4]

Demi perlawanan atas paham komunis, tanpa menghitung untung rugi ia langsung terjun ke lapangan.[4] Sebagai salah seorang Ketua KAMI Jaya, ia memimpin pelbagai aksi hingga akhirnya, dia harus dibui oleh pemerintahan Soekarno.[4] Hanya lima hari dipenjara, ia akhirnya dilepaskan kembali.[4]

Ketika pemerintahan beralih ke presiden Soeharto, ia ikut bergabung dalam Golkar.[2] Sofjan juga dekat dengan Ali Murtopo serta ikut membantu menjadi sekretaris pribadi Soedjono Humardani yang saat itu merupakan orang-orang di lingkaran dalam kekuasaan Soeharto.[2] Karena terlalu sibuk, sebenarnya ia meminta cuti pada Soejono untuk menyelesaikan skripsi.[2] Tetapi ia diminta berhenti kuliah saja dan Sofjan benar-benar berhenti kuliah ketika ia telah berada pada tingkat lima pada 1965.[4] Sofjan menjadi anggota DPR dan termasuk anggota yang termuda saat itu bersama 10 rekan mahasiswa lainnya seperti Cosmas Batubara, Nono Makarim, Fahmi Idris, Abdul Gaffur, David Napitupulu, dan Mar’ie Muhammad.[4]

Kembali berbisnis

Pada akhirnya, kiprahnya di dalam dunia usaha kembali ia raih[2]. Cita-citanya menjadi pengusaha mulai menjadi kenyataan pada 1974 yakni hanya beberapa saat setelah peristiwa Malari 15 Januari 1974.[butuh rujukan] Ia dipercayai Yayasan Kostrad memimpin sejumlah perusahaan[2]. Kala itu ia menjabat Wakil Presiden Direktur PT Dharma Kencana Sakti yang membawahkan PT Garuda Mataram (perakit mobil), PT Mandala Airways, dan PT Dharma Putra Film[2]. Ketika memimpin PT Tri Usaha Bakti, ia terjun ke dalam usaha di bidang industri, perkapalan, asuransi, dan konstruksi[2].

Kemudian, berawal dari PT Pakarti Yoga, Sofjan merintis bisnisnya di Grup Gemala[4]. Perusahan yang ia rintis ini mendapatkan modal Dengan surat tanah rumah ayahnya dan gedung CSIS.[butuh rujukan] Gedung CSIS sendiri ia gadaikan setelah mendapatkan lampu hijau dari Ali Murtopo[4]. Berkat kerja kerasnya Grup Gemala (hingga 2008) telah mempekerjakan lebih dari 15 ribu tenaga kerja telah berkiprah di mancanegara (Australia dan Kanada)[4]. Membawahi beberapa perusahaan besar seperti asuransi Wahana Tata, pabrik aki PT Yuasa Battery Indonesia, pabrik farmasi, dan lainnya[4].

Ketua Apindo

Di usia yang tidak muda lagi, hanya jabatan komisaris yang dia sandang.[4] Operasional perusahaan telah diserahkan kepada anak-anak laki-lakinya. Yakni, Lestarto, Lukito, dan Witarsa yang namanya diberi oleh almarhum Kapolri Jenderal (pur) Hoegeng.[4]

Pada akhir 2008, ia menjadi orang nomer satu dalam lingkungan pengusaha di Indonesia.[4] Sofjan terpilih sebagai ketua umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Apindo yang terpilih dalam Munas VIII di Hotel Borobudur, 27-29 Maret 2008. Sofjan memimpin Apindo untuk periode 2008-2013.[4] Ini adalah kali kedua ia memimpin Apindo setelah pada periode sebelumnya ia juga terpilih[5]

Sebagai ketua Apindo, Sofjan berusaha menjembatani perbedaan itu dengan memelopori terjadinya kesepakatan bipartit antara pekerja dan pengusaha.[4] Kesepakatan itu intinya harus bisa memberikan solusi sehingga perselisihan diantara keduanya terlebih dahulu diselesaikan lewat perundingan tanpa melibatkan pihak luar.[6] Salah satu dasar yang diletakkan Sofjan, pertentangan kelas yang menjadi dasar pemikiran dalam menjelaskan hubungan antara buruh dengan pengusaha dinilai tidak lagi relevan.[4] Sofjan menilai bahwa pengusaha harus melihat buruh sebagai partner. Dengan paradigma itu, Apindo memosisikan peran serta fungsinya sebagai salah satu lembaga yang bertanggung jawab untuk menarik investasi padat karya di Indonesia.[4]

Referensi

  1. ^ investing.businessweek.com. Sofjan Wanandi
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p Sofjan Wanandi. Pusat Data dan Analisis Tempo.
  3. ^ www.tempo.co.id. Wawancara Sofyan Wanandi
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u apindo.or.id. Lebih Dekat dengan Sofjan Wanandi, Ketua Umum Apindo (2008-2013). (diakses 5 Mei 2010)
  5. ^ www.tokohindonesia.com. Sofjan Wanandi
  6. ^ "Tak mungkin serahkan nasib Kepada pemerintah". Majalah TEMPO, 13 April 2008.