David Napitupulu (13 Februari 1935 – 18 Maret 2002) adalah seorang politikus dan pengusaha Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Agung dari 1993 hingga 1998. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Meksiko dari 1987 hingga 1992 dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari 1967 hingga 1987.

David Napitupulu
Napitupulu sebagai Duta Besar, ca 1987
Anggota Dewan Pertimbangan Agung
Masa jabatan
1993–1998
KetuaSudomo
Duta Besar Indonesia untuk Meksiko ke-9
Masa jabatan
31 Agustus 1987 – 1992
PresidenSoeharto
Sebelum
Pendahulu
Sumadi
Pengganti
Djunaedi Sutisnawinata
Sebelum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Masa jabatan
1 Februari 1967 – 30 September 1987
Grup parlemenKarya Pembangunan B
(1967–71)
Golongan Karya Non-ABRI
(1971–77)
Daerah pemilihanSumatera Utara
(1977–87)
Informasi pribadi
Lahir(1935-02-13)13 Februari 1935
Jambi, Hindia Belanda
Meninggal18 Maret 2002(2002-03-18) (umur 67)
Jakarta, Indonesia
Partai politikGolkar (1967–1998)
PKPI (1999)
Suami/istri
  • Anna Sibuea
  • Purnama D. Sitompul
Anak3
Pekerjaan
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Riwayat Hidup

sunting

Latar Belakang

sunting

Sampai SLTA, Napitupulu hanya aktif dalam kegiatan olahraga. Baru ketika menjadi mahasiswa, sekitar 1960-an, ia seperti terpanggil masuk organisasi, dan bergabung dengan Mahasiswa Pancasila (Mapancas), yang berafiliasi dengan IPKI. "IPKI adalah organisasi politik yang latar belakang kelahirannya didasarkan pada sifat-sifat kekaryaan, dan didirikan oleh anggota ABRI," kata David Napitupulu, menjelaskan pilihannya waktu itu.

Ketika pecah G-30-S/PKI, Napitupulu, yang ketika itu sudah memegang jabatan Ketua Umum Mapancas, menjadi salah seorang Ketua Presidium KAMI Pusat, organisasi yang menggerakkan mahasiswa turun ke jalan untuk menumbangkan Orde Lama. Tidak lama kemudian ia diangkat sebagai anggota DPR dari Fraksi Karya Pembangunan—yang dijabatnya hingga kini (1986).

Di masa kecilnya, Napitupulu ingin menjadi tentara. Niat itu urung karena ayahnya meninggal, ketika ia berusia 11 tahun. Sebagai anak tertua yang bersaudara delapan, ia waktu itu merasa harus membantu ibunya untuk kelangsungan hidup keluarga. Dalam perkembangan selanjutnya, Napitupulu memilih menjadi orang Golkar, dan terakhir menjabat Wakil Sekjen DPP-nya. "Sejak 1967, saya melihat Golkar-lah yang menampung aspirasi yang dikembangkan IPKI pada waktu lahir," katanya.

Sarjana muda hukum dan jebolan Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara ini menilai, penerimaan Pancasila sebagai satu-satunya asas merupakan tahap perkembangan politik Indonesia yang sangat baik. "Penyederhanaan partai-partai dan persamaan ideologi, menurut saya, adalah suatu terobosan luar biasa," kata Napitupulu, yang mengaku mengagumi Soekarno, Hatta, dan Sjahrir.

Tanggal 18 Januari 1966 tidak terlupakannya. Pada saat genting itu, Napitupulu tergabung dalam delegasi KAMI yang terdiri antara lain Cosmas Batubara dan Mohammad Zamroni, yang diterima Bung Karno di Istana Negara. Suasana sangat tegang, dan saat itulah Napitupulu teringat dan langsung menyitir ungkapan Soekarno dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi, bahwa: suatu revolusi kalau ingin diterima harus dibarengi dengan dukungan massa. "BK, yang semula tampak marah, langsung tersenyum," tutur Napitupulu.

Ia menyebut keluarganya "Rumah Pancasila". Hal ini disebabkan, istrinya yang sekarang beragama Islam, sedangkan Napitupulu pemeluk Kristen Protestan. Ayah sepasang putra - putri ini menggemari olahraga golf, tennis, renang, tenis meja dan jalan kaki.[1]

Mendirikan Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI)

sunting

David Napitupulu, bukanlah orang yang mudah untuk diajak berdebat tentang suatu hal. Ia juga bukan orang yang senang bicara banyak. Bahkan, wawancara dengan wartawan pun lebih sering dia tolak. Tetapi, ketika bertemu Presiden Soekarno di Istana Negara pada tanggal 18 Januari 1966, dari 10 tokoh mahasiswa KAMI yang hadir, dialah yang paling banyak berdialog dengan Bung Karno. Tak sekadar dialog, juga berdebat, yang justru cenderung menyerupai perbantahan atau debat kusir, yang untuk ukuran dia sekarang tergolong lucu. Tetapi, waktu itu Ia cukup berani. “Anak Ingusan” mendebat Proklamator/Presiden Seumur Hidup/Pemimpin Besar Revolusi/Pangti ABRI dan sederet panjang gelar dan jabatan Bung Karno.

Keberanian Napitupulu dan rekan – rekannya timbul, karena merasa taruhan nya adalah masa depan Bangsa dan Negara. Sasaran mereka sudah jelas, Presiden Soekarno harus menerima Tri Tuntutan Rakyat (Tritura), membubarkan PKI, meretul Kabinet 100 Menteri dan menurunkan harga. Tak heran, kalau tanggal 18 Januari 1966 itu merupakan hari yang takkan pernah dilupakannya. Anggota DPR atau Jenderal sekali pun, tidak akan pernah seberani tokoh – tokoh KAMI itu dalam mendebat Pemimpin Tertinggi Negaranya, secara terbuka. Apalagi kalau diingat, 3 (tiga) hari sebelumnya yakni pada tanggal 15 Januari 1966, mereka seolah – olah dimaki – maki oleh Presiden Soekarno di depan 100 Menteri Kabinet. Dengan suara geledeknya, Bung Karno seakan menuding mereka sebagai pihak yang akan mendongkelnya. Padahal mereka diundang hadir dalam sidang paripurna kabinet yang berlangsung di Istana Bogor saat itu.

Selaku Ketua Umum DPP Mahasiswa Pancasila yang terpilih tahun 1965 dan juga sebagai Ketua Presidium KAMI Pusat, Napitupulu merasa harus memiliki keberanian untuk menyuarakan hati nurani Rakyat. Apalagi, Mahasiswa Pancasila (Mapancas) adalah organisasi mahasiswa, yang waktu itu berafiliasi dengan IPKI, sebuah organisasi politik yang kelahirannya di dasarkan pada sifat – sifat kekaryaan dan didirikan oleh beberapa pimpinan ABRI. Dibandingkan dengan teman – temannya sesama Eksponen’66, David Napitupulu mempunyai penampilan yang berbeda. Perbedaan ini terlihat dari sosok rekan – rekannya seperti Cosmas Batubara, Sofyan Wanandi, Abdul Gafur, Mar’ie Muhammad, Firdaus Wadjdi, Fahmi Idris, Y. M. V. Suwarto, Tommy Wangke, Johny Sunarya dan beberapa rekan lainnya. Ada yang getol berpidato, ada yang lihai berargumentasi, ada yang pintar menyusun redaksi statemen, ada yang unggul dalam mengerahkan massa, ada yang gampang melakukan lobi dan ada yang senang berdebat. Napitupulu memiliki peranan yang cukup penting karena berkat kelebihannya, Ia bisa melakukan lobi dengan kalangan perwira tinggi ABRI.

Dalam pembentukan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) bulan Desember 1965, Napitupulu yang merupakan Ketua Umum DPP Mahasiswa Pancasila (Mapancas) menjadi salah seorang Ketua Presidium KAMI Pusat. Ketua – Ketua lain berasal dari berbagai Ormas, seperti Cosmas Batubara, Mohammad Zamroni, dan Elyas.

Secara periodik, mereka bergantian dalam memimpin KAMI Pusat. Organisasi tingkat pusat, tingkat DKI dan tingkat Universitas merupakan penggerak demonstrasi – demonstrasi mahasiswa di jalan – jalan, untuk menumbangkan Orde Lama. Meski organisasi ini hanya berumur 4 (empat) bulan, namun aksi – aksi yang digelarnya selama 60 hari, telah sangat menggetarkan Indonesia. Pada akhirnya, KAMI dibubarkan oleh Komando Ganyang Malaysia, setelah salah seorang Demonstran, Arief Rachman Hakim gugur terkena peluru Tjakrabirawa di depan Istana Merdeka. KAMI memang merupakan wadah yang paling efektif dalam menggalang aksi – aksi demonstrasi mahasiswa. Di dalamnya, seluruh bendera organisasi ekstra dan intra mahasiswa pendukung seolah melebur diri, agar bisa keluar dengan satu bendera yang sama. Di bawah bendera KAMI, seluruh mahasiswa bersatu padu, tanpa mempedulikan agama, suku, ideologi (kecuali komunis) dan bentuk organisasi asal, menuju satu sasaran yang sama, perubahan dan pembaruan, sebagaimana tertulis dan tersirat dalam Tritura.

David Napitupulu, Cosmas Batubara, dan Mar’ie Muhammad adalah tiga anggota Presidium KAMI yang merupakan konseptor utama Tritura pada tanggal 9 Januari 1966. Mereka didampingi oleh Syafrinus dan Ismid Hadad dari Biro Penerangan KAMI, Marga Siswa, Jalan Sam Ratulangi No. 1 Jakarta. Pembicaraan di antara mereka berlangsung lancer, tidak bertele – tele, karena tiga tuntutan yang digariskan, memang merupakan hal – hal yang paling mendesak waktu itu.

Dunia Kepemudaan dan Politik

sunting

Napitupulu memang anggota Mapancas, Organisasi Mahasiswa yang dikenal sebagai ormasnya IPKI. Tetapi, ketika ada pengisian keanggotaan di DPR – GR tahun 1967, Ia diminta untuk mewakili FKP. Secara sadar, Ia menerima tawaran itu karena pengalamannya dalam mendobrak Orde Lama. Tahun 1965 – 1966 menunjukkan bahwa kehidupan partai politik di masa itu tidak menjanjikan apa – apa. Hampir seluruh Partai Politik masih hidup di masa transisi pergantian Orde Baru ke Orde Lama, seperti terbius, lunglai oleh perkembangan politik yang memang revolusioner. “Sejak 1967, saya melihat Golkar lah yang menampung aspirasi yang dikembangkan IPKI pada waktu lahirnya”, kata pengagum Soekarno, Hatta, dan Syahrir ini.

Napitupulu pun bersedia menjadi calon Anggota DPR untuk Pemilu 1971 di jajaran Golongan Karya. Ia pun berturut – turut mengikuti Pemilu 1977, 1982, dan 1987. Di setiap daftar calon, Ia selalu menduduki peringkat atas, sehingga selalu terpilih. Peringkat itu memang sesuai dengan perannya yang cukup besar dalam proses perjalanan Orsospol terbesar itu, demikian pula di Organisasi Kepemudaan. Sebelum pemilu 1971, Ia sudah dipercayakan menjadi Ketua DPP Golkar. Berkat dukungan yang diberikan rekan – rekannya sesama pengurus pusat di Golkar, terutama dukungan sesama Eksponen’66, maka pada tahun 1973 Ia langsung terpilih menjadi Ketua Umum DPP KNPI yang pertama. Pada tahun yang sama, Ia juga menjadi salah seorang Sekretaris Bidang DPP Golkar, kemudian tahun 1978 menjadi Wakil Ketua dan tahun 1983 menjadi Wakil Sekjen. Jabatannya selaku Wakil Ketua DPP Golkar tahun 1978 juga membawanya untuk dipilih menjadi Ketua Umum DPP Angkatan Muda Pembaruan Indonesia (AMPI), yang pembentukannya digagasi oleh generasi muda Golkar.

Napitupulu pun semakin asyik dalam dunia politik. Semua itu ditopang oleh kesungguhannya di berbagai Organisasi Pemuda, sejak dari Mapancas, KAMI, KNPI, dan AMPI. David Napitupulu dan kepemudaan, seolah tak bisa terpisahkan, bahkan ketika ada yang memunculkan kategori pemuda yang dikaitkan dengan usia. Minat dan perhatiannya terhadap dunia pemuda, sangatlah besar. Menurutnya peranan pemuda selalu paling menonjol , dalam seluruh peristiwa penting di Indonesia yang diarahkan untuk mencapai kemerdekaan Bangsa, demikian pula dalam mempertahankan Kemerdekaan dan mengisi Kemerdekaan. “Pemuda Indonesia sebagai bagian bangsa dan berjumlah lebih dari separuh penduduk, adalah sumber daya potensial bagi persatuan dan kesatuan Bangsa, yang kemudian menjadi syarat utama bagi kelancaran pembangunan nasional di semua bidang.

Menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) Republik Indonesia untuk Mexico

sunting

Pada dasarnya, Napitupulu adalah seorang Politisi, bukan Diplomat. Namun, bukan berarti Ia tak mampu bila diberi kesempatan. Presiden Soeharto melihat adanya kemampuan yang masih tersembunyi dalam diri Napitupulu. Oleh karena itu, Ia ditetapkan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBPP) Republik Indonesia untuk Mexico tahun 1988.

Sebelum dilantik, wartawan mengejar calon diplomat yang berperan dalam proses penumbangan Orde Lama itu. Tetapi Napitupulu menolak, “Tak usah lah,” katanya singkat kepada setiap wartawan yang bergantian menelpon atau dating ke rumahnya di Jakarta Selatan. Setelah upacara pelantikan dan pengambilan sumpahnya pun, Ia terus menghindar dari wartawan. Napitupulu selalu berusaha beringsut lebih dekat ke Presiden Soeharto saat ramah tamah berlangsung, agar wartawan tak mendekatinya.

Sebagai Duta Besar, surat – surat kabar di Indonesia hampir tak pernah menerima kiriman press release mengenai kegiatannya di Luar Negeri. Satu – satunya kegiatannya sebagai Dubes yang pernah ditulis wartawan, adalah ketika Presiden Soeharto mengunjungi Mexico, tahun 1992. Bahkan, ketika memperoleh kursi keanggotaan Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Ia tetap pada sikapnya. Padahal, jabatan keanggotaan DPA itu termasuk dalam jajaran penasihat konstitusional Presiden, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945. Tetapi, Ia tetap tidak menonjolkan diri (Low Profile).

Ketika Presiden Soeharto berkunjung ke Mexico tahun 1992, para wartawan memang mengejarnya, untuk mengetahui makna yang lebih dalam dari kunjungan tersebut. Namun, Ia hanya memberi penjelasan seperlunya. “Kunjungan Presiden Soeharto ke Mexico amat penting, antara lain untuk bertukar pikiran dengan Presiden Carlos Salinas de Gortari mengenai hal – hal aktual yang dihadapi kedua negara. Di antaranya, untuk mempererat kerjasama Selatan – Selatan.”

Data perdagangan antara Indonesia dan Mexico menunjukkan adanya peningkatan cukup besar, selama hampir 5 tahun Napitupulu menjadi Duta Besar di Negara tersebut. Ketika Ia mulai menempati posnya, nilai perdagangan itu hanya sekitar 20 juta dollar AS. Tatkala Presiden Soeharto berkunjung ke sana, nilai itu sudah naik lima kali lipat, menjadi 100,5 juta dollar AS. Bahwa perdagangan bilateral itu masih defisit di pihak Indonesia, ia berkata “Itu hanya soal waktu.” Selain itu, transfer teknologi terutama dalam bidang industri baja, juga sudah berjalan dengan baik, sebagaimana dimanfaatkan PT. Krakatau Steel. Sebaliknya, Mexico juga banyak belajar teknologi dari Indonesia, terutama dalam bidang Industri Kerdigantaraan. Dengan nada rendah, Napitupulu mengatakan “Adanya saling tukar teknologi itu, tidak harus membuat kedua belah pihak saling menggurui.”

Kehidupan Pribadi

sunting

David Napitupulu menikah dengan Anna Sibuea memiliki 2 orang anak, yakni :

  • Bobby Victor Michael Napitupulu, menikah dengan Nessy Dewi Farmi
  • Natasha Isabella Napitupulu, menikah dengan Sahala Sianipar

Kemudian, David Napitupulu menikah dengan Purnama Sitompul (setelah Anna meninggal), memiliki 1 anak :

  • Audrie Napitupulu, menikah dengan Derry Primasta Octa

Saat ini, David Napitupulu memiliki 5 orang cucu, yakni :

  • Theo H. Napitupulu
  • Hugo Sebastian H. Napitupulu
  • Samuel Agra Sianipar
  • Kiara Isabelle Davina Napitupulu
  • Madeleine Aria Gemma Primasta

Riwayat Pendidikan

sunting

Karier

sunting
  • Ketua Umum DPP Mahasiswa Pancasila (1966)
  • Ketua Presidium KAMI Pusat (1965-1966)
  • Anggota DPR - GR Fraksi Karya Pembangunan (FKP) (1967-1971)
  • Ketua DPP Golkar (1970-1973)
  • Anggota DPR-RI/FKP (1971-1987)
  • Wakil Ketua Komisi II DPR-RI (1971-1973)
  • Ketua Umum DPP KNPI (1973-1978)
  • Sekretaris Bidang Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa DPP Golkar (1973-1978)
  • Wakil Ketua DPP Golkar (1978-1983)
  • Ketua Umum DPP AMPI (1978-1979)
  • Wakil Ketua DPR FKP Bidang Politik (1982-1984)
  • Wakil Sekjen DPP Golkar (1983-1988)
  • Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBPP) Republik Indonesia untuk Meksiko (1988-1992)
  • Anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) RI (1993-1998)
  • Presiden Direktur PT. Citra Sekar Perdana
  • Komisaris HARRIS Hotel Batam Center
  • Komisaris PT. Asuransi Wahana Tata

Ringkasan

sunting

David Napitupulu, lahir di Jambi pada tanggal 13 Februari 1935. Semasa kecil, Ia bercita – cita menjadi seorang Tentara. Namun hal tersebut tidak kesampaian, karena Ayahnya meninggal dunia saat Ia masih berusia 11 tahun. Sebagai anak sulung, Ia merasa harus membantu Ibunya mencari nafkah dan kebutuhan sekolahnya beserta ketujuh adiknya. Napitupulu pun berangkat menuju Jakarta dengan bekal seadanya dengan tujuan mengadu nasib dan menyambung pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi. Napitupulu bersyukur, kehidupan Ibukota memberi peluang tersendiri baginya. Berkat bantuan beberapa pihak dan sambil mencari nafkah, secara perlahan, Ia melanjutkan pendidikan ke Fakultas Hukum.

Ketika menjadi mahasiswa, Ia terpanggil untuk menggeluti organisasi. Otaknya yang cerdas, kebolehannya dalam berpidato dan berorganisasi serta kelebihan melobinya, mengantarkannya ke jenjang Ketua Umum DPP Mahasiswa Pancasila (Mapancas) di tahun 1965, ketika pertikaian politik antara kaum komunis dan yang anti komunis sedang memuncak. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) yang menjadi organisasi induk Mapancas didirikan oleh para perwira tinggi ABRI, salah satu tujuannya adalah untuk menahan gerak majunya PKI dan ormas – ormasnya. Napitupulu termasuk tokoh yang paling depan, yang ikut mendirikan KAMI dan menjadi salah seorang Ketua Presidium KAMI Pusat bersama Zamroni dan beberapa rekan lainnya.

Cita – cita pertamanya menjadi seorang Tentara memang kandas, namun Ia tidak menyerah atau pun kecewa. Pada tahun 1967 hingga 1971, pemimpin demonstrasi penumbangan Orde Lama itu mendapat kepercayaan menjadi anggota DPR – GR, mewakili Fraksi Karya Pembangunan. Dari hasil Pemilu 1971, Napitupulu kembali mendapat kepercayaan yang kedua sebagai Anggota DPR dari fraksi yang sama. Kemudian berturut – turut lagi hingga 1987. Di DPR, Ia pernah menjadi Ketua Komisi II dan Wakil Ketua FKP. Lalu, Pemerintah menunjuknya sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBPP) untuk Republik Mexico tahun 1988 – 1992. Pada tahun 1993, Napitupulu dipercaya sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA).

Referensi

sunting
Jabatan diplomatik
Didahului oleh:
Sumadi
Duta Besar Indonesia untuk Meksiko
1987–1992
Diteruskan oleh:
Djunaedi Sutisnawinata