Abdul Hadi W.M.

penyair, budayawan, dan cendekiawan muslim

Prof. Dr. Abdul Hadi WM (lahir 24 Juni 1946) adalah salah satu sastrawan, budayawan dan ahli filsafat Indonesia.Ia dikenal melalui karya-karyanya yang bernafaskan sufistik, penelitian-penelitiannya dalam bidang kesusasteraan Melayu Nusantara dan pandangan-pandangannya tentang Islam dan pluralisme.

Berkas:Abdu-hadi-wm.jpg
Prof. Dr. Abdul Hadi WM

Masa kecil

Abdul Hadi WM lahir dari garis keturunan saudagar Tionghoa yang hijrah dan menetap di Sumenep.[1] Ayahnya, saudagar dan guru bahasa Jerman bernama K. Abu Muthar menikah dengan putri keraton Solo bernama RA. Martiya.[2] Anak sulung dari empat bersaudara (semua laki-laki) ini di masa kecilnya sudah berkenalan dengan bacaan-bacaan yang berat dari pemikir-pemikir seperti Plato, Sokrates, Imam Ghazali, Rabindranath Tagore, dan Muhammad Iqbal.[3] Sejak kecil pula ia telah mencintai puisi dan dunia tulis menulis.[butuh rujukan] Penulisannya dimatangkan terutama oleh karya-karya Amir Hamzah dan Chairil Anwar.[4] Bersama teman-temannya Zawawi Imron dan Ahmad Fudholi Zaini, Hadi mendirikan sebuah pesantren di kota kelahirannya tahun 1990 yang diberi nama "Pesantren An-Naba", yang terdiri dari masjid, asrama, dan kiai, juga sanggar seni tempat para santri diajari sastra, seni rupa (berikut memahat dan mematung), desain, kaligrafi, mengukir, keramik, musik, seni suara, dan drama.[5]

Pendidikan

Pendidikan dasar dan sekolah menengah pertamanya diselesaikan di kota kelahirannya.[butuh rujukan] Ketika memasuki sekolah menengah atas, Abdul Hadi meninggalkan kota kelahirannya, pergi ke Surabaya untuk menuntut ilmu di kota itu.[butuh rujukan] Ia kemudian menempuh pendidikan di Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta hingga tingkat sarjana muda, lalu pindah ke studi Filsafat Barat di universitas yang sama hingga tingkat doktoral, namun tidak diselesaikannya.[butuh rujukan] Ia beralih ke Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran, Bandung dan mengambil program studi Antropologi.[butuh rujukan] Selama setahun sejak 1973-1974 Hadi bermukim di Iowa, Amerika Serikat untuk mengikuti International Writing Program di University of Iowa, lalu di Hamburg, Jerman selama beberapa tahun untuk mendalami sastra dan filsafat.[butuh rujukan] Pada tahun 1992 ia mendapatkan kesempatan studi dan mengambil gelar master dan doktor Filsafat dari Universiti Sains Malaysia di Penang, Malaysia, di mana pada saat yang bersamaan ia menjadi dosen di universitas tersebut.[butuh rujukan] Sekembalinya ke Indonesia, Hadi menerima tawaran dari teman lamanya Nurcholis Madjid untuk mengajar di Universitas Paramadina, Jakarta, universitas yang sama yang mengukuhkannya sebagai Guru Besar di tahun 2008.[butuh rujukan]

Karier

 
Abdul Hadi WM 1970-an

Keterlibatannya dalam dunia jurnalistik diawali sejak menjadi mahasiswa, di mana Hadi menjadi redaktur Gema Mahasiswa (1967-1968) dan redaktur Mahasiswa Indonesia (1969-1974).[butuh rujukan] Kemudian ia menjadi Redaktur Pelaksana majalah Budaya Jaya (1977-1978), redaktur majalah Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) (1979-1981), redaktur Balai Pustaka (1981-1983) dan redaktur jurnal kebudayaan Ulumul Qur'an.[butuh rujukan] Sejak 1979 sampai awal 1990-an ia menjabat sebagai redaktur kebudayaan harian Berita Buana.[butuh rujukan] Tahun 1982 ia dilantik menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta dan ketika reformasi bergulir, dalam pemilu multi partai 1999, atas desakan rekannya Dr. H. Hamzah Haz, Abdul Hadi dipaksa maju sebagai wakil daerah wilayah pemilihan Jawa Timur dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).[butuh rujukan] Tahun 2000 ia dilantik menjadi anggota Lembaga Sensor Film dan sampai saat ini dia menjabat Ketua Dewan Kurator Bayt al-Qur'an dan Museum Istiqlal, Ketua Majlis Kebudayaan Muhammadiyah, anggota Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan anggota Dewan Penasihat PARMUSI (Persaudaraan Muslimin Indonesia).[butuh rujukan]

Sebagai pengajar, saat ini tercatat sebagai dosen tetap Fakultas Falsafah Universitas Paramadina,[butuh rujukan] dosen luar biasa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia,[butuh rujukan] dan dosen pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta[butuh rujukan] dan The Islamic College for Advanced Studies (ICAS) London kampus Jakarta.[butuh rujukan]

Sebagai sastrawan, Hadi bersama sahabat-sahabatnya antara lain Taufik Ismail, Sutardji Calzoum Bachri, Hamid Jabar dan Leon Agusta menggerakkan program Sastrawan Masuk Sekolah (SMS), di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional dan Yayasan Indonesia, dengan sponsor dari The Ford Foundation.[butuh rujukan]

Karya

Sekitar tahun 1970-an, para pengamat[siapa?] menilainya sebagai pencipta puisi sufis. Ia memang menulis tentang kesepian, kematian, dan waktu.[butuh rujukan] Seiring dengan waktu, karya-karyanya kian kuat diwarnai oleh tasawuf Islam.[butuh rujukan] Orang[siapa?] sering membandingkannya dengan sahabat karibnya Taufik Ismail, yang juga berpuisi religius. Namun ia membantah. “Dengan tulisan, saya mengajak orang lain untuk mengalami pengalaman religius yang saya rasakan. Sedang Taufik menekankan sisi moralistisnya.”[butuh rujukan]

Saat itu sejak 1970-an kecenderungan estetika Timur menguat dalam sastra Indonesia kontemporeran, puitika sufistik yang dikembangkan Abdul Hadi menjadi mainstream cukup dominan dan cukup banyak pengaruh dan pengikutnya.[butuh rujukan] Tampak ia ikut menafasi kebudayaan dengan puitika sufistik dan prinsip-prinsip seni Islami,[butuh rujukan] ikut mendorong masyarakat ke arah pencerahan sosial dan spiritual yang dianggap sebagai penyeimbang pengaruh budaya Barat hedonis dan sekuler.[butuh rujukan]

Sampai saat ini Abdul Hadi telah menulis beberapa buku penelitian filsafat di antaranya Kembali ke Akar Kembali ke Sumber: Esai-esai Sastra Profetik dan Sufistik (Pustaka Firdaus, 1999), Islam: Cakrawala Estetik dan Budaya (Pustaka Firdaus, 1999), Tasawuf Yang Tertindas, serta beberapa buku kumpulan puisi antara lain At Last We Meet Again, Arjuna in Meditation (bersama Sutardji Calzoum Bachri dan Darmanto Yatman), Laut Belum Pasang, Meditasi, Cermin, Tergantung pada Angin, Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur, Anak Laut Anak Angin, Madura: Luang Prabhang dan Pembawa Matahari, sejumlah karya terjemahan sastra sufi dan sastra dunia, terutama karya Iqbal, Rumi, Hafiz, Goethe, penyair sufi Persia dan penyair modern Jepang. Selain itu, ia juga menulis beberapa buku dongeng anak-anak untuk Balai Pustaka.

Puisi-puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis, Belanda, Jepang, Jerman, Cina, Thailand, Arab, Bengali, Urdu, Korea dan Spanyol.

Penghargaan

Kehidupan Pribadi

Tahun 1978 ia menikah dengan wartawati dan pelukis Tedjawati Koentjoro, dan dikarunia tiga orang putri Gayatri Wedotami, Dian Kuswandini dan Ayusha Ayutthaya. Dengan istrinya ia sering terlibat diskusi soal seni,[butuh rujukan] dan sejak dini selalu membawa anak-anak mereka mengunjungi pameran-pameran kesenian, di mana Taman Ismail Marzuki mereka jadikan tempat berlibur di akhir pekan. Ia juga menyukai karya Bach, Beethoven, dan The Beatles.

Tulisan tentang Abdul Hadi WM

  • "Naturmagie und Sufismus - Gedichte des indonesischen Lyrikers Abdul Hadi W.M.", dalam Orientierungen 1/1991, S. 113-122.
  • "Struktur sajak penyair Abdul Hadi W.M." (1998) oleh Anita K. Rustapa
  • "Mysticism reborn? — The poet Abdul Hadi W.M." (1974) oleh Christine Deakin
  • "Arjuna in meditation: three young Indonesian poets: selected verse of Abdul Hadi W.M., Darmanto Jt & Sutardji Calzoum Bachri", (1976) Writers Workshop, Calcutta.

Pranala luar

  1. ^ http://www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/hadi.html
  2. ^ http://www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/hadi.html
  3. ^ http://www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/hadi.html
  4. ^ http://www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/hadi.html
  5. ^ http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:MOviyRCgrpUJ:202.158.52.214/id/arsip/1990/01/06/AG/mbm.19900106.AG17722.id.html+abdul+hadi+wm+%2Ban-naba&cd=17&hl=id&ct=clnk&gl=id&source=www.google.co.id