Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut

Angkatan Laut Militer Indonesia
Revisi sejak 13 November 2006 16.19 oleh 219.83.2.100 (bicara)

TNI Angkatan Laut adalah bagian dari Tentara Nasional Indonesia yang bertanggung jawab atas operasi laut, dipimpin oleh Kepala Staf TNI Angkatan Laut KASAL, yang saat ini dijabat oleh Laksamana TNI Slamet Soebijanto. Kekuatan TNI-AL saat ini terbagi dalam 2 armada, Armada Barat yang berpusat di Tanjung Priok, Jakarta dan Armada Timur yang berpusat di Surabaya, serta satu Komando Lintas laut Militer (Kolinlamil). Selain itu juga membawahi Korps Marinir.

TNI-AL memiliki Slogan Jalesveva Jaya Mahe.

Berkas:Jalesveva.jpg
Patung Jalesveva Jaya Mahe di Surabaya

Sejarah TNI-AL

Artikel lain: Sejarah TNI-AL

Sejarah TNI-AL dimulai pada tanggal 10 September 1945, ketika pemerintah mendirikan Badan Keamanan Rakyat Laut (BKR Laut). BKR Laut ini dipelopori oleh pelaut pelaut yang pernah bertugas di jajaran Koninklijke Marine (AL Belanda) dan Kaigun di masa penjajahan Jepang.

Terbentuknya organisasi militer Indonesia yang dikenal sebagai Tentara Keamanan Rakyat (TKR) turut memacu keberadaan TKR Laut yang selanjutnya lebih dikenal sebagai Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI), dengan segala kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya. Sejumlah Pangkalan Angkatan Laut terbentuk, kapal - kapal peninggalan Jawatan Pelayaran Jepang diperdayakan, dan personel pengawaknya pun direkrut untuk memenuhi tuntutan tugas sebagai penjaga laut Republik yang baru terbentuk itu. Kekuatan yang sederhana tidak menyurutkan ALRI untuk menggelar Operasi Lintas Laut dalam rangka menyebarluaskan berita proklamasi dan menyusun kekuatan bersenjata di berbagai tempat di Indonesia. Disamping itu mereka juga melakukan pelayaran penerobosan blokade laut Belanda dalam rangka mendapatkan bantuan dari luar negeri.

Berakhirnya Perang Kemerdekaan menandai pembangunan ALRI sebagai Angkatan Laut modern. Sesuai dengan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB), sejak tahun 1949, ALRI menerima berbagai peralatan perang berupa kapal - kapal perang beserta berbagai fasilitas pendukungnya berupa Pangkalan Angkatan Laut dari Hindia Belanda. Langkah ini bersamaan dengan konsilidasi di tubuh ALRI, pembenahan organisasi, dan perekrutan personel melalui lembaga pendidikan sebelum mengawaki peralatan matra laut.

Selama 1949-1959 ALRI berhasil menyempurnakan kekuatan dan meningkatkan kemampuannya. Di bidang Organisasi ALRI membentuk Armada, Korps Marinir yang saat itu disebut sebagai Korps Komando Angkatan Laut (KKO-AL), Penerbangan Angkatan Laut dan sejumlah Komando Daerah Maritim sebagai komando pertahanan kewilayahan aspek laut.

Peralatan tempur ALRI pun bertambah baik yang berasal dari penyerahan Angkatan Laut Belanda maupun pembelian dari berbagai negara. Penyiapan prajurit yang profesional pun mendapatkan perhatian yang besar dengan pendirian lembaga pendidikan untuk mendidik calon - calon prajurit strata tamtama, bintara, dan perwira, serta pengiriman prajurit ALRI untuk mengikuti pendidikan luar negeri.

Berkas:SiluetParchim.jpg
Penambahan 16 korvet kelas Kapitan Pattimura menambah kekuatan patroli TNI-AL

Pada saat kondisi negara mulai membaik dari ancaman desintegrasi, pada tahun 1959 ALRI mencanangkan program yang dikenal sebagai Menuju Angkatan Laut yang Jaya. Sampai tahun 1965 ALRI mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Hal ini dilatarbelakangi oleh politik konfrontasi dalam rangka merebut Irian Barat yang dirasa tidak dapat diselesaikan secara diplomatis. Berbagai peralatan tempur Angkatan Laut dari negara Eropa Timur memperkuat ALRI dan menjadi kekuatan dominan pada saat itu. Beberapa mesin perang yang terkenal di jajaran ALRI antara lain kapal penjelajah (cruiser) RI Irian, kapal perusak (destroyer) klas 'Skory', fregat klas 'Riga', Kapal selam klas 'Whisky', kapal tempur cepat berpeluru kendali klas 'Komar', pesawat pembom jarak jauh Ilyushin IL-28, dan Tank Amfibi PT-76. Dengan kekuatan tersebut pada era tahun 1960-an ALRI disebut - sebut sebagai kekuatan Angkatan Laut terbesar di Asia.

Organisasi

TNI-AL berada dibawah Markas Besar TNI. Perwira tersenior Angkatan Laut, Kepala Staf Angkatan Laut, adalah perwira tinggi berbintang empat dengan pangkat Laksamana mengepalai Angkatan laut dibawah Panglima TNI.

Adapun struktur organisasi TNI-AL adalah sebagai berikut:

Berkas:StrukturTNIAL.gif

Tugas TNI Angkatan Laut

Sesuai UU TNI Pasal 9, Angkatan Laut bertugas:

  1. melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan;
  2. menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi;
  3. melaksanakan tugas diplomasi Angkatan Laut dalam rangka mendukung kebijakan politik luar negeri yang ditetapkan oleh pemerintah;
  4. melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra laut;
  5. melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan laut.
Berkas:Defile.jpg
Anggota TNI Angkatan Laut dalam sebuah defile

Visi Angkatan Laut

TNI AL yang profesional, tangguh dan berwibawa serta dicintai rakyat.

Misi Angkatan Laut

  1. Melindungi dan menjaga keutuhan dan integritas bangsa dan negara.
  2. Menegakkan kedaulatan dan hukum di laut.
  3. Mengamankan dan memperlancar Pembangunan Nasional khususnya Pembangunan Kelautan.
  4. Mewujudkan Postur TNI AL yang Profesional, Tangguh, Berwibawa dan Sejahtera.
  5. Ikut mewujudkan perdamaian dunia melalui diplomasi Angkatan Laut.

Kekuatan

Berkas:DefileKapal.jpg
Armada patroli TNI Angkatan Laut siap mengamankan perairan Republik Indonesia

Lihat juga daftar kapal perang TNI-AL untuk daftar yang cukup lengkap.

Nama kapal yang dimiliki TNI-AL selalu dimulai dengan KRI, singkatan dari Kapal Perang Republik Indonesia. Selain itu juga ada kapal yang diawali dengan KAL, singkatan dari Kapal Angkatan Laut. Suatu sistem penomoran diadopsi guna membedakan tiap Kapal. Nama kapal bervariasi, mulai dari nama Pahlawan, Teluk, hingga binatang.

Setiap kapal dipersenjatai dengan salah satu atau lebih dari berbagai macam persenjataan yang tersedia menurut kelasnya, mulai dari senapan mesin 12,7mm, kanon, meriam hingga peluru kendali.

Saat ini TNI AL memiliki sekitar 60 ribu prajurit, termasuk di dalamnya 15 ribu personel marinir dan seribu penerbang/personel udara AL. Kekuatan TNI AL secara garis besar sebagai berikut:

  1. Kapal Republik Indonesia (KRI) berjumlah 116 kapal, 8 KRI dalam status konservasi, proses penghapusan, dan cadangan. Sisanya, 108 KRI, dibagi menjadi tiga kelompok kekuatan:
    1. Kekuatan Pemukul (Striking Force) terdiri dari 14 KRI yang memiliki persenjataan strategis:
      1. 2 kapal selam kelas Cakra.
      2. 3 perusak kawal rudal (PKR) kelas Fatahillah
      3. 1 perusak kawal rudal (PKR) kelas Ki Hajar Dewantara
      4. 4 kapal cepat roket (KCR) kelas Mandau.
      5. 2 kapal cepat torpedo (KCT) kelas Ajak.
      6. 2 buru ranjau (BR) kelas Pulau Rengat.
    2. Kekuatan Patroli (Patrolling Force) berjumlah 46 KRI.
    3. Kekuatan Pendukung (Supporting Force) berjumlah 48 KRI, terdiri dari:
      1. 8 angkut tank (AT) kelas Teluk Langsa
      2. 4 angkut tank (AT) kelas Teluk Semangka
      3. 2 angkut tank (AT) kelas Teluk Banten
      4. 8 angkut tank (AT) Kelas Frosch
      5. 1 markas (MA) kelas Multatuli
      6. 6 penyapu ranjau (PR) kelas kondor
      7. 5 bantuan cair minyak (BCM)
      8. 1 bengkel apung (BA) kelas Jayawijaya
      9. 3 bantu tunda (BTD)
      10. 3 bantu umum (BU)
      11. 1 bantu angkut personel (BAP) kelas Tanjung Kambani
      12. 3 bantu hidrooseanografi (BHO) kelas Pulau Rondo
      13. 1 bantu hidrooseanografi (BHO) kelas Dewa Kembar
      14. 2 kapal latih.
  2. Kapal Angkatan Laut (KAL) adalah kapal patroli yang berfungsi untuk mendukung Pangkalan TNI AL (Lanal) dalam melaksanakan tugas-tugas patroli keamanan laut dan tugas-tugas dukungan lainnya.
  3. Pesawat udara berjumlah 61 unit, terdiri dari 48 sayap tetap dan 13 sayap putar.
  4. Peralatan tempur korps marinir sejumlah 417 kendaraan tempur (ranpur), tetapi 307 ranpur berusia di atas 30 tahun, 37 ranpur berusia 21-30 tahun, sisanya 73 ranpur berusia 1-10 tahun.

Pangkalan

Kekuatan TNI Angkatan Laut tersebar di beberapa Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) yaitu:

  1. Pangkalan Utama I (Lantamal I) di Belawan, membawahi 4 Pangkalan Angkatan Laut, meliputi Sabang, Sibolga, Teluk Bayur, dan Dumai. Satu Pangkalan Udara Angkatan Laut (Lanudal) Sabang, dan dua fasilitas pemeliharaan dan perbaikan (Fasharkan) di Sabang, Belawan. Lantamal ini rencananya akan dipindahkan ke Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam.
  2. Pangkalan Utama II (Lantamal II) di Padang. Sebelum 1 Agustus 2006, Lantamal II merupakan sebutan untuk Lantamal III Jakarta.
  3. Pangkalan Utama III (Lantamal III) di Jakarta, membawahi 7 Pangkalan Angkatan Laut, meliputi Bengkulu, Palembang, Cirebon, Bandung, Panjang, Banten, Bandung, dan Bangka Belitung. Selain itu, memiliki satu fasilitas pemeliharaan dan perbaikan di Pondok Dayung, Jakarta. Fasharkan Pondok Dayung ini sekarang memiliki kemampuan membuat kapal patroli jenis KAL ukuran 28-35 meter. Sebelum 1 Agustus 2006, Lantamal III merupakan sebutan untuk Lantamal V Surabaya.
  4. Pangkalan Utama IV (Lantamal IV) di Tanjung Pinang membawahi 6 Pangkalan Angkatan Laut, yaitu Batam, Pontianak, Tarempa, Ranai, Tanjung Balai Karimun, dan Dabo Singkep. Lantamal Tanjung Pinang memiliki satu fasilitas pemeliharaan dan perbaikan (Fasharkan) di Mentigi yang punya kemampuan membuat kapal patroli (KAL) 12, 28, dan 35 meter. Di samping itu, memiliki 2 Pangkalan Udara Angkatan Laut (Lanudal) berada di Matak, Kepulauan Natuna, dan di Tanjung Pinang/Kijang. Sebelum 1 Agustus 2006, Lantamal IV merupakan sebutan untuk Lantamal VI Makassar.
  5. Pangkalan Utama V (Lantamal V) di Surabaya membawahi lima Pangkalan Angkatan Laut, meliputi Tegal, Cilacap, Semarang, Yogyakarta, Malang, Banyuwangi, dan Benoa. Sebelum 1 Agustus 2006, Lantamal V merupakan sebutan untuk Lantamal X Jayapura.
  6. Pangkalan Utama VI (Lantamal VI) di Makassar, membawahi Pangkalan Angkatan Laut Kendari, Palu, Balikpapan, Kotabaru, dan Banjarmasin. Sebelum 1 Agustus 2006, Lantamal VI merupakan sebutan untuk Lantamal VIII Bitung.
  7. Pangkalan Utama VII (Lantamal VII) di Kupang, [[Nusa Tenggara Timur], membawahi Pangkalan Angkatan Laut Mataram, Maumere, Kupang, Tual, dan Aru. Memiliki 1 Pangkalan Udara, di Kupang. Sebelum 1 Agustus 2006, Lantamal VII merupakan sebutan untuk Lantamal IV Tanjung Pinang.
  8. Pangkalan Utama VIII (Mako Lantamal VIII) di Kota Bitung membawahi Pangkalan Angkatan Laut Tarakan, Nunukan, Sangatta, dan Toli-Toli serta satu Pangkalan Udara Angkatan Laut di Manado. Lantamal VIII sebelum 1 Agustus 2006, merupakan sebutan untuk Lantamal IX Ambon.
  9. Pangkalan Utama IX (Lantamal IX) di Ambon membawahi Pangkalan Angkatan Laut Ternate. Sebelum 1 Agustus 2006, Lantamal IX merupakan sebutan untuk Lantamal VII Kupang.
  10. Pangkalan Utama X (Mako Lantamal X) di Jayapura, membawahi Pangkalan Angkatan Laut Sorong, Biak, Timika, dan Merauke serta satu Fasilitas Pemeliharaan dan Perbaikan di Manokwari yang mampu memproduksi KAL 12 dan 28 meter.
  11. Pangkalan Utama XI (Lantamal XI) di Merauke, Papua (direncanakan).

Penomoran lantamal diubah menjadi berurutan dari Lantamal I sampai XI sesuai lokasi dari barat ke timur pada 1 Agustus 2006 seiring dengan peresmian Pangkalan Angkatan laut (Lanal) Teluk Bayur, Kota Padang, Sumatra Barat menjadi Pangkalan Utama Angkalan Laut (Lantamal) II.

Berdasarkan rencana pengembangan kekuatan periode 2005-2024, struktur operasional TNI-AL akan diubah di mana dua komando armada yang ada sekarang (Komando Armada Kawasan Barat dan Komando Armada Kawasan Timur) akan dilebur menjadi satu armada yang dipimpin laksamana berbintang tiga. Armada ini akan membawahkan tiga komando wilayah laut (Kowilla) yaitu Kowilla Barat dengan markas direncanakan di Tanjung Pinang, Riau, Kowilla Tengah dengan markas di Makassar dan Kowilla Timur dengan markas di Sorong. Pembagian komando operasional ini didasarkan pada karakteristik perairan yang membutuhkan pola operasi dan perangkat yang berbeda serta untuk memudahkan pergeseran pasukan atau logistik. Tetapi berdasarkan surat dari Panglima TNI, rencana pemekaran organisasi TNI AL ini ditolak, belum ditentukan kapan akan disetujui.

Puspenerbal

Berkas:NBO105Disnerbal.jpg
Sebuah NBO-105 diatas geladak Kapal Perang Republik Indonesia

Puspenerbal atau Pusat Penerbangan TNI AL merupakan bagian dari TNI-AL yang bertugas menyediakan fungsi penerbangan bagi operasi - operasi Angkatan Laut.

Bersamaan dengan Hari Ulang Tahun Penerbangan TNI AL ke-50, Kepala Staf TNI AL Laksamana TNI Slamet Soebijanto meresmikan Pusat Penerbangan TNI AL (Puspenerbal) sebagai pengganti Dinas Penerbangan TNI AL (Disnerbal), Senin (19/6) dalam suatu upacara militer memperingati Hari Penerbangan TNI AL Ke-50 di Pangkalan TNI AL Juanda, Surabaya. Pada kesempatan tersebut sekaligus Kasal melantik Laksamana pertama TNI Sumartono yang sebelumnya menjabat sebagai Kadisnerbal menjadi Komandan Puspenerbal. Perubahan ini menurut Kasal, ditujukan untuk mengefektifkan pembinaan di bidang penerbangan TNI AL yang selama ini masih terjadi duplikasi fungsi. Khususnya pada aspek pembinaan material maupun pembinaan kemampuan pangkalan udara. “Puspenerbal dibentuk sebagai sentralisasi pembinaan penerbangan TNI AL dalam suatu wadah, sehingga akan lebih menguntungkan dalam pengawasan dan pengendaliannya,” ujar Kasal. Pada bagian lain amanatnya, Kasal mengatakan sejak awal kelahirannya pada tahun 1956, penerbangan TNI AL telah menunjukan bagi bangsa dan negara kesatuan NKRI. Barbagai operasi militer maupun non militer telah mewarnai pengabdian penerbangan TNI AL antara lain Operasi Trikora, Dwi Kora, Jaya Wijaya, Penumpasan PGRS/Parako, Seroja, Surya Bhaskara Jaya, Bantuan Kemanusiaan tsunami dan gempa bumi di NAD, Nias, serta gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah yang terjadi baru-baru ini. Operasi-operasi tersebut didukung pesawat udara sebagai “Fleet Air Wing” dalam setiap pelaksanaan operasi laut dan sekaligus menjadi tulang punggung penerbangan TNI AL yang tergabung dalam SSAT. Ditegaskan lebih lanjut, keberadaan penerbangan TNI AL diperlukan di era yang makin modernnya alutsista saat ini. Dengan kemampuan pengintaian udara taktis, anti kapal selam, anti kapal permukaan, pendaratan pasukan pendarat lintas heli, angkut taktis serta pengamatan laut terbatas, penerbangan TNI AL siap mendukung dalam rangka mengamankan perairan yuridiksi nasional.

Korps Marinir

Lihat juga Korps Marinir untuk artikel yang berhubungan.

Korps Marinir Republik Indonesia merupakan kekuatan pemukul dan pendarat TNI-AL. Secara garis besar Korps Marinir bertugas merebut kedudukan pantai musuh, mengamankan obyek fital TNI-AL dan melaksanakan tugas-tugas pertahanan negara lainnya. Berdasarkan rencana pengembangan kekuatan TNI-AL yang baru saja disusun untuk jangka waktu 2005-2024, kekuatan Korps Marinir (Kormar) akan ditingkatkan baik dari segi struktur maupun kekuatan fisik. Saat ini jumlah personel marinir sekitar 17.000 orang, sehingga menimbulkan gurauan di kalangan militer sendiri bahwa dengan jumlah pulau di Indonesia yang juga lebih kurang 17.000 buah, maka tiap personel marinir bertugas mengamankan satu pulau. Jumlah ini di masa depan akan ditingkatkan hingga 60.000 personel. Dalam rencana pengembangan, akan ada tiga pasukan marinir (Pasmar), yaitu kesatuan induk yang melekat di tiap komando wilayah laut (Kowilla), 2 brigade marinir berdiri sendiri, 1 komando latihan marinir dan 5 pangkalan marinir ditambah 11 batalyon marinir pertahanan pangkalan.

Pranala luar