The Rollies

Revisi sejak 19 Juli 2011 15.15 oleh Kenrick95Bot (bicara | kontrib) (Bot: Penggantian teks otomatis (-diantara +di antara); kosmetik perubahan)

The Rollies adalah sebuah grup musik pop soul funk asal Indonesia yang dibentuk di Bandung pada tahun 1967 dan sempat populer di era 60-an sampai dengan awal 80-an. Para personilnya antara lain terdiri dari Bangun Sugito (vokal), Uce F. Tekol (bass), Jimmy Manoppo (drum), Didit Maruto, Marwan, Delly Joko Arifin (keyboards/vokal), dan Teungku Zulian Iskandar (saksofon). Selain itu mantan personilnnya antara lain adalah Deddy Stanzah, Benny Likumahuwa (trombon), Bonny Nurdaya (gitar) dan Iwan Krisnawan.

The Rollies
Berkas:Rollies.jpg
Informasi latar belakang
GenrePop, Soul, Funk
Tahun aktif19671980

Perjalanan Karir

Awal Terbentuk

The Rollies terbentuk atas gagasan Deddy Sutansyah yang kemudian lebih dikenal sebagai Deddy Stanzah. Di pertengahan era 60-an Deddy mengajak seorang drummer, Iwan Krisnawan, dan gitaris, Tengku Zulian Iskandar Madian, dari kelompok Delimas serta Delly dari kelompok Genta Istana. Deddy lalu memilih nama Rollies sebagai identitas baru dari nama bandnya itu.[1]

Rollies itu berasal dari jenis rambut mereka berempat. Kebetulan Deddy dan Iskandar berambut roll (keriting), sedangkan Delly dan Iwan berambut lurus. Kemudian disingkat menjadi rollies, Saat pertama terbentuk The Rollies sering membawakan repertoar lagu-lagu dari grup musik luar negeri di antaranya seperti The Beatles, Bee Gees, The Rolling Stones. Pada saaat itu memang eranya British Invasion. Kemudian di penghujung tahun 1967 Bangun Sugito, alias Gito Rollies, mulai bergabung bersama The Rollies sebagai vokalis. Di grup musik sebelumnya, Gito sering membawakan lagu-lagu dari Tom Jones, Engelbert Humperdink, dan sejenisnya. Namun kemudian Delly memintanya untuk mencoba membawakan lagu-lagu karya James Brown dan ternyata memang cocok. Kemudian The Rollies mulai banyak memainkan lagu-lagu karya James Brown tersebut.[1]

Perubahan warna musik

Di akhir era tahun 60-an, Benny Likumahuwa, seorang pemusik jazz yang berdarah Ambon mulai bergabung bersama The Rollies. Dengan masuknya Benny yang menguasai instrumen bass, drum, flute, trombone, dan saxophone ternyata membuat pergeseran besar dalam warna musik The Rollies. Gagasan Benny adalah menyusupkan instrumen-instrumen tiup sebagai bagian dari musik The Rollies. Ternyata ide Benny tersebut bisa diterima oleh The Rollies dan sejak saat itu Gito tak hanya bernyanyi, namun mulai juga mulai ikut belajar meniup trompet. Iskandar berpindah dari instrumen gitar ke saxophone, sedangkan Benny meniup trombone. Lama-kelamaan Gito merasa kewalahan, jika harus membagi konsentrasi antara menyanyi dan meniup trompet. Akhirnya Gito memilih hanya sebagai penyanyi saja sementara posisi trumpet kemudian diisi oleh Didiet Maruto. Formasi The Rollies lalu bertambah lagi dengan masuknya Raden Bonny Nurdaya dari kelompok Paramor sebagai gitaris. Pada masa itu The Rollies juga sering tampil sebagai band pengiring, antara lain mengiringi penyanyi-penyanyi wanita seperti Anna Mathovani dan Fenty Effendi. Bahkan The Rollies sempat menjadi band pengiring Aida Mustafa dalam album Mengapa Menangis yang dirilis Philips Singapura pada tahun 1968. Di tahun yang sama The Rollies menerima kontrak main di Capitol Theater Singapore untuk tampil secara berkala dalam sebuah acara Morning Show. Saat itu memang banyak kelompok musik asal kota Bandung yang tampil sebagai penghibur di Singapura mulai dari The Peels hingga Trio Bimbo.[2]

Pada tahun 1971 seusai kontrak bermain di Singapura dan Bangkok, The Rollies kembali ke Tanah Air. Di masa itu musik Indonesia tengah diguncang tren musik pop seperti Koes Plus, Panbers, The Mercy's, Favorite's Group, hingga D'Lloyd. Kemudian di tahun ini juga The Rollies merilis album Let's Start Again dan Bad News di bawah label Remaco dan Sign Of Love di bawah Purnama Record. Terus terang The Rollies merasa kalah pamor dengan grup musik sekelas Koes Plus. Ketika produser rekaman meminta mereka untuk membuat lagu seperti The Mercy's, mereka merasa tidak sanggup. Mungkin karena mereka biasa memainkan repertoar musik jenis Pop, Soul dan Funk yang jelas sangat berbeda dengan musik pop.[2]

Beberapa pihak label rekaman pada waktu itu menilai The Rollies dianggap sebagai grup musik yang kurang komersil. Meskipun dianggap kurang komersil, namun ada beberapa lagu the Rollies yang membekas di khalayak pendengar masa itu. Seperti contoh lagu "Salam Terakhir", dan "Setangkai Bunga". The Rollies justru lebih banyak memperoleh sambutan di pentas-pentas pertunjukan. Beberapa pertunjukannya yang pantas dicatat adalah penampilan The Rollies bersama kelompok Soul asal Amerika Howler dalam acara Soul Show pada tanggal 9 Oktober 1971. The Rollies secara musikal dan penampilannya di panggung dianggap kalangan musik mampu mengimbangi grup soul-funk tersebut.[2]

The Rollies juga tercatat sering manggung bareng bersama grup asal Singapura yang kebetulan mengusung unsur brass section yaitu kelompok "Fly Baits" dan "Black Fire Prophecy". Beberapa promotor pertunjukan musik pun mulai memberikan kepercayaan pada The Rollies untuk menjadi grup pembuka kelompok mancanegara seperti Bee Gees di Stadion Utama Senayan pada tanggal 2 April 1972 maupun "Shocking Blue" di Taman Ria Monumen Nasional Jakarta pada 23 Juli tahun 1972. Tak hanya itu, The Rollies pun mencoba melakukan eksperimen bermusik seperti yang diperlihatkan pada konser akbar "SUMMER '28" (akronim dari Suasana Meriah Menjelang Kemerdekaan ke-28) yang berlangsung di Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta, pada 16 Agustus tahun 1973, yaitu dengan menyandingkan perangkat gamelan Sunda dengan perangkat musik elektrik. Kemudian mereka mencoba membawakan lagu karya Sambas "Manuk Dadali" sebagai objek eksperimen The Rollies.[2]

Keterlibatan Narkoba

Ketenaran The Rollies mulai runtuh. Tiga di antara personelnya terlibat penggunaan psikotropika. Kemudian Deddy Stanzah memilih mundur dari The Rollies dan Iwan Krisnawan meninggal dunia pada tahun 1974. Posisi vokalis hanya tinggal Gito sendiri. Namun, The Rollies yang sedang banyak mengalami cobaan akhirnya bisa memulihkan diri. Direkrutlah Oetje F Tekol (bass) dan Jimmie Manoppo (drum) yang menjadikan The Rollies seolah memiliki energi baru. The Rollies kembali merilis album baru di tahun 1976 di bawah label rekaman Hidayat Audio Bandung. Uniknya album itu berbentuk live yang diambil dari rekaman pertunjukan The Rollies saat manggung di Taman Ismail Marzuki pada 2 dan 3 Oktober tahun 1976. Album ini bisa dianggap sebagai album live pertama dari sebuah grup rock di Indonesia.[2]

Setelah itu The Rollies merilis album Tiada Kusangka yang merupakan repackage atas lagu-lagu yang pernah mereka bawakan di album-album ketika Deddy Stanzah dan Iwan Krisnawan masih bergabung dalam The Rollies. Selanjutnya di era 1977-1979, The Rollies mendapat kontrak rekaman dari Musica Studio's. Ini bisa dianggap sukses kedua dalam perjalanan karier grup ini. Karena di era inilah The Rollies banyak menghasilkan hits seperti Sinar Yang Hilang (Wandi Kuswandi), Dansa Yok Dansa, dan Bimbi (Titiek Puspa), Hari Hari dan Kemarau (Oetje F Tekol), hingga Kau yang Kusayang (Antonius).[2]

Di era ini di samping menggunakan nama New Rollies, Delly dan kawan-kawan mulai membuka diri dengan menyanyikan lagu-lagu karya komposer di luar The Rollies, misalnya A. Riyanto, Titiek Puspa, Johannes Purba, Antonius. Setelah The Rollies merilis album Keadilan (1977) Benny Likumahuwa mengundurkan diri dan lebih banyak berkutat di musik jazz. Posisinya lalu digantikan oleh Wawan Tagalos. Tengku Zulfian Iskandar Madian juga mengundurkan diri setelah merilis album Dansa Yok Dansa (1977), posisinya kemudian digantikan Pomo dari The Pro's.[2]

Pada tahun 1979 The Rollies memperoleh penghargaan Kalpataru dari Menteri Lingkungan Hidup, Emil Salim, karena lagu Kemarau. Lagu yang dikarang oleh Oetje F Tekol, dianggap memuat misi dan pesan mengenai lingkungan hidup.[2]

Diskografi

  • The Rollies - The Rollies (Phillips,1968).
  • Halo Bandung - The Rollies (Philips,1969).
  • Let's Start Again - The Rollies (Remaco,1971).
  • Bad News - The Rollies (Remaco,1972).
  • Sign Of Love - The Rollies (Purnama Record,1973).
  • Live In Tim - The Rollies (Hidayat Audio 1976).
  • Tiada Kusangka - The Rollies (Hidayat Audio,1976).
  • Keadilan - New Rollies (Musica Studios,1977).
  • Dansa Yok Dansa - New Rollies (Musica Studios,1977).
  • Bimbi (Vol.3) - New Rollies (Musica Studios,1978).
  • Kemarau - New Rollies (Musica Studios,1978).
  • Kerinduan - New Rollies (Musica Studios,1979).
  • Pertanda - New Rollies (Musica Studios,1979).
  • Rollies'83 (Mabuk Cinta) - Rollies (Sokha,1983).
  • Rollies (Astuti) - Rollies (Sokha,1984).
  • Rollies'86 (Problema) - Rollies (Sokha,1986).
  • Iya Kan? - Rollies (Sokha,1990).
  • New Rollies'97 - New Rollies (Musica Studio,1997).

Info : Komunitas Pecinta Musik Indonesia (KPMI)

Penghargaan

  • Tanggal 5 Juni 1979 Menteri Lingkungan Hidup Dr Emil Salim memberikan penghargaan bnerupa Anugerah Kalpataru untuk lagu "Kemarau" karya Oetje F Tekol yang dipopulerkan The Rollies lewat album "Kemarau" yang dirilis tahun 1979 oleh Musica Studios.Lagu ini dinilai memberikan pesan pesan terhadap lingkungan hidup yang telah mencapai titik kritis saat itu.
  • Tanggal 23 Maret tahun 2011, bertepatan dengan Perayaan Hari Musik Nasional, The Rollies menerima Penghargaan Nugraha Bhakti Musik Indonesia (NBMI) dari Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Penata Musik Rekaman Indonesia (PAPPRI). [3]

Referensi

  1. ^ a b Rollies di Rumah Musik Denny Sakrie, Rumah Musik Denny Sakrie, diakses 25 April 2011
  2. ^ a b c d e f g h Rollies di Rumah Musik Denny Sakrie, Rumah Musik Denny Sakrie, diakses 26 April 2011
  3. ^ ":: Menbudpar Sematkan Satyalencana Kebudayaan 2010 ::". Diakses tanggal 2011-04-03. 

Facebook : THE ROLLIES COMMUNITY http://www.facebook.com/group.php?gid=54603051907

Pranala luar