Azwar Anas

politisi Indonesia

Letjen(Purn) Ir.H.Azwar Anas gelar Datuak. Rajo Sulaiman (lahir 2 Agustus 1933) adalah mantan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat pada Kabinet Pembangunan VI (1993-1998). Sebelumnya ia menjabat sebagai Menteri Perhubungan Indonesia pada Kabinet Pembangunan V (1988-1993). Sebelumnya dia menjabat sebagai Gubernur Sumatera Barat selama dua periode (1977-1987).

Azwar Anas
Berkas:Azawar anas2.jpg
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia 5
Masa jabatan
17 Maret 1993 – Januari 1998
PresidenSoeharto
Menteri Perhubungan Republik Indonesia 21
Masa jabatan
23 Maret 1988 – 17 Maret 1993
PresidenSoeharto
Gubernur Sumatera Barat 4
Masa jabatan
1977 – 1987
Informasi pribadi
Lahir2 Agustus 1933 (umur 90)
Belanda Padang, Sumatera Barat, Hindia Belanda
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Latar belakang

Azwar Anas dilahirkan di kota Padang, pada tanggal 2 Agustus 1931, dari ayah seorang ahli teknik dan ibu yang hanya tamatan SD. Beliau tumbuh di tengah-tengah keluarga yang agamis dengan didikan ayah yang berwatak keras dan disiplin, dan ibu yang senantiasa mengayomi dan memberikan nasehat akan pentingnya agama dan tanggung jawab. Sejak kecil, ibunda beliau selalu bercerita tentang orang-orang besar, kisah perjuangan Rasulullah SAW dan menanamkan pentingnya Al Qur’an dan Sunnah Rasul sebagai pedoman hidup bagi anak-anaknya. “Memasuki usia sekolah, selain bersekolah, Bapak dan saudara-saudara yang lain sudah mendapat tugas dari kedua orang tua. Bapak bertugas menyapu dan membersihkan halaman. Selain itu, bersama adik beliau membeli ikan di Gaung Padang

dan menjualnya ke langganan-langganan.

Semua itu sebagai latihan kemandirian,” kenang beliau, seraya berpesan kepada generasi muda “jangan pernah malu untuk berbuat sesuatu selama hal itu halal dan diridhoi Allah”. Selain balajar di sekolah formal, Azwar kecil juga menimba ilmu agama di sebuah sekolah agama di daerah tempat tinggalnya, yang saat itu bernama Sekolah Islam Mata Air (SIMA). Sama halnya seperti kebanyakan anak-anak lainnya, sewaktu kecil Pak Azwar juga senang bermain, dan permainan yang paling disukainya adalah sepak bola dan bermain perang- perangan. Beliau juga berkata; “Sewaktu kecil, dikala malam saya sering memandang ke arah bukit indarung yang berkilauan dengan warna- warni lampunya (pabrik Semen Padang) dari rumah saya di daerah Mata Air, dan saya ingin sekali berada disana…”. Selain itu, berkat cerita- cerita yang selalu diceritakan ibu, beliau juga bercita-cita menjadi seorang seorang pemimpin di masa datang. Dalam hidup ini, beliau mempunyai motto: “Jangan pernah ragu dalam melangkah, tetapkan tujuan

hidup, berdoalah kepada Allah SWT dan berusaha keraslah untuk mencapainya. Jika terbentur pada suatu masalah, jangan lari! Tapi, selesaikanlah masalah itu dengan sabar dan tuntas.” Dengan bekal ilmu dunia dan ilmu agama yang dimilikinya, Azwar Anas tumbuh dan mampu menyelesaikan pendidikan SMA nya di SMA Permindo (saat ini bernama SMA 1 Padang). Walaupun sempat berpindah ke daerah Kayu Tanam dan Bukittinggi, belajar di SMP 3 Atas Ngarai, melanjutkan ke SMA di Birugo, Bukittinggi, sampai kelas 1 SMA, sebelum akhirnya berpindah lagi ke Padang dan menyelesaikannya di SMA Permindo.

Perjalanan karir Pak Azwar dimulai dengan menjadi Pegawai di Balai Penyelidikan Kimia Bogor pada tahun 1951. Pada usia 26 tahun, tepatnya pada tanggal 12 Juli 1957 di Padang, beliau resmi mempersunting seorang gadis minang bernama Jusmeini. Dari pernikahannya ini, beliau dianugerahi 3 orang putra dan 2 orang putri. Sejak saat itu, karir Pak Azwar terus menanjak, pada tahun 1958 beliau diangkat menjadi Asisten Luar Biasa di Institut Teknologi Bandung, setahun kemudian diangkat menjadi Dosen Luar Biasa. Akibat adanya kebijakan politik Presiden Soekarno pada waktu itu, beliau bersama-sama sahabatnya Ir. Mathias Aruf (sekarang Prof. Dr. Ir. Mathias Aruf, dan mengajar di ITB Bandung), utusan dari ITB untuk mengikuti wajib militer dalam rangka pembebasan Irian Barat. Beliau lulus dengan pangkat Letnan Satu (Lettu) Cadangan Militer (WAMIL) pada tahun 1960.

Berkat rahmat dan karunia Allah SWT, Pak Azwar semakin berkibar dan menjabat berbagai instansi dan organisasi, lebih dari 30 jabatan yang pernah beliau duduki. Dan, yang paling berkesan bagi beliaub adalah ketika beliau menjabat sebagai Direktur Utama PT. Semen Padang, disamping itu sekaligus menjadi Presiden Direktur di PT. Semen Baturaja di Sumatera Selatan pada tahun 1970-1977, Dewan Komisaris PT. Semen Padang pada tahun 1978-1989, Anggota MPR Utusan Daerah selama 15 tahun (1972-1987), Kepala Daerah Tingkat I Provinsi Sumatera Barat pada tahun 1977-1987 (2 periode), Menteri Perhubungan Kabinet Pembangunan V pada tahun 1988-1993, mengakhiri karir militernya pada tahun 1993 dengan pangkat Letnan Jendral TNI (Purn), Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Kabinet Pembangunan VI pada tahun 1993-1998 dan Ketua Fraksi Bidang Ekonomi di DPA, disamping itu beliau juga menjabat selaku Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) pada tahun 1992-2000. Karena itulah cita-cita yang didambakan beliau semenjak kecil.

Selain itu, ayah dari Ria Prima Pusparini (almarhumah), Ir. Irsyad Riady, MSc, Ir. Irza Faraby, MSc, Ir. Rony Pahlawan, dan Dra. Maya Devita ini sudah dianugerahi 18 buah bintang tanda jasa (dari dalam dan luar negri), 39 buah piagam penghargaan, dan sudah mengunjungi berbagai negara di Benua Asia, Eropa, Amerika dan Australia sepanjang karirnya. Sebuah prestasi yang sangat mengagumkan.

Saat ini, mengisi masa pensiunnya, Pak Azwar masih tetap aktif di berbagai kegiatan; mulai dari pengajian-pengajian (saat ini beliau menjadi Ketua Umum DPP Persatuan Tarbiyah Islamiyah), menghadiri undangan-undangan, dan sebagai sesepuh masyarakat minang, beliau selalu menjadi tempat bertanya bagi urang awak di perantauan.

Berbicara soal prinsip hidup, beliaupun berkata; “Yang terpenting dalam hidup ini adalah berbuatlah yang terbaik bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan agama secara ikhlas, berani memperbaiki kesalahan diri dan ikhlas menerima kritik. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat Al Baqarah ayat 261, bagi mereka-mereka yang selalu ikhlas bekerja diibaratkan sebagai berikut; “Orang-orang yang menafkahkan hartanya, tenaganya, pikirannya, dan lain-lain di jalan Allah, ibarat menanam sebuah biji yang kemudian tumbuh menjadi tujuh tangkai, dan pada tiap-tiap tangkai ada seratus biji, bahkan Allah melipatgandakan lagi bagi siapa yang dikehendakiNya, dan Allah luas (karuniaNya), lagi Maha Mengetahui.”

Melihat fenomena remaja saat ini, beliau berpesan kepada generasi muda, selain mempunyai IQ yang bagus (profesional), kita juga harus mempunyai akhlak, budi pekerti, budaya yang baik dan mengusai ilmu pengetahuan dan teknologi serta selalu bertawakal kepada Allah SWT. “Zikir dan shalat itu penting, karena dengan zikir dan shalat yang baik itu, InsyaAllah kita selalu terpelihara dari segala macam godaan nafsu dunia yang tidak baik” Dalam hal kepemimpinan, beliau mempunyai beberapa tahapan-tahapan langkah untuk dapat menjadi pemimpin yang baik di bidang apapun kita ditugaskan;

1. Kuasai legalitas (peraturan perundang-undangan), karena seorang pemimpin harus menguasai peraturan-peraturan yang berlaku untuk tugas-tugas tersebut, yang merupakan rambu dalam melangkah dan mengambil keputusan yang tepat.

2. Pelajari secara empiris keberhasilan, hambatan, peluang dan kesempatan (SWOT / Strength, Weakness, Opurtunity, and Threat), karena seorang pemimpin harus mengenali kemampuan dirinya, dan pengalaman- pengalaman terdahulu hal keberhasilan serta membudayakan dan menumbuhkembangkan sistem punish and reward kepada bawahannya.

3. Letakkan sistem manajemen yang tepat, terbuka dan profesional.

4. Jiwa kebersamaan (Social behavior), karena sukses dan keberhasilan akan tercapai apabila semua elemen yang terkait dalam suatu sistem mampu bekerjasama dan saling mendukung.

Diakhir perbincangan, lagi-lagi Pak Azwar mengingatkan, “Apa saja yang akan kita lakukan,berpeganglah selalu pada Al Qur’an dan Sunnah Rasul serta teruslah membaca dan belajar, karena hanya itulah pedoman hidup yang hakiki di dunia ini”.


Pencetus Gebu Minang Keuletan mantan Menko Kesra Kabinet Pembangunan VI (1993-1998), ini berbuah manis. Jabatan apapun yang pernah diembannya, selalu dijawab dengan memberikan hasil maksimal. Tak mengherankan jika beberapa jabatan dipercayakan sebanyak dua periode kepadanya. Atau, jika tidak, dipromosikan ke jabatan baru yang menuntut tanggung jawab lebih besar.

Ia pernah delapan tahun menjabat Dirut PT Semen Padang (1970-1977), yang, karena dianggap sukses lantas dipercayakan menggantikan Prof. Drs. Harun Zain Dt Sinaro, sebagai Gubernur Sumatera Barat selama dua periode (1977-1987). Berhasil memimpin “Ranah Minang” dengan meraih penghargaan Parasamya Purnakarya Nugraha, diserahkan langsung oleh Presiden Soeharto di Istana Negara pada 22 Agustus 1984, Azwar Anas lantas dipromosikan menjadi Menteri Perhubungan pada Kabinet Pembangunan V (1988-1993). Parasamya Purnakarya Nugraha adalah penghargaan negara tertinggi yang diberikan kepada daerah yang dinilai berhasil melaksanakan pembangunan dalam skala nasional. Kemudian, lulusan jurusan teknik kimia ITB Bandung tahun 1959 ini dipromosikan lagi menjadi Menko Kesra Kabinet Pembangunan VI (1993-1998), membawahi beberapa menteri di bidang kesejahteraan rakyat. Pria Minang kelahiran Padang, Sumatera Barat 2 Agustus 1931, ini selalu melakukan pendekatan keimanan dan ketaqwaan. Dia mengabdi dengan bersikap lillahi ta’ala, atau ikhlas dan sebulat hati. Banyak orang lantas terkadang menjadi terlanjur menganggapnya sebagai seorang kyai haji. Padahal, putra Mato Air pemangku gelar Dt Rajo Sulaiman ini orang biasa-biasa saja. Ia adalah Ketua Lembaga Gebu (Gerakan Seribu) Minang, yang mengumpulkan uang seribu rupiah dari tiap warga Minang di perantauan untuk membangun kampung halaman. Awalnya, sisi cendekia insinyur kimia ini lebih menonjol. Hal itu terlihat jika disimak karir awalnya sebagai dosen di almamaternya, di ITB dan IPB Bogor. Sedangkan, sosok keulamaannya menonjol dalam setiap ceramah dan perbincangan ngobrol biasa. Di usia menapak senja ia kembali menonjolkan sifat cendekianya saat duduk sebagai Dewan Penasehat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Mengabdi lillahi ta’ala atau ikhlas dan sebulat hati terpetik karena tertimpa musibah. Ria, putri sulung dan perempuan tunggal dari antara kelima anaknya, meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan pesawat terbang Merpati Nusantara di Pantai Padang, tahun 1971. Dalam suasana sedih ia menemukan sebuah buku catatan harian Ria, tertulis di situ, “Sebaiknya kita menjadi lilin. Biarlah tumbuh hancur terbakar, asal orang lain dapat menerima manfaat yang kita terangi.” Baginya, kalimat itu mengandung makna lain, “Kalau Papa sayang sama Ria, lakukan pesan ini.” Azwar Anas mengamalkan pengabdian semata-mata sebagai bagian dari amal ibadah terhadap Allah Swt. AzwarAnas menapaki karir cemerlangnya semenjak dipercaya memimpin PT Semen Padang, tahun 1970. Perusahaan semen kebanggaan masyarakat Sumatera Barat sedang dalam kondisi semaput ketika itu. Ia menerima penunjukannya dengan senang hati. Sekalian pulang kampung, pikirnya, sebab semenjak lulus kuliah ia lebih banyak bekerja di wilayah Jawa Barat. Ia pernah menjadi pegawai balai penelitian, asisten dan dosen di almamater ITB dan IPB Bogor, hingga bekerja di perusahaan persenjataan PT Pindad Bandung. Banyak pihak yang sesungguhnya meragukan kemampuan perusahaan meraup untung. Opini yang dikembangkan sudah cenderung lebih baik PT Semen Padang dijual. Namun begitu Azwar Anas turun tangan dan bekerja langsung di lokasi pabrik, di kawasan Indarung, PT Semen Padang bukan hanya selamat melainkan mampu berkembang jauh sekaligus mengangkat nama Azwar Anas. Ayah lima orang anak ini membuktikan diri seorang enterpreneur yang baik. Keberhasilan serupa kembali ia raih saat menghuni Rumah Bagonjong alias Kantor Gubernur Sumatera Barat, sesuatu yang tak pernah terbayangkan olehnya sebelumnya. Dalam kenangan masa kecil ia selalu merasa takut lewat di depan gedung yang di jaman Belanda dahulu dihuni oleh pembesar berpangkat Residen Padang. Namun, setelah menjadi kantor Gubernuran ia malah berkantor di situ. Menteri Dalam Negeri Amirmachmud melantiknya menjadi Gubernur pada 18 Oktober 1977. Ketika berkenalan dengan masyarakat, dalam pidato pertama Azwar Anas mengutip bagian pidato terkenal dari Sayidina Abu Bakar Siddiq saat dilantik sebagai Khalifah, yang menyebutkan, “Jika tindakan saya benar ikutilah saya, jika salah betulkanlah.” Terbukti, tindakan Azwar Anas dianggap benar sebab selama 10 tahun masa baktinya ia melakukan pendekatan bersentuhkan keimanan dan ketaqwaan. Ia juga tak jemu-jemu mengingatkan masyarakat Ranah Minang agar selalu ingat pada Allah, sesuai semboyan “Adatnya bersendi syara’ dan syara’ bersendi Kitabullah”. Ia juga mengutarakan, di setiap kesempatan mulai dari kota hingga ke nagari-nagari terpencil, agar semua pekerjaan diniatkan karena Allah semata untuk mencari ridha-Nya. Tujuannya supaya tercipta akhlak mulia atau akhlaqul karimah. Azwar Anas beruntung mempunyai penampilan yang meyakinkan disertai rona muka bersih dan suara mantap melafalkan ayat-ayat Al-Qur’an serta hadist Nabi. Dengan kepandaian dan penampilannya, ia menyerukan rakyat agar berlomba berbuat kebajikan, bekerja tekun, dan giat membangun kampung halaman menuju masa depan yang lebih baik. Ia mengutip pula surat Ar-Radhu ayat 11, “Nasib suatu kaum tidak berubah jika mereka sendiri tidak berusaha mengubahnya.” Rakyat pun menjadi tersentuh dan yakin hanya mereka sendiri yang harus giat membangun daerah Sumatera Barat. Jika di era Harun Zain rakyat Sumatera Barat merasakan bangkit harga dirinya, pada era Azwar Anas keimanan dan ketaqwaan rakyat terpupuk. Azwar Anas putera dari Engku Anas Sutan Masa Bumi, seorang bekas Kepala Jawatan Kereta Api Padang, menorehkan Undang-undang No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (LLAJ) sebagai peninggalan bertinta emas. Awalnya muncul beragam protes keras. Azwar Anas berhasil menepis gelombang protes sekaligus menggolkan LLAJ, dengan logika sederhana saja. Dikatakannya, dahulu ketika jalan raya penuh lobang dan batu-batu resikonya hanya patah per. Dan, per itu bisa dibeli dengan murah. Kecil sekali kemungkinan terjadi tabrakan karena kendaraan jalan pelan dan jumlahnya relatif tidak banyak. Tapi dengan jalanan mulus dan kendaraan berjubel resiko bukan lagi patah per tapi patah kaki, lengan, bahkan tewas mengenaskan. Lalu, dimana mesti membeli itu semua sebab jelas tak ada dijual. Itulah Azwar Anas, tokoh nasional yang tetap menampakkan diri sebagai “Urang Awak”. Karena ketokohannya mempersatukan warga Minang di perantauan, sejak tahun 1990 kepadanya dipercayakan jabatan Ketua Umum Lembaga Gebu Minang, sebuah gerakan mengumpulkan uang seribu rupiah dari setiap warga sebagai bentuk partisipasi untuk membangun kampung halaman.


firman jayanua

Pendidikan

  • SD di Padang, 1944
  • SMP di Bukittinggi, 1948
  • SMA di Padang, 1951
  • Teknik Kimia ITB Bandung, 1959
  • Kursus Manajemen di Universitas Syracuse, AS, 1959

Karier

  • Kursus Manajemen di Universitas Syracuse, AS, 1959 Karir:
  • Pegawai Balai Penyelidikan Kimia, Bogor, 1951-1952
  • Asisten Prof Dr Dupont di Fakultas Pertanian Bogor, 1954
  • Asisten Dosen Luar Biasa ITB, 1958-1959
  • Dosen Luar Biasa ITB, 1959-1960  Kepala Dinas a Pindad, 1960-1961
  • Kepala Pusat Laboratoria Pindad, 1961-1964
  • Kepala Pusat Karya Pindad, 1965-1968
  • Dirut PT Purna Sadhana Pindad, 1968-1970
  • Dirut PT Semen Padang, 1970-1977
  • Dirut PT Semen Baturaja, 1973-1977
  • Anggota MPR Utusan Daerah, 1972-1977
  • Gubernur Sumatera Barat, 1977-1987
  • Menteri Perhubungan Kabinet Pembangunan V, 1988-1993
  • Menko Kesra Kabinet Pembangunan VI, 1993-1998 Kegiatan Lain:
  • Ketua Dewan Penyantun IKIP Padang, 1975-1977
  • Ketua I Presidium Asosiasi Semen Indonesia, 1971-1977
  • Ketua Umum Lembaga Gebu Minang, 1990-sekarang
  • Ketua Umum PSSI, 1992-2000

Referensi

[[1]]

Pranala luar

Jabatan pemerintahan
Didahului oleh:
Soepardjo Roestam
Menko Kesra
1993 - 1998
Diteruskan oleh:
Haryono Suyono
Didahului oleh:
Rusmin Nuryadin
Menteri Perhubungan
1988 - 1993
Diteruskan oleh:
Haryanto Dhanutirto
Didahului oleh:
Harun Zain
Gubernur Sumatera Barat
1977 - 1987
Diteruskan oleh:
Hasan Basri Durin
Jabatan olahraga
Didahului oleh:
Kardono
Ketua Umum PSSI
1991 - 1999
Diteruskan oleh:
Agum Gumelar