Bahasa Jawa Banyumasan
Dialek Banyumasan atau masyarakat diluar Banyumas sering menyebut Bahasa Ngapak adalah kelompok bahasa bahasa Jawa yang dipergunakan di wilayah barat Jawa Tengah, Indonesia. Beberapa kosakata dan dialeknya juga dipergunakan di Banten utara serta daerah Cirebon-Indramayu. Logat bahasanya agak berbeda dibanding dialek bahasa Jawa lainnya. Hal ini disebabkan bahasa Banyumasan masih berhubungan erat dengan bahasa Jawa Kuna (Kawi).
Bahasa Banyumasan
Basa mBanyumasan | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Dituturkan di | Wilayah Banyumasan (Jawa, Indonesia) | ||||||
Wilayah | Banyumasan | ||||||
Penutur | 12 - 15 juta | ||||||
| |||||||
Status resmi | |||||||
Bahasa resmi di | - | ||||||
Diatur oleh | - | ||||||
Kode bahasa | |||||||
ISO 639-1 | - | ||||||
ISO 639-2 | - | ||||||
ISO 639-3 | – | ||||||
Glottolog | bany1247 [1] | ||||||
Portal Bahasa | |||||||
Bahasa Banyumasan terkenal dengan cara bicaranya yang khas. Dialek ini disebut Banyumasan karena dipakai oleh masyarakat yang tinggal di wilayah Banyumasan.
Seorang ahli bahasa Belanda, E.M. Uhlenbeck, mengelompokan dialek-dialek yang dipergunakan di wilayah barat dari Jawa Tengah sebagai kelompok (rumpun) bahasa Jawa bagian barat (Banyumasan, Tegalan, Cirebonan dan Banten Utara). Kelompok lainnya adalah bahasa Jawa bagian Tengah (Surakarta, Yogyakarta, Semarang dll) dan kelompok bahasa Jawa bagian Timur.
Kelompok bahasa Jawa bagian barat (harap dibedakan dengan Jawa Barat/Bahasa Sunda) inilah yang sering disebut bahasa Banyumasan.
Secara geografis, wilayah Banten utara dan Cirebon-Indramayu memang berada di luar wilayah berbudaya Banyumasan tetapi menurut budayawan Cirebon TD Sudjana, logat bahasanya memang terdengar sangat mirip dengan bahasa Banyumasan. Hal ini menarik untuk dikaji secara historis.
Dibandingkan dengan bahasa Jawa dialek Yogyakarta dan Surakarta, dialek Banyumasan banyak sekali bedanya. Perbedaan yang utama yakni akhiran 'a' tetap diucapkan 'a' bukan 'o'. Jadi jika di Solo orang makan 'sego' (nasi), di wilayah Banyumasan orang makan 'sega'. Bahasa Banyumas mempunyai logat yang khas, pada akhir kata-katanya terdengar semacam pelafalan huruf "K", sehingga masyarakat luar Banyumas sering mengeksploitasi menjadi bahasa "Ngapak". "Ngapak" adalah sebuah kata dalam bahasa Banyumas "ngapa" (sedang apa) namun di eksploitasi menjadi "ngapak" karena pada akhir kata dengan logat Banyumas akan terdengar huruf "k" di belakangnya. Sebutan "Ngapak" pada sebagian orang Banyumas adalah pelecehan karena berkonotasi jelek terhadap pengguna bahasa Banyumas. Sehingga Budayawan dan sejarahwan Banyumas tidak menganjurkan masyarakat Banyumas mendukung sebutan itu.
Sejarah
Menurut para pakar bahasa[siapa?], sebagai bagian dari bahasa Jawa maka dari waktu ke waktu, bahasa Banyumasan mengalami tahap-tahap perkembangan sebagai berikut:
- Abad ke-9 - 13 sebagai bagian dari bahasa Jawa kuno
- Abad ke-13 - 16 berkembang menjadi bahasa Jawa abad pertengahan
- Abad ke-16 - 20 berkembang menjadi bahasa Jawa baru
- Abad ke-20 - sekarang, sebagai salah satu dialek bahasa Jawa modern.
(Tahap-tahapan ini tidak berlaku secara universal)
Tahap-tahapan perkembangan tersebut sangat dipengaruhi oleh munculnya kerajaan-kerajaan di pulau Jawa yang juga menimbulkan tumbuhnya budaya-budaya feodal. Implikasi selanjutnya adalah pada perkembangan bahasa Jawa yang melahirkan tingkatan-tingkatan bahasa berdasarkan status sosial. Tetapi pengaruh budaya feodal ini tidak terlalu signifikan menerpa masyarakat di wilayah Banyumasan. Itulah sebabnya pada tahap perkembangan di era bahasa Jawa modern ini, terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara bahasa Banyumasan dengan bahasa Jawa standar sehingga di masyarakat Banyumasan timbul istilah bandhekan untuk merepresentasikan gaya bahasa Jawa standar, atau biasa disebut bahasa wetanan (timur).
Menurut M. Koderi (salah seorang pakar budaya & bahasa Banyumasan), kata bandhek secara morfologis berasal dari kata gandhek yang berarti pesuruh (orang suruhan/yang diperintah), maksudnya orang suruhan Raja yang diutus ke wilayah Banyumasan. Para pesuruh ini tentu menggunakan gaya bahasa Jawa standar (Surakarta / Yogyakarta) yang memang berbeda dengan bahasa Banyumasan.
Rumpun Bahasa Jawa Bagian Barat
Terdapat 4 sub-dialek utama dalam Bahasa Banyumasan, yaitu Wilayah Utara (Tegalan), Wilayah Selatan (Banyumasan), Wilayah Cirebon - Indramayu (Cirebonan) dan Banten Utara.
Wilayah Utara
Dialek Tegalan dituturkan di wilayah utara, antara lain Tanjung, Ketanggungan, Larangan, Brebes, Slawi, Moga, Pemalang, Surodadi dan Tegal.
Wilayah Selatan
Dialek ini dituturkan di wilayah selatan, antara lain Bumiayu, Karang Pucung, Cilacap, Nusakambangan, Kroya, Ajibarang, Purwokerto, Purbalingga, Bobotsari, Banjarnegara, Purwareja, Kebumen serta Gombong.
Cirebon - Indramayu
Dialek ini dituturkan di sekitar Cirebon, Jatibarang dan Indramayu. Secara administratif, wilayah ini termasuk dalam propinsi Jawa Barat.
Banten Utara
Dialek ini dituturkan di wilayah Banten utara yang secara administratif termasuk dalam propinsi Banten.
Selain itu terdapat beberapa sub-sub dialek dalam bahasa Banyumasan, antara lain sub dialek Bumiayu dan lain-lain.
Kosakata
Sebagian besar kosakata asli dari bahasa ini tidak memiliki kesamaan dengan bahasa Jawa standar (Surakarta/Yogyakarta) baik secara morfologi maupun fonetik.
Banten Utara | Cirebonan & Dermayon | Banyumasan | Tegal, Brebes | Pemalang | Solo/Yogya | Sunda | Indonesia |
---|---|---|---|---|---|---|---|
kita | kita/reang/ingsun/isun | inyong/nyong | inyong/nyong | nyong | aku | kuring | aku/saya |
sire | sira | rika | koen | koe | kowe | maneh | kamu |
pisan | pisan | banget | nemen/temen | nemen/temen/teo | tenan | pisan | sangat |
keprimen | kepriben/kepriwe | kepriwe | kepriben/priben/pribe | keprimen/kepriben/primen/prime/priben/pribe | piye/kepriye | kumaha | bagaimana |
ore | ora/beli | ora | ora/belih | ora/beleh | ora | enteu | tidak |
manjing | manjing | mlebu | manjing/mlebu | manjing/mlebu | mlebu | asup | masuk |
arep | arep/pan | arep | pan | pan/pen/ape/pak | arep | arek | akan |
Perbandingan kosakata Banyumasan dengan bahasa Jawa baku
- Inyong >>> aku (bandingkan dengan bahasa Jawa Kuna ingwang dan Jawa Pertengahan ingong)
- Gandhul >>> pepaya
- Rika >>> kamu
Dialek Banyumasan | Jawa baku | Indonesia |
agèh[2] | ayo
|
ayo |
ambring | sepi | sepi |
batir[3] | kanca | teman |
bangkong | kodok | katak |
bengel | mumet | mumet |
bodhol | rusak | rusak |
brug[4] | kreteg | jembatan |
bringsang | sumuk | panas |
gering[5] | kuru | kurus |
clebek | kopi | kopi |
londhog | alon | pelan |
druni | medhit | pelit |
dhongé/dhongané | kudune | harusnya |
egin | isih | masih |
gableg | duwé | punya |
gutul | tekan | datang |
gigal | tiba | jatuh |
gili | dalan | jalan |
gujih | rewel | rewel |
jagong[6] | lungguh | duduk |
kiyé | iki | ini |
kuwé | iku | itu |
letek | asin | asin |
maen | apik | baik |
maregi | nyebeli | buruk |
Tendensi
Baca kegundahan Ahmad Tohari berikut ini:
dalam kenyataan sehari-hari keberadaan basa banyumasan termasuk dialek lokal yang sungguh terancam. Maka kita sungguh pantas bertanya dengan nada cemas, tinggal berapa persenkah pengguna basa banyumasan 20 tahun ke depan? Padahal, bahasa atau dialek adalah salah satu ciri utama suatu suku bangsa. Jelasnya tanpa basa banyumasan sesungguhnya wong penginyongan boleh dikata akan terhapus dari peta etnik bangsa ini. Kekhawatiran belau lainnya: mana bacaan teks-teks lama Banyumasan seperti babad-babad Kamandaka, misalnya, malah lebih banyak ditulis dalam dialek Jawa wetanan. Jadi sebuah teks yang cukup mewakili budaya dan semangat wong penginyongan harus segera disediakan.
Sebuah fakta empiris bahwa penutur asli bahasa Banyumasan (Satria) akan mengalah bila berbicara dengan penutur bahasa wetanan (Satrio). Alasannya, Satria tidak ingin dicap sebagai orang rendahan karena menggunakan bahasa berlogat kasar.
salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan melestarikan dialek Banyumasan adalah dengan menggunakan bahasa tersebut di dalam pergaulan baik waktu orang banyumas berada di daerahnya maupun berada di luar daerah. Selain itu salah satu usaha yang lain adalah dengan dimasukkannya bahasa Banyumasan ke dalam kurikulum sekolah sebagai muatan lokal.
Bacaan lebih lanjut
Catatan kaki
- ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Bahasa Banyumasan". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.
- ^ Dalam bahasa Jawa Baku kata agé atau gé juga dikenal.
- ^ Kata batur dalam bahasa Jawa Kuna berarti "teman"
- ^ Dari bahasa Belanda brug.
- ^ Juga dikenal dalam bahasa Jawa Baku.
- ^ Dalam bahasa Jawa Baku artinya "mengobrol".
Pranala luar
- (Indonesia) hanacaraka.fateback.com - Dialek Banyumas (logat Banyumas) dapat dilihat keterangannya secara gamblang pada kamus Dialek Banyumas-Indonesia