Bahasa Jawa Kuno
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. (September 2021) |
Bahasa Jawa Kuno atau Bahasa Kawi (Jawa: ꦨꦴꦰꦴꦗꦮ) adalah fase tertua dari bahasa Jawa yang dituturkan di bagian Tengah dan Timur pulau Jawa, termasuk di beberapa daerah di pulau Madura dan Bali. Bahasa ini merupakan bagian dari rumpun bahasa Austronesia, khusunya cabang Melayu-Polinesia.
Bahasa Jawa Kuno
Bhāṣa Jawa 𑼩𑼴𑼰𑼴𑼙𑼮 | |||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Wilayah | Jawa, Madura, dan Bali | ||||||||||||||||||
Kepunahan | Berkembang menjadi Bahasa Jawa Pertengahan pada abad ke-13, lalu terpecah-belah menjadi berbagai-macam dialek semenjak abad ke-17. | ||||||||||||||||||
| |||||||||||||||||||
Aksara Pallawa Aksara Kawi Aksara Jawa Aksara Bali | |||||||||||||||||||
Kode bahasa | |||||||||||||||||||
ISO 639-2 | [[ISO639-3:{{{iso2}}}|{{{iso2}}}]] | ||||||||||||||||||
ISO 639-3 | kaw | ||||||||||||||||||
Glottolog | kawi1241 [1] | ||||||||||||||||||
IETF | kaw | ||||||||||||||||||
| |||||||||||||||||||
Lokasi penuturan | |||||||||||||||||||
Perkiraan persebaran penuturan bahasa ini. | |||||||||||||||||||
Koordinat: 7°S 111°E / 7°S 111°E | |||||||||||||||||||
Artikel ini mengandung simbol fonetik IPA. Tanpa bantuan render yang baik, Anda akan melihat tanda tanya, kotak, atau simbol lain, bukan karakter Unicode. Untuk pengenalan mengenai simbol IPA, lihat Bantuan:IPA.
| |||||||||||||||||||
Artikel ini mengandung karakter aksara Jawa. Tanpa bantuan render yang baik, Anda akan melihat tanda tanya, kotak, atau simbol lain, bukan karakter Unicode.
| |||||||||||||||||||
Portal Bahasa | |||||||||||||||||||
Bukti tertulis bahasa Jawa Kuno yang tertua adalah prasasti Sukabumi tahun 804 Masehi (disalin ulang pada tahun 927 Masehi) di Kediri, Jawa Timur dan prasasti Munduan tahun 807 Masehi di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.[4]
Karya sastra Jawa abad pertengahan yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dengan menggunakan aksara Kawi turut berkembang. Sastra-sastra itu disebut layang kawi atau kakawin. Mulai abad ke-18, karya sastra yang terinspirasi dari bahasa Jawa Kuno ditulis dengan menggunakan bahasa dan syair Jawa modern.[5]
Perkembangan
suntingBahasa Jawa Kuno tidak bersifat statis, meskipun digunakan sekitar 500 tahun, yaitu sejak awal abad ke-9 Masehi hingga akhir zaman Kerajaan Majapahit pada abad ke-15. Bahasa Jawa Kuno tetap digunakan di Bali untuk menulis puisi kakawin.[6] Bahasa Jawa yang dituturkan dan ditulis pada zaman Majapahit dianggap lebih ke arah Bahasa Jawa Pertengahan karena telah mengalami setengah perubahan.
Sebagai bahasa Austronesia
suntingMeskipun bahasa Jawa Kuno banyak dipengaruhi oleh bahasa-bahasa luar, ia tetap memiliki ciri-ciri sebagai bahasa Austronesia dari segi kosakata dasarnya beserta tata bahasanya. Sehingga bahasa Jawa Kuno dikelompokkan sebagai bagian dari rumpun bahasa Austronesia, khususnya cabang Melayu-Polinesia.
Pengaruh Bahasa Sanskerta
suntingPengaruh kebahasaan India pada bahasa Jawa Kuno yang paling besar adalah pengaruh Sanskerta, dan hampir tidak ada pengaruh unsur linguistik India lain selain Sanskerta, berbeda dengan bahasa kuno lainnya, misal seperti bahasa Melayu Kuno yang dapat banyak pengaruh linguistik India selain dari Sanskerta.
Bahasa Sanskerta memiliki pengaruh yang besar dan awet terutama pada kosakata bahasa Jawa sampai sekarang. Kamus bahasa Jawa Kuno - bahasa Inggris yang disusun oleh profesor P.J. Zoetmulder pada tahun 1982 mengandung sekitar 25.500 kata, dengan sekitar 12.500 (49%) kata diantaranya merupakan kata pinjaman dari kosakata Sanskerta. Namun, perlu dipahami bahwa kamus ini disusun hanya berdasarkan sumber-sumber tulisan Jawa Kuno yang tersisa pada tahun tersebut. Jadi, kemungkinan besar kosakata pada kamus tersebut lebih mencerminkan penggunaan bahasa pada konteks sastra dan istana, bukan penggunaan sehari-hari oleh masyarakat umum.[7]
Fonologi
suntingWalaupun bahasa Sanskerta sangat mempengaruhi bahasa Jawa Kuno, bahasa Jawa Kuno tetap merupakan bahasa Austronesia. Namun di samping itu, bahasa Sanskerta juga mempengaruhi tidak hanya kosakata saja, tetapi juga fonologinya. Misalnya, bahasa Jawa Kuno (dan termasuk turunannya) mengandung bunyi tarik-belakang yang mungkin berasal dari bahasa Sanskerta. Naun, hal ini diperdebatkan oleh banyak ahli linguistik yang menganggap bahwa bunyi tarik-belakangnya bahasa jawa kni merupakan perkembangan sendiri dalam keluarga bahasa Austronesia.
Vokal
suntingBahasa Jawa Kuno memiliki enam vokal, yaitu ⟨a⟩, ⟨ĕ⟩ /ə/, ⟨e⟩ /e/, ⟨i⟩, ⟨u⟩, dan ⟨o⟩ dalam penulisan aksara Latin. Secara umum, peneliti percaya bahwa pengucapan bahasa Jawa Kuno tidak memiliki perbedaan dengan pengucapan dalam bahasa Jawa Modern. Perkecualian itu terletak pada pengucapan ⟨a⟩ pada suku kata terakhir terbuka yaitu å /ɔ/ yang sebelumnya /a/ seperti pada kata wana (hutan).[8] Walaupun bahasa Jawa Kuno secara penulisan membedakan vokal panjang, yaitu ⟨ā⟩, ⟨ö⟩, ⟨e⟩, ⟨ī⟩, ⟨ū⟩, and ⟨o⟩, namun secara fonologi vokal panjang dan pendek tidak memiliki perbedaan. Semua vokal tersebut diucapkan secara pendek.
Konsonan
suntingKonsonan dalam bahasa Jawa Kuno berjumlah 20. Konsonan-konsonan tersebut antara lain adalah b, c, d, ḍ, g, h, j, k, l, m, n, ñ, ŋ, p, r, s, t, ṭ, w dan y dalam penulisan aksara Latin. Konsonan ñ terkadang ditulis sebagai digraf ny atau IPA ɲ, sedangkan konsonan ŋ terkadang ditulis dengan digraf ng.
Tempat Pelafalan | Semivokal | Sibilan | Celah | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Nirsuara | Bersuara | Sengau | ||||||||
Non-aspirasi | Teraspirasi1 | Non-aspirasi | Teraspirasi1 | |||||||
Velar | ka | kha | ga | gha | ṅa | (h)a | ||||
Palatal | ca | cha | ja | jha | ña | ya | śa3 | |||
Retrofleks | ṭa | ṭha | ḍa | ḍha | ṇa2 | ra | ṣa3 | |||
Dental | ta | tha | da | dha | na | la | sa | |||
Labial | pa | pha | ba | bha | ma | wa | ||||
Catatan
Keberadaan konsonan digunakan dalam kata serapan dari rumpun bahasa Indo-Arya (khususnya Bahasa Sanskerta). |
Sandi
suntingSandi adalah perubahan bunyi yang terjadi pada batasan morfem. Sandi-sandi pada bahasa Jawa Kuno antara lain:
- Jika sebuah kata diakhiri dengan vokal dan kata berikutnya dalam satu kalimat dimulai dengan vokal, kedua kata dapat melebur menjadi satu dengan satu vokal panjang dan bukan dengan dua vokal, seperti pada dewatādi alih-alih dewata + adi.
- Vokal yang diikuti dengan vokal ĕ akan berasimilasi menjadi vokal ĕ, seperti pada kata wawan (muatan; wadah) dari bentuk wawa (bawa) + ĕn.
- Vokal yang sama, tanpa memperhitungkan panjang-pendek vokal, berasimilasi sebagai vokal panjang, misalnya rĕngön (dengarkan) dari rĕngö (dengar) + ĕn.
- Vokal terbuka /a/ yang diikuti oleh vokal depan tertutup /e/ atau /i/ berasimilasi menjadi /e/ seperti pada perubahan bhinna ika menjadi bhinneka (hal yang berbeda)
- Vokal terbuka /a/ yang diikuti oleh vokal belakang tertutup /o/ atau /u/ berasimilasi menjadi /o/, seperti pada perubahan mantra oṣadha menjadi mantroṣadha.
- Semivokal y /j/ dan w akan menukar vokal /i/, /u/, atau ö ketika diikuti oleh vokal yang berbeda, contohnya kadi amṛta menjadi kadyamṛta (i + a → ya), ri ubhaya menjadi ryubhaya (i + u → yu), milu āśā menjadi milwāśā (u + a → wa), māsku ibu menjadi māskwibu (u + i → wi), dan angangsö agawe menjadi angangswagawe (ö + a → wa).
Tata Bahasa
suntingKata kerja
suntingKata kerja/verba dalam bahasa Jawa Kuno, seperti pada bahasa-bahasa dalam rumpun bahasa Austronesia, bersifat kompleks secara morfologi. Kompleksitas morfologi kata kerjanya dapat dilihat dari konjungasi beserta imbuhan yang memperhitungkan aspek penekanan/pemicu (bahasa Inggris: focus/trigger), kasus, dan modus.
Penekanan/Pemicu
suntingKata kerja dalam bahasa Jawa Kuno dapat dibedakan menjadi kata kerja berdiatesis aktif dan yang berdiatesis pasif.
- Kata kerja aktif dibuat dengan awalan (m)aN- atau sisipan -um-.
- Kata kerja aktif berawalan (m)aN- yang umumnya dinyatakan dengan awalan maN- atau aN- membentuk kata kerja yang aktif dan transitif jika kata dasarnya memang berupa kata kerja, seperti pada amati (membunuh) dari pati (kematian) dan mangan (makan) dari pangan (makanan), Jika kata dasarnya adalah kata benda, pembentukannya dapat menghasilkan kata kerja yang transitif maupun intransitif, sehingga transitivitasnya tidak dapat ditentukan, seperti pada angjanma (menjelma) dari janma (manusia). Kata kerja yang dibentuk dari kata sifat dengan awalan (m)aN- akan bersifat kausatif (kata kerja yang dapat membuat sesuatu pada objeknya). Terkadang, imbuhan ini dapat menimbulkan denasalisasi/penghilangan bunyi sengau jika diimbuhkan pada beberapa kata, contoh pamangan dari mamangan (makan) dan panginum dari manginum (minum).
- Sisipan -um- membentuk kata kerja aktif yang umumnya tidak memiliki perbedaan makna dengan kata kerja aktif dari awalan (m)aN-. Namun, perbedaan makna dapat ditimbul dari turunan dengan awalan (m)aN- dan sisipan -um- pada beberapa kata, seperti pada anahur (membayar kembali) dan sumahur (menjawab) dari sahur (jawaban, kembalian).
- Penekanan pada pelaku/subjek dapat ditandai dengan partikel de, seperti pada "Katon pwa ta de sang Śrutasena".
- Kata kerja pasif dibentuk dengan awalan ka- atau sisipan -in-.
- Awalan ka- jika diikuti oleh kata dasar dengan bunyi awal konsonan, awalan tidak mengalami perubahan. sandi/pengaitan bunyi terjadi jika bunyi awalannya diikuti oleh vokal seperti pada kālap (diambil) dari ka- + alap. Selain bentuk ā dari a + a, sandi terkait meliputi ā dari a + ĕ /ə/, e dari a + i/e, dan o dari a + u (contoh a + o tidak ditemukan).
- Bentuk kata kerja pasif dapat diturunkan dengan sisipan -in-, seperti inalap (diambil) dari alap.
Awalan Kata Dasar | Sandi | Awalan | Contoh |
---|---|---|---|
sengauan (m-, n-, ng-) | (m)aN- + N- → (m)a- | (m)a- | maga → amaga (mengecewakan) |
k | (m)aN + k- → (m)ang- | (m)ang- | kĕmit → angĕmit (menjaga) |
p, w | (m)aN- + p-,w- → (m)am- | (m)am- | pahat → amahat (memahat) |
s, t | (m)aN- + s-,t- → (m)an- | (m)an- | sambut → anambut (menyita) |
c | (m)aN- + c- → (m)any- | (m)any- | cangking → anyangking (membawa) |
vokal | (m)aN- + V- → (m)ang- + V- | (m)ang- | abĕn → angabĕn (menyerang) |
d, g, h | (m)aN- + d-,g-,h- → (m)ang- + d-,g-,h- | (m)ang- | haḍang → anghaḍang (menghadang) |
j | (m)aN- + j- → (m)ang- + j- | (m)ang- | jajah → angjajah (menjelajah) |
semivokal (r, l, w) | (m)aN- + H- → (m)ang- + H- | (m)ang- | liput → angliput (meliputi) |
b | (m)aN- + b- → (m)am- + b- | (m)am- | bawa → ambawa (membawa) |
Awalan Kata Dasar | Sandi | Awalan | Contoh |
---|---|---|---|
vokal | -um- + V- → umV- | umV- | alap → umalap (mengambil) |
bibir (b-,p-,m-,w-) | -um- + C- → um- | um- | wawa → umawa (membawa) |
lainnya | tidak berubah | tidak berubah | jawil → jumawil (menyentuh) |
Kasus
sunting- Kasus benefaktif (kasus yang menandakan bahwa tindakan dari pelaku/subjek menimbulkan manfaat pada objeknya) atau kejamakan/pluralitas dapat dinyatakan dengan akhiran -i dan an. Akhiran -i digunakan pada kata kerja yang aktif dan transitif (dengan (m)aN- atau -um-) yang melebur menjadi -ī (amatī, membunuh, dari pati) setelah vokal dan -ani (amatyani, membunuh, dari pati) setelah konsonan. Namun, kata kerja yang pasif dan transitif menggunakan akhiran -an (dengan ka- atau -in-). Jika kata dasar diakhiri -a, -an diletakkan, buka -anan, seperti pada kapaḍan.
- Kasus kausatif ditandai dengan akhiran -akĕn pada kata dasar (baik awalan (m)aN- atau sisipan -um-). Namun demikian, gabungan antara kata kerja pasif ka- dengan akhiran -akĕn tidak ditemukan.
- Kasus aplikatif dibentuk dengan awalan maka- dan pinaka-. Awalan maka- digunakan pada verba aktif (dengan (m)aN- atau -um-), sedangkan verba pasif menggunakan awalan pinaka- (dengan awalan -in- atau ka-). Fenomena denasalisasi dapat terjadi.
Modus
sunting- Modus nirnyata/irealis (yaitu modus yang menyatakan bahwa tindakan yang dinyatakan pada kalimat merupakan tindakan yang belum terjadi) ditandai dengan akhiran -a pada kata kerja. Kata kerja aktif yang irealis dapat dibentuk dengan awalan verba aktif (awalan (m)aN- atau sisipan -um-) dengan akhiran -a (seperti manghuripa dari manghurip). Verba pasif irealis dapat dibentuk dengan pengguguran sisipan -in- dan disertai akhiran -ĕn (seperti huripĕn) atau verba pasif dengan suffiks -a pada awalan ka-. Keberadaan sandi terkadang memustahilkan untuk mengetahui apakah -a merupakan mood irrealis. Jika akhiran pronominal dijumpai, akhiran irrealis diprioritaskan.
- Modus imperatif dalam bahasa Jawa Kuno dapat dinyatakan dengan tiga cara
- ...dengan bentuk tanpa imbuhan, seperti pada mijil (mohon datang) dan anunggangi (mohon menunggang) yang mana merupakan bentuk sopan. Bentuk ini hanya dapat diketahui berdasarkan konteks.
- ...dengan pengguguran awalan verba, seperti wijil dan tunggangi
- ...dengan meletakkan t(a) atau p(a) sebelum bentuk dasar, seperti ta mijil, ta wijil, pamijil, atau pawijil dan tānunggangi, ta tunggangi, pānunggangi, atau patunggangi.
- Larangan dibentuk dengan meletakkan haywa, seperti "haywa ta kita malara!" (Jangan bersedih!).
Modus Irealis | Kasus Benefaktif
-i |
Kasus Kausatif
-akĕn |
---|---|---|
Fokus Aktif
prefiks (m)aN- atau infiks -um- |
prefiks (m)aN- atau infiks -um- ada
sufiks -ana |
prefikd (m)aN- atau infiks -um- ada
sufiks -akna atau -akĕn |
Fokus Pasif
infiks -in- |
infiks -in- tidak ada
sufiks -ana |
infiks -in- tidak ada
sufiks -akna or -akĕn |
Nomina dan Pronomina
suntingPartikel
suntingBahasa Jawa Kuno memiliki beberapa partikel. Partikel ta merupakan partikel yang paling umum dijumpai. Partikel yang lain adalah pwa, ya, dan sira. Partikel ya dan sira perlu dibedakan dengan pronomina personal ya dan sira. Partikel terkadang dikombinasikan seperti ta pwa dan ta ya. Partikel terkadang tidak dituliskan sama sekali.
Pronomina personal dan sufiks
suntingBahasa Jawa Kuno telah memiliki pronomina personal yang orang pertama, kedua, dan ketiga. Pronomina tidak membedakan tunggal-jamak dan status sosial secara umum. Sira dapat digunakan sebagai partikel kehormatan seperti sang.
rendah/netral | netral | netral/tinggi | |
---|---|---|---|
orang pertama | aku (hanya tunggal) kami mami |
||
orang kedua | ko | kita kamu kanyu |
|
orang ketiga | ya | sira |
Pronomina personal memiliki pasangan akhiran pronomina yang berfungsi untuk menyatakan hubungan kepemilikan.
low/neutral | neutral | |
---|---|---|
orang pertama | -ku -mami | |
orang kedua | -mu -nyu |
-ta |
orang ketiga | -nya | -nira |
Akhiran tersebut mengikuti aturan-aturan sandi, yaitu:
- Akhiran -ku tidak mengalami perubahan setelah konsonan, seperti pada tanganku (tanganku), namun akhiran akan berubah menjadi -ngku setelah vokal.
- Akhiran -ta tidak mengalami perubahan setelah konsonan, namun akan berubah menjadi -nta setelah vokal.
- Akhiran -nya akan berubah menjadi -ya setelah n.
- Akhiran -nira akan berubah menjadi -ira setelah n.
Akhiran pronomina orang ketiga dapat menunjukkan hubungan kepemilikan antara dua kata, seperti pada "Wĕtunira sang Suyodhana" (kelahiran Suyodhana) selain juga digunakan untuk membentuk nomina dari verba dan adjektif seperti widagdhanya (keterampilannya) dari kata sifat widagdha dan pinintanira (dia sedang diminta) dari kata kerja pininta.
Dalam bahasa Jawa Kuno, banyak kata selain pronomina persona digunakan untuk menytakan pronomina persona orang pertama dan orang kedua. Kata-kata tersebut merupakan konstruksi tetap yang tidak memiliki peran. Hal ini bukanlah nama. Sebagai contoh, pronomina orang pertama dapat berupa nghulun (hulun, budak) dan ngwang (wwang, orang).
Pronomina demonstratif
suntingBahasa Jawa Kuno memiliki empat kelompok pronomina demonstratif. Setiap kelompok menggambarkan perbedaan derajat lokasi dari pembicara dan pendengar serta perbedaan penekanan.
netral | penekanan | penekanan lebih | penekanan lebih | |
---|---|---|---|---|
ini | iki | tiki | ike | |
itu (dekat pendengar) | iku | tiku | iko | |
itu (jauh dari keduanya, bdk. sana) | ika | tika | ikā | tikā |
Determinan
suntingBahasa Jawa Kuno tidak memiliki artikel indefinit. Kata kerja tanpa artikel adalah kata kerja indefinit. Bahasa Jawa Kuno memiliki tiga artikel untuk menunjukkan kondisi definit: artikel definit, artikel kehormatan dan ika. Baik artikel definit maupun artikel kehormatan ditempatkan sebelum kata kerja dan tidak dapat berdiri sendiri. Artikel definit (a)ng ditulis serangkai dengan partikel. Artikel kehormatan berupa si, pun, sang, sang hyang, ḍang hyang, śrī, dan ra.
Selain artikel definit dan artikel kehormatan, ika dapat digunakan pula untuk menunjukkan kondisi definit. Kata ika memiliki dua fungsi yaitu artikel definit dan pronomina demonstratif. Kata ika sebagai pronomina demonstratif yang bermakna 'itu' yang digunakan untuk membedakan dengan 'ini'. Jika tidak ada perbedaan itu-ini, fungsinya adalah artikel definit. Ika ditempatkan di depan kata dan selalu dirangkai dengan artikel definit.
Akhiran posesif
suntingPenyataan posesif dalam bahasa Jawa Kuno dilakukan dengan akhiran posesif seperti akhiran -(n)ing dan -(n)ika. Akhiran -ning dibentuk dari klitik -(n)i, yang tidak dapat berdiri sendiri walaupun diperlukan, dengan artikel definit (a)ng. Akhiran tersebut umumnya ditulis sebagai -ning, kecuali setelah kata dasar berakhiran n ditulis -ing. Kondisi sama berlaku pada -(n)ika yang dibentuk dengan klitik -(n)i dan artikel definit ika. Akhiran tersebut ditulis sebagai -nika, kecuali setelah kata dasar berakhiran n ditulis -ika. Kepemilikan juga dapat dinyatakan dengan akhiran pronomina. Artikel kehormatan dapat menyatakan kepemilikan seperti pada ujar sang guru dengan menempatkan artikel kehormatan setelah benda yang dimiliki diikuti dengan pemilik.
Adjektiva
suntingBahasa Jawa Kuno memiliki dua tipe adjektiva. Kelompok pertama merupakan kata dasar adjektiva, seperti urip (hidup). Kelompok kedua merupakan adjektiva yang diturunkan dengan awalan (m)a- dari kata dasar benda seperti adoh (jauh) dari doh (jarak), ahayu (cantik) dari hayu (cantik), dan mastrī (beristri) from strī (istri). Dalam penurunan menggunakan awalan (m)a-, aturan sandi tetap berlaku terutama jika kata dasar dimulai dengan vokal seperti mānak (beranak) dari anak, enak dari inak, and mojar (berujar) from ujar. Kata benda dapat dimodifikasi dengan adjektiva.
Adverbia
suntingVerba dan adjektiva serta adverbia dapat tergolong dalam adverbia. Adverbia diletakan sebelum verba yang diubah kecuali adverbia dahat (sangat) yang diletakkan setelah verba. Kata tan digunakan untuk menyatakan negasi dan memiliki beberapa bentuk lain seperti tatan, tātan, ndatan, dan ndātan.
Kata Depan
suntingBahasa Jawa Kuno memiliki beberapa kata depan yang mana kata benda yang diikuti oleh kata depan adalah definit, seperti
- kata depan (r)i bermakna 'di dalam', 'pada' dan 'kepada' serta 'untuk' dan bahkan 'melalui'.
- kata depan sa(ng)ka bermakna 'dari', 'dibanding', serta 'oleh karena'
- kombinasi kedua kata depan.
Namun, perkecualian ditemukan pada konsep 'dari dalam' dalam bahasa Jawa Kuno. Bahasa Jawa Kuno dapat menggunakan kombinasi antara jĕro atau dalĕm (dalam) diikuti dengan klitik -ni, seperti dalĕmnikang untuk menyatakan 'dalam' atau 'dari dalam'. Selain itu, konsep 'dalam' atau 'dari dalam' dapat dinyatakan dengan menempatkan (r)i atau sake sebelum jĕro atau dalĕm (dalam) tanpa penulisan klitik -ni dan artikel definit.
Kata Hubung
suntingKata hubung yang paling umum dalam bahasa Jawa Kuno adalah an, yan, apan, dan yarapwan. Urutan elemen dalam klausa bawahan dan klausa utama adalah sama yaitu subjek diikuti predikat. Klausa bawahan, berbeda dengan klausa utama, tidak menggunakan partikel.
- Kata hubung an dapat dimaknai sebagai "itu", "oleh karena itu" dan "ketika". Penggunaan an menyebabkan hilangnya -um-. Denasalisasi dapat terjadi.
- Kata hubung yan bermakna "itu" atau "jika".
- Kata hubung apan bermakna "sebab".
Sintaksis
suntingDalam konstruksi sederhana bahasa Jawa Kuno, predikat dan subyek dipisahkan dengan partikel. Sebagai contoh, "lunghā ta sira" bermakna "dia pergi" sebagaimana verba lunghā (lunga, pergi), partikel ta, dan kata ganti orang ketiga sira. Kalimat dalam bahasa Jawa Kuno umumnya diawali dengan predikat yang diikuti oleh subjek. Namun demikian, urutan terbalik dapat timbul jika sang penulis menghendaki adanya penekanan. Sebagaimana bahasa-bahasa lain di Indonesia, bahasa Jawa kuno tidak mengenal perubahan konjungasi akibat waktu.
Kosakata
suntingKata pinjaman Sanskerta dalam bahasa Jawa Kuno hampir semuanya merupakan kata benda dan kata sifat dalam bentuk yang akhir katanya tidak berubah (Sanskerta lingga). Etimologi perkataan Jawa Kuno dan juga kata pinjaman Sanskerta tersebut tersedia di Austronesian Basic Vocabulary Database.[9]
Contoh kosakata bahasa Jawa Kuno yang berasal dari bahasa Sanskerta:
- Agni = "api", diserap ke dalam bahasa Jawa berubah bunyi menjadi "geni".
- Aji = "mantra"
- Aṣṭa = "delapan" (Jawa kuno asli = "walu")
- Bhāṣa = "bahasa"
- Bayu = "angin" (bentuk Sanskerta asli = "vāyu")
- Candra = "bulan"
- Dwi = "dua" (Jawa kuno asli = "ruwa", Jawa modern = "loro"/"kalih")
- Eka = "satu" (Jawa kuno asli = "sa", Jawa modern = "siji"/"setunggal")
- Guru = "guru"/"pengajar"
Contoh kalimat bahasa Jawa Kuno (catatan: huruf "â" dan "ě" dibaca e pepet /ə/, huruf "ê" dibaca /e/, huruf "ṣ" tetap dibaca /s/, dan huruf ā tetap dibaca /a/. Jika ada kesalahan baik kalimat atau arti, silakan dibetulkan.):
"Kunang kacarita nikanang amawa phalaning jambu, sânak ikang nāga Takṣaka tumutur sakêng pātāla, ikang Takṣaka munggwing sunguting jambu. Ikang brāhmana mamawa jambu, ri huwusing jambu kawwat, mangunyakěn wedaśānti mangastungkārājaya-jaya mantra, sinwâgatan wineh dakșina."
Arti: "Adapun ceritanya, yang membawa buah jambu adalah saudara Naga Taksaka, yang telah mengikutinya sejak dari dalam bumi; sedangkan si Taksaka sendiri berada di sungut jambu. Sang Brahmana (yang) membawa jambu, setelah jambunya diberikan, mengucapkan puji-pujian weda, memujikan berkah bagi mantra kemenangan; (kemudian) diterima dan diberi persembahan".
Sistem Tulisan
suntingBahasa Jawa Kuno secara umum pada masanya, abad ke-8 sampai ke-16 Masehi, ditulis dalam aksara Kawi. Aksara Kawi merupakan aksara turunan dari aksara Brahmi. Aksara Kawi digunakan oleh beberapa bahasa pada masa itu di Nusantara. Namun demikian, bahasa Jawa Kuno di era modern ini umumnya ditulis dalam aksara Jawa dan aksara Bali selain transliterasi dalam aksara Latin.
Penggunaan
suntingKomunikasi lisan
suntingBahasa Kawi tidak lah punah sebagai bagian dalam komunikasi lisan. Bahasa ini umum digunakan pada pertunjukkan tradisional Jawa seperti wayang golek, wayang wong, dan wayang kulit, serta pernikahan khususnya pada ritual Peningsetian dan Panggih. Beberapa bangsawan yang menjunjung tinggi tradisi, bahasa ini digunakan juga pada Midodareni, Siraman dan Sungkeman.
Kesusastraan
suntingBahasa Kawi adalah salah satu bentuk pengembangan bahasa Jawa Kuno untuk kepentingan kesusastraan kakawin.[10] Secara tradisional, Kawi ditulis dalam lontar yang dibuat dari daun palem.
Inskripsi
suntingPeninggalan tertulis yang paling awal di pulau Jawa dalam bahasa setempat ditulis dalam bahasa Jawa (Kuno), namun demikian artefak yang mengandung inskripsi dalam bahasa Jawa Kuno juga dapat ditemukan di Sumatra.[11] Peninggalan tertulis berikut adalah beberapa peninggalan tertulis di pulau Jawa yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno.
- Prasasti Kayumwungan (Karangtengah) (824 M)
- Prasasti Siwagrha (856 M)
- Prasasti Mantyasih (907 M)
- Prasasti Turyan (929)
- Prasasti Anjuk Ladang (935/937)
- Prasasti Terep (1032)
- Prasasti Turun Hyang II (1044)
- Prasasti Kambang Putih (1050)
- Prasasti Banjaran (1052)
- Prasasti Malenga (1052)
- Prasasti Garaman (1053)
- Prasasti Sumengka (1059)
- Prasasti Ngantang (Hantang) (1135)
- Prasasti Mula Malurung (1255)
- Prasasti Kudadu (1294)
- Prasasti Tuhañaru (1323)
- Prasasti Waringin Pitu (1447)
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Bahasa Jawa Kuno". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.
- ^ "UNESCO Interactive Atlas of the World's Languages in Danger" (dalam bahasa bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, Rusia, and Tionghoa). UNESCO. 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 April 2022. Diakses tanggal 26 Juni 2011.
- ^ "UNESCO Atlas of the World's Languages in Danger" (PDF) (dalam bahasa Inggris). UNESCO. 2010. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 31 Mei 2022. Diakses tanggal 31 Mei 2022.
- ^ Nakada, Kōzō (1986). "The Munduan Copper-Plate Inscriptions Found in Java". Nantoh Shigaku (Journal of Ryukyuan Studies. 28 (2).
- ^ Arps, Bernard (2019-09-02). "The power of the heart that blazes in the world: An Islamic theory of religions in early modern Java". Indonesia and the Malay World. 47 (139). doi:10.1080/13639811.2019.1654217. ISSN 1363-9811.
- ^ Creese, Helen (1999). "The Balinese Kakawin Tradition: A Preliminary Description and Inventory". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde. 155 (1).
- ^ Blust, Robert Andrew. "Austronesian Languages". Britannica. Diakses tanggal 2022-07-15.
- ^ van der Molen, Willem (2015). An Introduction to Old Javanese [Pengantar Bahasa Jawa Kuno] (dalam bahasa Inggris). Tokyo: Research Institute for Languages and Cultures of Asia and Africa, Tokyo University of Foreign Studies.
- ^ Greenhill, Simon J.; Blust, Robert; Gray, Russell D. (2008-01). "The Austronesian Basic Vocabulary Database: From Bioinformatics to Lexomics". Evolutionary Bioinformatics (dalam bahasa Inggris). 4: EBO.S893. doi:10.4137/EBO.S893. ISSN 1176-9343. PMC 2614200 . PMID 19204825.
- ^ Mijianti, Yerry (2017). "Peran Bahasa Jawa dan Bahasa Melayu untuk Bahasa Indonesia". Belajar Bahasa. 2 (1): 121.
Bahasa Kawi adalah bahasa Jawa Kuna yang lazim dipakai pada kesusastraan.
- ^ Griffiths, Arlo (2012). "Inscriptions of Sumatra, II. Short Epigraphs in Old Javanese" [Inskripsi dari Sumatra, II. Epigraf Pendek dalam Bahasa Jawa Kuno]. Wacana Journal of the Humanities of Indonesia (dalam bahasa Inggris). 14 (2): 197–214. doi:10.17510/wjhi.v14i2.61. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-03-15. Diakses tanggal 2022-11-06.
Bibliografi
sunting- (Jerman) Wilhelm von Humboldt (1836). Über die Kawi-Sprache [On the Kawi Language] (in German): Vol 1, Vol 2, Vol 3
- (Inggris) Old Javanese (Kawi). Avenir Stepanovich Teselkin. Translated and edited with a preface by John M. Echols.
- (Belanda) Petrus Josephus Zoetmulder, 1950, De Taal van het Adiparwa, Bandung: Nix
- (Indonesia) Poerbatjaraka; Tardjan Hadiwidjaja (1952). Kepustakaan Djawa. Djakarta/Amsterdam: Djambatan.
- (Inggris) Uhlenbeck, E.M. (1964). A Critical Survey of Studies on the Languages of Java and Madura. The Hague: Martinus Nijhoff.
- (Inggris) Avenir Stepanovich Teselkin (1972). Old Javanese (Kawi). Ithaca, N.Y.: Modern Indonesia Project, Southeast Asia Program, Cornell University.
- (Inggris) Zoetmulder, P.J. (1974). Kalangwan: A Survey of Old Javanese Literature (dalam bahasa English). The Hague: Martinus Nijhoff.
- (Inggris) De Casparis, J. G (1975). Indonesian Palaeography: A History of Writing in Indonesia from the beginnings to c. AD 1500. Leiden/Köln: E. J. Brill.
- (Inggris) Zurbuchen, Mary S. (1976). Introduction to Old Javanese Language and Literature: A Kawi Prose Anthology. Ann Arbor: University of Michigan.
- (Inggris) Petrus Josephus Zoetmulder, 1982, Old Javanese-English Dictionary, The Hague: Martinus Nijhoff. 2 v. (xxxi, 2368 p.) In collaboration with S.O. Robson. ISBN 90-247-6178-6
- (Inggris) Florida, Nancy K. (1993). Javanese Literature in Surakarta Manuscripts: Introduction and Manuscripts of the Karaton Surakarta. Ithaca, N.Y.: Cornell University. ISBN 0-87727-603-X.
- (Indonesia) Zoetmulder, P.J.; Robson, S.O. (1995). Kamus Jawa Kuna–Indonesia. Diterjemahkan oleh Darusuprapta; Sumarti Suprayitna. Jakarta: Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde and Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia and PT Gramedia Pustaka Utama. ISBN 979-605-347-0.
- (Indonesia) P.J. Zoetmulder (1992–1993) Bahasa parwa : tatabahasa Jawa Kuna: Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Bekerja sama dengan I.J. Poedjawijatna. Cetakan ulang dari edisi tahun 1954
- (Inggris) Teeuw, A.; Robson, S.O., ed. (2005). Bhomāntaka: the death of Bhoma. Bibliotheca Indonesica, 32. Leiden: KITLV Press. ISBN 90-6718-253-2.
- Old Javanese Diarsipkan 2022-11-06 di Wayback Machine. Pusat Perbendaharaan Kata Diarsipkan 2010-05-27 di Wayback Machine.