Leonardus Benjamin Moerdani
Leonardus Benyamin Moerdani, atau L.B. Moerdani, atau kerap disebut Benny Moerdani (2 Oktober 1932 – 29 Agustus 2004) adalah salah satu tokoh militer Indonesia yang terkenal pada masanya. Benny Moerdani dikenal sebagai perwira TNI yang banyak berkecimpung didunia intelijen, sehingga sosoknya banyak dianggap misterius.
Leonardus Benjamin Moerdani | |
---|---|
Menteri Pertahanan Republik Indonesia 18 | |
Masa jabatan 19 Maret 1983 – 23 Maret 1988 | |
Presiden | Soeharto |
Informasi pribadi | |
Lahir | Cepu, Blora, Jawa Tengah, Hindia Belanda | 2 Oktober 1932
Meninggal | 29 Agustus 2004 Indonesia | (umur 71)
Sunting kotak info • L • B |
L.B. Moerdani merupakan perwira yang ikut terjun langsung di operasi militer penanganan pembajakan pesawat Garuda Indonesia Penerbangan 206 di Bandara Don Mueang, Bangkok, Kerajaan Thai pada tanggal 28 Maret 1981, peristiwa yang kemudian dicatat sebagai peristiwa pembajakan pesawat pertama dalam sejarah maskapai penerbangan Republik Indonesia dan terorisme bermotif jihad pertama di Indonesia.
Dalam posisi pemerintahan, selain sebagai Panglima ABRI, beliau juga pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan dan juga Pangkopkamtib.
Karier militer
[2] Moerdani mulai mengangkat senjata sebagai Tentara Pelajar saat masih 14 tahun. Sebagai anak muda yang belum berpengalaman, beliau nyaris tewas dua kali saat pletonnya diserang dari sisi dan saat melarikan diri di Sekarpace. Dua kakaknya juga turut berjuang, salah satunya menjadi pasukan pengawal Slamet Rijadi.
[1] Setelah penyerahan kedaulatan, Moerdani melanjutkan sekolah dan masuk sekolah kader infanteri TNI-AD. Dia direkrut dalam kompi Kesatuan Komando Angkatan Darat. Satu-satunya kompi komando tersebut memerangi DI/TII, terjun di PekanBaru dan Padang memerangi PRRI, dan melakukan operasi amfibi di Menado memerangi Permesta. Moerdani kembali nyaris gugur saat jeepnya ditembak bazooka. Setelah mengikuti sekolah lanjutan di Amerika, Mayor Moerdani memimpin pasukan gabungan RPKAD dan Kostrad terjun dalam Operasi Naga di Irian Jaya, dalam operasi ini beliau nyaris gugur lagi saat pasukannya disergap marinir Belanda dan Moerdani diincar penembak runduk (sniper). Moerdani juga memerangi pasukan Inggris di konfrontasi Malaysia. Kelak setelah menjadi Panglima TNI, Moerdani mengunjungi markas SAS di Inggris dan baru diberitahu beliau juga pernah dibidik sniper SAS saat menyusuri sungai dengan sampan.
[1] Kariernya di RPKAD terhenti karena perselisihan dengan Dan RPKAD saat itu yang akan mengeluarkan dari satuan RPKAD prajurit yang terluka atau cacat dalam penugasan. Moerdani mempertanyakan kelanjutan karier anak buahnya nanti tetapi tidak mendapat tanggapan. Loyalitas kepada anak buah dan penghargaan kepada prajurit yang berkorban demi bangsa dan negara ( mati ataupun hidup dengan cacat fisik permanen )membuat Moerdani melepas "baret merah" dan sejak saat itu keluar dari Cijantung, Moerdani tak mau lagi mengenakan "baret merah" (hingga Sintong menjabat Danjen Kopassandha, berhasil membujuknya memakai "baret merah" kembali ). Moerdani masuk Kostrad dan oleh Letkol Ali Moertopo ditugaskan sebagai perwira inteljen di Bangkok. Moerdani menjalin kontak dengan Malaysia untuk menjembatani perdamaian. Karier inteljen dilanjutkan menjadi atase di Korea. Setelah kejadian Malari, Moerdani dipanggil Soeharto kembali ke Jakarta menjadi Brigjen untuk memegang komando inteljen. Penugasan kontroversial adalah operasi terselubung menjelang Operasi Seroja. Nama Moerdani terkenal saat berhasil membujuk pemerintah Kerajaan Thai (yang beliau kenal saat menjadi perwira inteljen di Bangkok) untuk mengizinkan operasi militer terhadap pesawat Woyla.
Peristiwa Tanjung Priok
Kontroversi Moerdani dalam keterlibatannya dalam Peristiwa Tanjung Priok pernah membuat Moerdani diadili di mahkamah militer dalam skandal militer Indonesia di kala rezim Orde Baru.
Perselisihan dengan Soeharto
[1] Dalam buku 'Tragedi Seorang Loyalis', saat menjabat Panglima ABRI Moerdani memberi komentar mengenai bisnis anak-anak Soeharto. Soeharto marah dan mecopot jabatan Moerdani. [3] Dalam buku Sintong Panjaitan (komandan Den81 yang menyerbu Woyla), disebutkan Kapten Prabowo Subianto (menantu Soeharto) pernah merencanakan menculik Moerdani karena tuduhan makar. Prabowo Subianto tidak memberi komentar mengenai peristiwa ini dalam bukunya.
Wafat
Mantan Panglima ABRI Jenderal (Pur) Leonardus Benyamin Moerdani meninggal dunia sekitar pukul 01.30 WIB Minggu 29 Agustus 2004 di RSPAD Gatot Soebroto. Mantan Menhankam dan intelijen kawakan kelahiran Cepu 2 Oktober 1932 ini sudah dirawat di rumah sakit tersebut sejak 7 Juli 2004 karena stroke dan infeksi paru-paru. Jenazah disemayamkan rumah duka Jalan Terusan Hang Lekir IV/43, Jakarta Selatan dan kemudian di Markas Besar TNI Angkatan Darat. Upacara penghormatan jenazah di Mabes AD dipimpin oleh Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Ryamizard Ryacudu. Dimakamkan hari itu pula pukul 13.45 Wib di Taman Makam Pahlawan Kalibata, dengan inspektur upacara Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto.
Referensi
[1] Pour, Julius. Benny: Tragedi Seorang Loyalis Kata Hasta Pustaka (first published 1993)
[2] Pour, Julius. Ign. Slamet Rijadi: Dari Mengusir Kempeitai Sampai Menumpas RMS 2008 by Gramedia
[3] Subroto, Hendro. Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando. Gramedia 2009
Pranala luar
- (Indonesia) "Militer dan Intelijen Sejati" Bio LB Moerdani di Ensiklopedi Tokoh Indonesia
- (Indonesia) Profil di Tokohindonesia.com
Didahului oleh: Poniman |
Menteri Pertahanan dan Keamanan 1988 - 1993 |
Diteruskan oleh: Edi Sudradjat |
Didahului oleh: Andi Muhammad Jusuf |
Panglima ABRI 1983 - 1988 |
Diteruskan oleh: Try Soetrisno |