Redenominasi

Revisi sejak 10 September 2014 13.20 oleh Hysocc (bicara | kontrib) (Membalikkan revisi 8165060 oleh 36.73.29.250 (bicara))

Redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya. Pada waktu terjadi inflasi, jumlah satuan moneter yang sama perlahan-lahan memiliki daya beli yang semakin melemah. Dengan kata lain, harga produk dan jasa harus dituliskan dengan jumlah yang lebih besar. Ketika angka-angka ini semakin membesar, mereka dapat memengaruhi transaksi harian karena risiko dan ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh jumlah lembaran uang yang harus dibawa, atau karena psikologi manusia yang tidak efektif menangani perhitungan angka dalam jumlah besar. Pihak yang berwenang dapat memperkecil masalah ini dengan redenominasi: satuan yang baru menggantikan satuan yang lama dengan sejumlah angka tertentu dari satuan yang lama dikonversi menjadi 1 satuan yang baru. Jika alasan redenominasi adalah inflasi, maka rasio konversi dapat lebih besar dari 1, biasanya merupakan bilangan positif kelipatan 10, seperti 10, 100, 1.000, dan seterusnya. Prosedur ini dapat disebut sebagai "penghilangan nol".[1].

Pengaruh terhadap catatan keuangan

Ketika terjadi redenominasi, data keuangan yang dipengaruhi oleh perubahan tersebut harus disesuaikan. Contohnya, produk domestik bruto (PDB) Bank Sentral Nikaragua yang didokumentasikan dengan baik.[2]

Latar Belakang Redenominasi Rupiah

Dalam rangka menciptakan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan handal, Bank Indonesia melakukan suatu kebijakan yang disebut redenominasi. Redenominasi mata uang rupiah menentukan salah satu kewenangan Bank Indonesia dalam rangka mengatur dan menjaga keselarasan sistem pembayaran di Indonesia.
Adapun alasan yang melatarbelakangi Bank Indonesia melakukan redenominasi mata uang rupiah adalah karena :

  1. Uang pecahan Indonesia yang terbesar saat ini adalah Rp100.000 yang merupakan pecahan terbesar kedua di dunia setelah mata uang Dong Vietnam yang pernah mencetak 500.000 Dong. Namun tidak memperhitungkan negara Zimbabwe yang pernah mencetak 100 trilyun dolar Zimbabwe dalam 1 lembar mata uang.
  2. Munculnya keresahan atas status rupiah yang terlalu rendah ketimbang mata uang lainnya, misalnya terhadap dolar, euro, dan uang global lainnya, bukan soal substansi, tapi soal identitas karena kekuatan mata uang kita relatif stabil, cadangan devisa juga aman, inflasi terjaga (1 digit), investasi juga tidak ada persoalan, kinerja ekonomi kita baik.
  3. Pecahan uang Indonesia yang selalu besar akan menimbulkan ketidakefisienan dan ketidaknyamanan dalam melakukan transaksi, karena diperlukan waktu yang banyak untuk mencatat, menghitung dan membawa uang untuk melakukan transaksi sehingga terjadi ketidakefisienan dalam transaksi ekonomi.
  4. Untuk mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan kawasan ASEAN dalam memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015.
  5. Untuk menghilangkan kesan bahwa nilai nominal uang yang terlalu besar seolah-olah mencerminkan bahwa di masa lalu, suatu negara pernah mengalami inflasi yang tinggi atau pernah mengalami kondisi fundamental ekonomi yang kurang baik.

Daftar redenominasi mata uang

Satuan baru Rasio Satuan lama Tahun
Lira Turki Baru 1.000.000 Lira lama 2005
Metical Mozambik baru 1.000 Metical lama 2006
Dolar Zimbabwe II (ZWN) 1.000 ZWD (dolar pertama) Agustus 2006
Dolar Zimbabwe III (ZWR) 10.000.000.000 ZWN Agustus 2008
Dolar Zimbabwe IV (ZWL) 1.000.000.000.000 ZWR Februari 2009
Bagan ini bukanlah bagan yang dimaksudkan untuk lengkap.

Perbedaan redenominasi dan sanering

Parameter Redenominasi Sanering
Aksi Penyederhanaan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka 0) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut Pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang
Pengaruh terhadap harga barang Berpengaruh Tidak berpengaruh
Daya beli Tetap Turun
Nilai uang terhadap barang
Kerugian Tidak Ya
Tujuan Mengefisienkan dan menyamankan transaksi Mengurangi jumlah uang beredar
Menyetarakan ekonomi dengan negara regional
Kondisi saat pelaksanaan Makrekonomi stabil, ekonomi bertumbuh, inflasi terkontrol Makroekonomi labil, hiperinflasi
Momentum pelaksanaan Bertahap, persiapan matang dan terukur Mendadak, tanpa persiapan

Lihat pula

Referensi

Pranala luar