Sampah makanan

makanan yang dibuang, hilang, atau tidak dimakan
Revisi sejak 24 September 2014 15.08 oleh Hysocc (bicara | kontrib)

Sampah makanan adalah makanan yang terbuang dan menjadi sampah. Definisi sampah dapat dilihat dari berbagai sisi sehingga berbagai lembaga dan organisasi dapat menggunakan definisi yang berbeda-beda mengenai sampah makanan ataupun makanan yang terbuang.[1][2][3] Sampah makanan dapat dilihat dari jenisnya, dari bagaimana sampah terbentuk, dan dari mana asalnya.[4][5]

Sebagian makanan dapat terbuang pada tahap tertentu dalam proses pengolahannya hingga selesai dikonsumsi oleh manusia. Berdasarkan Institution of Mechanical Engineers, setidaknya pada tahun 2013 setengah dari total makanan yang diproduksi manusia terbuang menjadi sampah.[6] Di negara miskin dan berkembang, sebagian besar makanan terbuang dalam proses produksi dan pengolahannya karena proses yang belum efisien. Sedangkan di negara maju, makanan terbuang lebih banyak dari sisi konsumsinya dan setidaknya satu orang membuang 100 kg makanan per tahun.[7]

Penyebab

Sampah makanan dapat terbentuk sejak dalam proses produksinya di lahan pertanian, pasca panen, pengolahannya, hingga konsumsinya.

Produksi makanan

Di negara berkembang dengan pertanian komersial dan industri yang maju, sampah makanan dapat terbentuk pada tahap produksinya.[8] Sedangkan negara dengan pertanian subsisten yang dominan, sampah makanan yang terbentuk tidak dapat diketahui jumlahnya secara pasti namun diperkirakan tidak signifikan karena outputnya yang jauh lebih kecil dibandingkan pertanian industri. Meski demikian, besarnya kehilangan hasil panen ketika dilakukan pemanenan hingga transportasi dapat mencapai angka yang cukup tinggi di negara yang pertaniannya masih relatif kurang maju.[9][10]

Dalam tahap produksi makanan, kerusakan hasil panen oleh hama dan cuaca buruk dapat disebut limbah karena merupakan sebuah kehilangan (loss), terbuang, dan tidak dapat dimanfaatkan oleh manusia, bahkan meski tanaman tersebut belum dipanen.[11][12][8] Sehingga cuaca dapat disebut berperan penting dalam menambah jumlah potensi makanan yang terbuang.[13] Pemanfaatan alat dan mesin pertanian juga dapat menyebabkan kehilangan hasil produksi makanan karena, misal, mesin pemanen umumnya memanen secara keseluruhan tanpa melihat secara individual apakah biji-bijian sudah siap dipanen atau belum. Mesin pasca panen seperti mesin perontok juga secara tidak sengaja dapat memecahkan bulir biji-bijian tertentu sehingga sebagian hasil tidak layak untuk dijual ke pasar.[8] Hal yang sama juga berlaku bagi hasil pertanian lain, seperti buah dan sayur yang memiliki penampilan buruk akan terganjal regulasi dan peraturan sehingga tidak layak masuk ke pasar.[14] Petani umumnya meninggalkan hasil pertanian yang buruk tersebut di lahan sehingga menjadi kompos, atau dijadikan pakan hewan ternak.[8] Besarnya loss pada tahap pasca panen cenderung lebih sulit dianalisis ketimbang loss pada pengolahan makanan.[15]

Pengolahan makanan

Setelah pasca panen, kualitas penyimpanan makanan berperan penting dalam mencegah terbuangnya makanan.[16] Penyimpanan makanan menjadi relatif sulit di negara tropis basah karena temperatur dan kelembaban tinggi merupakan kondisi yang ideal bagi hama dan mikroorganisme untuk berkembang biak.[17] Kehilangan secara kualitatif seperti edibilitas, nilai kalori, nilai nutrisi, dan sebagainya lebih sulit dinilai ketimbang kehilangan secara kuantitas.[18][16][19][20] Penanganan dan pengemasan dapat menyusutkan volume dan massa juga dapat disebut sebagai loss.[8][16]

Beberapa tahapan proses tidak dapat menghindari terbentuknya sampah makanan karena alasan keamanan dan ingin mencapai bentuk atau kualitas tertentu dari makanan yang akan diproduksi.[2][8][21][22][23]

Referensi

  1. ^ Westendorf, Michael L. (2000). Food waste to animal feed. Wiley-Blackwell. ISBN 978-0-8138-2540-3. Diakses tanggal 2009-08-19. 
  2. ^ a b Oreopoulou, Vasso; Winfried Russ (2007). Utilization of by-products and treatment of waste in the food industry. Springer. ISBN 978-0-387-33511-7. Diakses tanggal 2009-08-19. 
  3. ^ "Organic Materials Management Glossary". California Integrated Waste Management Board. 2008. Diakses tanggal 2009-08-20. 
  4. ^ "Glossary". Eastern Metropolitan Regional Council. Diakses tanggal 2009-08-25.  [pranala nonaktif]
  5. ^ "Terms of Environment: Glossary, Abbreviations and Acronyms (Glossary F)". United States Environmental Protection Agency. 2006. Diakses tanggal 2009-08-20. 
  6. ^ "Food Waste: Half Of All Food Ends Up Thrown Away". Huffington Post. 10 January 2013. Diakses tanggal 5 February 2013. 
  7. ^ Gustavson, Jenny; Cederberg, Christel; Sonesson, Ulf; van Otterdijk, Robert; Meybeck, Alexandre (2011). Global Food Losses and Food Waste (PDF). FAO. 
  8. ^ a b c d e f Kantor, Linda (January–April 1997). "Estimating and Addressing America's Food Losses" (PDF). Diakses tanggal 2009-08-14. 
  9. ^ Waters, Tony (2007). The Persistence of Subsistence Agriculture: life beneath the level of the marketplace. Lexington Books. ISBN 978-0-7391-0768-3. Diakses tanggal 2009-08-21. 
  10. ^ "Food Security". Scientific Alliance. 2009. Diakses tanggal 2009-08-21. 
  11. ^ Savary, Serge; Laetitia Willocquet; Francisco A. Elazegui; Nancy P. Castilla; Paul S. Teng (March 2000). "Rice pest constraints in tropical Asia: Quantification of yield losses due to rice pests in a range of production situations". Plant Disease. 84 (3): 357–369. doi:10.1094/PDIS.2000.84.3.357. Diakses tanggal 2009-08-21. 
  12. ^ Rosenzweig, Cynthia (2001). "Climate change and extreme weather events, Implications for food production, plant diseases, and pests" (PDF). Global Change and Human Health. 2. Diakses tanggal 2009-08-21. (Free preview, full article available for purchase) 
  13. ^ Haile, Menghestab ((Published online) 24 October 2005). "Weather patterns, food security and humanitarian response in sub-Saharan Africa". The Royal Society. 360 (1463): 2169. doi:10.1098/rstb.2005.1746. PMC 1569582 . PMID 16433102. Diakses tanggal 2009-08-21. 
  14. ^ "Wonky fruit & vegetables make a comeback!". European Parliament. 2009. Diakses tanggal 2009-08-21. 
  15. ^ Morris, Robert F.; United States National Research Council (1978). Postharvest food losses in developing countries. National Academy of Sciences. Diakses tanggal 2009-08-24. 
  16. ^ a b c Hall, David Wylie (1970). Handling and storage of food grains in tropical and subtropical areas. Food & Agriculture Organisation. ISBN 978-92-5-100854-6. Diakses tanggal 2009-08-21. 
  17. ^ "Loss and waste: Do we really know what is involved?". Food and Agriculture Organization. Diakses tanggal 2009-08-23. 
  18. ^ Lacey, J. (1989). "Pre- and post-harvest ecology of fungi causing spoilage of foods and other stored products". Journal of Applied Bacteriology Symposium Supplement. Diakses tanggal 2009-08-22. 
  19. ^ "Post-harvest system and food losses". Food and Agriculture Organization. Diakses tanggal 2009-08-23. 
  20. ^ Kader, A. A. (2005). "Increasing Food Availability by Reducing Postharvest Losses of Fresh Produce" (PDF). Diakses tanggal 2009-08-22. 
  21. ^ Dalzell, Janet M. (2000). Food industry and the environment in the European Union: practical issues and cost implications. Springer. hlm. 300. ISBN 0-8342-1719-8. Diakses tanggal 2009-08-29. 
  22. ^ "Environmental, Health and Safety Guidelines for Meat Processing" (PDF). 2007: 2. Diakses tanggal 2009-08-29. 
  23. ^ "Specific hygiene rules for food of animal origin". Europa. 2009. Diakses tanggal 2009-08-29.