Nanggroe Aceh Darussalam
100px
Bendera Nanggroe Aceh Darussalam
Moto: "Pancacita"
(Sanskrit): "Lima Cita-Cita”
Imej:Lokasi_Aceh.png
Hari Bersatu:7 Desember 1959
Ibukota:Banda Aceh (Dahulu Kutaradja)
Gubernur:Drg. Irwandi Yusuf
Wakil Gubernur:Muhammad Nazar, S.ag
Wilayah
 - Jumlah:

55,390 km²
Daerah Tingkat II
 - Jumlah:

17 Kabupaten dan 4 Kota
Penduduk
 - Jumlah:
 - Kepadatan:

~ 4,500,000
80/km²
Suku Bangsa:Aceh, Gayo, Alas, Aneuk Jamee, Kluet, Simeulue dll.
Agama:Islam
Bahasa:Bahasa Melayu, Bahasa Aceh, Bahasa Indonesia, Gayo, Alas, Aneuk Jamee dll.
Zon Waktu:WIB / UTC +7
Lagu Kedaerahan:Bungong Jeumpa, Bungong Seulanga, dll…

Templat:BM Aceh adalah sebuah Daerah Istimewa di hujung Pulau Sumatra. Aceh terletak di barat laut Sumatra dengan kawasan seluas 57,365.57 km per segi atau merangkumi 12.26% pulau Sumatra. Aceh memiliki 119 buah pulau, 73 sungai yang besar dan 2 buah danau, Danau Laut Tawar di Takengon, Aceh Tengah dan Danau Aneuk Laot di Kota Sabang. Aceh dikelilingi Selat Melaka di sebelah utara, Provinsi Sumatera Utara di timur dan Lautan Hindi di selatan dan barat. Ibu kota Aceh adalah Banda Aceh yang dahulunya dikenali sebagai 'Kutaradja'.

Sejarah

Rencana utama: Sejarah Aceh

Babad Cina pada awal 6 M telah menyatakan kewujudan sebuah kerajaan di bahagian ujung utara pulau Sumatra yang mereka kenali sebagai Po-Li. Naskhah Arab dan India kurun ke-9 juga telah mengatakan perkara yang sama. Dibandingkan dengan kawasan-kawasan [di Indonesia] yang lain, Aceh merupakan daerah pertama yang mempunyai hubungan langsung dengan dunia luar.

Aceh memiliki sebuah sejarah yang lama. Aceh memainkan peranan penting dalam tranformasi yang dijalani daerah ini sejak berdirinya.

Marco Polo, pada 1292, sewaktu dalam pelayaran ke Parsi dari China telah singgah ke Sumatra. Beliau melaporkan terdapat enam pelabuhan yang sibuk di bahagian utara pulau tersebut. Mereka termasuk perlabuhan Perlak, Samudera dan Lamuri.

Kerajaan Islam pertama yang berdiri di Aceh adalah Kerajaan Perlak pada tahun 840 M (225 H). Sultan pertama Kerajaan Perlak yang terpilih adalah Saiyid Maulana Abdul-Aziz Syah (peranakan Arab Quraisy dengan puteri Meurah Perlak) yang bergelar Sultan Alaiddin Saiyid Maulana Abdul-Aziz Syah. Kerajaan ini berdiri sekitar 40 tahun setelah Islam tiba di Bandar Perlak yang dibawa oleh saudagar dari Teluk Kambey(Gujarat) pimpinan Nakhuda Khalifah. Kerajaan inilah yang kemudian dikenal sebagai kerajaan Islam pertama di Nusantara.

Penguasaan pelabuhan di Melaka oleh Portugis pada 1511 telah menyebabkan banyak pedagang Arab dan India memindahkan perdagangan mereka ke Aceh. Kedatangan mereka membawa kekayaan dan kemakmuran kepada Aceh, dan menandakan mulanya penguasaan Aceh dalam perdagangan dan politik di utara pulau Sumatra khususnya dan Nusantara umumnya. Keadaan ini bertahan hingga ia mencapai puncaknya antara tahun 1610 dan 1640.

Kemunduran Aceh bermula sejak kemangkatan Sultan Iskandar Tsani pada tahun 1641 disebabkan penguasaan perdagangan oleh Inggeris dan Belanda. Ini juga menyebabkan mereka berlumba-lumba menguasai sebanyak-banyaknya kawasan di Nusantara untuk kegiatan perdagangan mereka. Perjanjian London 1824 yang ditandatangani pada 1824 telah memberi kekuasaan kepada Belanda untuk menguasai segala kawasan British di Sumatra sementara Belanda akan menyerahkan segala kekuasaan perdagangan mereka di India dan juga berjanji tidak akan menandingi British/Inggris untuk menguasai Singapura.

Belanda telah mendapati lebih sukar untuk melawan Aceh dari apa yang mereka sangkakan. Perang Aceh, yang berlansung dari 1873 hingga 1942 (tetapi tidak berlanjut-lanjut), merupakan sebuah peperangan paling lama dihadapi oleh Belanda dan meragut lebih 10,000 orang tentera mereka.

Pasca-pencabutan Daerah Operasi Militer (DOM), atau sering dikenal dengan Operasi Jaring Merah, pada 7 Ogos 1998 yang sudah berlangsung selama 10 Tahun sejak 1989, tuntutan kemerdekaan Aceh yang disuarakan oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) kian bergema. Selain itu, muncul tuntutan pungutan suara sebagai akumulasi kekecewaan rakyat Aceh pada pemerintah Jakarta. Tuntutan itu digerakkan oleh para intelektual muda Aceh yang terhimpun dalam Organisasi Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA). SIRA yang didirikan di Banda Aceh pada 4 Februari 1999 berhasil mengakomodasi keinginan rakyat Aceh untuk menentukan nasib sendiri. Misalnya tercermin dalam aksi kolosal yang dibuat oleh SIRA pada 8 November 1999 yang dihadiri oleh 2 Juta rakyat Aceh dari berbagai kabupaten di Aceh. SIRA yang dipimpin oleh Muhammad Nazar berhasil memobilisir perjuangan rakyat Aceh, untuk mendapatkan hak-haknya sebagai sebagai sebuah bangsa.

Keinginan rakyat Aceh untuk menentukan nasib sendiri semakin bergema dengan kelahiran berbagai organisasi perlawanan rakyat di Aceh, seperti KARMA, Farmidia, SMUR, FPDRA, SPURA, PERAK, dan HANTAM, yang lahir dengan mengusung berbagai macam isu. HANTAM misalnya, dengan mengusung isu Antimiliterisme berhasil membuat sebuah aksi yang spektakuler pada tahun 2002, dengan aksi yang paling fenomenal, karena dalam aksinya mereka menuntut gencatan senjata antara RI dan GAM. Selain itu HANTAM dalam aksinya mengusung empat bendera, seperti bendera GAM, RI, Referendum dan Bendera PBB. Aksi yang berlangsung pada 6 Mei 2002 itu berakhir dengan penangkapan semua peserta aksi HANTAM seperti Taufik Al Mubarak, Muhammmad MTA, Asmara, Askalani, Imam, Habibir, Ihsan, dan beberapa orang lagi. Aksi itu memberikan makna khusus bahwa campurtangan PBB untuk memediasi konflik Aceh tak dapat ditolak.

Sultan Aceh

Agama

Majoriti penduduk di Aceh memeluk agama Islam. Selain itu provinsi Aceh memiliki keistimemawaan dibandingkan dengan provinsi yang lain, kerana di provinsi ini syariat Islam diperlakukan kepada sebahagian besar warganya yang menganut agama Islam.

Bahasa

Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Aceh dan Bahasa Indonesia Walaupun banyak yang menggunakan bahasa Aceh dalam pergaulan sehari-hari, namun tidak bererti bahwa corak dan ragam bahasa Aceh yang digunakan sama. Tidak saja dari segi dialek yang mungkin berlaku bagi bahasa di daerah lain; bahasa Aceh bisa berbeza dalam pemakaiannya, bahkan untuk kata-kata yang bermakna sama. Kemungkinan besar hal ini disebabkan banyakya percampuran bahasa, terutama di daerah pesisir, dengan bahasa daerah lainnya atau juga kerana kelestarian bahasa aslinya

Geografi

Aceh memiliki wilayah seluas 57.365,57 Km2, yang terdiri atas kawasan hutan lindung 26.440,81 Km2, kawasan hutan budidaya 30.924,76 Km2 dan ekosistem Gunung Leuser seluas 17.900 Km2, dengan puncak tertinggi pada 4.446 m diatas permukaan laut.

- Sebelah utara dengan Laut Andaman

- Sebelah timur dengan Selat Melaka

- Sebelah selatan dengan Provinsi Sumatera Utara

- Sebelah barat dengan Samudra Hindia.

- Daerah Melingkupi  : 119 Pulau, 35 Gunung, 73 Sungai

- Nanggroe (Banyaknya Dati II): 21 Kabupaten

- Banyaknya Kecamatan  : 228

- Mukim  : 642

- Kelurahan  : 111

- Gampong (Desa)  : 5947

Ibukota dan bandar terbesar di Aceh ialah Banda Aceh. Bandar besar lain ialah seperti Sabang, Lhokseumawe, dan Langsa.

Aceh merupakan kawasan yang paling teruk dilanda gempa bumi 26 Disember 2004. Beberapa tempat di persisiran pantai dilaporkan musnah sama sekali. Malah Banda Aceh turut hampir musnah dilanda tsunami.

Aceh mempunyai khazanah sumber bumi seperti minyak dan gas asli.

Penduduk

Penduduk Aceh merupakan keturunan berbagai suku kaum dan bangsa. Bentuk fizikal mereka menunjukkan ciri-ciri orang Nusantara, Cina, Eropah dan India. Leluhur orang Aceh dikatakan telah datang dari Semenanjung Malaysia, Cham, Cochin China dan Kemboja. Kumpulan-kumpulan etnik yang terdapat di Aceh adalah orang Aceh yang terdapat di merata Aceh, orang Gayo di Aceh Tengah, sebahagian Aceh Timur, Bener Meriah dan Gayo Lues, orang Alas di Aceh Tenggara, orang Tamiang di Aceh Tamiang, Aneuk Jamee di Aceh Selatan dan Aceh Barat Daya, orang Kluet di Aceh Selatan dan orang Simeulue di Pulau Simeulue. Aceh juga mempunyai bilangan keturunan Arab yang tinggi. Sebuah suku bangsa berketurunan Eropah juga terdapat di Kecamatan Jaya, Aceh Jaya. Mereka beragama Islam dan dipercayai adalah dari keturunan askar-askar Portugis yang telah memeluk agama Islam. Pada amnya, mereka mengamalkan budaya Aceh dan hanya boleh bertutur dalam bahasa Aceh dan bahasa Indonesia.

Gabenor

Nanggroe (Daerah Tingkat II)

  1. Nanggroe (Kabupaten) Aceh Barat
  2. Nanggroe (Kabupaten) Aceh Barat Daya
  3. Nanggroe (Kabupaten) Aceh Besar
  4. Nanggroe (Kabupaten) Aceh Jaya
  5. Nanggroe (Kabupaten) Aceh Selatan
  6. Nanggroe (Kabupaten) Aceh Singkil
  7. Nanggroe (Kabupaten) Aceh Tamiang
  8. Nanggroe (Kabupaten) Aceh Tengah
  9. Nanggroe (Kabupaten) Aceh Tenggara
  10. Nanggroe (Kabupaten) Aceh Timur
  11. Nanggroe (Kabupaten) Aceh Utara
  12. Nanggroe (Kabupaten) Bener Meriah
  13. Nanggroe (Kabupaten) Bireuen
  14. Nanggroe (Kabupaten) Gayo Lues
  15. Nanggroe (Kabupaten) Nagan Raya
  16. Nanggroe (Kabupaten) Pidie
  17. Kota Banda Aceh
  18. Kota Langsa
  19. Kota Lhokseumawe
  20. Kota Sabang
  21. Nanggroe (Kabupaten) Simeulue

Tokoh Asal Aceh

Pautan luar

id:Nanggroe Aceh Darussalam