Partai politik

organisasi sosial politik yang mengoordinasikan kader-kadernya untuk bersaing dalam pemilihan umum

Sebuah partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik - (biasanya) dengan cara konstitusionil - untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka. [1][2]

Sejarah Partai Politik di Indonesia

Berkas:Ki hajar dewantara2.jpg
Ki Hadjar Dewantara tokoh Tiga Serangkai dan Indische Partij.
 
Bung Tomo atau Sutomo, pernah menjadi anggota Sarekat Islam, tokoh 10 November 1945, berjuang pada Masa Revolusi Kemerdekaan di Indonesia
Berkas:Buya Hamka.jpg
Buya Hamka sastrawan Indonesia, sekaligus ulama, ahli filsafat, dan aktivis politik.

Partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Bisa juga di definisikan, perkumpulan (segolongan orang-orang) yang seasas, sehaluan, setujuan di bidang politik. Baik yang berdasarkan partai kader atau struktur kepartaian yang dimonopoli oleh sekelompok anggota partai yang terkemuka. Atau bisa juga berdasarkan partai massa, yaitu partai politik yang mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah anggotanya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), partai politik berarti perkumpulan yang didirikan untuk mewujudkan ideologi politik tertentu. Dalam sejarah Indonesia, keberadaan Partai politik di Indonesia diawali dengan didirikannya organisasi Boedi Oetomo (BO), pada tahun 1908 di Jakarta oleh Dr. Wahidin Soediro Hoesodo dkk. Walaupun pada waktu itu BO belum bertujuan ke politik murni, tetapi keberadaan BO sudah diakui para peneliti dan pakar sejarah Indonesia sebagai perintis organisasi modern. Dengan kata lain, BO merupakan cikal bakal dari organisasi massa atau organisasi politik di Indonesia.

Pada masa penjajahan Belanda, partai-partai politik tidak dapat hidup tentram. Tiap partai yang bersuara menentang dan bergerak tegas, akan segera dilarang, pemimpinnya ditangkap dan dipenjarakan atau diasingkan. Partai politik yang pertama lahir di Indonesia adalah Indische Partij yang didirikan pada tanggal 25 Desember 1912, di Bandung.

Dipimpin oleh Tiga Serangkai, yaitu Dr. Setiabudi, Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Ki Hadjar Dewantara. Tujuan partai itu adalah Indonesia lepas dari Belanda. Partai itu hanya berusia 8 bulan karena ketiga pemimpin masing-masing dibuang ke Kupang, Banda, dan Bangka, kemudian diasingkan ke Belanda.

Partai Politik pada Masa Revolusi Kemerdekaan di Indonesia

Setelah Indonesia merdeka dan berdaulat, telah menetapkan bahwa NKRI menganut paham demokrasi dan sistem multi-partai, terbukalah kesempatan yang besar untuk mendirikan partai politik. Yang melatar belakangi terbentuknya partai-partai baru ini adalah adanya maklumat Nomor “X” pada tanggal 3 November 1945 yang dikeluarkan oleh Wakil Presiden RI yaitu Mohammad Hatta atas usulan dari Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), mendorong terbentuknya partai-partai politik sebagai bagian dari demokrasi. Maklumat tersebut merupakan salah satu bagian dari rencana persiapan penyelenggaraan pemilu pada tahun berikutnya yaitu 1946. Maklumat tersebut menggunakan nomor X ( bukan sepuluh) karena nomor urut maklumatnya sama dengan nomor sebelumnya. Maklumat nomor X pada tanggal 3 November 1945 ini melegitimasi partai-partai politik yang telah terbentuk sebelumnya, sejak zaman Belanda dan Jepang. Dan juga munculnya respon dari masyarakat dengan adanya partai-partai politik baru yang terus lahir.

Revolusi menjadi alat tercapainya kemerdekaan merupakan unsur yang kuat bagi bangsa Indonesia. Kehidupan rakyat Indonesia yang penuh dengan tekanan dari pihak asing kini sirna dan berganti dengan kata kemerdekaan atau kebebasan. Setelah mencapai kemerdekaan, Republik Indonesia menganut sistem multi-partai sehingga banyak sekali bermunculan partai partai politik.

Pasca dikeluarkannya Maklumat Pemerintah pada tanggal 3 November 1945, partai politik mulai banyak dibentuk. Sejumlah partai politik yang telah ada sejak era Pergerakan Nasional, tumbuh dengan kemasan yang baru. Partai-partai tersebut telah memiliki massa dan basis pendukungnya sendiri-sendiri. Di antaranya adalah:

  • Partai Majelis Islam Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), 7 November 1945
  • Partai Nasional Indonesia (PNI), Januari 1946
  • Partai Komunis Indonesia (PKI), Januari 1947
  • Partai Sosialis Indonesia (PSI), Maret 1947
  • Partai Kristen Indonesia (Parkindo), April 1947
  • Partai Murba, November 1948
  • Partai Katholik, Desember 1949

Dari partai-partai di atas, Masyumi dan PNI tumbuh sebagai dua kekuatan yang seimbang. Hal ini berkaitan dengan Masyumi merupakan satu-satunya partai yang pada masa pendudukan Jepang masih diizinkan untuk berkegiatan sosial sehingga menarik minat masyarakat. Mereka memanfaatkan hal tersebut untuk berkegiatan secara efektif yang tidak terlepas dari bergabungnya dua organisasi massa Islam besar, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Sedangkan PNI mendapatkan kekuatan dari partai-partai lama yang bergabung di antaranya Partindo dan Gerindo.

Golongan sosialis dalam perkembangannya di masa revolusi kemerdekaan pecah menjadi dua, yaitu Partai Sosialis Indonesia yang diketuai Sjahrir dan Partai Sosialis yang diketuai Amir Sjarifuddin. Perpecahan ini karena Amir yang lebih condong ke sikap radikal sedangkan Sjahrir berpegang pada ideologoi demokrat-sosial yang moderat.

Era revolusi kemerdekaan juga adalah masa titik balik bagi Partai Komunis Indonesia yang mengalami kemunduran setelah pemberontakan di Madiun pada 1948. Bisa dikatakan, mulai pada saat itu, konstelasi politik nasional hanya dikuasai oleh Masyumi dan PNI yang peran mereka sangat tercermin dalam KNIP dan Badan Pekerja-nya.

Di masa-masa awal revolusi fisik, partai-partai politik memainkan fungsinya sebagai pembuat-pembuat keputusan. Namun, wakil-wakil yang duduk dalam kabinet tidak mampu menjaga stabilitas politik. Tidak adanya partai dengan mayoritas yang jelas, menyebabkan pemerintah harus selalu berdasarkan koalisi antar beberapa partai yang dengan mudah dijatuhkan satu sama lain oleh mosi tidak percaya. Dalam masa itu pula, partai-partai memegang peranan penting berkaitan dengan pengambilan keputusan seiring ancaman baik dari dalam maupun luar negeri dalam revolusi fisik, semisal dalam Agresi Militer Belanda I dan II pada 1947 dan 1948 serta pemberontakan PKI pada 1948.

Deskripsi

 
Kegiatan para anggota, kader, relawan dan simpatisan partai politik Indonesia. Beberapa dari mereka berusaha melalui pengajaran pengkaderan dan pelatihan untuk keberhasilan partainya. Partai politik yang besar memiliki pengikut yang lebih besar. Akan terlihat anggota partai yang telah mengikuti pengkaderan dan yang belum. Partai politik diseleksi untuk mengikutii dan penyelenggaraan Pemilihan Umum, lalu Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah.

Masyarakat Indonesia pada umumnya sejak kemerdekaan sudah tidak asing lagi mendengar atau melihat lembaga-lembaga partai politik, apalagi sejak era otonomi daerah kita sering menjumpai di daerah-daerah bahkan sampai pelosok adanya partai-partai politik, kaerena sejak era otonomi daerah partai politik sudah banyak, mulai dari partai besar sampai partai kecil ditambah lagi ditandai dengan adanya symbol atau baliho parpol yang dipasang mulai dari gedung tinggi, rumah-rumah, jalan dan pohon-pohon kayu yang pada umumnya yang ada keramaian.

Memang secara teori partai politik pertamanya lahir di Negara-negara Eropa Barat, yang diakibatkan dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan factor yang perlu diperhitungkan serta keiikutsertaan dalam proses politik, maka itulah banyak pada saat sekarang ini partai politik lahir secara spontan dan berkembang penghubung antara rakyat dengan pemerintah, artinya partai politik menjadi perpanjangan tangan rakyat untuk menyampaikan aspirasinya kepada Pemerintah.

Secara harfiah, politik dalam bahasa Arabnya disebut “siyasyah” yang artinya siasat dan dalam bahasa Inggrisnya “Politics”. Politik memang artinya strategi, cerdik dan bijaksana yang dalam kehidupan sehari-hari mengartikan sebagai suatu cara untuk melakukan sesuatu didalam mencapai tujuan. Melihat pengertian ini, sebenarnya setiap manusia sudah berpolitik, apakah seorang pedagang, yang mempunyai pola pikir bagaiman dagangannya bisa laku dan mempunyai untung yang besar, tentu yang dipakai adalah siasat, kemudian seorang sopir, mempunyai pemikiran bagaimana supaya dapat cepat sampai ditujuan dengan waktu yang cepat pula dan lain sebagainya.

Asal mula kata politik itu sendiri berasal dari kata “polis” yang berarti Negara kota, dengan politik berarti ada hubungan khusus antara manusia yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul akan timbul aturan-aturan dan akhirnya adalah apa yang disebut dengan kekuasaan. Kemudian kalau kita kaitkan dengan partai politik, adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya dengan cara konstitusional) untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.

Partai politik adalah sarana politik yang menjembatani elit-elit politik dalam upaya mencapai kekuasaan politik dalam suatu negara yang bercirikan mandiri dalam hal finansial, memiliki platform atau haluan politik tersendiri, mengusung kepentingan-kepentingan kelompok dalam urusan politik, dan turut menyumbang political development sebagai suprastruktur politik.

Dalam rangka memahami partai politik sebagai salah satu komponen infrastruktur politik dalam negara, berikut beberapa pengertian mengenai partai politik, yakni:

  1. Carl J. Friedrich: partai Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasan pemerintah bagi pemimpin partainya, dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun materil.
  2. R.H. Soltou: partai Politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyaknya terorganisir, yang bertindak sebagai satu kesatuan politik, yang dengan memanfaatkan kekuasan memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum mereka.
  3. Sigmund Neumann: partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis Politik yang berusaha untuk menguasai kekuasan pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan golongan-golongan lain yang tidak sepaham.
  4. Miriam Budiardjo: partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.

Ideologi politik

Dalam ilmu sosial, Ideologi politik adalah sebuah himpunan ide dan prinsip yang menjelaskan bagaimana seharusnya masyarakat bekerja, dan menawarkan ringkasan order masyarakat tertentu. Ideologi politik biasanya mengenai dirinya dengan bagaimana mengatur kekuasaan dan bagaimana seharusnya dilaksanakan.

Teori komunis Karl Marx, Friedrich Engels dan pengikut mereka, sering dikenal dengan marxisme, dianggap sebagai ideologi politik paling berpengaruh dan dijelaskan lengkap pada abad 20.

Contoh ideologi lainnya termasuk: anarkisme, kapitalisme, komunisme, komunitarianisme, konservatisme, neoliberalisme, demokrasi kristen, fasisme, monarkisme, nasionalisme, nazisme, liberalisme, libertarianisme, sosialisme, dan demokrat sosial.

Ideologi adalah seperangkat tujuan dan ide-ide yang mengarahkan pada satu tujuan, harapan, dan tindakan. Jadi, ideologi politik dapat diartikan sebagai seperangkat tujuan dan ide yang menjelaskan bagaimana suatu rakyat bekerja, dan bagaimana cara mengatur kekuasaan.

Liberalisme

Berkas:Labour rose logo.jpg
Lambang Partai Buruh Inggris. Merupakan partai massa Inggris. Partai massa merupakan kebalikan dari partai kader karena mereka lebih menekankan pada pencarian jumlah dukungan yang banyak di masyarakat atau dengan kata lain lebih menekankan aspek kuantitas. Kelemahan partai massa adalah bahwa disiplin anggota biasanya lemah, juga lemahnya ikatan organisasi sesame anggota, bahkan kadang kala tidak saling kenal, karena luasnya dukungan dari berbagai golongan dan lapisan masyarakat.
Berkas:Conservative logo 2006.svg
Logo Partai Konservatif Inggris
1874 Nast cartoon featuring the first notable appearance of the Republican elephant[3]
The current GOP logo, incorporating the Republican elephant
"A Live Jackass Kicking a Dead Lion" by Thomas Nast. Harper's Weekly, January 19, 1870.
The donkey party logo is still a well-known symbol for the Democratic Party, despite not being the official logo of the party.
The Democratic donkey party logo in a modernized "kicking donkey" form
Officiële VVD-logo.
Logo of Partij van de Arbeid, a political party in the Netherlands.
logo of the Party for Freedom.
Logo of the Dutch Socialist Party, 2006 style.

Kebebasan telah muncul sejak adanya manusia di dunia, karena pada hakikatnya manusia selalu mencari kebebasan bagi dirinya sendiri. Bentuk kebebasan dalam politik pada zaman dahulu adalah penerapan demokrasi di Athena dan Roma. Tetapi, kemunculan liberalisme sebagai sebuah paham pada abad akhir abad 17.

Liberalisme berasal dari kata liberalis yang berarti bebas. Dalam liberalisme, kebebasan individu, pembatasan kekuasaan raja (pemerintah), dan persaingan pemilik modal (kapital). Karena itu, liberalisme dan kapitalisme terkadang dilihat sebagai sebuah ideologi yang sama.

Liberalisme muncul pada abad ke akhir abad 17, berhubungan dengan runtuhnya feodalisme di Eropa dan dimulainya zaman Renaissance, lalu diikuti dengan gerakan politik masa Revolusi Prancis. Liberalisme pada zaman ini terkait dengan Adam Smith, dikenali sebagai liberalisme klasik. Pada masa ini, kerajaan (pemerintahan) bersifat lepas tangan, sesuai dengan konsep Laissez-Faire. Konsep ini menekankan bahwa kerajaan harus memberi kebebasan berpikir kepada rakyat, tidak menghalang pemilikan harta indidvidu atau kumpulan, kuasa kerajaan yang terbatas dan kebebasan rakyat.

Seruan kebebasan ini dikumandangkan setelah sebelumnya pada abad 16 dan awal abad 17, Reformasi Gereja dan kemajuan ilmu pengetahuan menjadikan masyarakat yang tertekan dengan kekuasaan gereja ingin membebaskan diri dari berbagai ikatan, baik agama, sosial, dan pemerintahan. Menurut Adam Smith, liberal berarti bebas dari batasan (free from restraint), karena liberalisme menawarkan konsep hidup bebas dari pengawasan gereja dan raja.

Di Inggris, setelah beberapa kali berlangsung perang Napoleon, liberalisme kembali berpengaruh dengan bangkitnya Benthamites dan Mazhab Manchester. Keberhasilan terbesar liberalisme terjadi di Amerika, hingga menjadi dominan sejak tahun 1776 sampai sekarang. Dengan liberalisme, Amerika sekarang menjadi sebuah negara yang besar dan dianggap polisi dunia. Di sana kebebasan dijunjung tinggi karena hak-hak tiap warganya dijamin oleh pemerintah. Sehingga jangan heran kalau tingkat kompetisi di sana sangat tinggi.

Kapitalisme

Kapitalisme (capitalism) berasal dari kata kapital (capital), yang berarti modal. Modal disini maksudnya adalah alat produksi, seperti tanah dan uang. Jadi, arti kapitalisme adalah ideologi dimana kekuasaan ada di tangan kapital atau pemilik modal, sistem ekonomi bebas tanpa batas yang didasarkan pada keuntungan, di mana masyarakat bersaing dalam batasan-batasan ini.

Menurut cara pandang kapitalisme, setiap individu bukanlah bagian dari masyarakat, tetapi merupakan suatu pihak yang harus berjuang untuk kepentingan sendiri. Dalam perjuangan ini, faktor penentunya adalah produksi. Produsen unggul akan tetap bertahan, dan produsen lemah akan tersingkir.

Kapitalisme berawal pada zaman feodal di Mesir, Babilonia, dan Kekaisaran Roma. Ahli ilmu sosial menyebut kapitalisme pada zaman ini sebagai commercial capitalism (kapitalisme komersial). Kapitalisme komersial berkembang ketika pada zaman itu perdagangan lintas suku dan kekaisaran sudah berkembang dan membutuhkan sistem hukum ekonomi untuk menjamin keadilan perdagangan ekonomi yang dilakukan oleh para pedagang, tuan tanah, kaum rohaniwan.

Kapitalisme berlanjut menjadi sebuah hukum dan kode etik bagi kaum pedagang. Karena terjadi perkembangan kompetisi dalam sistem pasar, keuangan, dan lain-lain, maka diperlukan hukum dan etika yang relatif mapan. Para pedagang membuka wacana baru tentang pasar. Setiap membicarakan pasar, mereka membicarakan tentang komoditas, dan nilai lebih yang akan menjadi keuntungan bagi pedagang.

Pandangan kaum pedagang dan perkembangan pasar menyebabkan berubahnya sistem ekonomi feodal yang dimonopoli tuan tanah, bangsawan, dan rohaniwan. Ekonomi mulai menjadi bagian dari perjuangan kelas menengah, dan mulai berpengaruh. Periode ini disebut dengan kapitalisme industri. Ada tiga tokoh yang berpengaruh besar pada periode ini, yaitu Thomas Hobbes, John Locke, dan Adam Smith.

Thomas Hobbes menyatakan bahwa setiap orang secara alamiah akan mencari pemenuhan kebutuhan bagi dirinya sendiri. John Locke berpendapat bahwa manusia itu mempunyai hak milik personalnya. Adam Smith menganjurkan pasar bebas dengan aturannya sendiri, dengan kata lain, tidak ada campur tangan pemerintah di dalam pasar. Teori-teori dari para tokoh tersebut semakin berkembang dengan adanya Revolusi Industri.

Pada perkembangannya, kapitalisme memasuki periode kapitalisme lanjut, yaitu lanjutan dari kapitalisme industri. Pada periode ini, kapitalisme tidak hanya mengakumulasikan modal, tapi juga investasi. Selanjutnya, kapitalis menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya berdasarkan pada faktor produksi, tetapi juga faktor jasa dan kestabilan sistem masyarakat. Kapitalisme berkembang tidak hanya untuk terus mendapatkan keuntungan, tetapi juga menjadi lahan pendapatan yang cukup bagi para konsumennya. Tetapi karena pada prakteknya kapitalisme lebih banyak merugikan kaum kelas bawah, muncullah sosialisme yang dipelopori oleh Karl Marx.

Sosialisme

Sosialisme adalah paham yang bertujuan mengubah bentuk masyarakat dengan menjadikan perangkat produksi menjadi milik bersama, dan pembagian hasil secara merata disamping pembagian lahan kerja dan bahan konsumsi secara menyeluruh. Dalam sosialisme setiap individu harus berusaha untuk mendapatkan layanan yang layak untuk kebahagiaan bersama, karena pada hakikatnya, manusia hidup bukan hanya untuk bebas, tapi juga saling menolong. Sosialisme yang kita kenal saat ini Sosialisme sebenarnya telah lahir sebelum dicetuskan oleh Karl Marx. Orang yang pertama kali menyuarakan ide sosialisme adalah Francois Noel Babeuf, pada abad 18. Kemudian muncul tokoh lain seperti Robert Owen di Inggris, Saint Simon dan Fourier di Perancis. Mereka mencoba memperbaiki keadaan masyarakat karena terdorong oleh rasa perikemanusiaan tetapi tidak dilandasi dengan konsep yang jelas dan dianggap hanya angan-angan belaka, karena itu mereka disebut kaum sosialis utopis.

Karl Marx juga mengecam keadaan masyarakat di sekelilingnya, tapi ia menggunakan hukum ilmiah untuk mengamati perkembangan masyarakat, bukan sekedar harapan dan tuntutan seperti yang dilakukan oleh kaum sosialis utopis. Marx menamakan idenya sebagai sosialisme ilmiah. Setelah itu, pada abad 19, sosialisme ilmiah marx diadopsi oleh Lenin, hingga tercipta komunisme. Komunisme lebih radikal daripada sosialisme, karena dalam komunisme diajarkan untuk memberontak dan merebut kekuasaan dengan Partai Komunis sebagai pemimpinya. Inilah yang lebih dikenal sebagai sosialisme sampai saat ini.

Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa setiap ideologi politik mempunyai dampak besar bagi kehidupan manusia. Dalam sistem liberalisme dan kapitalisme manusia hidup berkompetisi dalam kebebasan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan negara tidak boleh mencampuri hidup pribadi warga negaranya, namun di sisi lain, rakyat kelas bawah seringkali menjadi pihak yang dirugikan. Sedangkan sosialisme lebih mementingkan kesejahteraan yang merata bagi rakyatnya, dengan mengorbankan hak milik pribadi warga negaranya.

Ideologi politik yang lain

  • Feminisme
    • Anarcha-feminism
    • Psychoanalytic feminism
    • Socialist feminism
    • Separatist feminism
  • Sindikalisme
    • Anarko-Sindikalisme, percaya terhadap metode aksi langsung, instant sindikalisme, candak langsung (dengan atau tanpa negosiasi rundingan) — yaitu, aksi yang secara langsung memperoleh keuntungan, sebagai lawan dari aksi tak langsung, seperti memilih perwakilan untuk duduk dalam pemerintahan.

Persaingan Suara Multi Dimensi Partai Politik

Persaingan politik tak hanya bersifat eksternal atau antarpartai politik peserta pemilu, tapi kompetisi di internal partai politik juga tak kalah seru mengingat posisi nomor urut caleg tidak sesignifi kan dalam sistem proporsional tertutup.

Pada konteks inilah terjadi persaingan memoles citra politik untuk memenangi pengaruh dan meraih dukungan dari rakyat. Persaingan merebut simpati calon pemilih ini dilakukan dengan beragam cara dan metode, mulai dari kunjungan langsung ke konstituen hingga tampil lewat iklan di media massa maupun iklan di luar ruang, seperti dalam bentuk baliho, spanduk, pamflet, atau stiker.

Salah satu dimensi politik, juga mesti diwaspadai publik terkait rekam jejak caleg dan parpol. Publik mesti mengetahui parpol dan politikus mana saja yang tak menepati janji yang diumbar saat pemilu lalu atau politisi mana yang tergolong kutu loncat. Informasi lengkap mengenai hal ini dapat menghindari publik, terutama pemilih pemula, dari pilihan keliru saat pemilu nanti.

Pengawasan terhadap sumber-sumber pembiayaan politik tak kalah penting untuk pemilu yang lebih baik. Informasi keuangan parpol dan caleg tak hanya menjadi bahan pertimbangan rakyat dalam menentukan pilihan terbaiknya, tapi juga bahan bagi lembaga penegakan hukum untuk memprosesnya jika terjadi pelanggaran.

Oleh karena itu, peningkatan peran masyarakat sipil dalam mengawal proses demokrasi lima tahunan ini terasa sangat urgen. Sejauh ini gerakan prodemokrasi di Indonesia belum kokoh dan kekuatannya tak merata di setiap daerah.

Di banyak daerah, kekuatan masyarakat sipil cenderung lemah berhadapan dengan kekuatan negara dan kapital. Bahkan, tak sedikit elemen masyarakat sipil, seperti LSM, media, dan intelektual, yang kemudian dengan mudah bersalin rupa menjadi bagian persekutuan politik itu sendiri.

Mendirikan Partai Politik

Syarat Mendirikan Partai Politik

Dalam Undang-undang Republk Indonesia nomor 2 tahun 2008 Tentang Partai Politik BAB II Pembentukan Partai Politik Pasal 2 dan pasal 3 disebutkan sebagai berikut :

Pasal 2

(1) Partai Politik didirikan dan dibentuk oleh paling sedikit 50 (lima puluh) orang warga negara Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun dengan akta notaris.

(2) Pendirian dan pembentukan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyertakan 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.

(3) Akta notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat AD dan ART serta kepengurusan Partai Politik tingkat pusat.

(4) AD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat paling sedikit:

a. Asas dan ciri Partai Politik;

b. Visi dan misi Partai Politik;

c. Nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik;

d. Tujuan dan fungsi Partai Politik;

e. Organisasi, tempat kedudukan, dan pengambilan keputusan;

f. Kepengurusan Partai Politik;

g. Peraturan dan keputusan Partai Politik;

h. Pendidikan politik; dan

i. Keuangan Partai Politik.

(5) Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dengan menyertakan paling rendah 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.

Pasal 3

(1) Partai Politik harus didaftarkan ke Departemen untuk menjadi badan hukum.

(2) Untuk menjadi badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik harus mempunyai:

a. Akta notaris pendirian Partai Politik;

b. Nama, lambang, atau tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda gambar yang telah dipakai secara sah oleh Partai Politik lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

c. Kantor tetap;

d. Kepengurusan paling sedikit 60% (enam puluh perseratus) dari jumlah provinsi, 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25% (dua puluh lima perseratus) dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota pada daerah yang bersangkutan; dan

e. Memiliki rekening atas nama Partai Politik.

Secara umum undang-undang partai politik yang ada sekarang ini sudah memberikan peluang yang besar kepada warga masyarakat indonesia dalam hal pendirian partai politik. Undang-undang yang dikeluarkan tentunya dimaksudkan agar dalam teknis di lapangan tidak terjadi hal-hal justru merugikan, baik dari pihak negara maupun dari pihak masyarakat. Syarat-syarata yang ditetapkan diatas adalah guna terorganisirnya partai yang ada. Sarana dan prasarana yang harus ada nantinya akan memudahkan negara dalam hal pengawasan.

Misalnya mengenai pengesahan parpol sebagai badan hukum oleh Menteri Kehakiman yang terdapat dalam pasal 3 ayat (1). Penulis berpandangan hal itu merupakan pelaksanaan Pasal 28 UUD 1945 yang memberikan jaminan kepada masyarakat dalam hal kemerdekaan berserikat dan berkumpul. Pengaturan ini dimaksudkan guna menjamin agar penggunaan seseorang atau sekelompok orang tidak mengganggu kebebasan seseorang atau sekelompok orang lainnya. Selain itu ketentuan tersebut dimaksudkan untuk membangun parpol yang berkualitas, mandiri, dan mengakar di masyarakat. Pengaturan itu, menurut mayoritas hakim MK, diperlukan bagi negara yang sedang berada dalam proses pematangan demokrasi.

Dengan demikian, tidak satu pun dari pasal-pasal itu dapat ditafsirkan sebagai pengekangan atau pembatasan terhadap kebebasan untuk mendirikan parpol, tetapi hanya pengaturan tentang persyaratan pemberian status badan hukum sehingga parpol itu dapat diakui sah bertindak dalam lalu lintas hukum. Demikian pula pengaturan itu tidak dapat dipandang diskriminatif karena berlaku terhadap semua parpol.

Peran Partai Politik dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum

Salah satu wujud pelibatan masyarakat dalam proses politik adalah pemilihan umum (pemilu). Pemilu merupakan sarana bagi masyarakat untuk ikut menentukan figur dan arah kepemimpinan negara atau daerah dalam periode tertentu. Ketika demokrasi mendapat perhatian yang luas dari masyarakat dunia, penyelenggaraan pemilu yang demokratis menjadi syarat penting dalam pembentukan kepemimpinan sebuah negara. Pemilu memiliki fungsi utama untuk menghasilkan kepemimpinan yang benar-benar mendekati kehendak rakyat. Oleh karena itu, pemilu merupakan salah satu sarana legitimasi kekuasaan.

Pemilu dapat dikatakan aspiratif dan demokratis apabila memenuhi beberapa persyaratan. Pertama, pemilu harus bersifat kompetitif, dalam artian peserta pemilu harus bebas dan otonom. Kedua, pemilu yang diselenggarakan secara berkala, dalam artian pemilu harus diselenggarakan secara teratur dengan jarak waktu yang jelas. Ketiga, pemilu harus inklusif, artinya semua kelompok masyarakat harus memiliki peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam pemilu. Tidak ada satu pun kelompok yang diperlakukan secara diskriminatif dalam proses pemilu. Keempat, pemilih harus diberi keleluasaan untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan alternatif pilihannya dalam suasana bebas, tidak di bawah tekanan, dan akses memperoleh informasi yang luas. Kelima, penyelenggara pemilu yang tidak memihak dan independen.

Dalam kedudukannya sebagai pilar demokrasi, peran partai politik dalam sistem perpolitikan nasional merupakan wadah seleksi kepemimpinan nasional dan daerah. Pengalaman dalam rangkaian penyelenggaraan seleksi kepemimpinan nasional dan daerah melalui pemilu membuktikan keberhasilan partai politik sebagai pilar demokrasi. Penyelenggaraan pemilu tahun 2004 dinilai cukup berhasil oleh banyak kalangan, termasuk kalangan internasional. Dengan gambaran ini dapat dikatakan bahwa sistem perpolitikan nasional dipandang mulai sejalan dengan penataan kehidupan berbangsa dan bernegara yang di dalamnya mencakup penataan partai politik.

Peran partai politik telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi sistem perpolitikan nasional, terutama dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang dinamis dan sedang berubah. Jika kapasitas dan kinerja partai politik dapat ditingkatkan, maka hal ini akan berpengaruh besar terhadap peningkatan kualitas demokrasi dan kinerja sistem politik. Oleh karena itu, peran partai politik perlu ditingkatkan kapasitas, kualitas, dan kinerjanya agar dapat mewujudkan aspirasi dan kehendak rakyat dan meningkatkan kualitas demokrasi.

Pada saat ini sedang dirampungkan 5 (lima) paket undang-undang di bidang politik untuk menyongsong pemilu tahun 2009. Dari 5 (lima) paket undang-undang tersebut, baru berhasil diselesaikan 3 (tiga) undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sisanya, yaitu Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dan Undang-Undang tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah akan segera dibahas di DPR pada masa sidang berikutnya.

Pemilu sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI Tahun 1945, dimaksudkan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPD, DPRD, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah yang mampu mencerminkan nilai-nilai demokrasi dan dapat menyerap serta memperjuangkan aspirasi rakyat sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Terselenggaranya pemilu secara demokratis menjadi dambaan setiap warga negara Indonesia. Pelaksanaan pemilu dikatakan berjalan secara demokratis apabila setiap warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih dapat menyalurkan pilihannya secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Setiap pemilih hanya menggunakan hak pilihnya satu kali dan mempunyai nilai yang sama, yaitu satu suara. Hal ini yang sering disebut dengan prinsip one person, one vote, one value (opovov).

Yang dimaksud dengan pemilu yang bersifat langsung adalah rakyat sebagai pemilih berhak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara. Warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih berhak mengikuti pemilu dan memberikan suaranya secara langsung. Sedangkan pemilu yang bersifat umum mengandung makna terjaminnya kesempatan yang sama bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi. Pemilu yang bersifat bebas berarti bahwa setiap warga negara yang berhak memilih bebas untuk menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun. Dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya. Pemilu yang bersifat rahasia berarti bahwa dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak mana pun dan dengan jalan apa pun.

Selanjutnya, pemilu diselenggarakan oleh penyelenggara pemilu yang mempunyai integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas yang dilaksanakan secara lebih berkualitas, sistematis, legitimate, dan akuntabel dengan partisipasi masyarakat seluas-luasnya. Penyelenggara pemilu, aparat pemerintah, peserta pemilu, pengawas pemilu, pemantau pemilu, pemilih, dan semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemilih dan peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama dan bebas dari kecurangan atau perlakuan yang tidak adil dari pihak mana pun. Pemilu harus dilaksanakan secara lebih berkualitas agar lebih menjamin kompetisi yang sehat, partisipatif, mempunyai derajat keterwakilan yang lebih tinggi, dan memiliki mekanisme pertanggungjawaban yang jelas.

Sistem presidensial di Indonesia hingga saat ini belum dapat mewujudkan secara penuh pemerintahan yang kuat dan efektif. Dalam rangka menciptakan pemerintahan yang kuat, stabil, dan efektif perlu didukung pula oleh sistem kepartaian yang sederhana. Dengan sistem kepartaian sederhana akan dapat dihasilkan tingkat fragmentasi yang relatif rendah di parlemen, yang pada gilirannya dapat tercipta pengambilan keputusan yang tidak berlarut-larut. Jumlah partai yang terlalu banyak akan menimbulkan dilema bagi demokrasi, karena banyaknya partai politik peserta pemilu akan berakibat sulitnya tercapai pemenang mayoritas. Di sisi lain, ketiadaan partai politik yang mampu menguasai mayoritas di parlemen merupakan kendala bagi terciptanya stabilitas pemerintahan dan politik.

Seperti kita ketahui bersama, praktik yang sekarang terjadi adalah ketiadaan koalisi besar yang permanen, sehingga setiap pengambilan keputusan oleh pemerintah hampir selalu mendapat hambatan dan tentangan dari parlemen. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan adalah mendorong terbentuknya koalisi partai politik yang permanen, baik yang mendukung pemerintahan maupun koalisi partai politik dalam bentuk yang lain. Hal ini diperlukan sebagai upaya agar bisa tetap sejalan dengan prinsip check and balances dari sistem presidensial.

Munculnya banyak partai politik selama ini dikarenakan persyaratan pembentukan partai politik yang cenderung sangat longgar. Selain itu, penyederhanaan sistem kepartaian juga terkendala oleh belum terlembaganya sistem gabungan partai politik (koalisi) yang terbangun di parlemen atau pada saat pencalonan presiden dan wakil presiden, gubernur dan wakil gubernur, serta bupati dan wakil bupati/walikota dan wakil walikota. Pada pemilu presiden tahun 2004 dan terpilihnya beberapa kepala daerah dan wakil kepala daerah baru-baru ini, gabungan partai politik (koalisi) sebetulnya sudah dilaksanakan. Namun, gabungan (koalisi) tersebut lebih bersifat instan, lebih berdasarkan pada kepentingan politik jangka pendek dan belum berdasarkan pada platform dan program politik yang disepakati bersama untuk jangka waktu tertentu dan bersifat permanen.

Secara teori ada keterkaitan yang erat antara upaya penataan sistem politik yang demokratis dengan sistem pemerintahan yang kuat dan efektif. Dalam masa transisi politik, pemahaman terhadap hubungan antara kedua proses itu menjadi sangat penting. Karena keterbatasan waktu dan tenaga, seringkali penataan elemen sistem politik dan pemerintahan dilakukan secara terpisah. Logika yang digunakan seringkali berbeda satu dengan yang lainnya. Dalam realitas, semua elemen tersebut akan digunakan dan menimbulkan kemungkinan komplikasi satu dengan lainnya.

Berdasarkan pengalaman, ada hubungan yang relatif konsisten antara sistem kepartaian dengan sistem presidensial. Multipartai, terutama yang bersifat terfragmentasi, menyebabkan implikasi deadlock dan immobilism bagi sistem presidensial murni. Alasannya adalah bahwa presiden akan mengalami kesulitan untuk memperoleh dukungan yang stabil dari legislatif sehingga upaya mewujudkan kebijakan akan mengalami kesulitan. Pada saat yang sama partai politik dan gabungan partai politik yang mengantarkan presiden untuk memenangkan pemilu tidak dapat dipertahankan untuk menjadi koalisi pemerintahan. Tidak ada mekanisme yang dapat mengikatnya. Alasan lain adalah bahwa komitmen anggota parlemen terhadap kesepakatan yang dibuat pimpinan partai politik jarang bisa dipertahankan. Dengan kata lain, tidak adanya disiplin partai politik membuat dukungan terhadap presiden menjadi sangat tidak pasti. Perubahan dukungan dari pimpinan partai politik juga ditentukan oleh perubahan kontekstual dari konstelasi politik yang ada.

Tawaran yang diberikan untuk memperkuat sistem presidensial agar mampu menjalankan pemerintahan dengan baik adalah dengan menyederhanakan jumlah partai politik. Jumlah partai politik yang lebih sederhana (efektif) akan mempersedikit jumlah veto dan biaya transaksi politik. Perdebatan yang terjadi diharapkan menjadi lebih fokus dan berkualitas. Publik juga akan mudah diinformasikan baik tentang keberadaan konstelasi partai politik maupun pilihan kebijakan bila jumlah kekuatan politik lebih sederhana.

Problematik lain, partai politik di Indonesia dewasa ini belum terlembaga sebagai organisasi moderen. Yang dimaksud dengan pelembagaan partai politik adalah proses pemantapan sikap dan perilaku partai politik yang terpola atau sistemik sehingga terbentuk suatu budaya politik yang mendukung prinsip-prinsip dasar sistem demokrasi. Dalam konteks pembangunan politik, yang terpenting bukanlah jumlah partai yang ada, melainkan sejauh mana kekokohan dan adaptabilitas sistem kepartaian yang berlangsung. Sistem kepartaian disebut kokoh dan adaptabel, apabila partai politik mampu menyerap dan menyatukan semua kekuatan sosial baru yang muncul sebagai akibat modernisasi. Dari sudut pandang ini, jumlah partai hanya akan menjadi penting bila ia mempengaruhi kapasitas sistem untuk membentuk saluran-saluran kelembagaan yang diperlukan guna menampung partisipasi politik.

Sistem kepartaian yang kokoh sekurang-kurangnya harus memiliki dua kapasitas. Pertama, melancarkan partisipasi politik melalui jalur partai, sehingga dapat mengalihkan segala bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan. Kedua, mencakup dan menyalurkan partisipasi sejumlah kelompok yang baru dimobilisasi, yang dimaksudkan untuk mengurangi kadar tekanan yang dihadapi oleh sistem politik. Dengan demikian, sistem kepartaian yang kuat menyediakan organisasi partai yang mengakar dan prosedur yang melembaga guna mengasimilasikan kelompok baru ke dalam sistem politik.

Penguatan partai politik di Indonesia dapat dilakukan pada 3 level, yaitu : level akar rumput, level pusat, dan level pemerintahan. Pada level akar rumput partai menghadapi konteks lokal, partai lokal, pendukung, serta masyarakat pemilih. Pada level pusat partai menghadapi konteks nasional, partai-partai lain, dan negara. Pada level pemerintahan partai menghadapi konteks dalam pemerintahan, fraksi-fraksi lain, komisi, dan negara.

Penguatan partai politik pada level akar rumput merupakan ujung tombak partai, merekalah yang secara langsung bersentuhan dengan basis sosial partai dan masyarakat secara umum. Pengelolaan partai politik pada akar rumput ini pada akhirnya akan menentukan kuat atau lemahnya dukungan terhadap partai. Persoalan memelihara loyalitas pendukung menjadi problema utama bagi partai politik di akar rumput. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa peranan partai di akar rumput saat ini lebih banyak diambil oleh organisasi masyarakat sipil dan media massa. Penguatan juga harus dilakukan pada level partai di pusat. Partai di pusat bukan hanya menjadi payung bagi aktivitas partai pada level pemerintahan, tetapi juga menjadi pendukung aktivitas pekerja partai dan koordinator berbagai kepentingan. Apa pun kebijakan yang diambil harus dikomunikasikan kepada partai pada level akar rumput dan pada partai di pemerintahan. Peran partai politik dalam penyelenggaraan pemerintahan yang diraih oleh partai politik kemudian harus ditransformasikan dalam berbagai kebijakan dengan mengedepankan kepentingan rakyat.

Pelembagaan partai partai biasa dilakukan melalui penguatan 4 (empat) komponen kunci, yakni, pengakaran partai (party rooting), legitimasi partai (party legitimacy), aturan dan regulasi (rule and regulation), dan daya saing partai (competitiveness). Pengakaran partai dimaksudkan agar partai terikat secara organik dengan masyarakat, khususnya dengan konstituennya. Dengan ini partai dapat secara kontinyu menjalankan fungsi-fungsinya yang terhubung secara langsung dengan masyarakat, seperti pendidikan politik, sosialisasi dan komunikasi politik dan juga agregasi kepentingan yang lebih luas.

Selanjutnya, pelembagaan kepartaian bisa juga dilakukan dengan menata aturan dan regulasi (rule and regulation) dalam partai. Maksudnya adalah penguatan partai dengan menciptakan kejelasan struktur dan aturan kelembagaan dalam berbagai aktivitas partai baik di pemerintahan, internal organisasi, maupun akar rumput. Dengan adanya aturan main yang jelas dan disepakati oleh sebagian besar anggota, dapat dicegah upaya untuk manipulasi oleh individu atau kelompok tertentu bagi kepentingan-kepentingan jangka pendek yang merusak partai. Kemudian, dalam perbaikan terhadap struktur dan aturan, dapat dilekatkan berbagai nilai demokrasi dalam pengelolaan partai.

Pelembagaan partai politik juga dilakukan dengan menguatkan daya saing partai yakni yang berkaitan dengan kapasitas atau tingkat kompetensi partai untuk berkompetisi dengan partai politik lain dalam arena pemilu maupun kebijakan publik. Daya saing yang tinggi dari partai ditunjukkan oleh kapasitasnya dalam mewarnai kehidupan politik yang didasari pada program dan ideologi partai sebagai arah perjuangan partai. Secara teoretik, daya saing partai berarti kapasitasnya untuk memperjuangkan program yang telah disusun. Partai yang demikian seringkali dianggap memiliki identitas partai programatik.

Dengan demikian, secara keseluruhan pelembagaan partai dapat dilihat dari seberapa partai memperkuat dirinya dalam hal pengakaran, penguatan legitimasi, pembuatan aturan main, dan peningkatan daya saing.

Persoalan lain yang dihadapi sistem kepartaian adalah belum berjalannya secara maksimal fungsi yang dimiliki oleh partai politik, baik fungsi partai politik terhadap negara maupun fungsi partai politik terhadap rakyat. Fungsi partai politik terhadap negara antara lain adalah menciptakan pemerintahan yang efektif dan adanya partisipasi politik terhadap pemerintahan yang berkuasa. Sedangkan fungsi partai politik terhadap rakyat antara lain adalah memperjuangkan kepentingan, aspirasi, dan nilai-nilai pada masyarakat serta memberikan perlindungan dan rasa aman. Kebanyakan partai politik pada saat ini belum sepenuhnya memberikan pendidikan politik dan melakukan pengkaderan serta rekrutmen politik yang efektif untuk menghasilkan keder-kader pemimpin yang memiliki kemampuan di bidang politik.

Sistem kepartaian yang ada juga masih menghadapi derajat kesisteman yang rendah serta kurang mengakar dalam masyarakat, struktur organisasi partai yang tidak stabil yang tidak mengacu pada AD/ART, dan citra partai di mata publik yang masih relatif buruk. Selain itu, partai politik yang ada pada umumnya cenderung mengarah pada tipe partai politik kharismatik dan klientelistik ketimbang partai programatik.

Lemahnya pelembagaan partai politik di Indonesia, terutama disebabkan oleh belum munculnya pola partai kader. Partai politik cenderung membangun partai massa yang memiliki ciri-ciri: meningkatnya aktivitas hanya menjelang pemilu, menganut sistem keanggotaan yang amat longgar, belum memiliki sistem seleksi dan rekrutmen keanggotaan yang memadai serta belum mengembangkan sistem pengkaderan dan kepemimpinan politik yang kuat.

Kelemahan yang mencolok partai politik yang berorientasi pada massa adalah kurang intensif dan efektifnya kerja partai. Sepanjang tahun sebagian besar kantor partai hampir tidak memiliki agenda kegiatan yang berarti. Hal ini ditandai dengan tidak dimilikinya rencana kerja partai yang bersifat jangka panjang, menegah dan jangka pendek. Partai politik semestinya merupakan suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, serta cita-cita yang sama, dan yang mempunyai visi, misi, program dan tujuan untuk memperoleh kekuasaan politik dan melalui kekuasaan politik itu memperjuangkan kepentingan rakyat. Sebagai akibatnya, partai politik tidak memiliki program yang jelas dalam melakukan pendidikan politik kepada masyarakat, melakukan artikulasi dan agregasi kepentingan, belum dapat membangun sosialisasi politik dan komunikasi politik untuk menjembatani rakyat dengan pemerintah.

Partai politik semacam ini hanya berorientasi pada perolehan dukungan suara di daerah pemilihannya dalam rangka memperoleh kekuasaan tanpa memperhatikan kepentingan dan pemenuhan hak konstituen. Hal ini yang membuat partai gagal dalam mengembangkan dan mempertahankan kepercayaan masyarakat. Dalam kondisi krisis kepercayaan masyarakat terhadap partai politik yang berakibat pada penurunan dukungan masyarakat terhadap perolehan suara, hal ini dapat menimbulkan frustasi bagi kader dan pengurus partai. Kondisi ini akan berakibat kader dan pengurus partai yang berdedikasi tinggi sekaligus memiliki karakter, dengan mudah mengubah garis politik.

Bertolak dari sistem rekrutmen dan ketidakjelasan program kerja dan orientasi partai, pemenuhan hak dan kewajiban yang terabaikan, rendahnya kepercayaan masyarakat, kepemimpinan partai yang kurang responsif dan inovatif sehingga menimbulkan sejumlah problematik dan konflik yang sering tidak terselesaikan oleh internal partai. Konflik yang tidak terselesaikan tersebut disebabkan oleh terbatasnya pengaturan penyelesaian konflik yang dilakukan melalui prinsip musyawarah mufakat internal partai, maupun penyelesaian konflik/perselisihan yang dilakukan melalui pengadilan. Tambahan lagi, tidak adanya kesadaran para pengurus untuk segera menyelesaikan konflik dan masing-masing mau menangnya sendiri akan mengakibatkan semakin berlarut-larutnya konflik tersebut.

Faktor lain yang menyebabkan lemahnya pelembagaan sistem kepartaian adalah belum ada pengaturan yang dapat dijadikan pedoman untuk membekukan kepengurusan partai politik, baik untuk kepengurusan tingkat pusat, tingkat provinsi, maupun tingkat kabupaten/kota. Problem lain yang dihadapi adalah upaya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam kepengurusan partai politik sekalipun masih menemukan kendala kultural dan struktural.

Problematik lain yang dijumpai adalah gejala belum adanya kemandirian partai yang terkait dengan pendanaan yang tidak memadai di luar iuran anggota dan subsidi negara. Iuran anggota pada sebagian besar partai relatif tidak berjalan karena partai umumnya bersifat massa dan juga lemahnya mekanisme hadiah dan ganjaran di dalam internal partai. Hal ini mengakibatkan partai senantiasa tergantung atau berharap pada sumbangan dari pemerintah dan pihak lain baik pribadi atau perusahaan. Akibatnya, partai politik sibuk mencari tambahan dana partai sedangkan pada saat yang bersamaan partai politik harus memperjuangkan kepentingan rakyat.

Selain itu, mekanisme pengelolaan keuangan yang tidak didasarkan pada perencanaan dan penganggaran, pengakuntansian dan pelaporan yang baik, mengakibatkan tidak terwujudnya laporan pertanggungjawaban keuangan partai yang transparan, akuntabel dan auditable. Hal ini mendorong rendahnya tingkat kepercayaan anggota dan masyarakat terhadap partai politik dalam mengelola keuangan dan kekayaannya.

Hal lain yang turut serta menyokong lemahnya pelembagaan partai politik adalah longgarnya syarat bagi pembentukan partai politik. UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik menentukan bahwa “Partai politik didirikan dan dibentuk oleh sekurang-kurangnya 50 (limapuluh) orang warga negara Republik Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun dengan akte notaris”. Dari ketentuan itu terlihat bahwa pendirian atau pembentukan partai politik mudah dilakukan karena cukup mengumpulkan 50 (lima puluh) orang, sehingga mendorong setiap orang atau kelompok untuk mendirikan partai politik. Oleh karena itu, di masa depan perlu diupayakan adanya kenaikan jumlah warga negara yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun untuk mendirikan partai politik paling sedikit 250 orang.

Hampir sebagian besar partai politik menghadapi masalah sentralisasi yang terlalu kuat dalam organisasi partai, antara lain ditandai oleh sentralisasi dalam pengambilan keputusan di tingkat pengurus pusat (DPP) dan pemimpin partai. Hal ini membuat kepengurusan partai di daerah sering kali tidak menikmati otonomi politik dan harus rela menghadapi berbagai bentuk intervensi dari pengurus pusat partai. Dalam kaitan ini, penyempurnaan sistem kepartaian dalam rangka mendukung penguatan sistem pemerintahan presidensial dan sistem perwakilan, perlu diatur ketentuan yang mengarah pada terbentuknya sistem multipartai sederhana, terciptanya pelembagaan partai yang efektif dan kredibel, terbentuknya kepemimpinan partai yang demokratis dan akuntabel, dan penguatan basis dan struktur kepartaian.

Wilayah negara Indonesia yang luas dengan jumlah penduduk yang besar dan menyebar di seluruh nusantara serta memiliki kompleksitas nasional menuntut penyelenggara pemilu yang profesional dan memiliki kredibilitas yang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk lebih meningkatkan fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi penyelenggaraan pemilu.

Perlu dilakukan upaya untuk mengakomodasi dinamika dan perkembangan masyarakat yang menuntut peran parpol dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta tuntutan mewujudkan parpol sebagai organisasi yang bersifat nasional dan modern. Upaya tersebut antara lain dapat ditempuh melalui pendidikan politik dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban, meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif warga negara, serta meningkatkan kemandirian dan kedewasaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Agar tercipta derajat kompetisi yang sehat, partisipatif, dan mempunyai derajat keterwakilan yang lebih tinggi, serta memiliki mekanisme pertanggungjawaban yang jelas, maka penyelenggaraan pemilu harus dilaksanakan secara lebih berkualitas dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, perlu diupayakan perubahan untuk memperkuat lembaga perwakilan rakyat melalui langkah mewujudkan sistem multipartai sederhana yang selanjutnya akan menguatkan pula sistem pemerintahan presidensial sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Proses rekrutmen calon anggota legislatif oleh partai politik

Demokrasi modern mengandaikan sebuah sistem yang disebut keterwakilan (repre entativene),baik keterwakilan dalam lembaga formal kenegaraan seperti parlemen (DPR/DPRD),maupun keterwakilan aspirasi masyarakat dalam institusi kepartaian (Khoidin,2004). Setiap pemerintahan yang menganut sistem demokrasi selalu didasari suatu ide bahwa warga negara seharusnya dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan politik.Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, konsep kedaulatan ini sangat menentukan untuk dijadikan sebagai parameter. Dalam sistem tersebut dinyatakan bahwa tidak ada kekuasaan mutlak dan semua keputusan politik harus mendapatkan persetujuan dari rakyat secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem perwakilan. Namun yang terjadi sekarang adalah dewan perwakilan rakyat (DPR), lebih mementingkan diri sendiri dan kelompok atau golongan sendiri.

Di mana nasib rakyat hanya akan diperhatikan menjelang pemilihan umum setelah pemilihan umum berlangsung maka nasib rakyat mulai ditinggalkan. Sebagai ilustrasi anggota DPR lebih merasa sebagai wakil partai yang duduk di parlemen dari pada sebagai wakil rakyat. Akibatnya anggota DPR lebih takut dan lebih setia kepada partai daripada rakyat sebagai pemilih yang telah mengantarnya ke kursi parlemen. Sedangkan partai politik hanya dilihat sebagai jalan menuju tampuk kekuasaan tanpa memandang makna dan fungsi sebuah partai politik sebagai sarana untuk melaksanakan pendidikan politik, kaderisasi politik, dan sosialisasi politik sudah terlupakan.

Bahkan para wakil rakyat yang seharusnya menjadi panutan rakyat memberi contoh yang kurang baik. Seperti yang kita ketahui bahwa wakil rakyat hasil pemilihan umum 2009 banyak yang korupsi, money politik, bahkan ada yang melakukan pelecehan sexsual terhadap wanita. Melihat sepak terjang anggota dewan hasil pemilu 2009, ini menyisihkan satu pertanyaan “apakah mekanisme ataupun proses rekrutmen terhadap calon legislatif sudah sesuai dengan procedural dan selektif?

Proses rekrutmen calon anggota legislatif tersebut adalah menyangkut persoalan kapasitas, kapabilitas dan akseptabilitas calon anggota legislatif kita agar dapat memenuhi fungsi legislatifnya, baik dalam kerangka melaksanakan fungsi representasi, legislasi, anggaran dan pengawasan secara lebih berkualitas. Dalam arti, calon anggota legislatif yang direkrut oleh partai-partai politik kita tidak hanya memenuhi persyaratan umum atau minimal sebagaimana diatur dalam pasal 50 UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pemilu DPR, DPD, dan DPRD, namun perlu pula menetapkan syarat-syarat khusus untuk memenuhi aspirasi dan kepentingan masyarakat. Rekrutmen politik yang baik seharusnya dimulai dengan pendidikan politik yang dilakukan secara berkesinambungan oleh partai politik.

Rekrutmen politik adalah suatu proses seleksi atau rekrutmen anggota anggota kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan-jabatan administrative maupun politik

Perekrutan calon anggota legislatif (caleg) adalah salah satu unsur proses demokratisasi yang ikut menentukan tinggi-rendahnya kualitas demokrasi sebuah sistem politik. Semakin baik mekanisme perekrutan caleg semakin baik pula kualitas demokrasi sebuah sistem politik. Dengan memerhatikan kualitas rekrutmen caleg, orang dapat menilai dan menduga kualitas partai politik bersangkutan, politisi yang bakal berkarya di badan legislatif, serta dampaknya proses pembuatan kebijakan, dan implikasinya terhadap kualitas kehidupan masyarakat secara menyeluruh sebagai outcomes dari sistem politik demokrasi. Jika salah satu dari mata rantai proses politik dalam jalur legislatif ini rusak maka bisa diperkirakan bahwa produk-produknya pun akan terimbas termasuk kemampuan dan kualitas produk tersebut dalam meningkatkan kualitas dan kesejahteraan rakyat pada umumnya. Oleh karena itu, tahap perekrutan caleg sesungguhnya merupakan tahapan awal yang amat vital perannya dalam keseluruhan proses demokratisasi. Dalam konteks inilah pembahasan tentang isu isu sekitar perekrutan menjadi menarik untuk dicermati karena dampak jangka panjangnya yang sangat menentukan.

Demikian pula dalam pelaksanaan rekrutmen politik pada partai politik yang mengikuti pelaksanaan pemilu tahun 2014 seharusnya melakukan mekanisme perekrutan calon anggota legislatifnya memperhatikan proses mekanisme perekrutan caleg yang meliputi tahap-tahap penjaringan, fit dan proper test, persyaratan administratif dan penetapan caleg bukan semata mata menentukan calob legislatif yang memiliki basis masa.

Partai politik, Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah

Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah, atau seringkali disebut Pilkada atau Pemilukada, adalah pemilihan umum untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat. Sebelumnya, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dasar hukum penyelenggaraan pilkada adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang ini, pilkada (pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah) belum dimasukkan dalam rezim pemilihan umum (pemilu). Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama "Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah" atau "Pemilukada". Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta Pemilukada adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan ini diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa peserta Pemilukada juga dapat berasal dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Undang-undang ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan beberapa pasal menyangkut peserta Pemilukada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Didalam UU RI Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu pengertian pemilukada adalah ”Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Pemilu untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Namun sejak ditetapkannya UU RI Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu istilah Pemilukada diuraikan langsung sehingga menjadi ”Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota adalah Pemilihan untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Untuk pelaksanaan UU RI Nomor 15 Tahun 2011, khususnya tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota belum diikuti dengan perubahan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait erat dengan persoalan tersebut, antara lain; UU RI Nomor 32 tahun 2004 dan perubahannya, PP Nomor 6 tahun 2005 dan perubahannya, dan Peraturan-peraturan KPU. Peraturan KPU tentang pemilukada pada tahun 2012, hanya satu yang telah ditetapkan, yaitu: Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Didalam Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, pengertian pemilukada adalah sebagai berikut: “Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah selanjutnya disebut Pemilukada adalah pemilihan umum untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur atau Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota secara demokratis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Bakal Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat

Pencerahan Partai politik

Dalam situasi kehidupan demokrasi yang carut marut, minusnya kepemimpinan negarawan, maraknya politik transaksional, dan matinya etika politik, kita sesungguhnya membutuhkan suatu tahapan kehidupan demokrasi yang transformatif. Masa dimana lahir sebuah era pencerahan politik.

Pada era pencerahan politik tersebut, pendidikan politik masyarakat maju. Kesadaran politik rakyat terbangun. Rakyat menjadi tercerahkan. Rakyat akhirnya pandai memilih pemimpin. Mereka memilih para pemimpin berdasarkan kapasitas, pengalaman, dan track recordnya. Suara rakyat sudah tidak gampang dibeli atau ditukar dengan sembako. Rakyat bukan lagi pemilih tradisional, yang memilih pemimpin karena faktor kekerabatan, ikatan emosional, citra politik dan politik uang. Rakyat menjadi pemilih cerdas. Rakyat menjadi pemilih rasional.

Inilah era pencerahan politik yang didambakan. Sebuah tahapan sejarah politik yang melahirkan politik akal sehat. Sebuah periode sejarah yang melahirkan para pemimpin sejati dan negarawan. Bangsa dan negara pun bisa berkembang serta maju. Masyarakat bisa hidup tenang, sejahtera dan damai. Lantas, memulai atau membangun era pencerahan politik tersebut bagaimana?

Untuk memulai dan membangun era pencerahan politik tersebut, tidak ada jalan lain kecuali seluruh unsur civil society, dalam hal ini organisasi kemasyarakatan (Ormas), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pendidik/akademisi dan media massa, secara total melakukan pendidikan politik dan penyadaran politik pada masyarakat. Demokrasi bangsa tidak akan tumbuh dan berkembang dengan baik jika kualitas pendidikan politik dan kesadaran politik masyarakat rendah. Begitu pun, demokrasi bangsa tidak akan bisa melahirkan negarawan atau pemimpin sejati kalau masyarakat tidak punya kecerdasan politik.

Indonesia tidak kekurangan pemimpin sejati. Indonesia tidak kekurangan negarawan. Indonesia hanya kekurangan ruang dan panggung politik bagi lahirnya negarawan dan pemimpin sejati. Banyak anak bangsa yang sesungguhnya punya jiwa kepemimpinan dan kenegarawanan yang besar. Tetapi mereka tidak punya akses politik dan enggan berpolitik. Beberapa sudah punya akses dan terjun ke dunia politik tetapi kalah dalam persaingan pemilu.

Rakyat Indonesia memang masih terlalu dini diperhadapkan dengan demokrasi langsung. Pendidikan politik mereka masih tergolong rendah untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi. Kesadaran politik mereka pun belum terlalu cukup untuk memilih calon pemimpin sejati atau negarawan. Maka tidak mengherankan kalau proses demokrasi saat ini belum melahirkan pemimpin sejati dan negarawan.

Demokrasi kita sebenarnya baru melahirkan politisi dan pemimpin yang pragmatis lagi oportunis. Mereka adalah pemimpin-pemimpin bangsa yang terpilih karena politik uang dan politik pencitraan. Mereka bukan pemimpin-pemimpin yang lahir dari proses politik demokrasi yang sehat. Sehingga kualitas atau kepemimpinannya bukan yang negarawan ataupun yang sejati.

Pemimpin yang negarawan atau sejati lahir dari masyarakat yang cerdas. Masyarakat yang cerdas secara politik tidak harus menempuh pendidikan tinggi. Masyarakat yang cerdas secara politik bisa cukup dengan dibangun rasionalitas politiknya. Masyarakat yang cerdas politik bisa cukup dengan dibangun kesadaran politiknya. Dengan modal rasionalitas dan kesadaran politik inilah, masyarakat akan mampu memilih pemimpin sejati/negarawan.

Masalahnya, selama14 tahun reformasi ini, rasionalitas politik dan kesadaran politik masyarakat bukannya dibangun tetapi diperpuruk oleh berbagai sikap dan perilaku politik para elite yang tidak mendidik. Selama proses demokrasi langsung berjalan, yang terjadi justru pembodohan dan pendangkalan kesadaran politik masyarakat. Elite politik mengajarkan masyarakat dengan politik uang. Elite politik mendidik masyarakat dengan pragmatisme dan oportunisme. Elite politik mengajarkan masyarakat berperilaku korup dan bertindak amoral. Elite politik membangun politik aliran yang memecah belah masyarakat. Elite politik, pada akhirnya, hanya menjadi contok buruh bagi era pencerahan politik masyarakat bangsa.

Demikian juga partai politik yang sejatinya melakukan pendidikan politik dan penyadaran politik malah ikut berkontribusi besar dalam proses pembodohan dan pendangkalan kesadaran politik masyarakat. Partai politik ikut bermain dalam pusaran politik uang. Partai politik hanya berlagak seperti perahu politik yang mencalonkan elite politik sebagai kepala daerah atau anggota legislatif. Partai politik di era demokrasi langsung ini juga seperti pemburu rente. Calon pemimpin yang bermodal direkrut serta dicalonkan. Sementara pemimpin-pemimpin yang punya kapasitas dan kredibilitas tidak diusung atau diperkenalkan ke publik untuk dijadikan sebagai calon alternatif pemimpin bangsa. Sehingga wajar, kalau orang-orang yang duduk di pemerintahan mayoritas bukan pemimpin sejati atau negarawan. Para pemimpin yang duduk di kursi kekuasaan umumnya pemburu kekuasaan sekaligus pemburu rente.

Kondisi yang carut marut tersebut rupanya tidak diimbangi dengan penguatan peran civil society. Civil society belum memainkan peran sosial politiknya secara siginifikan untuk membangun rasionalitas dan kesadaran politik masyarakat. Peran yang dominan sejauh ini baru dimainkan oleh media massa. Media massa di era keterbukaan saat ini ikut berkontribusi besar dalam pembangunan rasionalitas dan kesadaran politik masyarakat melalui berita-berita politik dan dialog-dialog publik yang ditayangkannya.

Hanya saja, apa yang dilakukan media massa tersebut masih jauh dari cukup. Seluruh elemen civil society tentunya harus bergerak secara maksimal dan total melakukan pendidikan dan penyadaran politik pada masyarakat. Dengan begitu, era pencerahan politik bisa terwujud. Itu artinya, proses demokrasi bangsa nantinya akan melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa yang negarawan dan sejati.

Hubungan Antara Sistem Pemilu, Sistem Kepartaian, dan Sistem Pemerintahan

Hubungan antara Sistem Pemilu dengan Sistem Kepartaian adalah bahwa sistem Pemilu kita selalu mengakomodir sistem kepartaian yang berhak, sehingga tidak ada partai yang lebih berhak di negara ini daripada partai yang lain artinya setiap partai memiliki hak yang sama untuk terdaftar sebagai peserta Pemilu. Selanjutnya hubungan antara sistem pemilu dan sistem pemerintahan adalah agar hasil pilihan rakyat melalui Pemilu dapat turut mengawasi jalannya roda Pemerintahan dengan baik (Good Governence) dimana Pemerintah tidak bisa menjalankan tugasnya semena-mena tanpa ada pengawasan dari para wakil rakyat yang telah dipilih melalui Pemilu.

Antara sistem politik dan sistem pemerintahan adalah bahwa seluruh partai dan wakil-wakil rakyatnya turut serta dalam mengatur pemerintahan artinya bukan hanya satu atau dua partai saja yang diakui negara untuk mengatur pemeritahan, tetapi semua partai yang mendapatkan kursi di legislatif berhak dan turut serta dalam mengawasi jalannya pemerintahan.

Hubungan antara sistem pemilu, sistem politik dan sistem pemerintahan dengan memperhatikan penjelasan di atas maka akan sangat jelas bahwa pemilu memberikan kebebasan untuk semua partai dalam memperebutkan kursi suara, dan akhirnya para Anggota Legislatif, Kepala Negara, dan Kepala Daerah yang terpilih merekalah yang akan memimpin dan mengawasi Pemerintahan, jika tidak ada ketiganya, Indonesia bukanlah Negara Demokrasi.

Sistem dan Klasifikasi Partai Politik

Berkas:Presentasi verifikasi partai politik 2011.jpg
Diagram verifikasi partai politik di Indonesia tahun 2011

Sistem satu partai / Sistem partai tunggal

Dalam system ini terdapat dua variasi : pertama, di Negara tersebut hanya terdapat satu partai yang boleh hidup dan berkembang. Kedua , partai tunggal mendominasi kehidupan kepartaian, tidak ada suasana bersaing karena partai lainnya harus menerima kepemimpinan dari partai tersebut.

Beberapa Negara baru, terutama di Negara Afrika, juga mengambil system partai tunggal. Pilihan mereka didasarkan pertimbangan perlu adanya Integrasi Nasional yang kuat. Pada umumnya Negara – Negara baru mengalami ancaman perpecahan karena masalah golongan, suku, ras dan agama yang sangat berbeda dan saling bersaing. Diharapkan masalah perpecahan dan perbedaan dapat diatasi bila ada partai politik yang kuat serta dominant, karena di kuatirkan dengan tidak adanya partai yang kuat maka mudah terjadi perpecahan yang dapat mengancam kelangsungan hidup berbangsa. Dilain pihak, dengan system satu partai yang kuat dapat mematikan aspirasi dari kelompok-kelompok kecilyang terjelma dalam partai-partai kecil. Dengan kata lain aspirasi mereka dikuatirkan akan tenggelam karena dominasi partai besar tersebut.

Giovanni Sartori, seorang pakar studi partai politik menegaskan bahwa tipe partai tunggal tidak bias di masukkan dalam kategori system kepartaian, karena suatu system pada dasarnya membutuhkan lebih dari satu unit untuk dapat bekerja sebagai system.

Sistem dua partai

Pengertian dua partai merujuk pada 3 kemungkinan :

  1. memang hanya dua partai besar yang mendominasi sementara partai-partai lain terlalu kecil untuk memiliki signifikansi politik
  2. Adanya dua partai dimana salah satu berperan sebagai partai berkuasa sedangkan yang lain menjadi oposisi secara bergantian.
  3. Adanya satu partai dominant yang biasanya memerintah sendiri dengan sebuah partai lain yang selalu menjadi kekuatan oposan.

Negara-negara yang terkenal dengan system dua partai ialah Inggris (dengan partai konservafatif dan partai buruh) dan Amerika Serikat (dengan partai Republik dan Partai Demokrat). Sistem dua partai di Inggris di anggap paling ideal. Sistem dua partai dapat berjalan di Inggris karena didukung oleh beberapa factor di antaranya masyarakat yang homogen, tradisi politik yang sudah berakar sebagai dasar budaya politik Inggris serta pengawasan terhadap aturan permainan politik sebagai consensus masyarakat yang harus di taati oleh segenap lapisan masyarakat.

Sistem dua partai biasanya dilaksanakan dengan pemilihan yang berdasarkan atas system simple majority di mana setiap daerah pemilihan hanya diwakili oleh satu wakil.

Kekuatan Sistem dua partai adalah memudahkan terbentuknya integrasi nasional, karena partai yang kecil lebih cenderung bergabung dengan salah satu partai yang dominan jika partai yang besar itu merasa perlu mendapatkan dukungan tambahan, atau bergabung dengan partai kecil lain (misalnya Partai Liberal dan Partai Sosial Demokrat di Inggris yang membentuk koalisi yang disebut ALLIENCE). Keuntungan lain adalah adanya pengawasan (control) yang terus menerus dari partai oposisi.

Kelemahan dari system ini adalah memudahkan timbulnya polarisasi antara partai yang berkuasa dan partai yang beroposisi. Bahaya ini terutama bias muncul di Negara-negara yang kadar consensus nasionalnya masih rendah, seperti di banyak Negara dunia ketiga.

Sistem multi partai

Pengertian sistem banyak partai menunjuk adanya lebih dari dua partai. Negara-negara seperti Belanda, Belgia dan Norwegia menjalankan sistem multi partai sejak lama.

Dalam pelaksanaanya, perlu dibentuk pemerintahan koalisi dari beberapa partai karena tidak ada partai yang cukup kuat untuk membentuk suatu pemerintahan yang mandiri.

Adakalanya usaha membentuk pemerintah koalisi mengalami kegagalan karena partai-partai yang berupaya membentuk pemerintah koalisi tidak mencapai persetujuan.

Sistem banyak partai ini sering ditemukan dalam Negara-negara yang memakai system pemilihan berdasarkan perwakilan berimbang (proportional representation). Sistem ini memberi kesempatan kepada partai kecil untuk memenangakan beberapa kursi.

Partai kecil dapat menarik keuntungan jika dapat membentuk pemerintahan koalisi. Secara proporsional mereka dapat ikut menentukan terbentuknya pemerintah yang akan membuat kebijakan umum.

Kelemahan sistem banyak partai yang paling utama adalah bahwa banyaknya partai yang merupakan wakil kelompok dan golongan menyulitkan terbentuknya konsensus nasional.

Dari pembahasan system kepartaian di atas dapat kita tarik beberapa kesimpulan :

  1. Masing-masing system punya kelemahan dan kekuatan.
  2. Masing-masing system menuntut terpenuhinya beberapa prasyarat agar system tsb dapat berjalan dengan baik di suatu Negara.
  3. Setiap Negara mempunyai latar belakang sejarah dan tradisi politik yang sangat berpengaruh dalam pemilihan system kepartaian Negara tsb.
  4. Banyak Negara baru, termasuk Indonesia, pernah mengalami masa kepartaian dengan berbagai bentuk dan variasinya. Dengan katablain system kepartaian selalu berkembang sesuai kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa pembangunan politik biasanya diikuti oleh perkembangan kehidupan system kepartainnya.

Sistem dua partai di Inggris

Inggris menggunakan sistem dwipartai. Di Inggris berdiri 2 partai yang saling bersaing dan memerintah. Partai tersebut adalah:

Partai yang menang dalam pemilu dan mayoritas di parlemen merupakan partai yang memerintah, sedangkan partai yang kalah menjadi partai oposisi.

Sistem kepartaian telah berlangsung sejak abad ke-18. Banyak partai politik di UK namun hanya ada 2 partai besar, yaitu: Partai Konservatif dan Partai Buruh yang selalu bergantian memegang Pemerintahan. Partai terbesar ketiga adalah Partai Liberal Demokrat (LDP). Baik Partai Buruh maupun Partai Konservatif mempunyai pendukung tradisional. Partai Konservatif mempunyai pendukung kuat di daerah pedesaan, sedangkan Partai Buruh mempunyai pendukung kuat di daerah perkotaan, perindustrian, pertambangan dan pemukiman kelas pekerja. Wilayah Wales dan wilayah Skotlandia juga merupakan daerah pendukung kuat Partai Buruh. Sejak Perang Dunia Kedua berakhir, Partai Konservatif telah berhasil memenangkan pemilu sebanyak delapan kali, terakhir pada pemilu tahun 1992. Sedangkan Partai Buruh telah memenangkan tujuh pemilu, termasuk pemilu terakhir pada tahun 2007

Negara Inggris dikenal sebagai induk parlementaria (the mother of parliaments) dan pelopor dari sistem parlementer. Inggrislah yang pertama kali menciptakan suatu parlemen workable. Artinya, suatu parlemen yang dipilih oleh rakyat melalui pemilu yang mampu bekerja memecahkan masalah sosial ekonomi kemasyarakatan. Melalui pemilihan yang demokratis dan prosedur parlementaria, Inggris dapat mengatasi masalah sosial sehingga menciptakan kesejahteraan negara (welfare state). Sistem pemerintahannya didasarkan pada konstitusi yang tidak tertulis (konvensi). Konstitusi Inggris tidak terkodifikasi dalam satu naskah tertulis, tapi tersebar dalam berbagai peraturan, hukum dan konvensi. Dan berdasarkan Konstitusinya, Inggris menganut sistem dwipartai, yaitu terdapat 2 partai yang saling bersaing dan memerintah.

Budaya politik rakyat Inggris adalah partisipatif dalam proses politik, mendukung otoritas pemerintah yang sedang berkuasa, dan mendukung penegakan rule of law. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah menjadi relatif stabil, karena pemerintah konsisten menjalankan apa yang diamanatkan rakyat kepadanya. Pemerintah yang tengah berkuasa pun mendapat legitimasi penuh dari rakyat. Rakyat Inggris memiliki loyalitas tinggi terhadap kerajaan. Rakyat Inggris juga merupakan pecinta tradisi kerajaan, hal ini bisa dilihat dari antusiasme mereka dalam acara-acara besar kerajaan, misalnya pernikahan. Bagi rakyat Inggris, tradisi kerajaan merupakan tradisi yang harus dijaga. Tradisi kerajaan juga menjadi kebanggaan rakyat Inggris yang hingga kini masih mereka pegang teguh.

Kedudukan monarki kerajaan dan politik di Inggris

Pada dasarnya monarki adalah system pemerintahan yang di lakukan oleh kerajaan. Tapi ada beberapa hal yang membedakan monarki di inggris dengan monarki di Negara lain. inggris menganut system monarki yang kekuasaan nya tidak mutlak di pegang oleh ratu. Ada beberapa eleman lain yang terkait jika mengambil kebijakan.

Ada beberapa pokok dasar hokum yang harus di patuhi oleh roda pemerintahan inggris. Antara lain : adanya oposisi, ratu adalah symbol keagungan tapi tidak boleh ikut campur dalam kebijakan politik, system dwi partai, ddl.

Inggris menunjukan bahwa monarki yang mereka anut tidak tergantung terhadap kekuasaan raja atau ratu. Mereka hanyalah symbol di agungkan , tapi tidak punya kekuatan dalam pemerintahan . itulah kenapa setiap kebijakan politik inggris selalu di lakukan oleh perdana menteri yang di pilih.

Sistem dua partai di Amerika Serikat

 
Abraham Lincoln dikenal memperjuangkan kemerdekaan dan menghapuskan perbudakan di Amerika Serikat. Ia dari Partai Republik Amerika Serikat
 
J.J. Rousseau terkenal dengan faham dan gerakan romantisme pada masa Revolusi Perancis. Dengan karyanya yang terkenal berjudul du Contract Sosial, yang artinya Perjanjian Masyarakat atau Kontrak sosial. Buku tersebut banyak mengulas tentang hak asasi manusia. Rousseau tidak membenarkan adanya persekutuan termasuk adanya partai yang berjuang pada kekuasaan dalam bentuk penyalahgunaan kekuasaan. Ia sebenarnya menekankan pentingnya demokrasi primer (langsung) tanpa perwakilan dan tanpa prantara partai politik.
 
Nelson Mandela anggota Partai Kongres Nasional Afrika berjuang menghapuskan sistem apartheid (pembedaan warna kulit) di Afrika Selatan.
 
Mahatma Gandhi. Terkenal dengan Perjuangan Tanpa Kekerasan. Gandhi adalah salah seorang yang paling penting yang terlibat dalam Gerakan Kemerdekaan India. Dia adalah aktivis yang tidak menggunakan kekerasan, yang mengusung gerakan kemerdekaan melalui aksi demonstrasi damai.
 
Mikhail Gorbachev pendiri partai Persatuan Sosial Demokrat Rusia dikenal dengan kebijakan glasnost dan perestroika.

Sampai sekarang Amerika masih memiliki sistem dua partai (two-party system), yakni :

Sejak tahun 1852, kedua partai ini menguasai dan memenangi pemilihan Presiden Amerika Serikat dan sejak tahun 1856 kedua partai ini juga mengendalikan kongres Amerika Serikat. Kedua partai ini tentunya memiliki pendukungan masing-masing. Seperti partai republik yang cederung di dukung oleh kalangan kulit putih dan demokrat cenderung di dukung oleh kalangan kulit hitam. Partai Demokrat memposisikan dirinya sebagai “sayap kiri” yang berasaskan prinsip liberalisme, sedangkan dari kubu Republik memposisikan dirinya sebagai “sayap kanan” yang bersifat konservatis. Tentunya partai itu sendiri tentunya memiliki peranan dan fungsi tertentu dalam sistem politik Amerika Serikat. Partai tentunya berfungsi untuk merekrut kandidat baik untuk lokal, negara bagian dan national offices. Partai juga berfungsi untuk melatih dan membantu para kandidat dalam berbagai macam kampanye, partai mendapatkan dan menggunakan dana kampanye. Selain itu partai juga membantu menarik pemilih untuk memilih kandidat melalui organisasi sukarelawan rakyat, bank telpon, dll. Partai juga memudahkan atau menyederhanakan pemilu (Melusky 2000, 98). Fungsi lainnya yakni sebagai suatu grup mereka berusaha untuk berpartisipasi dan mempengaruhi jalannya pemerintahan, dengan kandidat anggota terpilih yang mempunyai posisi di pemerintahan. Partai politik ini juga berfungsi untuk membentuk dan mempengaruhi opini public, tujuannya agar public mendukung serta memberikan vote pada partai tersebut. Di bidang legislative partai juga mempunyai fungsi yakni sebagai partai mayoritas atau minoritas, anggota memberikan vote berdasarkan kepentingan partai. Partai juga turut mempengaruhi keputusan hukum, hal ini berkaitan dengan posisi, apabila hakim tersebut adalah seorang democrat, maka ia akan berpikiran dengan cara democrat, sebaliknya apabila hakim tersebut seorang republic, maka ia akan berpikiran dengan cara republik.

Selain fungsi, partai juga mempunyai peran yakni diantaranya mencapai kekuatan politik di pemerintahan, biasanya melalui kampanye pemilihan berusaha untuk mencari basis pendukung dengan penyampaian ide-ide mereka. Partai tentunya memiliki suatu ideology dan visi yang berbeda-beda namun tidak tertutup kemungkinan partai tersebut berkoalisi dengan partai lainnya. Partai juga berperan sebagai wadah bagi orang-orang yang memiliki interest terhadap dunia politik dan ingin berpartisipasi dalam mewujudkan kesamaan kepentingan mereka. Selain dua partai besar yang menguasai Amerika yakni democrat dan republic, ada pula suatu partai yang disebut sebagai “third party”. Partai ketiga ini berfungsi sebagai wadah bagi orang-orang yang memiliki visi lain diluar republic dan democrat. Partai ketiga ini cenderung mengambil simpati orang-orang dengan mengangkat suatu isu yang spesifik misalnya tentang lingkungan yang diusung oleh Green Party. Partai ketiga ini juga memiliki kedudukan di kongres, dua partai besar yakni republic dan democrat biasanya membentuk aliansi dengan para pendukung partai ketiga agar dua partai besar ini mendapatkan suara dari partai ketiga.

Berdasarkan paparan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa partai politik di Amerika Serikat memiliki beberapa peran dan fungsi. Dengan adanya peran dan fungsi tersebut diharapkan partai politik mampu menjalankannya sehingga akan terbentuk situasi politik yang kondusif dan segala kegiatan di Kongres berjalan dengan semestinya. Partai politik juga turut mempengaruhi jalannya pemerintahan. Selain mempunyai peran dan fungsi, tentunya partai politik tersebut juga memiliki tanggung jawab yakni menjunjung nilai demokratis dalam dunia perpolitikan Amerika. Utamanya, partai politik sebagai suatu wadah mampu untuk menampung ide-ide baik dari anggota maupun masyarakat dan berusaha untuk mewujudkannya. Amerika Serikat dengan dua partai besarnya yakni Demokrat dan Republik dengan segala perbedaannya tetap memiliki suatu peran dan fungsi yang sama yakni bagaimana mewujudkan Amerika agar memiliki situasi yang stabil melalui pengaruh partai mereka terhadap sistem pemerintahan dengan segala konflik yang ada .

Klasifikasi partai politik

Klasifikasi partai politik dapat didasarkan atas beberapa hal antara lain :

Dari segi komposisi, fungsi keanggotaan dan dasar ideologinya. Dalam klasifikasi berdasarkan komposisi dan fungsi keanggotaan, partai politik dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu partai kader dan partai massa.

Partai kader biasanya lebih mementingkan keketatan, disiplin dan kualitas anggota. Kelemahan partai kader ini teutama dalam mencari dukungan, biasanya mereka kalah dalam persaingan mengumpulkan jumlah dukungandi masyarakat luas karena dianggap anggota partai kader terbatas pada kelompok-kelompok tertentu.

Partai massa merupakan kebalikan dari partai kader karena mereka lebih menekankan pada pencarian jumlah dukungan yang banyak di masyarakat atau dengan kata lain lebih menekankan aspek kuantitas. Kelemahan partai massa adalah bahwa disiplin anggota biasanya lemah, juga lemahnya ikatan organisasi sesame anggota, bahkan kadang kala tidak saling kenal, karena luasnya dukungan dari berbagai golongan dan lapisan masyarakat.

Perkembangn partai massa sebenarnya berawal dari partai kader. Partai – partai kader yang sebelumnya masih terbatas keanggotaannya pada kalangan tertentu mulai membuka diri untuk keanggotaan yang lebih luas.

Pada tahun 1966, Otto von Kircheimer menambahkan lagi sebuah jenis partai berdasarkan keanggotaannya, yang disebut partai catch-all. Partai jenis ini adalah perkembangan lebih lanjut dari partai massa.

Pada tahun 1980-an, Richard S. katz dan Peter Mair menambahkan lagi sebuah jenis partai berdasarkan perkembangan kecenderungan Negara-negara Barat untuk memberikan subsidi bagi partai-partai politik yang ada dan meningkatnya peran media elektronik dalam kampanye pemilu. Katz dan Mair mengutip kesuksesan kerja sama tiga partai politik Austria (the socialist Party, the people’s Party and the freedom Party), yang berhasil mempertahankan kemenangannya dalam pemilu selama bertahun-tahun.

Klasifikasi partai politik dapat juga didasarkan atas sifat dan orientasinya. Dalam hal ini partai politik dibagi atas partai lindungan dan partai ideologi atau asas. Partai lindungan umumnya memiliki organisasi nasional yang kendor, meskipun pada tingkat lokal sering kalicukup ketat.

Partai ideologi atau partai asas, adalah partai yang mengikat diri pada ideologi atau asas tertentu dalam menyusun program kerja partainya. Klaus von Beyme pada tahun 1985 dalam bukunya Political Parties in western Democracies, mengklasifikasikan 9 kelompok partai yang selama ini berkembang di Eropa Barat berdasarkan ideologinya (familles spiritualles) yaitu :

  1. Partai Liberal dan Radikal.
  2. Partai Konservatif.
  3. Partai Sosialis dan Sosial Demokrat.
  4. Partai Kristen Demokrat.
  5. Partai Komunis.
  6. Partai Agraris.
  7. Partai Regional dan Etnis.
  8. Partai Ekstrim Kanan.
  9. Gerakan Ekonomi/Lingkungan.

Von Beyme tidak menutup kemungkinan bahwa ada partai-partai politik dengan ideologi lain yang kemudian tidak bisa dimasukkan dalam klasifikasi yang ia buat.

Orientasi para pemilih tersebut bisa dikelompokan menjadi empat klasifikasi yang muncul dalam masyarakat bersamaan dengan perkembangan sosial politik di Negara itu sendiri, yaitu:

  1. Pusat daerah (centre-periphery)
  2. Negara gereja (state-church)
  3. Ladang Industri (land-industri)
  4. Pemilik modal pekerja (owner-worker)

Jenis Partai Politik

Jenis partai yang dilihat dari sudut pandang secara umum, adalah seperti di bawah ini;

Partai Proto.

Jenis partai ini merupakan karakter dasar dari tipe awal parpol, yang biasanya ada dalam lingkung­an parlemen atau intraparlemen. Basis pendukungnya adalah kelas menengah ke atas. Bentuk organisasi dan ideologinya relatif rendah (sederhana). Belum sepenuhnya sebagaimana dalam ciri parpol modern. Ciri faksional masih menonjol, dan ciri yang jelas adalah pembedaan antara kelompok anggota dan non-anggota. Di Indonesia saat ini kita memang tidak dapat melihat secara eksplisit jenis partai ini, sebab hampir semua partai mengatakan bahwa partainya adalah partai rakyat kecil. Namun di tingkatan praktik sesungguhnya banyak partai politik di Indonesia yang masuk dalam kategori ini. Mereka-mereka yang menduduki elite partai masih saja dipenuhi oleh orang-orang yang secara feodal dan hereditas merupakan keturunan dari kelas bangsawan (baik kebangsawanan religius maupun monarki)

Partai Kader

Secara his­toris partai ini berkembang sebagai akibat hak pilih belum diberikan kepada masyarakat luas. Anggotanya kebanyak­an kelas menengah ke atas, dan tidak memerlukan organi­sasi besar untuk memobilisasi massa. Di In­donesia partai yang masuk dalam kategori ini tidak begitu banyak. Karena penekanan partai kader sesungguhnya adalah terletak pada penguatan yang cukup tinggi pada level pengurusnya, dalam hal peningkatan kapasitas perso­nalnya untuk kepentingan partai. Masih banyaknya kader loncatan yang berasal dari basis yang tidak jelas yang me­warnai partai politik di Indonesia, utamanya partai-partai pemenang Pemilu pada era reformasi.

Pada awalnya disinilah posisi Partai Keadilan atau sekarang Partai Keadilan Sejahtera, dimana PKS menumpukan pergerakannya pada kader, sehingga mobilitas partai sangatlah tinggi bergerak dengan aktif dan mandiri. Namun sekali lagi partai terus berproses, sekarang penulis berasumsi bahwa PKS adalah “Partai Kader Berbasis Massa” atau dalam kategori selanjutnya adalah partai catch-all. Namun ini sedikit berbeda dengan PKS di Kalimantan Selatan yang lebih pas nya disebut dengan “Partai Massa Berbasis Kader”. Hal ini dikarenakan PKS bergerak dengan kekuatan kultural/massa walaupun kader tetap ada namun dalam tatanan top leader-nya.

Partai Massa.

Berkembangnya jenis ini ka­rena adanya perluasan hak pilih rakyat. Parpol ini di­hentuk di luar parlemen (ekstraparlemen). Orientasi parpol ini adalah kepada basis pendukung, yaitu buruh, petani dan massa lainnva. Tujuannva adalah untuk pendidikan politik dan pemenangan pemilu. Ideologi dan organisasi­nva rapi. Di Indonesia tidak dapat dikatakan sepenuhnva demikian. Sebab berbagai partai yang berbasis formal mas­sa tertentu, seperti buruh, petani maupun massa lainnya itu sifatnya masih slogan saja. Artinya, basis massa yang dilembagakannya itu sebatas untuk menarik pemilih da­lam pemilu semata, dan lebih dari, untuk melakukan pen­didikan politik dan sebagainya, masih sangat jauh. Yang menarik di Indonesia justru partai-partai besar (PDIP, Gol­kar, PKB, PPP, PKS, PAN) justru bukan merupakan partai massa dalam konteks ini. Mereka lebih banyak seba­gai partai ideologis, yang mungkin justru lebih masuk pada kategori partai catch-all.

Partai Diktaktoral

Jenis ini adalah merupakan subtipe partai massa. Ideologinya kaku dan radikal. Pimpinan tertinggi melakukan kontrol ketat. Rekrutmen anggotanya sangat ketat, di mana ang­gota parpol dituntut mengabdi secara total. Di Indonesia jenis partai ini banyak juga ditemukan, terutama pada partai-partai baru yang berangkat dari ideologisasi yang baru pula. Misalnya Partai Keadilan (PK) dan sekarang menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Rakyat Demokratik (PRD). Ikatan ideologisasi dari partai-partai ini sangatlah kuat. Di dalam rekrutmen dan kaderisasi anggotanya pun sangat ketat dalam konteks konsistensi mereka terhadap ideologi yang dianutnya. Namun sesung­guhnya di tingkat pengambilan keputusan, istilah “diktatoral” tampaknya kurang tepat. Hanya saja di sini lebih pada aspek konsistensi dan ketatnya implementasi ideologi yang coba dikembangkan oleh partai-partai jenis ini.

Partai Catch All

Jenis partai ini merupakan gabungan antara partai kader dan massa. Mereka berusaha menampung kelompok sosial sebanyak­banyaknya untuk menjadi anggotanya. Tujuannya meme­nangkan pemilu berkaitan dengan berkembangnya kelom­pok kepentingan dan penekan, dan ideologinya tidak ter­lalu kaku. Seperti telah dikatakan di muka bahwa sebagian besar partai politik di Indonesia pemenang Pemilu pada era reformasi adalah masuk dalam kategori jenis ini. Partai-partai besar yang ada sekarang memang hidup tidak mengandalkan ideologi, namun penguatan pada kuantitas basis massa, Meskipun demikian mereka juga melakukan kaderisasi di internal elit pengurusnya, sehingga konsekuensinya adalah terabaikannya proses pendidikan politik. Banyaknya jenis partai seperti ini sesungguhnya masih sedikit jauh dari cita-cita partai modern, terutama ketika transformasi di tingkat masyarakat tidak dapat berjalan secara efektif.

Tujuan adanya Partai Politik

Tujuan umum partai politik adalah mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Partai politik adalah setiap organisasi yang dibentuk oleh warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak untuk memperjuangkan baik kepentingan anggotanya maupun bangsa dan negara melalui Pemilihan Umum. Tujuan umum partai politik adalah mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dan mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan tujuan khusus partai politik adalah memperjuangkan cita-cita para anggotanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sebagai salah satu lembaga demokrasi, partai politik berfungsi mengembangkan kesadaran atas hak dan kewajiban politik rakyat, menyalurkan kepentingan masyarakat dalam pembuatan kebijakan negara, serta membina dan mempersiapkan anggota masyarakat untuk mengisi jabatan-jabatan politik sesuai dengan mekanisme demokrasi. Partai politik juga merupakan salah satu wahana guna menyatakan dukungan dan tuntutan dalam proses politik yang diwujudkan melalui Pemilihan Umum yang diselenggarakan secara demokratis, jujur dan adil dengan mengadakan pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas dan rahasia.

Setiap partai politik mempunyai kedudukan, fungsi, hak dan kewajiban yang sama dan sederajat. Kedaulatan partai politik berada di tangan anggotanya, termasuk untuk membubarkan, dan karena itu partai politik bersifat mandiri dalam mengatur rumah tangga organisasinya, terbebas dari campur tangan pihak-pihak di luar partai, termasuk pihak pemerintah.

Pembentukan partai politik merupakan perwujudan kedaulatan rakyat, bukan perwujudan kekuatan ekonomi. Oleh karena itu, perlu pembatasan sumber keuangan partai politik untuk mencegah penyalahgunaan uang demi kepentingan politik (money politics). Keterbukaan partai politik dalam hal keuangan merupakan informasi penting bagi warga negara untuk menilai dan memutuskan dukungannya terhadap partai politik.

Sumber utama keuangan partai politik diperoleh dari iuran anggota dan sumbangan yang diberikan kepada partai politik oleh anggota masyarakat, perusahaan dan badan lainnya, serta oleh Pemerintah. Partai politik tidak boleh menerima sumbangan dan bantuan dari pihak asing. Sebagai sebuah organisasi nirlaba yang memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi tersebut. Partai politik dilarang mendirikan badan usaha dan atau memiliki saham suatu badan usaha.

Kelangsungan hidup partai politik tergantung pada besarnya dana yang berhasil dikumpulkan baik melalui sumbangan para anggota maupun sumbangan dari pihak luar, ataupun dari pinjaman yang dapat diperoleh. Dari sumber-sumber tersebut, sumbangan dari pihak luar merupakan sumber keuangan terbesar bagi partai politik. Walaupun begitu jenis sumbangan ini juga bisa menjadi sumber “keterikatan” partai politik, karena biasanya pemberi sumbangan memiliki “maksud-maksud” tertentu yang kemudian menjadikan sumbangan tersebut sebagai “sumbangan bersyarat”. Jika hal tersebut terjadi, partai suara rakyat tetapi mewakili kepentingan-kepentingan tertentu.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, kebanyakan negara-negara di dunia menetapkan batas berapa sumbangan yang di perbolehkan untuk diterima oleh partai-partai politik. Kemampuan partai politik untuk terus memperjuangkan baik kepentingan anggota maupun bangsa dan negara dikomunikasikan melalui laporan posisi keuangan yang menyediakan informasi mengenai aktiva, kewajiban, aktiva bersih, dan informasi mengenai hubungan di antara unsur-unsur tersebut. Pertanggungjawaban pengurus mengenai kemampuannya mengelola sumber daya partai politik yang diterima dari anggota dan para penyumbang disajikan melalui laporan aktivitas dan laporan arus kas. Laporan aktivitas harus menyajikan informasi mengenai perubahan yang terjadi dalam kelompok aktiva bersih.

Salah satu karakteristik partai politik yang membedakannya dengan organisasi nirlaba lainnya adalah partai politik memperjuangkan kepentingan baik anggota, bangsa dan negara melalui kegiatan Pemilu. Keberhasilannya ditentukan dengan jumlah suara yang berhasil diperoleh dalam Pemilu. Kegiatan ini merupakan kegiatan paling besar yang dilakukan oleh partai politik, sehingga pertanggungjawaban keuangan atas kegiatan ini perlu dilakukan tersendiri, terpisah dari laporan keuangan yang disajikan secara periodik.

Setiap partai politik memiliki kepengurusan yang tersebar di berbagai tingkat di daerah. Partai politik dapat membentuk pengurusan di *ibukota negara Republik Indonesia untuk pengurus tingkat pusat ;

  • ibukota-propinsi untuk pengurus daerah tingkat I ;
  • ibukota kabupaten/kotamadya untuk pengurus daerah tingkat II ;
  • kecamatan untuk pengurus tingkat kecamatan ; dan
  • desa/kelurahan untuk pengurus tingkat desa/kelurahan.

Struktur organisasi partai politik yang meliputi beberapa tingkat di daerah ini menyebabkan perlunya ditentukan entitas pelaporan keuangan untuk menunjukkan entitas akuntansi yang menjadi pusat-pusat pertanggungjawaban keuangan partai politik. Seperti halnya organisasi-organisasi nirlaba, maka partai politik mempunyai mekanisme keorganisasian yang memerlukan mekanisme dan manajemen seperti halnya organisasi nirlaba lainnya. Perangkat organisasi umum pasti ada dalam partai politik.

Perangkat-perangkat organisasi dan kegiatan-kegiatannya ini antara lain:

Sekretariat.

Partai tentu memerlukan sekretariat yang dijalankan oleh tenaga-tenaga purna waktu. Sekretariat ini ada di tingkat pusat, propinsi, kabupaten, kecamatan dan desa. Sekretariat memerlukan kantor, baik berbentuk ruangan yang disewa, pinjam atau gedung tersendiri. Kalau dalam bentuk pinjaman, misalnya gedung dipinjamkan, maka pinjaman itu harus diungkapkan ke publik, siapa yang memiliki gedung tersebut. Biaya-biaya yang keluar untuk menjalankan sekretariat ini dapat digolongkan kepada biaya rutin. Contohnya adalah pembangunan kantor suatu partai. Dari mana dana pembangunan kantor tersebut di dapat? Apakah ada penyumbang khusus, ataukah ada sponsor, atau dari usaha lain? Hal ini harus dilaporkan kepada publik.

Rapat-rapat yang diperlukan untuk mengambil keputusan dalam partai.

Kongres yang menentukan kepemimpinan biasanya diadakan dalam jangka waktu tertentu. Juga ada rapat kerja baik di tingkat nasional, daerah, cabang atau ranting. Ada pula rapat rutin di sekretariat. Semua kegiatan ini harus dicatat dan laporan keuangannya harus dibuat. Yang perlu diketahui adalah apakah ada pihak-pihak yang menyumbang dalam jumlah besar untuk partai tersebut dalam kegiatan ini? Sebagai contoh, baru-baru ini ada salah satu partai yang melakukan kongres atau musyawarah nasional di hotel berbintang lima. Dari mana biaya pembayaran hotel? Dari mana biaya mendatangkan peserta yang jumlahnya ratusan dari seluruh Indonesia? Apakah ada sponsor?

Kegiatan pencarian dana.

Karena partai politik tidak boleh memiliki badan usaha dan tidak boleh memiliki saham, maka cara-cara pencarian dana politik adalah lewat sumbangan-sumbangan pribadi, perusahaan atau kegiatan-kegiatan khusus yang dikoordinir untuk pencarian dana. Kegiatan-kegiatan ini misalnya: iuran anggota, acara malam amal, pesta makan malam, acara pertunjukan musik, lelang, penjualan cindera mata seperti bendera, baju, kaos, topi, dan sebagainya. Kegiatan ini semua mesti dilaporkan dan hasilnya juga harus dicatat dengan lengkap dan dilaporkan kepada publik. Apakah ada sponsor dalam kegiatan-kegiatan ini? Berapa besar dana sponsornya? Apakah melebihi batas sumbangan individu dan perusahaan yang diatur dalam undang-undang? Siapa saja yang membeli lelang? Siapa saja yang hadir dalam pesta makan malam? Apakah orang atau kelompok yang sama juga menyumbang dalam bentuk lain?

Kegiatan kampanye.

Kegiatan kampanye ini diatur secara khusus dalam Undang-undang tentang Pemilu. Kegiatan-kegiatan dalam kampanye ini antara lain:

  • perjalanan kampanye oleh calon legislatif atau calon presiden;
  • rapat akbar;
  • iklan di media massa (televisi, radio, koran, majalah);
  • pembuatan poster;
  • pembuatan bendera;
  • rally;
  • kegiatan karitatif, ini penting sekali untuk dicatat dan dilaporkan karena kegiatan ini apabila diadakan pada masa kampanye maka dapat dikategorikan sebagai politik uang.
Kegiatan pendidikan politik.

Partai juga melakukan seminar, lokakarya, diskusi-diskusi atau pelatihan-pelatihan untuk anggota, pengurus dan simpatisannya. Kegiatan-kegiatan ini harus juga dilaporkan kepada publik. Dari mana dana untuk kegiatan ini? Apakah ada sumbangan dari pihak ketiga? Apakah dari biaya yang dibayarkan anggota? Apakah ada sponsor?

Kegiatan-kegiatan partai politik diluar kampanye banyak yang spontan dilakukan, baik oleh calon legislatif dan atau calon presiden ataupun oleh anggota dan fungsionaris ditingkat daerah.

Seringkali kegiatan-kegiatan ini melibatkan sumbangan sukarela secara tunai atau dukungan fasilitas-fasilitas tetapi tidak tercatat di bendahara partai. Sumbangan-sumbangan harus dicatat oleh fungsionaris partai dan dihitung sebagai pendapatan partai.

Partai juga membentuk yayasan-yayasan atau think-tank untuk menyebarluaskan ideologi maupun pengaruhnya.

Partai-partai juga mencari sumbangan untuk yayasan-yayasan atau think tank yang manajemen keuangannya terpisah dari partai. Tetapi sebenarnya yayasan-yayasan ini dibuat oleh petinggi-petinggi partai untuk mempengaruhi opini publik, sehingga tidak dapat dipisahkan dari partai. Sumbangan yang masuk ke yayasan-yayasan dan think tank ini harus dihitung sebagai sumbangan untuk partai politik.

Kekayaan partai.

Kekayaan partai bisa berbentuk gedung, kantor, kendaraan, alat-alat kantor, dan lain-lain. Kekayaan ini bisa didapat dari hibah, membeli sendiri dari dana partai atau membeli dengan dana dari sumbangan donatur. Kekayaan ini harus diungkapkan ke publik. Demikian juga kendaraan. Kandidat partai banyak yang melakukan perjalanan dengan mobil mewah, mobil itu milik siapa? Sebagai perwujudan prinsip negara hukum, partai politik tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan terhadap pelanggaran undang-undang ini dilakukan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia atas dasar kewenangan yang ada padanya sebagai lembaga yudikatif tertinggi dengan merujuk kepada mekanisme hukum yang telah ditetapkan. Peraturan perundang-undangan yang mengikat partai politik tersebut juga berpengaruh terhadap perlakuan akuntansi pada partai politik. Dalam Undang-undang No. 2 tahun 1999 dan Undang-undang No. 3 tahun 1999, dipisahkan antara dana rutin dan dana kampanye. Pelaporan dana rutin dilakukan dalam laporan tahunan partai politik yang dilaporkan setiap akhir tahun, sedangkan laporan dana kampanye dilakukan dalam laporan dana kampanye lima tahun sekali, lima belas hari sebelum dan tiga puluh hari setelah pemungutan suara.

Sebagai perwujudan prinsip negara hukum, partai politik tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan terhadap pelanggaran undang-undang ini dilakukan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia atas dasar kewenangan yang ada padanya sebagai lembaga yudikatif tertinggi dengan merujuk kepada mekanisme hukum yang telah ditetapkan. Peraturan perundang-undangan yang mengikat partai politik tersebut juga berpengaruh terhadap perlakuan akuntansi pada partai politik.

Dalam Undang-undang No. 2 tahun 1999 dan Undang-undang No. 3 tahun 1999, dipisahkan antara dana rutin dan dana kampanye. Pelaporan dana rutin dilakukan dalam laporan tahunan partai politik yang dilaporkan setiap akhir tahun, sedangkan laporan dana kampanye dilakukan dalam laporan dana kampanye lima tahun sekali, lima belas hari sebelum dan tiga puluh hari setelah pemungutan suara.

Sistem, Fungsi, dan Struktur Partai Politik di Indonesia

Sesuai dengan isi pada Pembukaan UUD 1945 dan Batang Tubuh UUD 1945 bahwa Indonesia menganut sistem multi partai yaitu sistem yang pada pemilihan kepala negara atau pemilihan wakil-wakil rakyatnya dengan melalui pemilihan umum yang diikuti oleh banyak partai. Sistem multi partai dianut karena keanekaragaman yang dimiliki oleh negara Indonesia sebagai negar kepulaaan yang di dalamnya terdapat perbedaan ras, agama, atau suku bangsa adalah kuat,golongan-golongan masyarakat lebih cenderung untuk menyalurkan ikatan-ikatan terbatas (primodial) tadi dalam saru wadah saja.

Di dalam sistem demokrasi yang ada di Indonesia. Partai politik diselenggarakan dengan tujuan sebagai berikut:

Partai sebagai sarana Komunikasi Politik

Partai politik mempunyai tugas adalah menyalurkan aneka ragam pendapat dan inspirasi masyarakat dan mengatur dari pada kesimpangsiuran pendapat dari masyarakat berkurang. Pendapat yang telah disalurkan akan ditampung dan disatuikan agar tercipta kesamaan tujuan. Proses penggabungan pendapat dan inspirasi tersebut dinamakan penggabungan kepentingan (interest aggregation). Sesudah penggabungan tersebut

Di sisi lain partai politik juga sebagai bahan perbincangan dalam menyebarluaskan kebijakan-kebijakan pemerintah. Di sisi ini politik sebagai wahana perantara anatara pemerintah dengan warga negara. Dimana wahana ini berfungsi sebagai pendengar bagi pemerinytah dan sebagai pengeras suara bagi masyarakat.

Partai sebagai sarana Sosialisasi Politik

Partai politik memiliki peranan yaitu sebagai sarana sosialisasi politik. Di dalam ilmu poltik, Sosialisasi Politik diartikan sebagai proses melalaui mana seseorang memperoleh sikap dan orientsi terhadap fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat di mana ia berada. Biasanya proses sosialisasi berjalan secara berangsur-angsur dari mssa kanak-kanak sampai dewasa.

Dalam hal ini partai politik sebagai salah satu sarana sosialisasi politik. Dalam menguasai pemerintah melalui kemenangan dalam pemilihan umum, dan partai harus mendapat dukungan secara seluas-luasnya.

Partai sebagai sarana Recruitment Politik

Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political recruitment). Dengan demikian partai turut memperluas partisipasi politik. Caranya dengan melalui kotak pribadi, persuasi dan lain-lain. Dan partai politik juga, berfungsi juga dalam mendidik kader-kader muda untuk menggantikan kader yang lama.

Partai sebagai sarana Pengatur Konflik

Dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat merupakan soal yang wajar. Jika sampai terjadi konflik, partai politik berusaha dalam mengatasinya.

Struktur Partai Politik di Indonesia

Di bawah ini adalah beberapa penjabaran apa yang dimaksud dengan kelompok kepentingan, kelompok elit, kelompok birokrasi dan massa.

Kelompok Kepentingan

Kelompok kepentingan (intrest group) adalah suatu kelompok yang mempunyai tujuan untuk memperjuangkan “kepentingan” dan mempengaruhi lembaga-lembaga politik agar mendapatkan keputusan yang menguntungkan atau menghindarkan keputusan yang merugikan.

Kelompok ini tidak berusaha untuk menempatkan wakil-wakilnya dalam dewan perwakilan rakyat, melainkan cukup mempengaruhi satu atau beberapa partai di dalamnya atau instansi pemerintah atau menteri yang berwenang.

Contohnya kelompok-kelompok

Kelompok Elit

Kelompok elit adalah kelompok yang terorganisisr yajgn anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuannya yaitu untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik, biasanya dengan cara konstitusional

Contohnya yaitu elit politik yang di dalamnya terdapat kader-kader yang nantinya akan dipilih melalui pemilihan ketua umum partai. Pemilihan ini diikuti oleh anggota-anggota yang terdaftar di dalam partai tersebut.

Kelompok Birokrasi

Suatu kelompok yang memiliki peranan dalam prroses terciptanya suatu kebijakan umum yang diambil dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah yang keputusan itu sangat bermanfaat.

Contohnya Pembuatan SKCK yang prosesnya dimulai dari tingkata terkecil yaitu RT, RW dan dilanjutkan Kelurahan sebelum SKCK dibuat di POLSEK ataupun POLRES.

Massa

Massa merupakan sekumpulan orang yang berpatisipasi dalam proses pemilihan pemimpin-pemimpin politik dan turutn serta secara langsung atau tidak langsung dalam pembentukan kebijakan umum yang merupakan tujuan dari terbentuknya partai politik.

Partai Politik dan Revolusi Industri di Inggris

Revolusi industri adalah suatu gerakan yang mengakibatkan terjadinya perubahan di bidang industri yang sebelumnya menggunakan tenaga manusia dan hewan menjadi tenaga penggerak mesin. Revolusi Industri pertama kali berlangsung di negara Inggris pada tahun 1750. Peristiwa Revolusi Industri di Inggris kemudian berkembang ke seluruh negara di Eropa.

Tenaga manusia dan hewan pada awalnya dimanfaatkan sebagai tenaga penggerak dalam kegiatan sehari-hari. Tetapi saat Revolusi Industri terjadi, maka kedua jenis tenaga tersebut digantikan oleh tenaga uap air yang mampu menggerakkan mesin-mesin industri dan tenaga penggerak lainnya. Sejak saat itu, manusia dibebaskan dari peranannya sebagai sumber tenaga di berbagai pusat kegiatan industri dan pabrik.

Revolusi industri yang bermula di Inggris menimbulkan usaha-usaha industri dan pabrik secara besar-besaran dengan menggunakan tenaga mesin pada abad ke-18. Hal ini didukung oleh perang kemerdekaan Amerika yang membutuhkan senjata untuk meningkatkan usaha di bidang penyediaan senjata, amunisi dan alat angkut perang. Di lain pihak, Revolusi Perancis dan ekspansi Napoleon Bonaparte juga membutuhkan senjata perang yang tidak sedikit.

Sejak saat itu, Revolusi Industri juga mengubah wajah Inggris dengan semakin banyaknya berdiri pusat-pusat industri di negara kerajaan tersebut. Keadaan ini menimbulkan proses urbanisasi ke pusat-pusat industri yang dilakukan oleh para petani. Mereka meninggalkan lahan pertaniannya untuk bekerja sebagai buruh pada pabrik-pabrik industri di kota Manchester, Birmingham, Liverpool, Lancashire, dan sejumlah kota lainnya.

Akibat lain dari terjadinya industrialisasi adalah menimbulkan masalah sosial karena lahirnya golongan-golongan baru dalam masyarakat. Golongan baru itu adalah golongan buruh dan golongan pengusaha. Golongan pengusaha berupaya untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan memberikan upah rendah dan pemberlakuan jam kerja yang lama.

Sebaliknya, kaum buruh mendambakan jam kerja yang pendek, upah kerja tinggi, dan jaminan sosial yang baik. Akibat dari pertentangan ini adalah kedua golongan menyusun kekuatan baru dalam bentuk organisasi politik. Golongan buruh membentuk Partai Buruh yang memperjuangkan perbaikan nasib dan kesejahteraan sosial. Sedangkan kaum majikan membentuk Partai Liberal yang mengutamakan kebebasan dalam bisnis dan kehidupan.

Akibat Revolusi Industri di Inggris

Munculnya Gerakan Sosialis

Kaum buruh yang diperlakukan tidak adil oleh kaum pengusaha mulai bergerak menyusun kekuatan untuk memperbaiki nasib mereka. Mereka kemudian membentuk organisasi yang lazim disebut gerakan sosialis. Gerakan sosialis dimotivasi oleh pemikiran Thomas Marus yang menulis buku Otopia. Tokoh yang paling populer di dalam pemikiran dan penggerak paham sosialis adalah Karl Marx dengan bukunya Das Kapital.

Munculnya Partai Politik

Dalam upaya memperjuangkan nasibnya maka kaum buruh terus menggalang persatuan. Apalagi dengan makin kuatnya kedudukan kaum buruh di parlemen mendorong dibentuknya suatu wadah perjuangan politik, yakni Labour Party (Partai Buruh). Partai ini berhaluan sosialis. Di pihak pengusaha mengabungkan diri ke dalam Partai Liberal.

Munculnya Imperialisme Modern

Kaum pengusaha/kapitalis umumnya mempunyai pengaruh yang kuat dalam pemerintahan untuk melakukan imperialisme demi kelangsungan industrialisasinya. Dengan demikian, lahirlah imperialisme modern, yaitu perluasan daerah-daerah sebagai tempat pemasaran hasil industri, mencari bahan mentah, penanaman modal yang surplus, dan tempat mendapatkan tenaga buruh yang murah. Dalam hal ini Inggris-lah yang menjadi pelopornya.

Pengaruh Revolusi Industri di Indonesia

Telah disebutkan sebelumnya bahwa Revolusi Industri menimbulkan adanya imperialisme modern yang bertujuan mencari bahan mentah, tenaga kerja murah, dan pasar bagi hasil-hasil produksi. Perdagangan bebas melahirkan konsep liberalisme. Hal ini mengimbas pada negara-negara koloni, seperti juga wilayah-wilayah di Asia yang menjadi jajahan bangsa Eropa. Termasuk Indonesia.

Ketika Thomas Stamford Raffles, gubernur jenderal dari Inggris, berkuasa di Indonesia (1811 – 1816), ia berupaya memperkenalkan prinsip-prinsip liberalisme di Indonesia. Kebijakan yang diberlakukannya, antara lain, memperkenalkan sistem ekonomi uang, memberlakukan pajak sewa tanah untuk memberi kepastian siapa pemilik tanah, menghapus penyerahan wajib, menghapus kerja rodi, serta menghapus perbudakan. Ketika Inggris menyerahkan Indonesia ke tangan Belanda, dibuat perjanjian bahwa Belanda akan tetap memberlakukan perdagangan bebas. Oleh karena itu, banyak perusahaan Inggris yang berdiri di Indonesia. Pengaruh Revolusi Industri juga sampai ke negeri Belanda dan memengaruhi sikap terhadap tanah jajahan. Politik imperialisme Belanda yang awalnya menggunakan caracara kuno, yaitu pemerasan, kekerasan, dan eksploitasi kekayaan Indonesia di kemudian hari mendapat protes dari kaum humanis Belanda yang berpaham liberal. Muncullah politik Etis di Indonesia. Keuntungan yang diperoleh bangsa Indonesia dari perubahan sikap Belanda tersebut adalah sebagai berikut.

  • Politik Etis memberi kesempatan pada bangsa Indonesia untuk memperoleh edukasi atau pendidikan sehingga dapat membawa pemikiran yang lebih maju.
  • Politik Kolonial Liberal memberi angin kebebasan bagi bangsa Indonesia untuk berhubungan langsung dengan bangsa-bangsa asing lainnya.[gs]

Partai Politik sebagai Agen Terbaik

Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, menjadikannya sebagai negara yang kehidupan politiknya menjadi sangat bebas. Kebebasan berpolitik ini berdampak langsung pada banyaknya partai-partai politik yang bermunculan. Partai politik semakin su- bur terutama sekali pascareformasi sekarang ini. Hadirnya parpol-parpol baru oleh masyara- kat diharapkan mampu membawa perubahan bagi kehidupan bernegara.

Saat ini jika kita perhatikan keadaan bernegara, bagaimana negara diatur, dikelola dan diberdayakan oleh pemerintah, selalu di dalamnya terlibat partai politik. Amandemen konsti-tusi sebanyak empat kali merupakan salah satu faktor mengapa parpol dapat terlibat dalam setiap aktivitas negara. Pembagian kekuasaan antara lembaga eksekutif dan legislatif mem -buat parpol menjadi salah satu elemen penting dalam peroses pembuatan kebijakan.

Partai politik adalah merupakan salah satu sarana atau wadah bagi warga negara ber-partisipasi di bidang politik (Haryanto 1982). Sementara menurut Surbakti (1992) bahwa fu- ngsi utama partai politik yaitu mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Setidaknya itulah definisi dan fungsi yang sederhana dari partai politik.

Fungsi parpol dalam hal perebutan kekuasaan itu hanyalah sarana saja, dan merupa-kan sebagian kecil dari fungsi parpol. Ini ditunjukkan dengan operasionalisasi fungsi kekua-saan itu hanya berlangsung dalam ritus lima tahunan. Sedangkan fungsi yang paling pokok justru terletak pada bagaimana manuver taktis parpol dalam perwujudan kebijakan publik. Sebab kebijakan publik adalah wujud nyata dari interaksi negara dengan masyarakat. Dan di-situlah parpol mencoba mengindentifikasi dirinya sebagai parpol modern (Koirudin 2004:69 – 70).

Salah satu penyebab betapa partai politik sangat berpengaruh dalam kehidupan berne-gara, bahkan mampu mencapai ranah eksekutif. Yaitu masih digunakannya sistem pembagi-an kekuasaan (distribution of power) antara legislatif dan eksekutif, bukan sistem pemisahan kekuasaan (separation of power). Sehingga pemerintah seringkali tampak tidak bertaring di depan DPR, karena takut jika UU atau Perda yang diajukan ditolak DPR atau DPRD. Pada-hal sesungguhnya fungsi legislasi memang mutlak milik lembaga legislatif.

Dalam sistem pemerintahan menurut UUD 1945 dianut sistem pembagian (fungsi) kekuasaan, dalam mana masing-masing bidang kekuasaan tersebut tidak samasekali terpisah. Bahkan dalam beberapa hal terdapat hubungan kerjasama yang sangat erat, misalnya antara Presiden dan DPR dalam bidang pembuatan undang-undang (Maschab 1983).

Kehadiran partai politik dengan fungsinya sebagai agen sosialisasi dan partisipasi po-litik dalam sistem politik. Ternyata mampu menjadi elemen yang paling berpengaruh dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, dan tampaknya akan demikian sampai waktu yang tidak dapat ditentukan.

Tidak bisa dipungkiri bahwa partai politik saat ini menjadi sesuatu yang tampaknya sangat dibenci oleh rakyat. Hal tersebut akibat prilaku politisi-politisi busuk yang mencoreng nama partai dan kesucian politik itu sendiri. Namun apakah hal tersebut tetap kita biarkan de-ngan keapatisan masyarakat, dan kita tidak berbuat apa-apa?

Partai politik disamping menanamkan ideologi partai kepada para pendukungnya, ha-rus pula mengajarkan nilai-nilai, keyakinan-keyakinan politik yang berlaku di masyarakat atau negaranya. Partai politik juga harus mendidik masyarakatnya agar supaya mempunyai kesadaran dan tanggung jawab yang tinggi sebagai warga negara dan lebih mementingkan ke-pentingan nasional daripada kepentingannya sendiri atau golongannya (Haryanto 1982).

Sebagai agen sosialisasi politik, partai politik memiliki tugas besar untuk menanam-kan keyakinan-keyakinan politik ke dalam masyarakat. Parpol dipaksa untuk memperkenal-kan nilai-nilai politik, sikap dan etika politik yang berlaku. Untuk melaksanakan fungsinya ini, Haryanto (1982) memberikan contoh cara yang biasanya digunakan parpol yaitu dengan cara memberikan kursus, ceramah, maupun penataran-penataran tentang politik.

Disini terlihat bagaimana parpol menjadi penting posisinya sebagai agen sosialisasi politik. Sebagai organisasi yang memiliki kepentingan politik, dijalankannya fungsi sosialisa-si yaitu untuk mencapai tujuan tertentu. Salah satunya adalah untuk membentuk prilakuk po-litik masyarakat, terutama prilaku pemilih. Prilaku pemilih ini melalui sosialisasi politik dia-rahkan untuk lebih berpartisipasi dalam kegiatan politik, serta memilih partai atau calon yang diusulkan partai itu sendiri.

Namun dalam konteks Indonesia fungsi sosialisasi ini seringkali disalahgunakan oleh parpol. Dalam pelaksanaannya parpol lebih suka mementingkan kepentingan golongannya di-banding kepentingan masyarakat luas. Hal ini tentu bertentangan dari fungsi sosialisasi poli-tik itu sendiri. Sehingga banyak masyarakat yang akhirnya berprilaku demikian, karena hal itulah yang disosialisasikan dan yang diperlihatkan ke meraka.

Sosialisasi yang terjadi selama ini masih terfragmentasi. Parpol tertentu gencar mela-kukan sosialisasi dan transformasi sosial ke masyarakat ketika ada kepentingan yang ingin di-capai, tapi ketika kepentingannya itu sudah dianggap aman, maka sosialisasi politik itu ber-henti. Inilah yang membuat antara sosialisasi politik dan bangunan perilaku pemilih di Indo- nesia dari tahun ke tahun seperti lingkaran yang terputus (Koirudin 2004).

Menurut Budiardjo (dikutip oleh Koirudin 1994), bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan po-litik, yaitu dengan jalan memilih pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung memengaruhi kebijakan pemerintah. Kegiatan ini mencakup seperti memberikan suara dalam pemilu, menghadiri rapat umum, dan menjadi anggota suatu partai atau interest group.

Partisipasi politik dapat terwujud dalam pelbagai bentuk. Studi-studi tentang partisi-pasi dapat menggunakan skema-skema klasifikasi yang agak berbeda-beda, namun kebanya-kan riset belakangan ini membedakan jenis-jenis perilaku menjadi (a) kegiatan pemilihan; (b) lobbying; (c) kegiatan organisasi; (d) mencari koneksi; (e) tindak kekerasan (Huntington dan Nelson 1994).

Berdasarkan jenis-jenis partisipasi politik di atas, setidaknya ada tiga jenis partisipasi yang partai politik terlibat di dalamnya, yaitu kegiatan pemilihan, lobbying, dan kegiatan or-ganisasi. Di tiga jenis partisipasi ini kedudukan partai politik benar-benar diperhitungkan dan sangat berpengaruh. Hal ini dapat dimaklumi karena memang peraturan perundang-undangan dan keadaanlah yang memaksa parpol untuk terlibat langsung.

Dalam kegiatan pemilihan atau pemilu, parpol sangat berperan dan berpartisipasi aktif sebagai pemilik resources yaitu calon-calon legislator dan atau pimpinan eksekutif. Sebagai agen partisipasi politik, parpol haruslah menyediakan orang-orang terbaik yang akan duduk sebagai pihak yang terlibat dalam decision makers (pembuat kebijakan). Disinilah peran ke-hadiran parpol menjadi penting dalam setiap kali pemilu.

Kader-kader terbaik di parpol diajukan sebagai calon-calon pemimpin bangsa untuk bertarung dengan calon dari parpol lainnya. Untuk konteks Indonesia sampai saat ini hanya parpol yang memilki keabsahan untuk mencalonkan seseorang dalam pemilu. Sehingga parpol tetaplah menjadi agen kuat bagi masyarakat dalam memberikan hak suaranya dalam kontestasi pemilu. Ini juga tidak lepas dari fungsi sosialisasi parpol, karena jika sosialisasi yang diberikan parpol baik, maka kemungkinan besar tingkat pasrtisipasi dan kepercayaan masyarakat terhadap partai tersebut akan baik pula. Sehingga kemudian akan berimbas pada suara partai tersebut dalam pelaksanaan pemilu.

Selain memberikan hak suara dalam pemilu, masyarakat juga memiliki hak untuk di- pilih dalam pemilu sebagai bentuk partisipasi politik. Maka dalam hal demikian satu-satunya alat yang dapat digunakan oleh masyarakat jika ingin ikut bertarung dalam pemilu yaitu par-tai politik. Sebab untuk saat ini di Indonesia peluang calon independen tanpa dukungan par- pol untuk menang sangat kecil, kecuali untuk calon anggota DPD RI.

Dalam konteks pemilu ini, parpol hadir sebagai pasrtisipan politik jika terdaftar untuk mengikuti rangkaian kegiatan pemilu. Juga hadir sebagai agen partisipasi politik karena me- nempatkan kadernya yang notabene merupakan anggota masyarakat, dan mendapatkan suara pula dari rakyat sebagai bentuk nyata dari partisipasi politik aktif masyarakat.

Kedua, partisipasi dalam bentuk lobbying. Menurut Huntington dan Nelson (1994), bahwa lobbying mencakup upaya-upaya perorangan atau kelompok-kelompok untuk meng-hubungi pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik dengan maksud meme-ngaruhi keputusan-keputusan mereka mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut hidup orang banyak.

Di dalam UUD 1945 disebutkan fungsi membuat undang-undang bersama-sama di-jalankan oleh DPR (legislatif) dan Presiden (pemerintah). Dengan demikian pemerintah me-miliki hak untuk mengajukan RUU ke DPR untuk dibahas atas nama presiden. Mengingat anggota-anggota DPR merupakan utusan-utusan parpol, maka setiap sikap dan keputusan yang diambil oleh anggota DPR merupakan sikap dan keputusan partai.

Perbedaan pendapat itu umumnya terjadi antara partai-partai oposisi dengan pemerin-tah. Bahkan dalam beberapa pembahasan RUU dan proses pengambilan keputusan lainnya di DPR parpol koalisi juga ada yang berbeda pendapatnya dengan pemerintah. Akhirnya dalam pembahasan RUU dan atau keputusan politik lainnya terjadi deadlock. Dalam kondisi seperti inilah proses lobi antara partai oposisi denga partai koalisi, atau partai oposisi dengan peme-rintah berlangsung.

Bentuk lobi pun bermacam pula variasinya, selain pada waktu skorsing yang memang diberikan waktu untuk lobi-lobian oleh pimpinan sidang dalam waktu sidang. Lobi juga dapat dilakukan diluar waktu tersebut atau di luar ruang sidang. Tetapi dapat juga dilakukan dengan makan siang/malam bersama, lobi intensif di daerah wisata, atau bentuk-bentuk lobi lain yang sifatnya nonformal.

Proses lobi-lobian baik antar partai (opoisisi dan koalisi) maupun antara partai dengan pemerintah, memang biasanya tidak berhasil sehingga berujung pada proses pemungutan sua-ra terbanyak (votting). Tetapi ada juga dari proses lobi tersebut yang sukses dan terdapat sebuah kesepakatan bersama. Sehingga di sini partai politik melalui anggota dan atau fraksi-nya di DPR telah melaksanakan salah satu bentuk partisipasi politik yaitu lobbying.

Walaupun yang berhasil dipengaruhi hanya sekadar rancangan undang-undang yang diajukan pemerintah. Tetapi hal ini sangat penting karena setelah RUU tersebut disahkan se-bagai suatu UU, maka akan menjadi instrumen dan acuan utama pemerintah pusat sampai daerah dalam mengambil keputusan dan atau membuat kebijakan yang menyangkut hajat hi-dup orang banyak.

Bentuk partisipasi terkahir yaitu, kegiatan organisasi. Kegiatan organisasi menurut Huntington dan Nelson (1994), bahwa kegiatan organisasi menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam suatu organisasi yang tujuannya yang utama dan eksplisit adalah memengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Maka dalam hal ini salah satu organisasi yang paling berkepentingan yaitu partai politik.

Dalam hubungannya dengan kelompok kepentingan, partai politik kembali diduduk-kan sebagai agen atau sarana partisipasi politik. Seperti yang dikatakan Haryanto (1982), bah-wa partai politik juga merupakan saluran yang dapat dipergunakan oleh kelompok-kelompok kepentingan untuk mengomunikasikan kepentingan-kepentingan atau tuntutan-tuntutannya. Tetapi mengapa demikian? Bukankah kelompok kepentingan juga agen partisipasi politik?

Kecaman dan penyalahan pemerintah oleh anggota DPR sebagai representasi partai politik, akan lebih mampu mengguncang pemerintah. Sebab pemerintahan nasional saat ini telah dikuasai oleh beberapa partai politik terutama parpol koalisi. Sehingga jika ada parpol yang bersuara lantang apalagi berasal dari parpol oposisi, maka secepat mungkin pemerintah akan bersikap dalam menyelesaikan suatu masalah atau kasus.

Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat harus diikutsertakan dalam proses politik, maka parpol telah lahir dan berkembang menjadi penghubung penting antara rakyat dan pe-merintah. Bahkan parpol dianggap sebagai perwujudan atau lambing negara modern. Oleh karena itu hampir semua negara demokrasi maupun komunis, negara maju maupun negara berkembang memiliki partai politik (Koirudin 2004).

Oleh karena itu kedudukan partai politik sebagai suatu organisasi dalam sistem politik memang tidak boleh dianggap remeh. Sebab sewaktu parpol memosisikan dirinya sebagai agen partisipasi politik, maka di saat itu pula ia menjalankan fungsi artikulasai kepentingan dari masyarakat. Sehingga sebagai negara yang percaya bahwa suara rakyat merupakan suara tuhan, maka parpol sudah sepatutnya juga dipercaya sebagai penyambung suara tersebut ke pemerintah.

Setelah memahami prilaku pemilih di Indonesia, parpol perlu member pendidikan po-litik kepada masyarakat dengan harapan terciptanya suatu kesadaran maupun budaya politik demokratis dalam masyarakat. Apabila kondisi kesadaran pada budaya politik demokratis su-dah tumbuh pada masyarakat, implikasinya partisipasi politik masyarakat akan meluas (Koirudin 2004).

Walaupun memang banyak anggapan bahwa parpol hanya mementingkan golongan-nya atau memerhatikan rakyat hanya saat menjelang pemilu saja. Tetapi tidak bisa dibantah bahwa banyak pula kegiatan parpol yang memberdayakan masyarakat sebagai bentuk CSR (corporate social responsibility). Terutama sekali pemberdayaan yang dilakukan yaitu pem-berdayaan politik bagi masyarakat.

Upaya memberdayakan masyarakat dimaksudkan sebagai upaya mentransformasikan segenap potensi masyarakat ke dalam kekuatan nyata. Upaya tersebut diharapkan mampu me-lindungi dan memperjuangkan hak-hak sipil. Inti pemberdayaan tersebut adalah membuka kesadaran ideologis masyarakat sehingga mampu secara aktif dan mandiri mengimbangi ke-kuasaan negara.

Pada akhirnya partai politik tetap ditempatkan di posisi pertama sebagai sebuah agen sosialisasi politik dan partisipasi politik. Memang saat ini masih ada beberapa titik kelemahan parpol-parpol Indonesia yang membuat masyarakat kurang percaya terhadap parpol. Tetapi kalau kita lihat penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa partai politik memiliki ke-wenangan dan legitimasi yang jauh lebih besar dari kelompok lainnya sebagai jembatan anta-ra masyarakat dan pemerintah.

Dengan kondisi yang demikian, maka tidak ada salahnya jika kita kembali memerca-yai partai politik, sembari merumuskan dan membangun model partai politik yang lebih baik lagi. Supaya dalam melaksanakan fungsi-fungsi dan kedudukannya sebagai agen partisipasi politik mencapai hasil yang maksimal.

Tetapi memang dalam beberapa waktu ke depan ini perlu adanya usaha keras dan ker-jasama yang baik antar elemen bangsa dalam merevitalisasi parpol. Kekuatan dan kemauan dari masyarakat merupakan elemen utama dalam perbaikan partai politik. Karena selain de-ngan pemerintah, partai politik juga menjadi bagian yang paling sering berhubungan langsu-ng dengan masyarakat bawah.

Semoga partai politik dalam menjalankan fungsinya tetap menjadi agen yang terbaik, terutama sebagai agen sosialisasi dan partisipasi politik. Sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik dapat terwujud, terutama dalam bidang politik. Dan yang paling penting adalah bagaimana kita masyarakat untuk tetap percaya terhadap parpol, dengan selalu ber-upaya pula untuk memperbaikinya dengan penuh rasa optimis.

Beberapa contoh aktifitas partai politik

Contoh misalnya dilingkungan sekolah, OSIS itu ibarat Parpol. Jika ada aspirasi ataupun masalah yang dituntut siswa, misanya perbaikan fasilitas sekolah. Pada saat itu terjadi interaksi antara siswa dan OSIS menmbahas mengenai kurangnya fasilitas sekolah. Selanjutnya OSIS menyampaikan aspirasi/tuntutan siswa tadi kepada pihak sekolah. Interkasi antara siswa(masyarakat), OSIS (parpol) dan pihak sekolah (pemerintah), merupakan suatu komunikasi. OSIS sebgai suatu sarana komunikasi antara pihak siswa dan pihak sekolah. Dalam kehidupan politik suatu negara contoh tadi dapat diibaratkan para siswa itu masyarakat, OSIS itu Parpol, dan pehak sekolah itu Pemerintah.

Contoh lain dilingkungan sekolah. OSIS akan mengganti ketua dan anggotanya karena masa jabatannya sudah habis. Proses OSIS dalam mencari ketua dan anggota OSIS baru merupakan suatu proses rekrutmen. Entah itu melalui penujukan dan penyeleksian ataupun melalui pemilihan. Sama hal nya dengan Papol, parpol akan mencari, menyeleksi, dan mengangkat suatu anggota baru untuk menduduki suatu jabatan partai atau di pemerintahan, ataupun untuk mewakili dalam pemilu.

Contoh di dalam masyarakat terjadi masalah mengenai naiknya harga BBM yang dilakukan oleh pemerintah. Banyak terjadi demo menentang kebijakan tersebut. Dalam kasus ini parpol sebagai salah satu perwakilan dalam masyarakat di badan pewakilan rakyat (DPR/DPRD), mengadakan dialog bersama masyarakat mengenai kenaikan harga BBM tersebut. Parpol dalam hal ini berfungsi sebagai mengendalikan konflik dengan cara menyampaikan kepada pemerintah guna mendapatkan suatu putusan yang bijak mengenai kenaikan harga BBM tersebut.

Contoh lain, penyampaian program politik parpol pada acara kampanye menjelang pemilu. Hal tersebut merupakan salah satu fungsi papol sebagai sarana sarana sosialisasi politik.

Peranan wanita dalam Partai Politik

Partai politik merupakan salah satu wadah dimana wanita bisa berkiprah dalam bidang politik atau dengan kata lain untuk meningkatkan pemberdayaan politik perempuan.

Partisipasi perempuan dalam bidang politik di Indonesia secara umum memperlihatkan representasi yang rendah dalam tingkatan pengambilan keputusan, baik di tingkat supra struktural politik (eksekutif, legislatif dan yudikatif) dan infra struktural politik seperti partai politik dan kehidupan publik lainnya. Demikian pula keterwakilan perempuan dalam kehidupan politik dalam arti jumlah. Menjadi pertanyaan bagi kita apakah hal tersebut berkaitan dengan kualitas pihak perempuan dalam arti kurang mampu atau berkaitan akses atau bahkan aturan hukum yang dibuat dikondisikan perempuan dalam posisi termarginalkan.

Bila dicermati secara historis dan mendalam partisipasi perempuan di bidang politik selama ini hanya terkesan memainkan peran sekunder sekedar dianggap sebagai pemanis atau penggembira, dan ini jelas-jelas diindikasikan mencerminkan rendahnya pengetahuan mereka di bidang politik. Hal itu juga tidak terlepas dari kecenderungan masyarakat di Indonesia yang patriarkis, perempuan dianggap sebagai manusia kelas dua setelah laki-laki. Bahkan seringkali eksistensi perempuan dalam masyarakat tidak dianggap. Perempuan bukanlah apa-apa dan bukan siapa-siapa.

Hal di atas juga tidak terlepas dari kebijakan hukum dari pejabat publik terhadap persoalan sensitivitas atau kepedulian terhadap isu-isu perempuan seperti trafficking, kesehatan reproduksi, pelecehan seksual, Tenaga Kerja Wanita (TKW), Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dll. serta keberpihakan dan kepedulian pada persoalan tersebut rasa-rasanya memang bukan menjadi agenda utama bagi mereka penentu kebijakan, melainkan ditempatkan pada wilayah yang marginal. Sebagai contoh misalnya dalam kaitan pengaturan hukum dengan hak reproduksi begitu kontradiktif dengan kaum laki-laki, selama ini ada anggapan terhadap perempuan bukanlah manusia yang memiliki martabat dan individualitas salah satunya tampak pada pasal-pasal tentang aborsi. Larangan terhadap berbagai bentuk abortus provocatus (kecuali untuk alasan kesehatan) menunjukkan bahwa begitu seorang perempuan hamil, ia tidak berhak lagi atas rahimnya. Hal itu karena negara telah mengambil alih melalui hukum sehingga siapapun, termasuk perempuan itu sendiri, yang berani menggugurkan janin akan berhadapan dengan aparatur Negara (Donny Danardono, 2007: 151).

Dengan demikian laki-laki yang merasa mendapatkan keuntungan dari keadaan tersebut tidak jarang mempergunakan dalil-dalil agama secara keliru untuk memperkuat dominasinya atas perempuan. Padahal dikotomi pembagian dan pembedaan peran antara laki-laki dan perempuan oleh negara tersebut justru mempertajam subordinasi kaum perempuan terhadap laki-laki, dan berakibat pada lemahnya posisi perempuan, baik secara sosial, ekonomi, dan politis.

Secara yuridis sebenarnya Pemerintah Orde Baru telah mengakui dan meratifikasi kesetaraan jender dalam Konvensi PBB tentang Hak-Hak Politik Perempuan dengan Undang-Undang Nomor 68 Tahun 1956 dan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita dengan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1984. Tetapi dalam perjalanan sejarah bangsa ini usaha bagus untuk mengakui kesetaraan jender tersebut tidak diikuti atau ditindaklanjuti dengan upaya-upaya lebih konkrit untuk mengangkat derajat perempuan Indonesia. Akibatnya perempuan diabaikan hak atas kesetaraan dan keadilan antara laki-laki dan perempuan (equality and equity), yaitu adanya persamaan hak dan kesempatan, serta perlakuan di segala bidang dan segala kegiatan.

Peran perempuan dan laki-laki pada dasarnya sama, itu juga telah diamanatkan oleh konstitusi kita Undang-undang Dasar Tahun 1945, pada penggalan Pasal 28D ayat 1 berbunyi “setiap orang berhak atas perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Itu berarti baik laki-laki maupun perempuan pada dasarnya sama dihadapan hukum, berperan dalam politik, berpran dalam dunia pendidikan, berperan dalam dunia kesehatan, dan berperan dalam bentuk apa pun pemi kemajuan dan keutuhan negara tercinta yakni Negara Nesatuan Republik Indonesia. Lebih lanjut dalam Pasal 28D ayat (3) Undang-undang Dasar Tahun 1945 amandemen kedua mengamanatkan “setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”. Pastilah kita kenal tokoh perempuan yang pertama menjadi Presiden Perempuan di Indonesia, ia adalah Ibu Megawati Soekarnoputri, menteri juga banyak dari kalangan perempuan, salahsatunya Ibu Siti Fadilah Supari, pernah menjadi Mentri Kesehatan Republik Indonesia, ditingkat Pemerintah Provinsi, pemerintah Kabupaten, bahkan yang jadi Walikota dari kalangan perempuan bisa dibilang banyak jumlahnya di Indonesia ini. Mengenai persamaan yang di amanahkan Undang-undang Dasar Tahun 1945 ada juga di Pasal 28H ayat (2) yakni berbunyi “setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Jadi, tidak ada yang bisa menyangkal bahwasannya permpuan juga bisa berperan dalam berbagai bidang yang biasananya dilakukan para lelaki, karena itu semua sudah dijamin dan di khidmad oleh konstitusi kita serta dalam kenyataannya juga telah terbukti.

Didalam bingkai kehidupan sosial dan politik masyarakat Indonesia secara umum memberikan ruang yang luas dan ramah bagi kaum perempuan untuk berkiprah dalam politik, termasuk menjadi pemimpin. Bahkan kesempatan ini terus diberikan, termasuk penetapan kuota 30% perempuan di parlemen melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dari perspektif historis, nampak bahwa sepanjang sejarah Indonesia, pemimpin perempuan telah muncul silih-berganti. Rahim Ibu Indonesia telah membuktikan diri sebagai rahim yang subur bagi lahirnya para pemimpin perempuan terkemuka di bumi pertiwi, sungguh mulia jasamu pasa ibu, karena engan tangan lebutmu engkau rawat anak-anak mu hingga besar dan berprestasi, karena dengan kasih sayang mu engkau didik anak-anakmu jadi seorang pemimpin.

Adanya partai politik merupakan salah satu wujud partisipasi masyarakat yang penting dalam mengembangkan kehidupan demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan, kesetaraan, kebersamaan, dan kejujuran. Dalam artian menjunjung tinggi “kebebasan” dalam berucap, bersikap, berbuat, bertingkah serta berpolitik. Menjunjung tinggi “kesetaraan” dalam bentuk apapun, termasuk kesetaraan dalam mengambil bagian dan berkompetisi dalam dunia politik. Menjunjung tinggi kebersamaan dalam membangun bangsa, agar bangsa indonesia menjadi bangsa yang besar, bangsa yang adil, bangsa yang bermartabat serta menjadikan bangsa yang mandiri, bagian ini tidak hanya dilakukan oleh para laki-laki, namun para perempuan pun harus turut andil didalamnya. Menjunjung tinggi “kejujuran”, kejujuran itu sangat-sangat tinggi nilainya di mata masyarakat, karena kalau kita telah jujur maka kita akan dipercayai selamanya, para perempuan pasti telah mengenyam nilai-nilai kejujuran itu, karena hati dan jiwa perempuan itu lembut dan selalu mengutamakan hati nurani dalam setiap tingkah-lakunya.

Partai politik di Indonesia juga merupakan jenjang untuk seseorang menjadi anggota parlemen. Dari 500 orang anggota DPR 50 orang adalah wanita; FPP terdapat 4 orang wanita dari 60 orang anggota, FKP ada 12 orang wanita sedangkan FPDI terdapat 6 orang dari 56 anggota.

Aisyah Amini, ketua komisi I DPR-RI dan merupakan Anggota DPR dari FPP menyatakan bahwa kegiatan politik adalah untuk mendukung dan memperjuangkan idealisme, bukan untuk mencari penghidupan. Politik adalah suatu bidang pengabdian untuk memperjuangkan cita-cita. Persaingan dalam dunia politik amat keras, tetapi mempunyai kenikmatan tersendiri karena bisa menyentuh banyak orang. Beliau juga mengatakan bahwa dalam PPP berpolitik itu adalah ibadah. PPP pun tidak membatasi seorang wanita untuk menjadi anggota, pengurus, sekretaris atau ketua. Namun budaya masyarakat yang masih menganggap pria lebih pantas berada dalam posisi top harus diperhatikan.

Adapun pandangan beliau tentang keseganan orang memasuki partai politik adalah karena orang yang masuk partai akan mengalami banyak kesulitan.

Megawati Soekarnoputri yang pernah menjabat Ketua Umum DPP PDI mempunyai obsesi berjuang untuk membuat wong cilik dapat tersenyum. Senyum bahagia. Dengan demikian perbaikan kepentingan rakyat banyak harus diperjuangkan. Menurutnya kepentingan rakyat banyak dalam totalitasnya mencakup kesejahteraan, memelihara dan menjaga hak asasinya dan kehidupan dalam demokrasi, memerangi kemiskinan dan mengatasi pengangguran merupakan upaya nyata (?) untuk memperjuangkan kepentingan rakyat banyak. Memperjuangkan perbaikan nasib dari para petani, buruh dan nelayan dan kaum berekonomi lemah lainnya merupakan bukti nyata dari kepekaan atas kepentingan rakyat banyak.

Partai Politik dan Pendidikan Politik

Masyarakat memiliki kapasitas dalam pentas perpolitikan di suatu negara. Masyarakat senantiasa akan selalu berinteraksi dengan masyarakat lain dalam upaya mewujudkan tatanan kehidupan yang baik dan demokratis. Dalam kesehariannya masyarakat selalu bersentuhan dengan sendi-sendi politik praktis.Dalam proses implementasinya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung dengan praktek-praktek politik lainnya. Jika secara tidak langsung, hal ini sebatas mendengar info tentang peristiwa politik yang terjadi, dan jika seraca langsung, berarti orang tersebut terlibat dalam peristiwa politik tertentu.

Sebenarnya kata politik itu berasal dari bahasaYunani (Polis), yang artinya kota atau negara, yang kemudian muncul kata-kata polities yang artinya warga negara/kewarganegaraan. Politik adalah seni tentang kenegaraan yang dijabarkan dalam praktek di lapangan, sehingga dapat dijelaskan bagaimana hubungan antar manusia (masyarakat) yang tinggal di suatu tempat (wilayah) yang meskipun memiliki pendapat dan kepentingan yang berbeda, akan tetapi tetap mengakui adanya kepentingan bersama untuk mencapai cita-cita dan tujuan dasar nya. Penyelenggaraan kekuasaannegara dipercayakan kepada pemerintah yang berkuasa..

Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain, berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakekat politik yang dikenal dalam ilmu politik.Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional (Pemilu) maupunnonkonstitusional(kudeta).

Kultur politik merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan ciri-ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik meliputi masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan pemerintah, kegiatan partai-partai politik, perilaku aparat negara, serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan pemerintah. Kultur politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Namun, setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitenya. Budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu. Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Lebih jauh mereka menyatakan, bahwa warga negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol-simbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki. Dengan orientasi itu pula mereka menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan mereka di dalam sistem perpolitikan.

Fenomena budaya politik yang dilakoni oleh elite politik negeri ini semasa perhelatan pemilu lalu, selalu mengumbar janji dan berspekulasi yang seolah-olah berpihak kepada rakyat ketika berkampanye, yang menarik perhatian kita adalah sebuah iklan Partai Salah satu partai politik yang mengekspos penurunan harga BBM yang baru-baru ini diumumkan oleh pemerintah. Iklan tersebut begitu verbal menyampaikan pesan bahwa penurunan harga BBM yang terjadi menunjukkan betapa tingginya keberpihakan dan kepedulian salah satu kandidat Presiden kepada rakyat, padahal yang kita ketahui itu hanya bagian dari strategi kampanye belaka.

Eksistensi Artis yang di gaek oleh parpol untuk mendongkrak popularitas, parpol memanfaatkan kecakapan dan popularitas seorang artis (kader dadakan) dengan memberikan bekal dalam berargumen tentang kinerja idealis mendukung rakyat yang sebenarnya kering dengan data-data dan analisa yang panjang tentang peradaban masyarakat Indonesia, kondisi rakyat kita saat ini masih parsial dalam melihat sesuatu apalagi yang berkaitan dengan masalah negeri ini, mereka terus menerus dibodohi dengan hal-hal yang seperti ini. Oleh para parpol yang menyadari kondisi ini terus melakukan manuver pembodohan hanya karena ingin mendongkrak suara partai mereka masing-masing.

Apakah kita harus membiarkan kondisi seperti ini berlarut-larut jika ini kita biarkan hal ini akan menggangu proses demokrasi yang dibangun di negeri ini, perlu adanya komitmen dari semua pihak untuk melakukan perubahan seperti konsep para pemikir yang diatas, negeri ini harus bebas dari pembodohan. Jika seandainya seluruh partai punya kepentingan yang jujur dan tulus untuk membuat bangsa ini menjadi lebih baik tiada alasan lagi bagi parpol untuk melakukan pencerahan dengan membangun opini-opini yang positif di masyarakat yang membuat mereka bisa berpikir lebih realistis mengenai program yang ditawarkan parpol.

Partai Politik Rural Urban (Migran)

Terminologi urban (migran) biasanya merujuk pada wilayah dan sistem mata pencarian penduduk. Perdagangan, industrialisasi, kosmopolitanisme (etnis yang membaur unsure primordialismenya), kerja berdasar kontrak, merupakan beberapa cirri dari masyarakat urban. Sementara, masyarakat rural dicirikan dengan masih berlangsungnya sistem mata pencarian subsisten (pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan), hubungan komunalistik, kepemilikan sendiri alat produksi, ataupun pembentukan institusi sosial berdasar kekerabatan.

Lewat terminologi di atas, kategorisasi rural – urban tidak melulu diterapkan antara Jawa – NonJawa. Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Makassar, BanjarMasin, ataupun Surabaya dapat dimasukkan ke dalam kategori wilayah urban (kota). Sementara wilayah Gunung Kidul, Blambangan, Brebes, kendati berada di pulau Jawa masih dapat dikategorikan wilayah rural. Indonesia sendiri cukup bervariasi dalam hal wilayah rural dan urban ini. Perbedaan-perbedaan ini membuat partai-partai politik dengan berbagai isu beda dapat tumbuh di hampir aneka wilayah Indonesia.

Pendidikan Politik di lingkungan Akademis

Pendidikan kewarganegaraan (citizenship education) memiliki peran penting dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut William Galston, pendidikan kewarganegaraan per definsi adalah pendidikan_di dalam dan demi_ tatanan politik yang ada (Felix Baghi, 2009). Pendidikan kewarganegaraan adalah bentuk pengemblengan individu-individu agar mendukung dan memperkokoh komunitas politiknya sepanjang komunitas politik itu adalah hasil kesepakatan. Pendidikan kewarganegaraan suatu negara akan senantiasa dipengaruhi oleh nilai-nilai dan tujuan pendidikan (educational values and aims) sebagai faktor struktural utama (David Kerr, 1999). Pendidikan kewarganegaraan bukan semata-mata membelajarkan fakta tentang lembaga dan prosedur kehidupan politik tetapi juga persoalan jatidiri dan identitas suatu bangsa (Kymlicka, 2001).

Berdasar hal di atas, pendidikan kewarganegaraan di Indonesia juga berkontiribusi penting dalam menunjang tujuan bernegara Indonesia. Pendidikan kewarganegaraan secara sistematik adalah dalam rangka perwujudan fungsi dan tujuan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945 Pendidikan kewarganegaraan berkaitan dan berjalan seiring dengan perjalanan pembangunan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan kewarganegaraan merupakan bagian integral dari ide, instrumentasi, dan praksis kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia (Udin Winataputra, 2008). Bahkan dikatakan, pendidikan nasional kita hakikatnya adalah pendidikan kewarganegaraan agar dilahirkan warga negara Indonesia yang berkualitas baik dalam disiplin sosial dan nasional, dalam etos kerja, dalam produktivitas kerja, dalam kemampuan intelektual dan profesional, dalam tanggung jawab kemasyarakatan, kebangsaan, kemanusiaan serta dalam moral, karakter dan kepribadian (Soedijarto, 2008).

Pendidikan kewarganegaraan di manapun pada dasarnya bertujuan membentuk warga negara yang baik (good citizen) (Somantri, 2001; Aziz Wahab, 2007; Kalidjernih, 2010). Namun konsep “warga negara yang baik” berbeda-beda dan sering berubah sejalan dengan perkembangan bangsa yang bersangkutan. Dalam konteks tujuan pendidikan nasional dewasa ini, warga negara yang baik yang gayut dengan pendidikan kewarganegaraan adalah warga negara yang demokratis bertanggung jawab (Pasal 3) dan warga negara yang memiliki semangat kebangsaan dan cinta tanah air (pasal 37 Undang-Undang No 20 Tahun 2003). Dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia adalah membentuk warga negara yang demokratis bertanggung jawab, memiliki semangat kebangsaan dan cinta tanah air.

Pendidikan kewarganegaraan merupakan bidang yang lintas keilmuan (Udin Winataputra, 2001) atau bidang yang multidisipliner (Sapriya, 2007). Sebagai bidang yang multidimensional, pendidikan kewarganegaraan dapat memuat sejumlah fungsi antara lain; sebagai pendidikan politik, pendidikan hukum dan pendidikan nilai (Numan Somantri, 2001); pendidikan demokrasi (Udin Winataputra, 2001); pendidikan nilai, pendidikan demokrasi, pendidikan moral dan pendidikan Pancasila (Suwarma, 2006), pendidikan politik hukum kenegaraan berbangsa dan bernegara NKRI, sebagai pendidikan nilai moral Pancasila dan Konstitusi NKRI, pendidikan kewarganegaraan (citizenship education) NKRI dan sebagai pendidikan kewargaan negara (civic education) NKRI (Kosasih Djahiri, 2007); dan sebagai pendidikan demokrasi, pendidikan karakter bangsa, pendidikan nilai dan moral, pendidikan bela negara, pendidikan politik, dan pendidikan hukum (Sapriya, 2007). Fungsi yang berbeda-beda tersebut sejalan dengan karakteristik “warga negara yang baik” yang hendak diwujudkan.

Selain memuat beragam fungsi, pendidikan kewarganegaraan memiliki 3 domain/ dimensi atau wilayah yakni sebagai program kurikuler, program sosial kemasyarakatan dan sebagai program akademik (Udin Winataputra, 2001; Sapriya, 2007). Pendidikan kewarganegaraan sebagai program kurikuler adalah pendidikan kewarganegaraan yang dilaksanakan di sekolah atau dunia pendidikan yang mencakup program intra, ko dan ekstrakurikuler. Sebagai program kurikulum khususnya intra kurikuler, pendidikan kewarganegaraan dapat diwujudkan dengan nama pelajaran yang berdiri sendiri (separated) atau terintegrasi dengan mata pelajaran yang lain (integratied). Sebagai program sosial kemasyarakatan adalah pendidikan kewarganegaraan yang dijalankan oleh dan untuk masyarakat. Pendidikan kewarganegaraan sebagai program akademik adalah kegiatan ilmiah yang dilakukan komunitasnya guna memperkaya body of knowledge pkn itu sendiri.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Budiarjo, Miriam, "Dasar-Dasar Ilmu Politik", (Jakarta: PT. Gramedia, 1989), hal.159.
  2. ^ UU No.2 tentang Partai Politik tahun 2011
  3. ^ "The Third-Term Panic". Cartoon of the Day. 2003-11-07. Diakses tanggal 2011-09-05. 

Pranala luar