Partai politik di Indonesia

Partai politik di Indonesia adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengertian ini tercantum dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.[1][2]

Untuk mengikuti Pemilihan Umum, partai politik wajib memenuhi persyaratan tertentu yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Selanjutnya, Komisi Pemilihan Umum akan melakukan proses verifikasi. Proses verifikasi terdiri dari dua tahap: verifikasi administrasi dan verifikasi faktual.[3]

Ideologi dan posisi sunting

 
Partai politik Indonesia harus mengakui keutamaan Pancasila, filsafat bangsa

Satu-satunya perbedaan besar antara partai-partai di Indonesia adalah posisi mereka mengenai seberapa besar peran Islam, yang sejauh ini merupakan agama mayoritas di Nusantara, dalam urusan publik. Bahasa spektrum politik kiri dan kanan jarang digunakan di Indonesia, berbeda dengan negara-negara lain.[4]

Berikut beberapa partai kontemporer menurut ideologi dan posisinya politik:

Sejarah sunting

Masa penjajahan Belanda sunting

Masa ini disebut sebagai periode pertama lahirnya partai politik di Indonesia (waktu itu Hindia Belanda). Partai politik yang paling pertama dibentuk di Indonesia adalah De Indische Partij pada 25 Desember 1912 oleh Ernest Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo dan Ki Hajar Dewantara.[5][6] Lahirnya partai menandai adanya kesadaran nasional. Pada masa itu semua organisasi baik yang bertujuan keagamaan dan sosial seperti Muhammadiyah, ataupun yang berasaskan sosial serta politik agama dan sekuler seperti Boedi Oetomo (organisasi nasionalis terawal),[7] Sarekat Islam serta Partai Syarikat Islam Indonesia dan Partai Islam Indonesia, Insulinde,[5] Perhimpunan Demokrat Sosial Hindia, Paguyuban Pasundan, Indo-Europeesch Verbond, Persatuan Arab Indonesia,[8] Persatuan Tarbiyah Islamiyah,[9] Partai Nasional Indonesia, Partai Indonesia, Partai Indonesia Raya, Partai Fasis Indonesia,[10] dan Partai Katolik, ikut memainkan peranan dalam pergerakan nasional untuk Indonesia merdeka.[11]

Kehadiran partai politik pada masa permulaan merupakan menifestasi kesadaran nasional untuk mencapai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Setelah didirikan Dewan Rakyat, gerakan ini oleh beberapa partai diteruskan di dalam badan ini. Pada tahun 1939 terdapat beberapa fraksi di dalam Dewan Rakyat, yaitu Fraksi Nasional di bawah pimpinan M. Husni Thamin, PPBB (Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putera) di bawah pimpinan Prawoto dan Indonesische Nationale Groep di bawah pimpinan Mohammad Yamin.

Di luar dewan rakyat ada usaha untuk mengadakan gabungan partai politik dan menjadikannya semacam dewan perwakilan rakyat. Pada tahun 1939 dibentuk KRI (Komite Rakyat Indonesia) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang merupakan gabungan dari partai-partai yang beraliran nasionalisme Indonesia, MIAI (Majelis Islamil Aâ€laa Indonesia) yang merupakan gabungan partai-partai yang beraliran Islam yang terbentuk tahun 1937, dan MRI (Majelis Rakyat Indonesia) yang merupakan gabungan gerakan buruh.

Pada tahun 1939 di Hindia Belanda telah terdapat beberapa fraksi dalam Volksraad yaitu Fraksi Nasional, Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi-Putera (PPBB), dan Indonesische Nationale Groep (ING). Fraksi Nasional dipimpin oleh Husni Thamrin, PPBB dipimpin oleh Prawoto dan ING dipimpin oleh Mohammad Yamin. Sedangkan di luar volksraad ada usaha untuk membetuk dewan perwakilan nasional yang dipelopori oleh gabungan dari partai-partai politik di Hindia Belanda. Dewan perwakilan nasional yang terbentuk disebut Komite Rakyat Indonesia (KRI). Komite ini dibentuk dari tiga fraksi partai politik di Indonesia, yatu Gabungan Politik Indonesia (GAPI), Majelis Islami A'laa Indonesia (MIAI) dan Majelis Rakyat Indonesia (MRI). GAPI merupakan fraksi bagi golongan nasionalis, MIAI merupakan fraksi bagi partai politik Islam yang terbentuk pada tahun 1937. MRI merupakan fraksi yang terdiri dari organisasi-organisasi buruh.[12] Fraksi-fraksi tersebut di atas adalah merupakan partai politik-partai politik yang pertama kali terbentuk di Indonesia.

Masa pendudukan Jepang sunting

Aktivitas partai politik dilarang selama masa pendudukan Jepang di Indonesia. Kebebasan beraktivitas politik hanya diberikan kepada golongan Islam sehingga terbentuklah Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia.[13] Partai ini utamanya bergerak di bidang sosial. Hal ini bagian dari Jepang untuk menunjukkan bahwa mereka tidak anti pada Islam.

Masa Orde Lama sunting

Setelah merdeka, Indonesia menganut sistem multipartai sehingga terbentuk banyak sekali partai politik. Pembentukan partai politik mendapat dukungan dari Pemerintah Indonesia setelah tiga bulan sejak proklamasi kemerdekaan. Pada tanggal 3 November 1945, sebuah maklumat yang disebut Maklumat Nomor X diterbitkan setelah ditandatangani oleh Mohammad Hatta selaku Wakil Presiden Indonesia. Isi maklumat ini tentang anjuran pembentukan partai politik. Akhirnya terbentuklah berbagai macam partai politik yang memiliki latar belakang tertentu serta mengusung ideologi tertentu, utamanya yang bersifat nasionalis, sosialis, agamis dan komunis.[14]

Pemilu 1955 memunculkan 4 partai politik besar, yaitu: Partai Nasional Indonesia, Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi),[15][16][17] Nahdlatul Ulama[15] dan Partai Komunis Indonesia. Masa tahun 1950 sampai 1959 ini sering disebut sebagai masa kejayaan partai politik, karena partai politik memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara melalui sistem parlementer. Sistem banyak partai ternyata tidak dapat berjalan baik. Partai politik tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga kabinet jatuh bangun dan tidak dapat melaksanakan program kerjanya. Sebagai akibatnya pembangunan tidak dapat berjalan dengan baik pula. Masa demokrasi parlementer diakhiri dengan Dekret 5 Juli 1959, yang mewakili masa masa demokrasi terpimpin.

Pada masa demokrasi terpimpin ini peranan partai politik mulai dikurangi, sedangkan di pihak lain, peranan presiden sangat kuat. Partai politik pada saat ini dikenal dengan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI dan PKI. Pada masa Demokrasi Terpimpin ini tampak sekali bahwa PKI memainkan peranan bertambah kuat, terutama melalui G 30 S/PKI akhir September 1965).

Masa Orde Baru sunting

 
Kampanye pemilihan umum pada Pemilu 1997.

Setelah itu Indonesia memasuki masa Orde Baru (1965–1998) dan partai-partai dapat bergerak lebih leluasa dibanding dengan masa Demokrasi terpimpin. Suatu catatan pada masa ini adalah munculnya organisasi kekuatan politik besar yaitu Golongan Karya (Golkar).

Setelah naik kekuasaan, Presiden Soeharto mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap partai politik yang berakibat dari gagalnya Konstituante dalam menyusun dan memutuskan keputusan-keputusan, sehingga ia menghapus sistem multipartai di Indonesia.[18] Dia mencanangkan agar partai politik disederhanakan berdasarkan esensi ideologis masing-masing partai, baik spiritual maupun material. Hal ini ditanggapi positif oleh partai-partai politik, misalnya partai-partai yang berasaskan Islamisme mengklaim bahwa fusi partai sejalan dengan resolusi Kongres Nasional Islam yang disepakati pada 1969. Beberapa partai politik yang memiliki paham Nasionalisme-Marhaenisme seperti PNI, Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IP-KI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), dan Partai Katolik membentuk koalisi partai politik yang dinamai Kelompok Demokrasi Pembangunan yang menjadi cikal bakal Partai Demokrasi Indonesia (PDI).[19]

Pada pemilihan umum tahun 1971 dengan cuma 10 partai-peserta,[20] Golkar muncul sebagai pemenang partai diikuti oleh 3 partai politik besar yaitu NU, Parmusi (Persatuan Muslim Indonesia) serta PNI.

Pasca Pemilu 1971, rezim Orde Baru menegaskan kembali pendiriannya untuk menyederhanakan partai politik yang ada dan membuat Ketetapan MPR yang mengatur pengklasifikasian partai politik pada 1973. Pada tahun 1973 terjadi penyederhanaan partai melalui fusi partai politik. Hal inilah yang mendasari penggabungan beberapa partai untuk membentuk partai baru.[21]

Partai-partai yang berasaskan pan-Islamisme, yaitu NU, Parmusi, Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII) dan Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah), bergabung membentuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada 5 Januari 1973, sedangkan partai politik nasionalis dan nonislam, iaitu PNI, Partai Kristen Indonesia, Parati Katolik, Partai Murba dan Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IP-KI) mendeklarasikan pembentukan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 10 Januari 1973.[21] Golkar secara resmi menjadi wadah politik bagi organisasi-organisasi profesi, seperti Kosgoro, SOKSI, MKGR, Organisasi Profesi, Hankam, Gakari, dan Gerakan Pembangunan yang disebut Kelompok Induk Organisasi sebagai kekuatan politik Golkar. Pada 1985, seluruh partai politik wajib menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal dalam ideologi partai.

Dominasi Golkar dalam setiap pemilihan umum dan partisipasi dua partai politik dalam pemilihan umum terakhir pada Pemilu 1997 merupakan pertanda tumbangnya rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto. Liberalisasi politik setelahnya menyaksikan sistem multipartai yang kembali diterapkan dan pembentukan partai politik baru pascareformasi, sehingga tercatat 48 partai menjadi peserta Pemilu 1999.

Masa Reformasi (1998–2004) sunting

Berakhirnya rezim Soeharto mengawali masa Reformasi di Indonesia yang ditandai dengan perkembangan sistem kepartaian di Indonesia yang lebih demokratis. Diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1999 oleh Presiden Habibie, telah menciptakan sistem multipartai dalam politik Indonesia.[22]

Alhasil, pada saat Pemilihan umum legislatif Indonesia 1999 terdapat 48 partai politik yang tampil secara demokratis memperebutkan kursi legislatif, dibandingkan dengan Pemilu 1997 yang hanya diikuti dua partai politik dan Golongan Karya.[23][24][25][26][27]

Setelah memasuki masa Reformasi, PPP tetap berpartisipasi dalam pemilihan umum, meskipun eksistensinya menurun akibat sebagian besar anggotanya memilih keluar partai dan mendirikan partai baru. Begitupun dengan Golkar yang bertransformasi menjadi partai politik. PDI justru semakin terpuruk seusai pemerintah turun tangan dalam kepengurusan partai dan menggulingkan Megawati Soekarnoputri dari jabatan ketua umum yang menyebabkan menurunnya dukungan rakyat terhadap PDI pada Pemilu 1997. Suara pemilih yang sebelumnya memilih PDI beralih memilih partai baru pecahan PDI, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pimpinan Megawati pada Pemilu 1999, sehingga PDI hanya memenangkan dua kursi legislatif dibandingkan dengan PDI-P yang meraih 153 kursi dan menjadi pemenang pemilihan umum. Setelah keterpurukan itu, PDI akhinya mengubah diri menjadi Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI).[28]

Beberapa partai mengklaim sebagai penerus dari partai politik yang telah ada sebelum Orde Baru, sehingga partai-partai tersebut memiliki nama yang sama, tetapi dengan penambahaan frasa yang membedakan partai satu dengan partai lainnya. Seperti halnya Partai Politik Islam Indonesia Masyumi,[29] Partai Masyumi Baru dan Partai Bulan Bintang[30] yang masing-masing mengklaim sebagai penerus Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), Partai Syarikat Islam Indonesia[31] serta Partai Syarikat Islam Indonesia 1905[32] selaku penerus dari Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), atau inkarnasi baru Partai Nasional Indonesia (PNI–Supeni),[33] Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia,[34] dan Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba).[35]

Sebagian besar partai politik baru di Pemilu 1999 tidak berhasil memperoleh satu kursipun dikarenakan kurangnya pencapaian perolehan suara minimum.[36] Setelah disahkannya undang-undang pemilihan umum, maka partai politik memiliki batas minimum atau ambang batas parlemen dalam pembagian dan penetapan kursi Dewan Perwakilan Rakyat, sehingga beberapa partai mengubah nama hingga identitas partai di Kemenkumham agar lolos verifikasi sebagai peserta Pemilu 2004.[37]

Masa pascareformasi (2005–kini) sunting

Pada tahun 2012, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) melakukan revisi atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.[2]

Peraturan sunting

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Partai Politik di Indonesia sejak masa kemerdekaan adalah:

  1. Maklumat X Wakil Presiden Muhammad Hatta (1945)
  2. Undang-Undang Nomor 7 Pnps Tahun 1959 tentang Syarat-Syarat dan Penyederhanaan Kepartaian
  3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1960 tentang Pengakuan, Pengawasan, dan Pembubaran Partai-Partai
  4. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
  5. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1985 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
  6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
  7. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik
  8. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
  9. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik

Daftar sunting

Lihat pula sunting

Rujukan sunting

  1. ^ "Undang-undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik" (PDF), Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, 4 Januari 2008, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2015-03-26 
  2. ^ a b Isi Lengkap UU Parpol Hasil Revisi UU No 2 Tahun 2008. Detik.com
  3. ^ Ananda, Putra (27 September2017). "Ini 10 Syarat Partai Politik Peserta Pemilu 2019". mediaindonesia.com. Diakses tanggal 2023-03-17. 
  4. ^ Aspinall, Edward; Fossati, Diego; Muhtadi, Burhanuddin; Warburton, Eve (24 April 2018). "Mapping the Indonesian political spectrum" (dalam bahasa Inggris). New Mandala. Diakses tanggal 2024-03-02. 
  5. ^ a b Nomes, J.M. (1994). "De Indische Partij". Dalam Willems, Wim. Sporen van een Indisch verleden (1600–1942) (dalam bahasa Belanda). 2. COMT. hlm. 55–56. ISBN 90-71042-44-8. 
  6. ^ "Sejarah Partai Politik Di Indonesia". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-10-21. Diakses tanggal 2015-05-04. 
  7. ^ Suhartono (1994). Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908–1945. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. 32. ISBN 9789798581083. 
  8. ^ Kahin, Audrey (2015). Historical Dictionary of Indonesia. Historical Dictionaries of Asia, Oceania, and the Middle East, 51 (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-3). Lanham, Ma: Rowman & Littlefield. hlm. 724. ISBN 978-0-8108-7195-3. 
  9. ^ Kepartaian di Indonesia. Jakarta: Kementerian Penerangan RI. 1951. hlm. 431. 
  10. ^ Wilson (2008). Orang dan Partai Nazi di Indonesia: Kaum Pergerakan Menyambut Fasisme. Jakarta: Komunitas Bambu. ISBN 9793731249. 
  11. ^ Pringgodigdo, Abdul Karim (1984) [1949]. Sejarah pergerakan rakyat Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat. 
  12. ^ Suryana, C., dkk. (Juli 2022). Setiawan, Asep Iwan, ed. Selayang Pandang Partai Politik (PDF). Bandung: Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung. hlm. 5. ISBN 978-623-88132-8-5. 
  13. ^ Suryana, C., dkk. (Juli 2022). Setiawan, Asep Iwan, ed. Selayang Pandang Partai Politik (PDF). Bandung: Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung. hlm. 5–6. ISBN 978-623-88132-8-5. 
  14. ^ Suryana, C., dkk. (2022). Setiawan, Asep Iwan, ed. Selayang Pandang Partai Politik (PDF). Bandung: Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung. hlm. 6. ISBN 978-623-88132-8-5. 
  15. ^ a b Noer, Deliar (1987). Partai Islam di pentas nasional 1945–1965. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. 
  16. ^ Ward, Ken (1970). The Foundation of the Partai Muslimin Indonesia. Modern Indonesia Project. Interim reports series (dalam bahasa Inggris). Ithaca, NY: Cornell University Press. 
  17. ^ Madinier, Rémy (2015). Islam and Politics in Indonesia: The Masyumi Party between Democracy and Integralism (dalam bahasa Inggris). Diterjemahkan oleh Jeremy Desmond. Singapore: NUS Press. ISBN 978-9971-69-843-0. 
  18. ^ Fadillah, Ramadhian (15 Oktober 2019). "Ini Penyebab Cuma Boleh Ada 3 Partai Politik di Era Presiden Soeharto". Merdeka.com. 
  19. ^ Abdulsalam, Husein (10 Januari 2019). "Cara Soeharto Menciptakan Partai Demokrasi Indonesia". Tirto.id. 
  20. ^ Miaz, Yalvema (2012). Partisipasi Politik: Pola Perilaku Pemilih Pemilu Masa Orde Baru dan Reformasi (PDF). Padang: UNP Press. hlm. 4–5. ISBN 978-602-8819-65-7. 
  21. ^ a b Ardanareswari, Indira (13 April 2019). "Sejarah Pemilu 1977: Taktik Fusi Parpol ala Soeharto & Orde Baru". Tirto.id. 
  22. ^ Universitas Diponegoro dan Biro Pengkajian Setjen MPR (Oktober 2018). Naskah Akademik Rancangan Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (PDF). Badan Pengkajian MPR RI. hlm. 184. ISBN 978-602-5676-18-5. 
  23. ^ "Wajah 48 partai peserta Pemilu 1999: Nomor 1–16". Kompas. 12 Maret 1999. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-09-15. Diakses tanggal 31-03-2018 – via SEAsite.niu.edu (Center for Southeast Asian Studies, NIU). 
  24. ^ "Wajah 48 partai peserta Pemilu 1999: Nomor 17–32". Kompas. 12 Maret 1999. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-09-14. Diakses tanggal 31-03-2018 – via SEAsite.niu.edu (Center for Southeast Asian Studies, NIU). 
  25. ^ "Wajah 48 partai peserta Pemilu 1999: Nomor 33–48". Kompas. 12 Maret 1999. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-18. Diakses tanggal 31-03-2018 – via SEAsite.niu.edu (Center for Southeast Asian Studies, NIU). 
  26. ^ "Pemilu 1999". kpu.go.id. 20 Juni 2003. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2003-06-20. 
  27. ^ Saptohutomo, Aryo Putranto, ed. (30 Mei 2022). "Hasil Pemilu 1999, dari Partai Politik Peserta hingga Pemenang". Kamus Pemilu. Kompas.com. Diakses tanggal 07-04-2024. 
  28. ^ Setiawan, Bambang; Bestian, Nainggolan, ed. (2004). Partai-Partai Politik Indonesia: Ideologi dan Program 2004–2009. Jakarta: Kompas. hlm. 213. ISBN 979-709-121-X. 
  29. ^ "Wajah 48 partai peserta Pemilu 1999: Nomor 21: Partai Politik Islam Indonesia Masyumi". Kompas. 12 Maret 1999. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-01-28. Diakses tanggal 31-03-2018 – via Seasite.niu.edu (Southeast Asian languages, literatures and cultures). 
  30. ^ "Wajah 48 partai peserta Pemilu 1999: Nomor 22: Partai Bulang Bintang (PBB)". Kompas. 12 Maret 1999. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-09-14. Diakses tanggal 31-03-2018 – via Seasite.niu.edu (Southeast Asian languages, literatures and cultures). 
  31. ^ "Wajah 48 partai peserta Pemilu 1999: Nomor 10: Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)". Kompas. 12 Maret 1999. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-09-14. Diakses tanggal 31-03-2018 – via Seasite.niu.edu (Southeast Asian languages, literatures and cultures). 
  32. ^ "Wajah 48 partai peserta Pemilu 1999: Nomor 17: Partai Syarikat Islam Indonesia 1905 (PSII 1905)". Kompas. 12 Maret 1999. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-09-14. Diakses tanggal 31-03-2018 – via Seasite.niu.edu (Southeast Asian languages, literatures and cultures). 
  33. ^ "Wajah 48 partai peserta Pemilu 1999: Nomor 3: Partai Nasional Indonesia (PNI-Supeni)". Kompas. 12 Maret 1999. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-09-15. Diakses tanggal 31-03-2018 – via Seasite.niu.edu (Southeast Asian languages, literatures and cultures). 
  34. ^ "Wajah 48 partai peserta Pemilu 1999: Nomor 27: Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)". Kompas. 12 Maret 1999. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-09-14. Diakses tanggal 31-03-2018 – via Seasite.niu.edu (Southeast Asian languages, literatures and cultures). 
  35. ^ "Wajah 48 partai peserta Pemilu 1999: Nomor 31: Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba)". Kompas. 12 Maret 1999. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-15. Diakses tanggal 31-03-2018 – via Seasite.niu.edu (Southeast Asian languages, literatures and cultures). 
  36. ^ Afrianto, Dedy (13 April 2021). "Pasang Surut Partai Gurem Pascapemilu". Kompas.id. Diakses tanggal 2023-06-09. 
  37. ^ "Partai-partai Mulai Berganti Nama". Tempo.co. 25 July 2003. 

Bacaan lanjutan sunting