Bahasa Melayu Kualuh

bahasa daerah di Indonesia

Bahasa Melayu Kualuh, juga dikenal sebagai bahasa Melayu Labuhanbatu Utara, adalah ragam bahasa Melayu yang digunakan di tenggara, tepat di pesisir timur Sumatera Utara, digunakan sebagai bahasa ibu oleh masyarakat Melayu di sana.[3] Bahasa ini memiliki kesamaan yang jelas dengan bahasa Melayu Panai di selatan dan mungkin masih memiliki tingkat saling mengerti yang tinggi dengan varietas bahasa Melayu pesisir timur lainnya.[4] Bahasa ini terutama digunakan di Kabupaten Labuhanbatu Utara, di bekas wilayah Kesultanan Melayu Kualuh yang bersejarah, yang bertahan hingga tahun 1946, setelah kehancurannya akibat revolusi sosial Sumatera Timur. Wilayah penggunaannya meliputi hilir hingga hulu Sungai Kualuh, dimana di wilayah kecamatan Na IX-X, bahasa ini sangat dipengaruhi oleh bahasa Batak, dengan logatnya yang sangat kentara.[5]

Bahasa Melayu Kualuh
Cakap Kualuh[1]
Melayu Labuhanbatu Utara
Pengucapan[tʃakap kualʊh]
Dituturkan diIndonesia (Sumatera Utara)
WilayahLabuhanbatu Utara
EtnisMelayu Kualuh
Penutur
Latin (Alfabet Bahasa Indonesia)
Jawi
Status resmi
Diakui sebagai
bahasa minoritas di
Indonesia (sebagai bahasa Melayu)[2]
Kode bahasa
ISO 639-3
GlottologTidak ada
Lokasi penuturan
  Wilayah di mana varietas bahasa Melayu Sumatera Timur (termasuk bahasa Melayu Kualuh) dituturkan oleh mayoritas penduduknya
  Wilayah di mana varietas bahasa Melayu Sumatera Timur (termasuk bahasa Melayu Kualuh) dituturkan oleh minoritas penduduknya
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Penggunaan

sunting

Percakapan sehari-hari

sunting

Meskipun bukan merupakan bahasa resmi di tingkat pemerintah daerah, namun bahasa Melayu Kualuh masih digunakan sebagai bahasa pergaulan sehari-hari di kalangan masyarakat di Kualuh pada khususnya, dan di Labuhanbatu Utara pada umumnya. Bahasa ini bahkan menjadi basantara bagi masyarakat multietnis di Labuhanbatu Utara, yang meskipun saat ini mayoritas penduduknya adalah Batak, khususnya Angkola, dan Jawa, bahasa ini masih lebih populer.[6] Bahasa Melayu Kualuh termasuk dalam dialek Melayu [o], sama dengan serumpunnya, bahasa Melayu Batubara di pesisir timur Sumatera.[1]

Sastra lisan

sunting

Sama seperti varietas bahasa Melayu lainnya, pada bahasa Melayu Kualuh dikenal juga sebuah tradisi sastra lisan yang berkembang di kalangan etnis Melayu di Kualuh. Salah satu contohnya adalah legenda Tengku Raden, yang diyakini kebenarannya dan dipercayai magis oleh orang-orang yang mempercayainya.[7]

Kosakata dan percakapan

sunting

Menurut Sahril (2007:156), bahasa Melayu di pesisir timur Sumatera mempunyai beberapa dialek, yaitu Tamiang, Langkat, Deli, Serdang, Batubara, Asahan, Kualuh, Panai, dan Bilah. Bahasa Melayu Kualuh merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat Melayu Kualuh yang tinggal di wilayah pesisir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara. Masyarakat menyebut bahasanya dengan sebutan bahasa Kualuh yang biasa mereka sebut cakap Kualuh 'berbicara Kualuh'. Namun seperti yang dikemukakan oleh Sahril (2007), bahasa yang digunakan oleh etnis Melayu Kualuh. Bahasa Melayu Kualuh menjadi fokus pembahasan pada artikel ini.[1]

Bukti kutipan

sunting

Pembuktian kutipan adalah bukti yang menunjukkan bahwa seseoranglah yang menjadi sumber pernyataan yang dibuat. Pembuktian melalui kutipan ini dapat juga berupa laporan dari orang lain. Penanda bukti digunakan untuk menyebut sumber pernyataan seseorang dan juga bentuk laporan orang lain dalam bahasa Melayu Kualuh bentuk leksikal kotonyo 'dia berkata' umum digunakan, seperti pada contoh berikut:[1]

  1. kotonyo wak Uteh mengawinkan anaknyo. 'katanya paman Uteh menikahkan anaknya.'
  2. tak usah aku ditolong, kotonyo. 'tidak perlu bantuan, katanya.'
  3. ado kotonyo, ko ambek duitnyo yo? 'katanya, kamu ambil uangnya ya?'

Bukti visual

sunting

Pembuktian visual adalah jenis alat bukti yang menunjukkan bukti kebenaran tuturan berdasarkan penglihatan atau berdasarkan indra penglihatan penutur. Penanda pembuktian jenis ini dalam bahasa Melayu Kualuh digunakan dalam leksikon manengok, tengok, pandang, mamandang, yang secara gramatikal masuk dalam kategori verba, seperti pada contoh berikut:[1]

  1. oi, jolak awak manengok peelnyo. 'hei, kami bosan melihat kelakuannya.'
  2. ku tengok dah batambah gomok ocik tu. 'saya melihat bibi semakin gemuk.'
  3. oi jang yang lagaklah anak daro tu, ku pandangi sajo. 'oh betapa cantiknya gadis itu, aku terus memandanginya.'
  4. dio-dio juga, bosan aku mamandang nyo. 'hanya dia yang ada disana, aku bosan melihatnya.'

Bukti non visual

sunting

Pembuktian non visual merupakan bukti indrawi yang menunjukkan bahwa pembuktian kebenaran perkataan penutur tidak didasarkan pada penglihatan, tetapi berdasarkan perasaan penutur atau pemikiran penutur yang berada dalam kognisi penutur. Penanda pembuktian non visual tersebut ditandai dengan leksikon raso, piker, agak, seperti pada contoh berikut:[1]

  1. ku raso dah lupo dio korjonyo, balampar dapur tu. 'saya kira dia sudah lupa tugasnya, dapurnya berantakan.'
  2. ku agak dah lupo si Usman samo janjinyo. Tak datang dio yo. 'Saya pikir Usman telah melupakan janjinya. Dia tidak datang.'
  3. ku piker kito tak manyadar diri. Balagak macam orang kayo. 'menurut saya, kita adalah orang-orang yang tidak sadar diri. Bertingkah seperti orang kaya.'

Bukti pendengaran

sunting

Pembuktian pendengaran merupakan bukti indrawi yang menunjukkan bahwa pembuktian kebenaran perkataan penutur tidak didasarkan pada pikiran, perasaan, dan penglihatan pembicara, namun bukti kebenaran diperoleh berdasarkan pendengaran pembicara. Penanda pembuktian jenis ini bercirikan leksikal dongar, seperti pada contoh berikut:[1]

  1. siapo di muko, ku dongar suaro orang mangotuk pintu. 'siapa di depan rumah, saya mendengar suara ketukan pintu.'
  2. usah kamu babantah yo ku dongar suara tu sampek ka sumur. 'jangan berkelahi ya, saya mendengar suara itu sampai ke kamar mandi.'
  3. oi yang sodihan aku mandongar carito anak durhako tu. 'aduh, sedih sekali aku mendengar cerita anak durhaka itu.'
  4. oi pocah rasonyo otakku kog mandongar budak-budak mamokik. 'aduh, rasanya kepalaku seperti meledak saat mendengar anak-anak menjerit.'

Lihat juga

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g Nuzwaty. "Leksikal Pemarkah Evidensial pada Bahasa Kualuh". Program Studi Ilmu Komunikasi. Medan, Indonesia: Universitas Islam Sumatera Utara. Diakses tanggal 13-07-2024. 
  2. ^ Novaldi, Irfan (17 November 2023). "FTBI 2023: Melahirkan Penjaga Bahasa di Sumatra Utara". balaibahasasumut.kemdikbud.go.id. Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara. Diakses tanggal 15 Juli 2024. 
  3. ^ Nurhida, Yati (2011). "ANALISIS CAMPUR KODE (CODE MIXING) DALAM PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH MASYARAKAT PENUTUR BAHASA MELAYU KUALUH KABUPATEN LABUHANBATU UTARA". Undergraduate Thesis. Medan, Indonesia: Fakultas Bahasa dan Seni, Sastra Indonesia. Diakses tanggal 13-07-2024. 
  4. ^ Natalia, Ayu; Muryati; Rukiyah, Siti (2024). "Kearifan Bahasa Melayu Pesisir Timur Sumatera dalam Perkembangan Penggunaan Bahasa Indonesia". Innovative: Journal Of Social Science Research. Palembang, Indonesia: Universitas PGRI. 4 (3). ISSN 2807-4238. 
  5. ^ Syarfina, Tengku (3 November 2014) [Terakhir direvisi pada 15 Desember 2014]. "Sikap Multibahaswan Orang Medan dan Ancaman Punahnya Bahasa Lokal". Medan Makna. Medan, Indonesia: Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara. 12 (2): 197–205. ISSN 1829-9237. Diakses tanggal 18 Juli 2024. 
  6. ^ "Profil Kabupaten Labuhanbatu Utara" (PDF). Repositori UINSU. Medan, Indonesia: Universitas Islam Negeri Sumatera Utara: 39. 2023. Diakses tanggal 19 Juli 2024. 
  7. ^ Syahdi, Rahmad Fadhlan (2013). "Nilai Budaya Legenda Tengku Raden di Masyarakat Melayu Kualuh–Leidong di Desa Kuala Beringin Kabupaten Labuhanbatu Utara". Repositori USU. Medan, Indonesia: Universitas Sumatera Utara. Diakses tanggal 13-07-2024. 

Pranala luar

sunting