AIDS

Penyakit yang disebabkan HIV dan menyerang sistem kekebalan tubuh manusia.

Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV;[1] atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).

AIDS
Pita Merah terlipat adalah simbol solidaritas orang-orang yang positif terinfeksi virus HIV dan AIDS.
Informasi umum
SpesialisasiPenyakit menular Sunting ini di Wikidata
Daftar singkatan dalam artikel ini :

AIDS: Acquired immune deficiency syndrome
HIV: Human immunodeficiency virus
CD4+: Sel T pembantu
CCR5: Chemokine (C-C motif) receptor 5
CDC: Centers for Disease Control and Prevention
WHO: World Health Organization
PCP: Pneumocystis pneumonia
TB: Tuberkulosa
MTCT: Mother-to-child transmission
HAART: Highly active antiretroviral therapy
STI/STD: Sexually transmitted infection/disease

Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang menurunkan kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap sembarang infeksi ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.[2][3] Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara.[4] Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia.[5] Pada Januari 2006, UNAIDS bekerjasama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak.[5] Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya manusia mereka. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di semua negara.[6]

Hukuman sosial bagi penderita yang terkena HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Terkadang hukuman sosial tersebut juga turut mengenai petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).

Penularan oleh HIV

 
HIV yang baru memperbanyak diri tampak bermunculan sebagai bulatan-bulatan kecil (diwarnai hijau) pada permukaan limfosit setelah menyerang sel tersebut; dilihat dengan mikroskop elektron.

AIDS merupakan bentuk terparah akibat infeksi HIV. HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofag, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter (µL) darah, maka kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi tertentu.

Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan.[7] Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi.[8][9] Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih beresiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat mempercepat perkembangan penyakit ini.[7][10][11] Warisan genetik orang yang terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami terhadap beberapa varian HIV. [12] HIV memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda, yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula.[13][14][15] Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan penderita bertahan hidup.

Diagnosis

Sejak tanggal 5 Juni 1981, banyak definisi yang muncul untuk pengawasan epidemiologi AIDS, seperti definisi Bangui dan definisi World Health Organization tentang AIDS tahun 1994. Namun demikian, kedua sistem tersebut sebenarnya ditujukan untuk pemantauan epidemi dan bukan untuk penentuan tahapan klinis pasien, karena definisi yang digunakan tidak sensitif ataupun spesifik. Di negara-negara berkembang, sistem World Health Organization untuk infeksi HIV digunakan dengan memakai data klinis dan laboratorium; sementara di negara-negara maju digunakan sistem klasifikasi Centers for Disease Control (CDC) Amerika Serikat.

Sistem tahapan WHO untuk infeksi dan penyakit HIV

Pada tahun 1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang terinfeksi dengan HIV-1.[16] Sistem ini diperbarui pada bulan September tahun 2005. Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah ditangani pada orang sehat.

Sistem klasifikasi CDC untuk infeksi HIV

Terdapat dua definisi tentang AIDS, yang keduanya dikeluarkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Awalnya CDC tidak memiliki nama resmi untuk penyakit ini; sehingga AIDS dirujuk dengan nama penyakit yang berhubungan dengannya, contohnya ialah limfadenopati. Para penemu HIV bahkan pada mulanya menamai AIDS dengan nama virus tersebut.[17][18] CDC mulai menggunakan kata AIDS pada bulan September tahun 1982, dan mendefinisikan penyakit ini.[19] Tahun 1993, CDC memperluas definisi AIDS mereka dengan memasukkan semua orang yang jumlah sel T CD4+ di bawah 200 per µL darah atau 14% dari seluruh limfositnya sebagai pengidap positif HIV.[20] Mayoritas kasus AIDS di negara maju menggunakan kedua definisi tersebut, baik definisi CDC terakhir maupun pra-1993. Diagnosis terhadap AIDS tetap dipertahankan, walaupun jumlah sel T CD4+ meningkat di atas 200 per µL darah setelah perawatan ataupun penyakit-penyakit tanda AIDS yang ada telah sembuh.

Tes HIV

Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV.[21] Kurang dari 1% penduduk perkotaan di Afrika yang aktif secara seksual telah menjalani tes HIV, dan persentasenya bahkan lebih sedikit lagi di pedesaan. Selain itu, hanya 0,5% wanita mengandung di perkotaan yang mendatangi fasilitas kesehatan umum meperoleh bimbingan tentang AIDS, menjalani pemeriksaan, atau menerima hasil tes mereka. Angka ini demikian pula bahkan lebih kecil lagi di fasilitas kesehatan umum pedesaan.[21] Dengan demikian, darah dari para pendonor dan produk darah yang digunakan untuk pengobatan dan penelitian medis harus diperiksa kontaminasi HIV-nya.

Tes HIV umum, termasuk imunoasai enzim HIV dan pengujian Western blot, dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering, atau urin pasien. Namun demikian, periode antara infeksi dan berkembangnya antibodi pelawan infeksi yang dapat dideteksi (window period) bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk mengetahui serokonversi dan hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes komersial untuk mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan antibodinya belum dapat terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut tidak disetujui secara khusus untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara rutin di negara-negara maju.

Gejala dan komplikasi

 
Grafik hubungan antara jumlah HIV dan jumlah CD4 pada rata-rata infeksi HIV yang tidak ditangani. Keadaan penyakit dapat bervariasi tiap orang.
  jumlah limfosit T CD4+ (sel/mm³)
  jumlah RNA HIV per mL plasma

Gejala AIDS merupakan hasil dari kondisi yang umumnya tidak akan terjadi pada individu dengan sistem kekebalan yang sehat. Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, fungi dan parasit yang dalam keadaan normal bisa dikendalikan oleh elemen sistem kekebalan yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS.[22] HIV mempengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.

Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik seperti demam, keringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, kelemahan, dan penurunan berat badan.[23][24] Setelah diagnosis AIDS dibuat, rata-rata lama waktu bertahan dengen terapi antiretroviral (2005) diperkirakan lebih dari 5 tahun,[25] tetapi karena perawatan baru terus berkembang dan karena HIV terus berevolusi melawan perawatan, perkiraan waktu bertahan kemungkinan akan terus berubah. Tanpa terapi antiretroviral, kematian umumnya terjadi dalam waktu setahun.[7] Kebanyakan pasien meninggal karena infeksi oportunistik atau kanker yang berhubungan dengan hancurnya sistem kekebalan tubuh.[26]

Laju perkembangan penyakit klinis sangat bervariasi antarorang dan telah terbukti dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kerentanan seseorang terhadap penyakit dan fungsi imun[8][9][12] perawatan kesehatan dan infeksi lain,[7][26] dan juga faktor yang berhubungan dengan galur virus.[14][27][28] Infeksi oportunistik spesifik yang diderita pasien AIDS juga bergantung pada prevalensi terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien.

Penyakit paru-paru utama

 
Foto sinar-X paru-paru pada pneumonia yang disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii.

Pneumonia pneumocystis

Pneumonia pneumocystis (awalnya diketahui dengan nama pneumonia Pneumocystis carinii, dan masih disingkat sebagai PCP yang sekarang merupakan singkatan dari Pneumocystis pneumonia) jarang dijumpai pada orang yang sehat dan imunokompeten, tetapi umum dijumpai pada orang yang terinfeksi HIV. Penyakit ini disebabkan oleh fungi Pneumocystis jirovecii. Sebelum adanya diagnosis, perawatan, dan profilaksis rutin efektif di negara Barat, penyakit ini umumnya segera menyebabkan kematian. Di negara berkembang, penyakit ini masih merupakan indikasi pertama AIDS pada orang yang belum dites, walaupun umumnya tidak muncul kecuali jika jumlah CD4 kurang dari 200 per µL.[29]

Tuberkulosis

Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi unik di antara infeksi terkait HIV lainnya karena dapat ditularkan ke orang yang imunokompeten melalui rute respirasi, dapat dengan mudah ditangani setelah diidentifikasi, dapat muncul pada stadium awal HIV, dan dapat dicegah dengan terapi obat. Namun demikian, kekebalan terhadap berbagai obat adalah masalah serius pada penyakit ini. Walaupun insiden penyakit ini telah berkurang akibat penggunaan terapi yang secara langsung diamati dan metode lainnya di negara-negara Barat, tidak demikian yang terjadi di negara berkembang, tempat HIV paling banyak dijumpai. Pada stadium awal infeksi HIV (jumlah CD4 >300 sel per µL), TB muncul sebagai penyakit paru-paru. Pada infeksi HIV belakangan, TB sering muncul dengan penyakit ekstrapulmoner (sistemik). Gejala biasanya bersifat konstitusional dan tidak dibatasi pada satu tempat, sering menyerang sumsum tulang, tulang, saluran kemih dan saluran pencernaan, hati, nodus limfa regional, dan sistem saraf pusat.[30] Selain itu, gejala yang muncul mungkin lebih berkaitan dengan tempat keterlibatan penyakit ekstrapulmoner.

Penyakit saluran pencernaan utama

Esofagitis

Esofagitis adalah peradangan pada esofagus (tabung berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung). Pada individual yang terinfeksi HIV, hal ini terjadi karena infeksi jamur (kandidiasis) atau virus (herpes simpleks-1 atau sitomegalovirus). Pada kasus yang langka, hal ini dapat disebabkan oleh mikobakteria.[31]

Diare kronik yang tidak dapat dijelaskan

Diare kronik yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV terjadi akibat berbagai penyebab, termasuk infeksi bakteri (Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, atau Escherichia coli) serta parasit yang umum dan infeksi oportunistik tidak umum seperti kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, kolitis kompleks Mycobacterium avium dan sitomegalovirus (CMV). Pada beberapa kasus, diare adalah efek samping beberapa obat yang digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping infeksi HIV, terutama selama infeksi HIV utama. Diare juga dapat menjadi efek samping antibiotik yang digunakan untuk menangani diare akibat bakteri (umum untuk Clostridium difficile). Pada stadium akhir, diare diduga menunjukkan perubahan cara saluran usus menyerap nutrisi dan mungkin merupakan komponen penting pembuangan yang berhubungan dengan HIV.[32]

Penyakit saraf utama

Toksoplasmosis

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan toksoplasma ensefalitis, tetapi juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata dan paru-paru.[33]

Leukoensefalopati multifokal progresif

Leukoensefalopati multifokal progresif adalah penyakit demielinasi, yang merupakan penghancuran sedikit demi sedikit selubung mielin yang menutupi akson sel saraf sehingga merusak penghantaran impuls saraf. Hal ini disebabkan oleh virus yang disebut virus JC yang 70% populasinya terdapat dalam bentuk laten, menyebabkan penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah, sebagaimana yang terjadi pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat, biasanya menyebabkan kematian dalam waktu sebulan setelah diagnosis.[34]

Kompleks demensia AIDS

Kompleks demensia AIDS adalah ensefalopati metabolik yang disebabkan oleh infeksi HIV dan didorong oleh aktivasi imun makrofag dan mikroglia otak yang terinfeksi HIV yang mengeluarkan neurotoksin.[35] Kerusakan neurologis spesifik tampak sebagai ketidaknormalan kognitif, perilaku, dan motorik yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi HIV dan berhubungan dengan rendahnya jumlah sel T CD4+ dan tingginya muatan virus pada plasma. Angka prevalensinya sekitar 10-20% di negara-negara Barat,[36] tetapi hanya 1-2% dari infeksi HIV di India.[37][38] Perbedaan ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan subtipe HIV di India.

Meningitis kriptokokal

Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans. Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat mematikan.

Kanker yang berhubungan dengan HIV

 
Sarkoma Kaposi

Pasien dengan infeksi HIV pada pokoknya meningkatkan insiden beberapa kanker. Hal ini terjadi karena infeksi dengan virus DNA onkogenik, terutama virus Epstein-Barr (EBV), virus herpes penyebab sarkoma Kaposi (KSHV) dan papilomavirus manusia (HPV).[39][40]

Sarkoma Kaposi

Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang terinfeksi HIV. Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda homoseksual tahun 1981 adalah salah satu pertanda pertama wabah AIDS. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari subfamili gammaherpesvirinae, yaitu virus herpes manusia-8 yang juga disebut virus herpes sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit ini sering muncul di kulit dalam bentuk bintik keungu-unguan, tetapi dapat menyerang organ lain, terutama mulut, saluran pencernaan, dan paru-paru.

Limfoma

Limfoma sel B tingkat tinggi seperti limfoma Burkitt (Burkitt's lymphoma), Burkitt's-like lymphoma, diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL), dan limfoma sistem saraf pusat primer muncul lebih sering pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali mengakibatkan prognosis yang buruk. Pada beberapa kasus, limfoma ini merupakan tanda utama AIDS. Limfoma ini sebagian besar disebabkan oleh virus Epstein-Barr (EBV) atau KSHV.

Kanker leher rahim

Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS. Kanker ini disebabkan oleh papilomavirus manusia (HPV).

Tumor lainnya

Pasien yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor lainnya, seperti limfoma Hodgkin, karsinoma anal, dan karsinoma usus besar. Namun demikian, insiden dari banyak tumor yang umum, seperti kanker payudara atau kanker usus besar tidak meningkat pada pasien terinfeksi HIV. Di daerah tempat HAART banyak digunakan untuk menangani AIDS, insiden berbagai kanker yang berhubungan dengan AIDS menurun, tetapi seiring dengan itu kanker secara keseluruhan menjadi penyebab kematian paling umum pada pasien yang terinfeksi HIV.[41]

Infeksi oportunistik lainnya

Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan gejala tidak spesifik, terutama demam ringan dan kehilangan berat badan. Infeksi oportunistik ini termasuk infeksi Mycobacterium avium-intracellulare dan sitomegalovirus. Sitomegalovirus dapat menyebabkan kolitis, seperti yang dijelaskan di atas, dan retinitis sitomegalovirus dapat menyebabkan kebutaan. Penisiliosis yang disebabkan oleh Penicillium marneffei kini adalah infeksi oportunistik ketiga paling umum (setelah tuberkulosis dan kriptokokosis) pada orang yang positif HIV di daerah endemik Asia Tenggara.[42]

Kemunculan gejala

Media massa melaporkan munculnya gejala spesifik di antara pasien AIDS yang sedang dalam perawatan.

Sarkoma Kaposi pada pasien AIDS

Dokter San Francisco melaporkan Sarkoma Kaposi pada laki-laki homoseksual. Kelima belas pasien tersebut adalah orang yang selamat dari HIV dalam jangka panjang yang infeksi HIV-nya dikendalikan dengan obat antiviral. Tidak satupun pasien tersebut yang tampak berisiko tinggi. Kasus baru tidak agresif, invasif atau mematikan seperti HIV yang tidak dapat dikontrol pada tahun 1980-an. Lesi tidak terlihat, sulit untuk ditangani, dan menimbulkan pertanyaan tentang respons kekebalan pasien HIV yang menua.[43]

Transmisi dan pencegahan

Perkiraan risiko masuknya HIV per aksi,
menurut rute paparan[44]
Rute paparan Perkiraan infeksi
per 10.000 paparan
dengan sumber yang terinfeksi
Transfusi darah 9.000[45]
Persalinan 2.500[46]
Penggunaan jarum suntik bersama-sama 67[47]
Hubungan seks anal reseptif* 50[48][49]
Jarum pada kulit 30[50]
Hubungan seksual reseptif* 10[48][49][51]
Hubungan seks anal insertif* 6,5[48][49]
Hubungan seksual insertif* 5[48][49]
Seks oral reseptif* 1[49]§
Seks oral insertif* 0,5[49]§
* tanpa penggunaan kondom
§ sumber merujuk kepada seks oral
yang dilakukan kepada laki-laki

Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui hubungan seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi, serta dari ibu ke janin atau bayi selama periode sekitar kelahiran (periode perinatal). Walaupun HIV dapat ditemukan pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan kasus infeksi dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian risiko infeksinya secara umum dapat diabaikan.[52]

Penularan melalui hubungan seksual

Mayoritas infeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpa pelindung antarindividu yang salah satunya terkena HIV. Hubungan heteroseksual adalah modus utama infeksi HIV di dunia.[53] Transmisi HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung. Risiko masuknya HIV dari orang yang terinfeksi menuju orang yang belum terinfeksi melalui hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seksual dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif.[54] Risiko transmisi HIV dari air liur jauh lebih kecil daripada risiko dari air mani. Bertentangan dengan kepercayaan umum, seseorang harus menelan segalon air liur dari individu HIV positif untuk membuat risiko signifikan terinfeksi.[55]

Sekitar 30% wanita di sepuluh negara dari "berbagai kebudayaan, geografi, dan pengaturan pemukiman" melaporkan bahwa pengalaman seksual pertama mereka akibat dipaksa, sehingga kekerasan seksual ialah kunci pandemik HIV/AIDS.[56] Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.[57]

Penyakit menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofag) pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar risiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Risiko tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofag.[58]

Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV.[58][59] Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual.[60][61] Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.

Selama hubungan seksual, hanya kondom pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta kemungkinan hamil. Bukti terbaik saat ini menunjukan bahwa penggunaan kondom yang lazim mengurangi risiko transmisi HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka panjang, walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom digunakan dengan benar dalam setiap kesempatan.[62] Penggunaan efektif kondom dan penapisan (screening) transfusi darah di Amerika Utara, Eropa Barat, dan Eropa Tengah dianggap sebagai salah satu penyebab kecilnya jumlah AIDS di daerah-daerah tersebut. Mempromosikan penggunaan kondom terbukti kontroversial dan sulit. Banyak kelompok beragama, terutama Gereja Katolik Roma, menentang penggunaan kondom karena alasan keagamaan dan terkadang melihat promosi kondom sebagai perlawanan terhadap pernikahan, monogami, dan moralitas seksual. Pihak yang mendukung peran Gereja Katolik dalam pencegahan AIDS dan penyakit menular seksual secara umum menyatakan bahwa walaupun Gereja Katolik mungkin melawan penggunaan kontrasepsi, Gereja Katolik juga adalah penentang kuat hubungan di luar nikah.[63] Sikap ini juga ditemukan pada sejumlah penyedia fasilitas kesehatan dan pembuat kebijakan di negara-negara Afrika Sub-Sahara, tempat tingkat HIV dan AIDS yang sangat tinggi.[64] Mereka juga mempercayai bahwa distribusi dan promosi kondom sama saja dengan mempromosikan seks di antara anak muda dan memberikan pesan yang salah kepada orang yang tidak terinfeksi. Namun demikian, tidak ada bukti bahwa promosi kondom meningkatkan tingkat seksualitas,[65] dan program abstinence-only (hanya berpantang berhubungan badan dan tidak menggunakan kondom) tidak berhasil di Amerika Serikat dalam mengubah perilaku seksual dan mengurangi transmisi HIV.[66] Evaluasi sejumlah program abstinence-only di Amerika Serikat menunjukkan dampak negatif terhadap kebersediaan kaum muda untuk menggunakan konstrasepsi akibat penekanan mengenai kegagalan kontrasepsi.[67] Kondom laki-laki berbahan lateks, jika digunakan dengan benar tanpa pelumas berbahan dasar minyak, adalah satu-satunya teknologi yang paling efektif saat ini untuk mengurangi transmisi HIV secara seksual dan penyakit menular seksual lainnya. Pihak produsen kondom menganjurkan bahwa pelumas berbahan minyak seperti vaselin, mentega, dan lemak babi tidak digunakan dengan kondom lateks karena bahan-bahan tersebut dapat melarutkan lateks dan membuat kondom berlubang. Jika diperlukan, pihak produsen menyarankan menggunakan pelumas berbahan dasar air. Pelumas berbahan dasar minyak digunakan dengan kondom poliuretan.[68] Kondom lateks dapat rusak dan berlubang setelah jangka waktu tertentu, sehingga kondom semacam ini memiliki tanggal kadaluwarsa. Di Eropa dan Amerika Serikat, kondom harus memenuhi standar EC 600 (Eropa) atau D3492 (A.S.) agar diakui dapat melindungi dari transmisi HIV.

Kondom wanita adalah alternatif selain kondom laki-laki dan terbuat dari poliuretan, yang memungkinkannya untuk digunakan dengan pelumas berbahan dasar minyak. Kondom wanita lebih besar daripada kondom laki-laki dan memiliki sebuah ujung terbuka keras berbentuk cincin, dan didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina. Kondom wanita memiliki cincin bagian dalam yang membuat kondom tetap di dalam vagina — untuk memasukkan kondom wanita, cincin ini harus ditekan. Kendalanya ialah bahwa kini kondom wanita masih jarang tersedia dan harganya tidak terjangkau untuk sejumlah besar wanita. Penelitian awal menunjukkan bahwa dengan tersedianya kondom wanita, hubungan seksual dengan pelindung secara keseluruhan meningkat relatif terhadap hubungan seksual tanpa pelindung sehingga kondom wanita merupakan strategi pencegahan HIV yang penting.[69]

Dengan penggunaan kondom yang konsisten dan benar, risiko infeksi HIV sangatlah kecil. Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan bahwa dengan penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi HIV terhadap pasangan yang belum terinfeksi di bawah 1% per tahun.[70]

Pemerintah Amerika Serikat dan berbagai organisasi kesehatan menganjurkan Pendekatan ABC untuk menurunkan risiko terkena HIV melalui hubungan seksual:

Abstinence or delay of sexual activity, especially for youth (berpantang atau menunda kegiatan seksual, terutama bagi remaja),
Being faithful, especially for those in committed relationships (setia pada pasangan, terutama bagi orang yang sudah memiliki pasangan),
Condom use, for those who engage in risky behavior (penggunaan kondom, bagi orang yang melakukan perilaku berisiko).

Ada pula rumusan pendekatan ABC ini dalam bahasa Indonesia:[71]

Anda jauhi seks,
Bersikap saling setia dengan pasangan,
Cegah dengan kondom.

Pendekatan ini sangat berhasil di Uganda, yang prevalensi HIV-nya berkurang dari 15% menjadi 5%. Namun demikian, sesungguhnya banyak hal lain yang telah dilakukan di Uganda selain pendekatan tersebut. Edward Green, seorang ahli antropologi medis Harvard, mengatakan, "Uganda telah melopori pendekatan untuk mengurangi stigma, menggiatkan diskusi mengenai perilaku seksual, mengikutsertakan orang yang terinfeksi HIV dalam penyuluhan, membujuk individu dan pasangan untuk diuji HIV dan diberi bimbingan konseling, meningkatkan status perempuan, mengikutsertakan organisasi keagamaan, melibatkan praktisi pengobatan tradisional, dan masih banyak lagi." Namun demikian, banyak yang mengkritik pendekatan ABC karena individu yang setia namun pasangannya tidak setia berisiko terkena HIV, sementara diskriminasi terhadap perempuan sangatlah besar dan perempuan tidak dapat bersuara dalam hampir setiap sektor kehidupan mereka.[72] Program lainnya lebih mempromosikan penggunaan kondom. Misalnya, kondom merupakan bagian utama pada Pendekatan CNN:

Condom use, for those who engage in risky behavior (penggunaan kondom, bagi orang yang melakukan perilaku berisiko),
Needles, use clean ones (jarum, gunakan jarum yang bersih),
Negotiating skills; negotiating safer sex with a partner and empowering women to make smart choices (kemampuan negosiasi; menegosiasikan seks yang lebih aman dengan pasangan dan memberdayakan perempuan agar dapat memilih dengan bijak).

Pada bulan Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan uji acak terkendali mengkonfirmasi bahwa sunat laki-laki menurunkan risiko infeksi HIV pada pria heteroseksual Afrika sampai sekitar 50%. Diharapkan bahwa pendekatan ini akan digalakkan di banyak negara yang terinfeksi HIV paling parah, walaupun penerapan pendekatan itu akan harus berhadapan dengan sejumlah isu terkait kepraktisan, kebudayaan, dan perilaku. Beberapa ahli khawatir bahwa kurangnya persepsi akan kerentanan HIV pada laki-laki bersunat dapat meningkatkan perilaku seksual berisiko sehingga malah mengurangi dampak usaha pencegahan ini.[73] Selain itu, ahli kesehatan Afrika Selatan khawatir bahwa penggunaan kembali pisau tidak steril pada ritual sunat laki-laki dapat menyebarkan HIV.[74]

Paparan dengan cairan tubuh yang terinfeksi

 
Wabah AIDS di Afrika Sub-Sahara tahun 1985-2003.

Rute transmisi ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali syringe yang mengandung darah yang terkontaminasi dengan HIV tidak hanya merupakan risiko utama infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur. Risiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi risiko itu.[75] Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh. Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman.[76] Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah transmisi HIV melalui fasilitas kesehatan.[77]

Risiko transmisi HIV pada resipien transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi".[78]

Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti mengenakan sarung tangan lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci tangan, dapat membantu mencegah infeksi HIV.

Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk tidak berbagi jarum dan bahan lainnya yang diperlukan untuk mempersiapkan dan mengambil narkoba (termasuk syringe, bola kapas, sendok, air untuk mengencerkan obat, sedotan, dan lain-lain). Orang perlu menggunakan jarum yang baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan. Informasi tentang membersihkan jarum menggunakan pemutih disediakan oleh fasilitas kesehatan dan program penukaran jarum. Di sejumlah negara maju, jarum bersih terdapat gratis di sejumlah kota, di penukaran jarum atau tempat penyuntikan yang aman. Banyak negara telah melegalkan kepemilikan jarum dan mengijinkan pembelian perlengkapan penyuntikan dari apotek tanpa perlu resep dokter.

Transmisi ibu ke anak

Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi in utero selama minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat transmisi antara ibu dan anak selama kehamilan dan persalinan sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretroviral dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat transmisi hanya sebesar 1%.[46] Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi risikonya). Menyusui meningkatkan risiko transmisi sebesar 10-15%. Risiko ini bergantung pada faktor klinis dan dapat bervariasi menurut pola dan lama menyusui.

Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretroviral, bedah caesar, dan pemberian makanan formula mengurangi peluang transmisi HIV dari ibu ke anak.[79] Jika pemberian makanan pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah, terjangkau, berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak menyusui anak mereka. Namun demikian, jika hal-hal tersebut tidak dapat terpenuhi, pemberian ASI eksklusif disarankan dilakukan selama bulan-bulan pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera mungkin.[5] Pada tahun 2005, sekitar 700.000 anak di bawah umur 15 tahun terkena HIV, terutama melalui transmisi ibu ke anak; 630.000 infeksi di antaranya terjadi di Afrika.[80] Dari semua anak yang diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta anak (hampir 90%) tinggal di Afrika Sub Sahara.[5]

Strategi pencegahan dikenal dengan baik di negara maju. Namun demikian, penelitian perilaku dan epidemiologis di Eropa dan Amerika Utara belakangan ini menunjukkan bahwa minoritas banyak anak muda terus melakukan kegiatan berisiko tinggi dan meskipun mengetahui tentang HIV/AIDS, anak muda meremehkan risiko terinfeksi HIV.[81] Namun demikian, transmisi HIV antarpengguna narkoba telah menurun, dan transmisi HIV oleh transfusi darah menjadi cukup langka di negara-negara maju.

Penanganan

Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode satu-satunya yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada penghindaran kontak dengan virus atau, jika gagal, perawatan antiretroviral secara langsung setelah kontak dengan virus secara signifikan, disebut post-exposure prophylaxis (PEP).[75] PEP memiliki jadwal empat minggu takaran yang menuntut banyak waktu. PEP juga memiliki efek samping yang tidak menyenangkan seperti diare, tidak enak badan, mual, dan lelah.[82]

Penanganan untuk infeksi HIV terdiri dari terapi antiretroviral yang sangat aktif (highly active antiretroviral therapy), HAART.[83] Terapi ini telah sangat bermanfaat bagi orang-orang yang terinfeksi HIV sejak diperkenalkan pada tahun 1996 setelah ditemukannya HAART yang menggunakan inhibitor protease.[6] Pilihan terbaik HAART saat ini mencakup kombinasi dari paling sedikit tiga obat yang berasal dari paling sedikit dua jenis, atau "kelas" agen anti-retroviral. Kombinasi yang umum digunakan terdiri dari dua nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor (atau NRTI) ditambah dengan protease inhibitor atau non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Karena penyakit HIV pada anak-anak lebih deras daripada pada orang dewasa, parameter laboratorium sedikit prediktif tentang jalannya penyakit, terutama untuk anak muda, rekomendasi perawatan lebih agresif untuk anak-anak daripada untuk orang dewasa.[84] Di negara-negara berkembang tempat HAART ada, dokter mengakses beban virus, kecepatan pada berkurangnya CD4 dan kesiapan pasien sementara memilih ketika untuk merekomendasikan perawatan segera.[85]

HAART membuat adanya stabilisasi gejala dan viremia pasien, tetapi tidak menyembuhkan pasien dari HIV atau meredakan gejala, dan HIV-1 kelas tinggi dapat melawan HAART, kembali setelah perawatan berhenti.[86][87] Lebih lagi, akan mengambil lebih banyak waktu kehidupan individual untuk membersihkan infeksi HIV menggunakan HAART.[88] Banyak individu terinfeksi HIV yang mendapatkan pengalaman perbaikan hebatt pada kesehatan dan kualitas hidup mereka, yang menyebabkan adanya morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan HIV.[89][90][91] Tanpa adanya HAART, infeksi HIV ke AIDS muncul dengan rata-rata sekitar sembilan sampai sepuluh tahun dan waktu bertahan setelah memiliki AIDS hanya 9.2 bulan.[7] HAART meningkatkan waktu bertahan antara 4 dan 12 tahun.[92][93] Hal ini berasal dari fakta beberapa pasien dan di banyak kelompok klonikal, mungkin lebih dari lima puluh persen pasien. HAART menerika jauh sedikit daripada hasil yang optimal. Hal ini disebabkan oleh berbagai alasan seperti efek samping/pengobatan tidak ditolerir, teori antiretroviral lebih dahulu tidak efektif dan infeksi dengan HIV yang melawan obat, namun, tidak-taat dan tidak-sakit terus menerus dengan terapi antiretroviral adalah alasan utama kebanyakan individual gagal untuk mendapat keuntungan dari perkembangan perlawanan terhadap HAART.[94] Alasan tidak-taat dan tidak-sakit terus menerus dengan HAART bervariasi dan saling melengkapi. Isu utama psikososial, seperti akses yang kurang terhadap fasilitas kesehatan, dukungan sosial yang tidak mencukupi, penyakit jiwa dan penyalahgunaan obat mengkontribusi pada tidak-taat. Kerumitan aturan HAART, apakah karena jumlah pil, frekuensi dosis, pembatasan makan atau isu lainnya bersama dengan efek sampil yang membuat tidak-taat sengaja juga memiliki dampak berat.[95][96][97] Efek samping termasuk lipodistrofi, dislipidaemia, penolakan insulin, meningkatkan risiko sistem kardiovaskular dan kelainan bawaan.[98][99]

Multivitamin harian dan suplemen mineral ditemukan dapat mengurangi alur penyakit HIV pada laki-laki dan wanita. Hal ini dapat menjadi intervensi "berharga-rendah" yang tersedia selama awal penyakit HIV untuk memperpanjang waktu sebelum terapi antiretroviral didapat.[100] Beberapa bahab gizi individual juga telah dicoba.[101][102] Obat anti-retroviral mahal, dan mayoritas individual yang terinfeksi tidak memiliki akses terhadap pengobatan dan perawatan untuk HIV dan AIDS.[103] Hanya vaksin yang dapat menahan pandemik karena vaksin akan berharga lebih sedikit, demikian negara-negara berkembang mampu dan tidak membutuhkan perawatan harian,[103] namun, setelah lebih dari 20 tahun penelitian, HIV-1 tetap menjadi target vaksin yang sulit.[103]

Penelitian untuk membuktikan perawatan termasuk pengurangan efek samping obat, jauh menyerderhanakan aturan obat untuk membuktikan kesetiaan, dan membuktikan rentetan terbaik aturan untuk mengatur perlawanan obat. Beberapa penelitian menunjukan bahwa ukuran untuk mencegah infeksi oportunistik dapat menjadi bermanfaat ketika menangani pasien dengan infeksi HIV. Vaksinasi atas hepatitis A dan B disarankan untuk pasien yang belum terinfeksi dengan virus ini dan dalam risiko terinfeksi.[104] Pasien dengan penindasan daya tahan tubuh yang besar juga disarankan menerima terapi propilaktik untuk Pneumonia pneumosistis, dan banyak pasien mendapat manfaat dari terapi propilaktik untuk toksoplasmosis dan kriptokokus meningitis.[82]

Berbagai bentuk pengobatan alternatif digunakan untuk menangani gejala atau mengubah aliran penyakit.[105] Pada dekade awal epidemik ketika tidak ada penanganan berguna yang ada, jumlah besar orang dengan AIDS dicoba dengan terapi alternatif. Definisi "terapi alternatif" pada AIDS telah berubah sejak waktu itu, lalu, frase itu sering merujuk pada penanganan komunitas, belum dicoba oleh pemerintah atau penelitian perusahaan farmasi, dan beberapa berharap akan secara langsung menekan virus atau menstimulir sistem imun melawannya. Contoh obat alternatif yang diharapkan dapat mengurangi gejala atau menambah kualitas hidup termasuk urut, manajemen stres, obat jamu dan bunga seperti boxwood,[106][107] dan akupunktur.[105] Ketika menggunakan penanganan biasa, banyak yang merujuk kepadanya sebagai penanganan "saling melengkapi". Meskipun penyebaran penggunaan obat saling melengkapi dan alternatif oleh orang yang hidup dengan HIV/AIDS, belum ada hasil efektif dari terapi-terapi ini.[108]

Epidemiologi

 
Meratanya HIV diantara orang dewasa per negara pada akhir tahun 2005.

UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretroviral bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup di tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak.[5]

Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.[5] Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.[5]

Afrika Sub-Sahara tetap merupakan wilayah terburuk yang terinfeksi, dengan perkiraan 21,6 sampai 27,4 juta jiwa kini hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta] dari mereka adalah anak-anak yang usianya lebih rendah dari 15 tahun. Lebih dari 64% dari semua orang yang hidup dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari tiga per empat (76%) dari semua wanita hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, terdapat 12.0 juta [10.6-13.6 juta] anak yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub Sahara.[5] Asia Selatan dan Asia Tenggara adalah terburuk kedua yang terinfeksi dengan besar 15%. 500.000 anak-anak mati di region ini karena AIDS. Dua-tiga infeksi HIV/AIDS di Asia muncul di India, dengawn perkiraan 5.7 juta infeksi (perkiraan 3.4 - 9.4 juta) (0.9% dari populasi), melewati perkiraan di Afrika Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-6.1 juta) (11.9% dari populasi) infeksi, membuat negara ini dengan jumlah terbesar infeksi HIV di dunia.[109] Di 35 negara di Afrika dengan perataan terbesar, harapan hidup normal sebesar 48.3 tahun - 6.5 tahun sedikit daripada akan menjadi tanpa penyakit.[110]

Evaluasi terbaru dari Departemen Evaluasi Operasi Bank Dunia menetapkan keefektifan bantuan bank Dunia pada tingkat-negara HIV/AIDS, didefinisikan sebagai dialog kebijakan, hasil analitik, dan peminjaman, dengan obyektif eksplisit mengurangi dampak epidemik AIDS.[111] Ini adalah evaluasi luas pertama dukungan Bank Dunia kepada negara-negara untuk melawan HIV/AIDS, dari awal epidemik melalui pertengahan-2004. Dengan bantuan Bank Dunia untuk implementasi program pemerintah oleh pemerintah, bantuan Bank Dunia menyediakan pengertian penting pada bagaimana program nasional AIDS dapat dibuat lebih efektif.

Perkembangan HAART sebagai terapi efektif untuk infeksi HIV dan AIDS pada pokoknya mengurangi kematian dari penyakit ini di daerah yang secara luas ada. HAART telah membuat kesalahan tanggapan bahwa penyakit AIDS telah pergi jauh, faktanya, harapan hidup orang dengan AIDS meningkat di negara-negara tempat HAART secara luas digunakan, jumlah orang yang hidup dengan AIDS telah meningkat. Di Amerika Serikat, jumlah orang dengan AIDS meningkat dari sekitar 35.000 tahun 1988 menjadi lebih dari 220.000 pada tahun 1996.

Di Afrika, jumlah transmisi ibu ke anak dan meratanya AIDS adalah awal untuk membalikan dekade pergerakan kuat dalam keselamatan anak. Negara seperti Uganda berusaha untuk menurunkan epidemik transmisi ibu ke anak dengan menawarkan VCT (tes dan anjuran sukarela), PMTCT (pencegahan transmisi ibu ke anak) dan fasilitas ANC (fasilitas ante-natal), yang termasuk distribusi terapi antiretroviral.

Dampak ekonomi

 
Perubahan angka harapan hidup di beberapa negara di Afrika.
  Botswana
  Zimbabwe
  Kenya
  Afrika Selatan
  Uganda

HIV dan AIDS memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan menghancurkan jumlah manusia dengan kemampuan produksi. UNAIDS memprediksi akibat untuk Afrika Sub Sahara tahun 2025. Jarak tersebut dari masa stabil dan pada akhirnya berkurang dalam kematian dimulai sekitar tahun 2012 merupakan bencana besar perkembangan pada jumlah kematian dengan potensi 90 juta kasus infeksi.[5]

Tanpa nutrisi yang baik, fasilitas kesehatan dan obat yang ada di negara-negara berkembang, orang di negara-negara tersebut menjadi korban AIDS. Mereka tidak hanya tidak dapat bekerja, tetapi juga akan membutuhkan fasilitas kesehatan yang memadai. Ramalan bahwa hal ini akan menyebabkan runtuhnya ekonomi dan hubungan di daerah. Di daerah yang terinfeksi berat, epidemik telah meninggalkan banyak anak yatim piatu yang dirawat oleh kakek dan neneknya yang tua.

Mortalitas yang meningkat di daerah ini akan menyebabkan populasi kecil yang tidak memiliki keterampilan dan pekerja.[112] Pekerja yang lebih sedikit akan didominasi anak muda, yang mengurangi pengetahuan dan pengalaman kerja yang menyebabkan berkurangnya produktivitas . Meningkatnya cuti pekerja untuk melihat anggota keluarga yang sakit atau cuti karena sakit juga akan mengurangi produktivitas. Mortalitas yang meningkat juga akan melemahkan mekanisme yang menggenerasikan kapital manusia dan investasi, dengan kehilangan pendapatan dan meninggalnya orang tua.[112] Dengan membunuh banyak dewasa muda, AIDS melemahkan populasi yang dapat membayar pajak, mengurangi dana untuk publik seperti pendidikan dan fasilitas kesehatan untuk yang tidak berhubungan dengan AIDS menyebabkan tekanan untuk keuangan negara dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Hasil dari pertumbuhan yang lambat menyebabkan menguatkan pengeluaran yang berkembang untuk menangani orang yang sakit, pelatihan (untuk menggantikan pekerja yang sakit), pembayaran sakit dan merawat anak yatim piatu AIDS. Hal ini terutama benar jika peningkatan tajam mortalitas orang dewasa, tanggung jawab dan penyalahan dari keluarga terhadap pemerintah untuk menangani anak yatim piatu.

Pada rumah tangga, AIDS menyebabkan hilangnya pendapatan dan meningkatkan pengeluaran kesehatan oleh suatu rumah tangga. Pengaruh pendapatan menyebabkan pengurangan pengeluaran dan juga efek penggantian dari pendidikan dan menuju kesehatan dan pengeluaran penguburan. Penelitian di Pantai Gading menunjukan bahwa rumah tanggal dengan pasien HIV/AIDS mengeluarkan dua kali lebih banyak pada perawatan medis daripada rumah tangga lainnya.

UNAIDS, WHO dan United Nations Development Programme mendokumentasikan sebuah hubungan antara menurunnya harapan hidup dan menurunnya produk domestik bruto di banyak negara-negara Afrika dengan rata-rata 10% atau lebih. Sunguh-sunguh, sejak tahun 1992, prediksi bahwa AIDS akan memperlambat pertumbuhan ekonomi di negara-negara ini telah dipublikasikan. Dampak tergantung dari asumsi tentang luasnya untuk didanai oleh tabungan dan orang yang akan terinfeksi.[113] Kesimpulan dicapai dari model pertumbuhan 30 ekonomi Sub Sahara selama periode 1990-2025, rata pertumbuhan ekonomi negara tersebut akan menurun antara 0.56 dan 1.47%. Dampak pada produk domestik bruto per kapita sedikit meyakinkan, namun, pada tahun 2000, rata-rata pertumbuhan produk domestik bruto per kapiat Afrika menurun 0.7% tiap tahun dari tahun 1990-1997 dengan 0.3% lebih jauh menurun per tahun di negara yang juga terkena malaria.[114] Ramalan kini adalah pertumbuhan produk domestik bruto untuk negara tersebut akan mengalami penurunan lebih jauh diantara 0.5 dan 2.6% per tahun,[112] namun, perkiraan ini dapat diremehkan karena tidak terlihat pada pengaruh hasil produksi per kapita.[115]

Banyak pemerintah di Afrika Sub Sahara menolak bahwa terdapat masalah untuk setahun, dan mulai bekerja menuju solusi. Pendanaan adalah masalah di daerah pencegahan HIV ketika dibandingkan pada perkiraan konservatif masalah .

Perlengkapan HIV/AIDS resmi pertama di dunia diluncurkan di Zimbabwe pada tanggal 3 Oktober 2006 adalah produk hasil kolaboratif antara Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, World Health Organization dan Layanan Penebaran Informasi HIV/AIDS Afrika Selatan. Hal ini untuk memperkuat orang hidup dengan HIV/AIDS dan dukungan luar minimal suster. Paket yang berisi bentuk delapan modul memfokuskan fakta tentang HIV dan AIDS, sebelumnya dites di Zimbabwe pada bulan Maret tahun 2006 untuk menentukan penyesuaian. Peralatan ini mengatur beberapa hal lain, panduan yang dikategorikan pada manajemen klinik, pendidikan dan anjuran untuk korban AIDS.[116]

Konsensus Kopenhagen adalah proyek yang mencoba untuk mendirikan prioritas untuk perkembangan kesejahteraan global menggunakan metodologi berdasarkan teori ekonomi kesejahteraan. Seluruh pesertanya adalah ahli ekonomi, dengan fokus pada proyek menjadi prioritisasi rasional berdasarkan analisis ekonomi. Proyek ini berdasarkan anggapan bahwa dalam dendam milyaran dolar yang dihabiskan untuk tantangan global oleh Perserikatan Bangsa Bangsa, pemerintah negara kaya, lembaga, amal, dan organisasi-organisasi bukan milik pemerintah, uang dihabiskan pada masalah seperti kekurangan gizi dan perubahan iklim tidak cukup untuk mencapai banyak target yang disetujui secara internasional. Prioritas tertinggi menentukan untuk mengimplementasikan ukuran baru untuk mencegah penyebaran HIV dan AIDS. The Economist memperkirakan bahwa investasi $27 milyar dapat mencegah hampir 30 juta infeksi baru pada tahun 2010.

Stigma

Berkas:SaigonAidsSign.jpg
Tanda peringatan AIDS di Kota Ho Chi Minh, Vietnam (Agustus 2005).

Stigma AIDS ada di dunia dalam berbagai cara, termasuk pengasingan, penolakan, diskriminasi dan penghindaran orang yang terinfeksi HIV. Diwajibkan uji coba HIV tanpa lebih dahulu persetujuan atau perlindungan kekerasan atas individual atau orang yang terinfeksi HIV yang diketahui terinfeksi dengan HIV, dan mengkarantinakan orang yang terinfeksi HIV.[117] Kekerasan atau ketakutan atas kekerasan mencegah banyak orang melakukan tes HIV, kembali untuk hasil mereka, atau menjaga perawatan, kemungkinan berbalik apa dapat mengendalikan sakit kronik menjadi kalimat kematian dan mengabadikan penyebaran HIV.[118]

Stigma AIDS lebih jauh terbagi menjadi tiga kategori:

  1. Stigma instrumental AIDS - refleksi ketakutan dan keprihatinan yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan dapat ditransmisikan.[119]
  2. Stigma simbolis AIDS - penggunaan HIV/AIDS untuk mengekspresikan sikap melalui grup sosial atau gaya hidup diketahui berhubungan dengan penyakit.[119]
  3. Stigma kesopanan AIDS - stigmatisasi orang yang berhubungan dengan isu HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.[120]

Sering, stigma AIDS diekspresikan dengan satu atau lebih stigma, terutama yang berhubungan dengan homoseksualitas, biseksualitas, persetubuhan dengan siapa saja dan penggunaan narkoba.

Di banyak negara berkembang, terdapat hubungan antara AIDS dan homoseksualitas atau biseksualitas, dan hubungan ini berhubungan dengan tingkat prasangka seksual yang lebih tinggi seperti sifat anti homoseksual.[121] Terdapat hubungan yang diketahui antara AIDS dengan semua sifat seksual laki-laki, termasuk seks antara laki-laki yang belum terinfeksi.[119]

Mereka kebanyakan memiliki pengertian yang salah tentang transmisi HIV dan untuk mempunyai stigma HIV/AIDS adalah orang yang sedikit pendidikannya dan orang dengan tingkat religius atau ideologi politik yang tinggi.[119][121][122]

Lihat Stigma dan HIV-AIDS, penilaian literatur untuk penjelasan lebih lengkap tentang topik ini[123]

Asal mula HIV

AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for Disease Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii) pada lima laki-laki homoseksual di Los Angeles.[124]

Tiga dari infeksi HIV awal yang diketahui adalah:

  1. Sampel plasma diambil tahun 1959 dari laki-laki dewasa yang tinggal di Kinshasa, kini merupakan bagian dari Republik Demokratik Kongo.[125]
  2. HIV ditemukan pada sampel jaringan dari "Robert R.", remaja Afrika-Amerika berusia 15 tahun yang meninggal di St. Louis tahun 1969.[126]
  3. HIV ditemukan pada sampel jaringan dari Arvid Noe, pelaut Norwegia yang meninggal sekitar tahun 1976.[127]

Dua spesies HIV menginfeksi manusia: HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan berada di Afrika Barat.[128] Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1 berasal dari simpanse Pan troglodytes troglodytes yang ditemukan di Kamerun selatan.[129] HIV-2 berasal dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon, dan Kamerun.

Banyak ahli percaya bahwa HIV masuk kedalam tubuh manusia akibat kontak dengan primata lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging.[130] Teori yang lebih kontroversial yang diketahui dengan nama hipotesis OPV AIDS mengusulkan bahwa epidemik AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an di Kongo Belgia oleh penelitian Hilary Koprowski terhadap vaksin polio.[131][132] Menurut komunitas ilmu pengetahuan, skenario ini tidak didukung oleh bukti yang ada.[133][134][135]

Hipotesis alternatif

Beberapa ilmuwan dan aktivis mempertanyakan hubungan antara HIV dan AIDS,[136] adanya HIV,[137] atau kebenaran percobaan dan metode perawatan. Klaim ini diperiksa dan secara luas ditolak oleh komunitas ilmu pengetahuan,[138] walaupun memiliki pengaruh politik, terutama di Afrika Selatan, dan penerimaan pemerintah tentang AIDS disalahkan untuk respon yang tidak efektif bahwa negara itu epidemik terhadap AIDS.[139][140][141]

Kesalahpahaman HIV dan AIDS

Beberapa kesalahpahaman telah terjadi tentang HIV/AIDS. Terdapat tiga kesalahpahaman yang paling umum terjadi, yaitu AIDS dapat menyebar melalui kontak sehari-hari, hubungan seksual dengan perawan akan menyembuhkan AIDS, dan HIV hanya dapat menginfeksi laki-laki homoseksual dan pemakai narkoba. Kesalahpahaman lainnya adalah bahwa seks anal antara laki-laki homoseksual dapat menyebabkan infeksi AIDS, dan membuka diskusi homoseksualitas dan HIV di sekolah menyebabkan meningkatnya homoseksual dan AIDS.[142]

Referensi

  1. ^ Marx, J. L. (1982). "New disease baffles medical community". Science. 217 (4560): 618–621. PMID 7089584. 
  2. ^ Divisions of HIV/AIDS Prevention (2003). "HIV and Its Transmission". Centers for Disease Control & Prevention. Diakses tanggal 2006-05-23. 
  3. ^ San Francisco AIDS Foundation (2006-04-14). "How HIV is spread". Diakses tanggal 2006-05-23. 
  4. ^ Gao, F., Bailes, E., Robertson, D. L., Chen, Y., Rodenburg, C. M., Michael, S. F., Cummins, L. B., Arthur, L. O., Peeters, M., Shaw, G. M., Sharp, P. M. and Hahn, B. H. (1999). "Origin of HIV-1 in the Chimpanzee Pan troglodytes troglodytes". Nature. 397 (6718): 436–441. PMID 9989410 DOI:10.1038/17130. 
  5. ^ a b c d e f g h i UNAIDS (2006). "Overview of the global AIDS epidemic" (PDF). 2006 Report on the global AIDS epidemic (PDF). Diakses tanggal 2006-06-08.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "UNAIDS2006" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  6. ^ a b Palella, F. J. Jr, Delaney, K. M., Moorman, A. C., Loveless, M. O., Fuhrer, J., Satten, G. A., Aschman and D. J., Holmberg, S. D. (1998). "Declining morbidity and mortality among patients with advanced human immunodeficiency virus infection. HIV Outpatient Study Investigators". N. Engl. J. Med. 338 (13): 853–860. PMID 9516219. 
  7. ^ a b c d e Morgan, D., Mahe, C., Mayanja, B., Okongo, J. M., Lubega, R. and Whitworth, J. A. (2002). "HIV-1 infection in rural Africa: is there a difference in median time to AIDS and survival compared with that in industrialized countries?". AIDS. 16 (4): 597–632. PMID 11873003. 
  8. ^ a b Clerici, M., Balotta, C., Meroni, L., Ferrario, E., Riva, C., Trabattoni, D., Ridolfo, A., Villa, M., Shearer, G.M., Moroni, M. and Galli, M. (1996). "Type 1 cytokine production and low prevalence of viral isolation correlate with long-term non progression in HIV infection". AIDS Res. Hum. Retroviruses. 12 (11): 1053–1061. PMID 8827221. 
  9. ^ a b Morgan, D., Mahe, C., Mayanja, B. and Whitworth, J. A. (2002). "Progression to symptomatic disease in people infected with HIV-1 in rural Uganda: prospective cohort study". BMJ. 324 (7331): 193–196. PMID 11809639. 
  10. ^ Gendelman, H. E., Phelps, W., Feigenbaum, L., Ostrove, J. M., Adachi, A., Howley, P. M., Khoury, G., Ginsberg, H. S. and Martin, M. A. (1986). "Transactivation of the human immunodeficiency virus long terminal repeat sequences by DNA viruses". Proc. Natl. Acad. Sci. U. S. A. 83 (24): 9759–9763. PMID 2432602. 
  11. ^ Bentwich, Z., Kalinkovich., A. and Weisman, Z. (1995). "Immune activation is a dominant factor in the pathogenesis of African AIDS". Immunol. Today. 16 (4): 187–191. PMID 7734046. 
  12. ^ a b Contohnya adalah orang dengan mutasi CCR5-Δ32 (delesi 32 nukleotida pada gen penyandi reseptor chemokine CCR5 yang mempengaruhi fungsi sel T) yang kebal terhadap beberapa galur HIV.Tang, J. and Kaslow, R. A. (2003). "The impact of host genetics on HIV infection and disease progression in the era of highly active antiretroviral therapy". AIDS. 17 (Suppl 4): S51–S60. PMID 15080180. 
  13. ^ Quiñones-Mateu, M. E., Mas, A., Lain de Lera, T., Soriano, V., Alcami, J., Lederman, M. M. and Domingo, E. (1998). "LTR and tat variability of HIV-1 isolates from patients with divergent rates of disease progression". Virus Research. 57 (1): 11–20. PMID 9833881. 
  14. ^ a b Campbell, G. R., Pasquier, E., Watkins, J., Bourgarel-Rey, V., Peyrot, V., Esquieu, D., Barbier, P., de Mareuil, J., Braguer, D., Kaleebu, P., Yirrell, D. L. and Loret E. P. (2004). "The glutamine-rich region of the HIV-1 Tat protein is involved in T-cell apoptosis". J. Biol. Chem. 279 (46): 48197–48204. PMID 15331610. 
  15. ^ Kaleebu P, French N, Mahe C, Yirrell D, Watera C, Lyagoba F, Nakiyingi J, Rutebemberwa A, Morgan D, Weber J, Gilks C, Whitworth J. (2002). "Effect of human immunodeficiency virus (HIV) type 1 envelope subtypes A and D on disease progression in a large cohort of HIV-1-positive persons in Uganda". J. Infect. Dis. 185 (9): 1244–1250. PMID 12001041. 
  16. ^ World Health Organization (1990). "Interim proposal for a WHO staging system for HIV infection and disease". WHO Wkly Epidem. Rec. 65 (29): 221–228. PMID 1974812. 
  17. ^ Centers for Disease Control (CDC) (1982). "Persistent, generalized lymphadenopathy among homosexual males". MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 31 (19): 249–251. PMID 6808340. 
  18. ^ Barré-Sinoussi, F., Chermann, J. C., Rey, F., Nugeyre, M. T., Chamaret, S., Gruest, J., Dauguet, C., Axler-Blin, C., Vezinet-Brun, F., Rouzioux, C., Rozenbaum, W. and Montagnier, L. (1983). "Isolation of a T-lymphotropic retrovirus from a patient at risk for acquired immune deficiency syndrome (AIDS)". Science. 220 (4599): 868–871. PMID 6189183. 
  19. ^ Centers for Disease Control (CDC) (1982). "Update on acquired immune deficiency syndrome (AIDS)—United States". MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 31 (37): 507–508; 513–514. PMID 6815471. 
  20. ^ CDC (1992). "1993 Revised Classification System for HIV Infection and Expanded Surveillance Case Definition for AIDS Among Adolescents and Adults". CDC. Diakses tanggal 2006-02-09. 
  21. ^ a b Kumaranayake, L. and Watts, C. (2001). "Resource allocation and priority setting of HIV/AIDS interventions: addressing the generalized epidemic in sub-Saharan Africa". J. Int. Dev. 13 (4): 451–466. doi:10.1002/jid.798. 
  22. ^ Holmes, C. B., Losina, E., Walensky, R. P., Yazdanpanah, Y., Freedberg, K. A. (2003). "Review of human immunodeficiency virus type 1-related opportunistic infections in sub-Saharan Africa". Clin. Infect. Dis. 36 (5): 656–662. PMID 12594648. 
  23. ^ Guss, D. A. (1994). "The acquired immune deficiency syndrome: an overview for the emergency physician, Part 1". J. Emerg. Med. 12 (3): 375–384. PMID 8040596. 
  24. ^ Guss, D. A. (1994). "The acquired immune deficiency syndrome: an overview for the emergency physician, Part 2". J. Emerg. Med. 12 (4): 491–497. PMID 7963396. 
  25. ^ Schneider, M. F., Gange, S. J., Williams, C. M., Anastos, K., Greenblatt, R. M., Kingsley, L., Detels, R., and Munoz, A. (2005). "Patterns of the hazard of death after AIDS through the evolution of antiretroviral therapy: 1984–2004". AIDS. 19 (17): 2009–2018. PMID 16260908. 
  26. ^ a b Lawn, S. D. (2004). "AIDS in Africa: the impact of coinfections on the pathogenesis of HIV-1 infection". J. Infect. Dis. 48 (1): 1–12. PMID 14667787. 
  27. ^ Campbell, G. R., Watkins, J. D., Esquieu, D., Pasquier, E., Loret, E. P. and Spector, S. A. (2005). "The C terminus of HIV-1 Tat modulates the extent of CD178-mediated apoptosis of T cells". J. Biol. Chem. 280 (46): 38376–39382. PMID 16155003. 
  28. ^ Senkaali, D., Muwonge, R., Morgan, D., Yirrell, D., Whitworth, J. and Kaleebu, P. (2005). "The relationship between HIV type 1 disease progression and V3 serotype in a rural Ugandan cohort". AIDS Res. Hum. Retroviruses. 20 (9): 932–937. PMID 15585080. 
  29. ^ Feldman, C. (2005). "Pneumonia associated with HIV infection". Curr. Opin. Infect. Dis. 18 (2): 165–170. PMID 15735422. 
  30. ^ Decker, C. F. and Lazarus, A. (2000). "Tuberculosis and HIV infection. How to safely treat both disorders concurrently". Postgrad Med. 108 (2): 57–60, 65–68. PMID 10951746. 
  31. ^ Zaidi, S. A. & Cervia, J. S. (2002). "Diagnosis and management of infectious esophagitis associated with human immunodeficiency virus infection". J. Int. Assoc. Physicians AIDS Care (Chic Ill). 1 (2): 53–62. PMID 12942677. 
  32. ^ Guerrant, R. L., Hughes, J. M., Lima, N. L., Crane, J. (1990). "Diarrhea in developed and developing countries: magnitude, special settings, and etiologies". Rev. Infect. Dis. 12 (Suppl 1): S41–S50. PMID 2406855. 
  33. ^ Luft, B. J. and Chua, A. (2000). "Central Nervous System Toxoplasmosis in HIV Pathogenesis, Diagnosis, and Therapy". Curr. Infect. Dis. Rep. 2 (4): 358–362. PMID 11095878. 
  34. ^ Sadler, M. and Nelson, M. R. (1997). "Progressive multifocal leukoencephalopathy in HIV". Int. J. STD AIDS. 8 (6): 351–357. PMID 9179644. 
  35. ^ Gray, F., Adle-Biassette, H., Chrétien, F., Lorin de la Grandmaison, G., Force, G., Keohane, C. (2001). "Neuropathology and neurodegeneration in human immunodeficiency virus infection. Pathogenesis of HIV-induced lesions of the brain, correlations with HIV-associated disorders and modifications according to treatments". Clin. Neuropathol. 20 (4): 146–155. PMID 11495003. 
  36. ^ Grant, I., Sacktor, H., and McArthur, J. (2005). "HIV neurocognitive disorders" (PDF). Dalam H. E. Gendelman, I. Grant, I. Everall, S. A. Lipton, and S. Swindells. (ed.). The Neurology of AIDS (PDF) (edisi ke-2nd). London, UK: Oxford University Press. hlm. 357–373. ISBN 0-19-852610-5. 
  37. ^ Satishchandra, P., Nalini, A., Gourie-Devi, M., Khanna, N., Santosh, V., Ravi, V., Desai, A., Chandramuki, A., Jayakumar, P. N., and Shankar, S. K. (2000). "Profile of neurologic disorders associated with HIV/AIDS from Bangalore, South India (1989–1996)". Indian J. Med. Res. 11: 14–23. PMID 10793489. 
  38. ^ Wadia, R. S., Pujari, S. N., Kothari, S., Udhar, M., Kulkarni, S., Bhagat, S., and Nanivadekar, A. (2001). "Neurological manifestations of HIV disease". J. Assoc. Physicians India. 49: 343–348. PMID 11291974. 
  39. ^ Boshoff, C. and Weiss, R. (2002). "AIDS-related malignancies". Nat. Rev. Cancer. 2 (5): 373–382. PMID 12044013. 
  40. ^ Yarchoan, R., Tosatom G. and Littlem R. F. (2005). "Therapy insight: AIDS-related malignancies — the influence of antiviral therapy on pathogenesis and management". Nat. Clin. Pract. Oncol. 2 (8): 406–415. PMID 16130937. 
  41. ^ Bonnet, F., Lewden, C., May, T., Heripret, L., Jougla, E., Bevilacqua, S., Costagliola, D., Salmon, D., Chene, G. and Morlat, P. (2004). "Malignancy-related causes of death in human immunodeficiency virus-infected patients in the era of highly active antiretroviral therapy". Cancer. 101 (2): 317–324. PMID 15241829. 
  42. ^ Skoulidis, F., Morgan, M. S., and MacLeod, K. M. (2004). "Penicillium marneffei: a pathogen on our doorstep?". J. R. Soc. Med. 97 (2): 394–396. PMID 15286196. 
  43. ^ Russell, Sabin (2007-10-11). "Unsettling re-emergence of 'gay cancer'". San Francisco Chronicle. Diakses tanggal 2007-10-11. 
  44. ^ Smith, D. K., Grohskopf, L. A., Black, R. J., Auerbach, J. D., Veronese, F., Struble, K. A., Cheever, L., Johnson, M., Paxton, L. A., Onorato, I. A., Greenberg, A. E. (2005). "Antiretroviral Postexposure Prophylaxis After Sexual, Injection-Drug Use, or Other Nonoccupational Exposure to HIV in the United States". MMWR. 54 (RR02): 1–20. 
  45. ^ Donegan, E., Stuart, M., Niland, J. C., Sacks, H. S., Azen, S. P., Dietrich, S. L., Faucett, C., Fletcher, M. A., Kleinman, S. H., Operskalski, E. A.; et al. (1990). "Infection with human immunodeficiency virus type 1 (HIV-1) among recipients of antibody-positive blood donations". Ann. Intern. Med. 113 (10): 733–739. PMID 2240875. 
  46. ^ a b Coovadia, H. (2004). "Antiretroviral agents—how best to protect infants from HIV and save their mothers from AIDS". N. Engl. J. Med. 351 (3): 289–292. PMID 15247337. 
  47. ^ Kaplan, E. H. and Heimer, R. (1995). "HIV incidence among New Haven needle exchange participants: updated estimates from syringe tracking and testing data". J. Acquir. Immune Defic. Syndr. Hum. Retrovirol. 10 (2): 175–176. PMID 7552482. 
  48. ^ a b c d European Study Group on Heterosexual Transmission of HIV (1992). "Comparison of female to male and male to female transmission of HIV in 563 stable couples". BMJ. 304 (6830): 809–813. PMID 1392708. 
  49. ^ a b c d e f Varghese, B., Maher, J. E., Peterman, T. A., Branson, B. M. and Steketee, R. W. (2002). "Reducing the risk of sexual HIV transmission: quantifying the per-act risk for HIV on the basis of choice of partner, sex act, and condom use". Sex. Transm. Dis. 29 (1): 38–43. PMID 11773877. 
  50. ^ Bell, D. M. (1997). "Occupational risk of human immunodeficiency virus infection in healthcare workers: an overview". Am. J. Med. 102 (5B): 9–15. PMID 9845490. 
  51. ^ Leynaert, B., Downs, A. M. and de Vincenzi, I. (1998). "Heterosexual transmission of human immunodeficiency virus: variability of infectivity throughout the course of infection. European Study Group on Heterosexual Transmission of HIV". Am. J. Epidemiol. 148 (1): 88–96. PMID 9663408. 
  52. ^ "Facts about AIDS & HIV". Diakses tanggal 2006-12-14. 
  53. ^ Johnson AM & Laga M, Heterosexual transmission of HIV, AIDS, 1988, 2(suppl. 1):S49-S56; N'Galy B & Ryder RW, Epidemiology of HIV infection in Africa, Journal of Acquired Immune Deficiency Syndromes, 1988, 1(6):551-558; dan Deschamps M et al., Heterosexual transmission of HIV in Haiti, Annals of Internal Medicine, 1996, 125(4):324-330.
  54. ^ Rothenberg, R. B., Scarlett, M., del Rio, C., Reznik, D., O'Daniels, C. (1998). "Oral transmission of HIV". AIDS. 12 (16): 2095–2105. PMID 9833850. 
  55. ^ Mastro TD, de Vincenzi I (1996). "Probabilities of sexual HIV-1 transmission". AIDS. 10 (Suppl A): S75–S82. PMID 8883613. 
  56. ^ World Health Organization (2006). "WHO Multi-country Study on Women's Health and Domestic Violence against Women". Diakses tanggal 2006-12-14. 
  57. ^ Koenig, Michael; et al. (2004). "Coerced first intercourse and reproductive health among adolescent women in Rakai, Uganda". International Family Planning Perspectives. 30 (4:156): 156. 
  58. ^ a b Laga, M., Nzila, N., Goeman, J. (1991). "The interrelationship of sexually transmitted diseases and HIV infection: implications for the control of both epidemics in Africa". AIDS. 5 (Suppl 1): S55–S63. PMID 1669925. 
  59. ^ Tovanabutra, S., Robison, V., Wongtrakul, J., Sennum, S., Suriyanon, V., Kingkeow, D., Kawichai, S., Tanan, P., Duerr, A., Nelson, K. E. (2002). "Male viral load and heterosexual transmission of HIV-1 subtype E in northern Thailand". J. Acquir. Immune. Defic. Syndr. 29 (3): 275–283. PMID 11873077. 
  60. ^ Sagar, M., Lavreys, L., Baeten, J. M., Richardson, B. A., Mandaliya, K., Ndinya-Achola, J. O., Kreiss, J. K., Overbaugh, J. (2004). "Identification of modifiable factors that affect the genetic diversity of the transmitted HIV-1 population". AIDS. 18 (4): 615–619. PMID 15090766. 
  61. ^ Lavreys, L., Baeten, J. M., Martin, H. L. Jr., Overbaugh, J., Mandaliya, K., Ndinya-Achola, J., and Kreiss, J. K. (2004). "Hormonal contraception and risk of HIV-1 acquisition: results of a 10-year prospective study". AIDS. 18 (4): 695–697. PMID 15090778. 
  62. ^ Cayley, W. E. Jr. (2004). "Effectiveness of condoms in reducing heterosexual transmission of HIV". Am. Fam. Physician. 70 (7): 1268–1269. PMID 15508535. 
  63. ^ Gereja Katolik (1997). "Offenses against chastity". Catechism of the Catholic Church: Second Edition. Vatican: Amministrazione Del Patrimonio Della Sede Apostolica. hlm. 2353. Diakses tanggal 2006-06-14. 
  64. ^ Human Rights Watch (2005). "Restrictions on Condoms". The Less They Know, the Better. New York NY: Human Rights Watch. 
  65. ^ Anonim (1997). "Study shows condom use does not promote promiscuity". AIDS Policy Law. 12 (12): 6–7. PMID 11364411. 
  66. ^ Human Rights Watch (2002-09-02). "Ignorance only: HIV/AIDS, Human rights and federally funded abstinence-only programs in the United States. Texas: A case study". Human Rights Watch. Diakses tanggal 2006-03-28. 
  67. ^ Debra Hauser (2004). "Five Years of Abstinence-Only-Until-Marriage Education: Assessing the Impact" (PDF). Advocates for Youth. Diakses tanggal 2006-06-07. 
  68. ^ Durex. "Module 5/Guidelines for Educators" (Microsoft Word). Diakses tanggal 2006-04-17. 
  69. ^ PATH (2006). "The female condom: significant potential for STI and pregnancy prevention". Outlook. 22 (2). 
  70. ^ WHO (August, 2003). "Condom Facts and Figures". Diakses tanggal 2006-01-17. 
  71. ^ "Yayasan Bhakti Gelar Orasi Panggung", Bali Post, 2 Desember 2003 
  72. ^ The Economist (2005). "Too much morality, too little sense". Diakses tanggal 2006-03-28. 
  73. ^ NIAID (2006-12-13). "Adult Male Circumcision Significantly Reduces Risk of Acquiring HIV: Trials Kenya and Uganda Stopped Early". Diakses tanggal 2006-12-15. 
  74. ^ Various (2005). "Repeated Use of Unsterilized Blades in Ritual Circumcision Might Contribute to HIV Spread in S. Africa, Doctors Say". Kaisernetwork.org. Diakses tanggal 2006-03-28. 
  75. ^ a b Fan, H. (2005). Fan, H., Conner, R. F. and Villarreal, L. P. eds, ed. AIDS: science and society (edisi ke-4th). Boston, MA: Jones and Bartlett Publishers. ISBN 0-7637-0086-X. 
  76. ^ WHO (2003-03-17). "WHO, UNAIDS Reaffirm HIV as a Sexually Transmitted Disease". Diakses tanggal 2006-01-17. 
  77. ^ Physicians for Human Rights (2003-03-13). "HIV Transmission in the Medical Setting: A White Paper by Physicians for Human Rights". Partners in Health. Diakses tanggal 2006-03-01. 
  78. ^ WHO (2001). "Blood safety....for too few". Diakses tanggal 2006-01-17. 
  79. ^ Sperling, R. S., Shapirom D. E., Coombsm R. W., Todd, J. A., Herman, S. A., McSherry, G. D., O'Sullivan, M. J., Van Dyke, R. B., Jimenez, E., Rouzioux, C., Flynn, P. M., Sullivan, J. L. (1996). "Maternal viral load, zidovudine treatment, and the risk of transmission of human immunodeficiency virus type 1 from mother to infant". N. Engl. J. Med. 335 (22): 1621–1629. PMID 8965861. 
  80. ^ Berry, S. (2006-06-08). "Children, HIV and AIDS". avert.org. Diakses tanggal 2006-06-15. 
  81. ^ Dias, S. F., Matos, M. G. and Goncalves, A. C. (2005). "Preventing HIV transmission in adolescents: an analysis of the Portuguese data from the Health Behaviour School-aged Children study and focus groups". Eur. J. Public Health. 15 (3): 300–304. PMID 15941747. 
  82. ^ a b Department of Health and Human Services (February, 2006). "A Pocket Guide to Adult HIV/AIDS Treatment February 2006 edition". Diakses tanggal 2006-09-01.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "PEPpocketguide" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  83. ^ Department of Health and Human Services (February, 2006). "A Pocket Guide to Adult HIV/AIDS Treatment February 2006 edition". Diakses tanggal 2006-09-01. 
  84. ^ Department of Health and Human Services Working Group on Antiretroviral Therapy and Medical Management of HIV-Infected Children (November 3, 2005). "Guidelines for the Use of Antiretroviral Agents in Pediatric HIV Infection" (PDF). Diakses tanggal 2006-01-17. 
  85. ^ Department of Health and Human Services Panel on Clinical Practices for Treatment of HIV Infection (October 6, 2005). "Guidelines for the Use of Antiretroviral Agents in HIV-1-Infected Adults and Adolescents" (PDF). Diakses tanggal 2006-01-17. 
  86. ^ Martinez-Picado, J., DePasquale, M. P., Kartsonis, N., Hanna, G. J., Wong, J., Finzi, D., Rosenberg, E., Gunthard, H. F., Sutton, L., Savara, A., Petropoulos, C. J., Hellmann, N., Walker, B. D., Richman, D. D., Siliciano, R. and D'Aquila, R. T. (2000). "Antiretroviral resistance during successful therapy of human immunodeficiency virus type 1 infection". Proc. Natl. Acad. Sci. U. S. A. 97 (20): 10948–10953. PMID 11005867. 
  87. ^ Dybul, M., Fauci, A. S., Bartlett, J. G., Kaplan, J. E., Pau, A. K.; Panel on Clinical Practices for Treatment of HIV. (2002). "Guidelines for using antiretroviral agents among HIV-infected adults and adolescents". Ann. Intern. Med. 137 (5 Pt 2): 381–433. PMID 12617573. 
  88. ^ Blankson, J. N., Persaud, D., Siliciano, R. F. (2002). "The challenge of viral reservoirs in HIV-1 infection". Annu. Rev. Med. 53: 557–593. PMID 11818490. 
  89. ^ Palella, F. J., Delaney, K. M., Moorman, A. C., Loveless, M. O., Fuhrer, J., Satten, G. A., Aschman, D. J. and Holmberg, S. D. (1998). "Declining morbidity and mortality among patients with advanced human immunodeficiency virus infection". N. Engl. J. Med. 338 (13): 853–860. PMID 9516219. 
  90. ^ Wood, E., Hogg, R. S., Yip, B., Harrigan, P. R., O'Shaughnessy, M. V. and Montaner, J. S. (2003). "Is there a baseline CD4 cell count that precludes a survival response to modern antiretroviral therapy?". AIDS. 17 (5): 711–720. PMID 12646794. 
  91. ^ Chene, G., Sterne, J. A., May, M., Costagliola, D., Ledergerber, B., Phillips, A. N., Dabis, F., Lundgren, J., D'Arminio Monforte, A., de Wolf, F., Hogg, R., Reiss, P., Justice, A., Leport, C., Staszewski, S., Gill, J., Fatkenheuer, G., Egger, M. E. and the Antiretroviral Therapy Cohort Collaboration. (2003). "Prognostic importance of initial response in HIV-1 infected patients starting potent antiretroviral therapy: analysis of prospective studies". Lancet. 362 (9385): 679–686. PMID 12957089. 
  92. ^ King, J. T., Justice, A. C., Roberts, M. S., Chang, C. H., Fusco, J. S. and the CHORUS Program Team. (2003). "Long-Term HIV/AIDS Survival Estimation in the Highly Active Antiretroviral Therapy Era". Medical Decision Making. 23 (1): 9–20. PMID 12583451. 
  93. ^ Tassie, J.M., Grabar, S., Lancar, R., Deloumeaux, J., Bentata, M., Costagliola, D. and the Clinical Epidemiology Group from the French Hospital Database on HIV. (2002). "Time to AIDS from 1992 to 1999 in HIV-1-infected subjects with known date of infection". Journal of acquired immune deficiency syndromes. 30 (1): 81–7. PMID 12048367. 
  94. ^ Becker SL, Dezii CM, Burtcel B, Kawabata H, Hodder S. (2002). "Young HIV-infected adults are at greater risk for medication nonadherence". MedGenMed. 4 (3): 21. PMID 12466764. 
  95. ^ Nieuwkerk, P., Sprangers, M., Burger, D., Hoetelmans, R. M., Hugen, P. W., Danner, S. A., van Der Ende, M. E., Schneider, M. M., Schrey, G., Meenhorst, P. L., Sprenger, H. G., Kauffmann, R. H., Jambroes, M., Chesney, M. A., de Wolf, F., Lange, J. M. and the ATHENA Project. (2001). "Limited Patient Adherence to Highly Active Antiretroviral Therapy for HIV-1 Infection in an Observational Cohort Study". Arch. Intern. Med. 161 (16): 1962–1968. PMID 11525698. 
  96. ^ Kleeberger, C., Phair, J., Strathdee, S., Detels, R., Kingsley, L. and Jacobson, L. P. (2001). "Determinants of Heterogeneous Adherence to HIV-Antiretroviral Therapies in the Multicenter AIDS Cohort Study". J. Acquir. Immune Defic. Syndr. 26 (1): 82–92. PMID 11176272. 
  97. ^ Heath, K. V., Singer, J., O'Shaughnessy, M. V., Montaner, J. S. and Hogg, R. S. (2002). "Intentional Nonadherence Due to Adverse Symptoms Associated With Antiretroviral Therapy". J. Acquir. Immune Defic. Syndr. 31 (2): 211–217. PMID 12394800. 
  98. ^ Montessori, V., Press, N., Harris, M., Akagi, L., Montaner, J. S. (2004). "Adverse effects of antiretroviral therapy for HIV infection". CMAJ. 170 (2): 229–238. PMID 14734438. 
  99. ^ Saitoh, A., Hull, A. D., Franklin, P. and Spector, S. A. (2005). "Myelomeningocele in an infant with intrauterine exposure to efavirenz". J. Perinatol. 25 (8): 555–556. PMID 16047034. 
  100. ^ Fawzi W, Msamanga G, Spiegelman D, Hunter DJ (2005). "Studies of vitamins and minerals and HIV transmission and disease progression". J. Nutrition. 135 (4): 938–944. PMID 15795466. 
  101. ^ (Selenium:) Hurwitz BE, Klaus JR, Llabre MM, Gonzalez A, Lawrence PJ, Maher KJ, Greeson JM, Baum MK, Shor-Posner G, Skyler JS, Schneiderman N. (2007). "Suppression of human immunodeficiency virus type 1 viral load with selenium supplementation: a randomized controlled trial". Arch Intern Med. 167 (2): 148–155. PMID 17242315. 
  102. ^ (Vitamin C:) Cathcart, Robert F. (1984). "Vitamin C in the Treatment of Acquired Immune Deficiency Syndrome". Medical Hypotheses. 14 (4): 423–433. 
  103. ^ a b c Ferrantelli F, Cafaro A, Ensoli B. (2004). "Nonstructural HIV proteins as targets for prophylactic or therapeutic vaccines". Curr Opin Biotechnol. 15 (6): 543–556. PMID 15560981. 
  104. ^ Laurence J. (2006). "Hepatitis A and B virus immunization in HIV-infected persons". AIDS Reader. 16 (1): 15–17. PMID 16433468. 
  105. ^ a b Saltmarsh, S. (2005). "Voodoo or valid? Alternative therapies benefit those living with HIV". Positively Aware. 3 (16): 46. PMID 16479668. 
  106. ^ Pharo, A.; et al. (1996). "Evaluation of the safety and efficacy of SPV-30 (boxwood extract) in patients with HIV disease". Int Conf AIDS (Jul 7–12): 11:19. abstract no. Mo. B.180. 
  107. ^ Durant, J.; et al. (1998). "Efficacy and safety of Buxussempervirens L. preparations (SPV-30) in HIV infected asymptomatic patients: a multi-centre, randomized, double-blind, placebo-controlled trial". Phytomedicine (5): 1–10. 
  108. ^ Mills, E., Wu, P. and Ernst, E. (2005). "Complementary therapies for the treatment of HIV: in search of the evidence". Int. J. STD AIDS. 16 (6): 395–403. PMID 15969772. 
  109. ^ UNAIDS (2006). "Annex 2: HIV/AIDS estimates and data, 2005" (PDF). 2006 Report on the global AIDS epidemic (PDF). Diakses tanggal 2006-06-08. 
  110. ^ UNAIDS (2001). "Special Session of the General Assembly on HIV/AIDS Round table 3 Socio-economic impact of the epidemic and the strengthening of national capacities to combat HIV/AIDS" (PDF). Diakses tanggal 2006-06-15. 
  111. ^ World Bank (2005). "Evaluating the World Bank's Assistance for Fighting the HIV/AIDS Epidemic". Diakses tanggal 2006-01-17. 
  112. ^ a b c Greener, R. (2002). "AIDS and macroeconomic impact". Dalam S, Forsyth (ed.). State of The Art: AIDS and Economics (PDF). IAEN. hlm. 49–55. 
  113. ^ Over, M. (1992). "The macroeconomic impact of AIDS in Sub-Saharan Africa, Population and Human Resources Department". The World Bank. 
  114. ^ Bonnel, R. (2000). "HIV/AIDS and Economic Growth: A Global Perspective". S. A. J. Economics. 68 (5): 820–855. 
  115. ^ Bell, C., Gersbach, H. and Devarajan, S. (2003). "The long-run economic costs of AIDS: theory and an application to South Africa". eldis. Diakses tanggal 2006-03-28. 
  116. ^ Mu Xuequan (2006). "Zimbabwe launches world's first AIDS training package". xinhua. Diakses tanggal 2006-10-03. 
  117. ^ UNAIDS (2006). "The impact of AIDS on people and societies" (PDF). 2006 Report on the global AIDS epidemic (PDF). Diakses tanggal 2006-06-14. 
  118. ^ Ogden, J. and Nyblade, L. (2005). "Common at its core: HIV-related stigma across contexts" (PDF). International Center for Research on Women. Diakses tanggal 2007-02-15. 
  119. ^ a b c d Herek, G. M. and Capitanio, J. P. (1999). "AIDS Stigma and sexual prejudice" (PDF). Am. Behav, Scientist. Diakses tanggal 2006-03-27. 
  120. ^ Snyder M, Omoto AM, Crain AL. (1999). "Punished for their good deeds: stigmatization for AIDS volunteers". American Behavioral Scientist. 42 (7): 1175–1192. 
  121. ^ a b Herek GM, Capitanio JP, Widaman KF. (2002). "HIV-related stigma and knowledge in the United States: prevalence and trends, 1991–1999" (PDF). Am. J. Public Health. 92 (3): 371–377.  Teks " PMID 11867313 " akan diabaikan (bantuan)
  122. ^ Herek, GM, Widaman, KF, Capitanio, JP (2005). "When sex equals AIDS: Symbolic stigma and heterosexual adults' inaccurate beliefs about sexual transmission of AIDS" (PDF). Social Problems. 52 (1): 15–37. 
  123. ^ United States Health Resources and Services Administration. "Stigma and HIV-AIDS, A review of the literature". HRSA. Diakses tanggal 2006-03-24. 
  124. ^ CDC (1981). "Pneumocystis Pneumonia — Los Angeles". CDC. Diakses tanggal 2006-01-17. 
  125. ^ Zhu, T., Korber, B. T., Nahmias, A. J., Hooper, E., Sharp, P. M. and Ho, D. D. (1998). "An African HIV-1 Sequence from 1959 and Implications for the Origin of the Epidemic". Nature. 391 (6667): 594–597. PMID 9468138 DOI:10.1038/35400. 
  126. ^ Kolata, G. (1987-10-28). "Boy's 1969 death suggests AIDS invaded U.S. several times". The New York Times. Diakses tanggal 2006-06-19. 
  127. ^ Hooper, E. (1997). "Sailors and star-bursts, and the arrival of HIV". BMJ. 315 (7123): 1689–1691. PMID 9448543. 
  128. ^ Reeves, J. D. and Doms, R. W (2002). "Human Immunodeficiency Virus Type 2". J. Gen. Virol. 83 (Pt 6): 1253–1265. PMID 12029140. 
  129. ^ Keele, B. F., van Heuverswyn, F., Li, Y. Y., Bailes, E., Takehisa, J., Santiago, M. L., Bibollet-Ruche, F., Chen, Y., Wain, L. V., Liegois, F., Loul, S., Mpoudi Ngole, E., Bienvenue, Y., Delaporte, E., Brookfield, J. F. Y., Sharp, P. M., Shaw, G. M., Peeters, M., Hahn, B. H. (2006). "Chimpanzee Reservoirs of Pandemic and Nonpandemic HIV-1". Science. Online 2006-05-25. PMID 16728595doi:10.1126/science.1126531. 
  130. ^ Cohen, J. (2000). "Vaccine Theory of AIDS Origins Disputed at Royal Society". Science. 289 (5486): 1850–1851. PMID 11012346. 
  131. ^ Curtis, T. (1992). "The origin of AIDS". Rolling Stone (626): 54–59, 61, 106, 108. 
  132. ^ Hooper, E. (1999). The River : A Journey to the Source of HIV and AIDS (edisi ke-1st). Boston, MA: Little Brown & Co. hlm. 1–1070. ISBN 0-316-37261-7. 
  133. ^ Worobey M, Santiago ML, Keele BF, Ndjango JB, Joy JB, Labama BL, Dhed'A BD, Rambaut A, Sharp PM, Shaw GM, Hahn BH (2004). "Origin of AIDS: contaminated polio vaccine theory refuted". Nature. 428 (6985): 820. PMID 15103367. 
  134. ^ Berry N, Jenkins A, Martin J, Davis C, Wood D, Schild G, Bottiger M, Holmes H, Minor P, Almond N (2005). "Mitochondrial DNA and retroviral RNA analyses of archival oral polio vaccine (OPV CHAT) materials: evidence of macaque nuclear sequences confirms substrate identity". Vaccine. 23: 1639–1648. PMID 15705467. 
  135. ^ Centers for Disease Control and Prevention (2004-03-23). "Oral Polio Vaccine and HIV / AIDS: Questions and Answers". Diakses tanggal 2006-11-20. 
  136. ^ Duesberg, P. H. (1988). "HIV is not the cause of AIDS". Science. 241 (4865): 514, 517. PMID 3399880. 
  137. ^ Papadopulos-Eleopulos, E., Turner, V. F., Papadimitriou, J., Page, B., Causer, D., Alfonso, H., Mhlongo, S., Miller, T., Maniotis, A. and Fiala, C. (2004). "A critique of the Montagnier evidence for the HIV/AIDS hypothesis". Med Hypotheses. 63 (4): 597–601. PMID 15325002. 
  138. ^ Untuk bukti konsensis ilmu pengetahuan bahwa HIV menyebabkan AIDS, lihat:
  139. ^ Watson J (2006). "Scientists, activists sue South Africa's AIDS 'denialists'". Nat. Med. 12 (1): 6. doi:10.1038/nm0106-6a. PMID 16397537. 
  140. ^ Baleta A (2003). "S Africa's AIDS activists accuse government of murder". Lancet. 361 (9363): 1105. PMID 12672319. 
  141. ^ Cohen J (2000). "South Africa's new enemy". Science. 288 (5474): 2168–70. PMID 10896606. 
  142. ^ Blechner, M. (1997) Hope and Mortality: Psychodynamic Approaches to AIDS and HIV. Hillsdale, NJ: The Analytic Press.

Pranala luar


Templat:Link FA Templat:Link FA Templat:Link FA

Templat:Link FA Templat:Link FA