Bendungan Sutami

salah satu bendungan di dunia
Revisi sejak 19 Oktober 2022 14.58 oleh Ardfeb (bicara | kontrib) (Perbaikan info)

Waduk Ir. Sutami, atau disebut juga Waduk Karangkates, Bendungan Sutami, dan Bendungan Karangkates, adalah sebuah waduk yang terbentuk dari dibangunnya bendungan di Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang untuk membendung Sungai Brantas. Nama waduk ini diambil dari nama Menteri Pekerjaan Umum yang menjabat mulai tahun 1966 hingga 1978, yakni Ir. Sutami.

Bendungan Ir. Sutami
NegaraIndonesia
LokasiMalang, Jawa Timur
KegunaanSerbaguna
StatusBeroperasi
Mulai dibangunMei 1962
Mulai dioperasikanDesember 1973
Biaya konstruksi¥ 25,868 milyar
PemilikKementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Kontraktor
Bendungan dan saluran pelimpah
Tipe bendunganUrugan
Tinggi100 m
Panjang750 m
Volume bendungan6.020.000 m³
MembendungSungai Brantas
Jumlah pelimpah1
Tipe pelimpahOgee samping
Kapasitas pelimpah1.000 m³ / detik
Waduk
NamaWaduk Ir. Sutami
Kapasitas normal343.000.000 m³
Kapasitas aktif253.000.000 m³
Kapasitas nonaktif90.000.000 m³
Luas tangkapan2.052 km²
Luas genangan7,9 km²
PLTA Karangkates
PengelolaPLN Nusantara Power
Mulai dioperasikanJanuari 1973
JenisKonvensional
Kepala hidraulik91,5 m
Jumlah turbin3
Kapasitas terpasang105 MW
Produksi tahunan289.000 MWh[1]

Waduk Ir. Sutami berfungsi sebagai:

  • Pengendali banjir dengan kala ulang 50 tahun setara 1.650 m3/detik,
  • Pembangkit listrik dengan daya 3 x 35.000 kWh (488 juta kWh/tahun),
  • Penyedia air irigasi 24 m³/dt pada musim kemarau (seluas 34.000 ha) melalui pengaliran ke hilir,
  • Obyek pariwisata dan prasarana perikanan darat.

Waduk ini dikelola oleh Jasa Tirta I, sementara PLTA yang memanfaatkan air dari waduk ini dikelola oleh PLN Nusantara Power Unit Pembangkitan Brantas.

Perikanan di waduk ini dilakukan oleh warga setempat dengan menggunakan jaring terapung yang biasa disebut keramba. Pemeliharaan ikan dengan memanfaatkan air di waduk ini baru dimulai pada era Reformasi, karena sebelumnya kegiatan tersebut dilarang.

Selain sebagai obyek pariwisata dan perikanan, Bendungan Sutami yang juga biasa disebut "dam" oleh masyarakat setempat ini juga memiliki manfaat lain, yaitu digunakan sebagai jalan akses oleh para pengendara sepeda motor pada siang hari dengan membayar karcis. Pengendara motor yang sering melintas mayoritas adalah warga yang tinggal di selatan waduk, seperti warga Kalipare dan Donomulyo.

Pembangunan

Pembangunan Bendungan Karangkates dibagi menjadi dua tahap, yakni:

  • Pembangunan bendungan dan pemasangan dua unit turbin pembangkit listrik yang masing-masing berkapasitas 35.000 kW.
  • Pembangunan Bendungan Lahor dan pemasangan satu unit turbin pembangkit listrik berkapasitas 35.000 kW.[2]

Tahap pertama

Tahap ini meliputi pembangunan terowongan pengelak, bendungan pembantu, bendungan utama, saluran pelimpah, PLTA, terowongan headrace, tangki pendatar air, dan pintu masuk air ke PLTA, serta pintu keluar air darurat, yang dapat mengalirkan air apabila air yang terbendung lebih rendah daripada ketinggian pintu masuk air ke PLTA. Selain itu, juga dilakukan pemindahan sebagian jalur rel kereta api penghubung Malang-Blitar, karena jika tidak dipindah, jalur rel tersebut dapat terendam oleh air yang terbendung. Semua pembangunan tersebut rencananya dapat diselesaikan pada tahun 1969, namun karena sejumlah kendala, akhirnya baru dapat diselesaikan pada tahun 1973.[2]

Pembangunan bendungan

Pada akhir tahun 1961, telah dimulai pembangunan jalan, kantor, rumah dinas, dan gudang. Pembangunan terowongan pengelak lalu dimulai pada tahun 1962 dan dapat diselesaikan pada bulan Mei 1964. Pembangunan bendungan pembantu kemudian dapat diselesaikan pada bulan November 1964. Semua pembangunan tersebut dikerjakan oleh Kajima Corporation dengan diawasi oleh Nippon Koei. Sebagaimana yang telah direncanakan oleh pemerintah, maka pembangunan bendungan utama dikerjakan sendiri (eigen beheer) oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (PUTL) melalui "Badan Pelaksana Proyek Induk Serbaguna Kali Brantas" atau biasa disingkat menjadi Proyek Brantas, sementara Kajima dan Nippon Koei hanya bertindak sebagai konsultan. Hal tersebut sengaja dilakukan untuk memberi pengalaman dan pelatihan yang lebih mendalam kepada para pekerja proyek, sehingga setelah menyelesaikan pembangunan bendungan ini, para pekerja proyek diharapkan dapat menyelesaikan pembangunan lain yang serupa di seluruh Indonesia.

Pada saat pembangunan bendungan utama dimulai pada tahun 1965, muncul kesulitan dalam hal pembiayaan, baik dalam bentuk devisa yang didapat dari pampasan perang Jepang maupun dalam bentuk rupiah. Sehingga pembangunan bendungan utama dapat dikatakan terhenti hingga tahun 1966. Pada tahun 1967, setelah kondisi ekonomi Indonesia membaik, pembangunan bendungan utama dapat dimulai kembali meskipun belum dalam kecepatan penuh, dengan dibiayai oleh pinjaman dari negara lain. Pembangunan bendungan utama akhirnya selesai pada tahun 1971, atau dua tahun lebih lambat dari rencana. Pada tanggal 15 Juni 1972, dilakukan penutupan Sungai Brantas, karena pengerjaan lanjutan hanya dapat dilakukan apabila bagian sungai di belakang bendungan utama dalam keadaan kering. Pengerjaan lanjutan tersebut meliputi pembuatan apron dari saluran pelimpah, penyumbatan terowongan pengelak, perbaikan lantai terowongan pengelak yang akan menjadi bagian dari pintu keluar air darurat, pemasangan hollow jet valve sebagai peredam energi air dari pintu keluar air darurat, penyelesaian terowongan tailrace PLTA, dan pembuatan dinding penahan tanah. Walaupun Sungai Brantas ditutup, hanya bagian sungai di belakang bendungan yang kering, bukan keseluruhan sungai, karena di bagian hilir, masih banyak anak Sungai Brantas yang dapat memasok air. Pekerjaan lanjutan tersebut akhirnya selesai pada awal bulan September 1972, dan bendungan utama pun dibuka kembali.[2]

Pemindahan jalur rel

 
Terowongan Karangkates II

Pemindahan harus dilakukan karena selain melintasi calon lokasi bendungan, jalur rel kereta api berada pada ketinggian 240 mdpl, padahal nantinya air yang terbendung dapat mencapai ketinggian 279 mdpl. Karena kondisi alamnya, jalur rel baru sepanjang empat kilometer tersebut pun harus dilengkapi dengan dua buah terowongan dengan total panjang 1,2 kilometer, sebuah jembatan rangka baja dengan empat bentang masing-masing sepanjang 21,2 meter, sebuah viaduk, empat buah akuaduk, enam buah urung-urung, sebuah sifon, dan dinding penahan tanah dari beton bertulang. Pembangunan jalur rel baru tersebut sebenarnya telah dimulai pada bulan Februari 1965 dengan pembangunan terowongan pertama, namun kemudian terhenti karena kendala biaya. Pada tahun 1967, pembangunan jalur rel baru tersebut dimulai kembali, dan akhirnya dapat diresmikan oleh Menteri PUTL dan Menteri Perhubungan pada tanggal 1 April 1970.[2]

Pembangunan PLTA

Pembangunan PLTA meliputi pembuatan bangunan PLTA, pemasangan peralatan PLTA, pemasangan pipa pesat, pemasangan tangki pendatar air, pemasangan dua unit turbin berkapasitas 35.000 kW (tahap pertama), pemasangan kabel transmisi listrik, dan pembuatan gardu listrik. Selama PLTA sedang dibangun, air dikeluarkan dari bendungan utama melalui pintu keluar air darurat. Kecuali pemasangan kabel transmisi listrik dan pembuatan gardu listrik, semua pekerjaan tersebut ditangani sendiri oleh Proyek Brantas dan dapat diselesaikan pada pertengahan tahun 1973.[2]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Development of the Brantas River Basin (part 10) (PDF) (dalam bahasa Inggris). Tokyo: JICA. 1998. hlm. 191–193. 
  2. ^ a b c d e Staf Proyek Brantas (1 April 1972). Uraian Singkat Mengenai Proyek Bendungan Serbaguna Karangkates (PDF) (Laporan). Proyek Induk Serbaguna Kali Brantas. Diakses tanggal 23 Januari 2022.