Festival Penulis dan Kebudayaan Borobudur

Festival penulis dan kebudayaan

Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) adalah pertemuan tahunan bagi para penulis baik fiksi maupun nonfiksi, para pekerja kreatif, aktivis budaya dan keagamaan lintas iman. Pada tiap tahunnya BWCF menyajikan tema utama terpilih yang dianggap mampu merangsang para peserta untuk menyadari kembali keunikan dan kekayaan berbagai pemikiran sastra, kesenian dan religi nusantara.[a] Perhelatan berskala internasional ini diselenggarakan sejak tahun 2012 dengan mengambil lokasi di Yogyakarta untuk upacara pembukaan dan pidato kebudayaan, dan Borobudur Magelang untuk acara-acara lainnya.[b] Peserta BWCF terdiri dari sastrawan, penulis, pemusik, penari, perupa, pewarta, sejarawan, sosiolog, arkeolog, filolog, antropolog, ilmuwan, budayawan, dan teolog. Selama dua hari penuh, peserta diajak berdiskusi, mengikuti simposium, mengikuti kelas workshop, menghadiri peluncuran buku-buku, wisata membaca relief candi, kelas yoga dan meditasi di pelataran Candi Borobudur, menyaksikan pemutaran film, dan menyaksikan pertunjukan seni di Lapangan Aksobya.[c] Di akhir acara, BWCF menyerahkan Sang Hyang Kamahayanikan Award kepada tokoh, perorangan ataupun kelompok, yang dipandang memiliki kontribusi besar dalam bidang seni-budaya dan humaniora di tengah masyarakat.[1][2][3][4][5]

Festival Penulis dan Kebudayaan Borobudur
Berkas:BWCF Logo.jpg
Informasi
Skala
Pendiri/penggagas
  • Mudji Sutrisno, SJ
  • Seno Joko Suyono
  • Imam Muhtarom
  • Yoke Darmawan
Berdiri2012
Penyelenggara
  • Samana Foundation (2012-2016)
  • BWCF Society (2017-sekarang)
Jenis acara
  • diskusi
  • simposium
  • pertunjukan seni
  • pasar buku
  • penyerahan penghargaan
Rute/lokasi
  • Yogyakarta
  • Borobudur (Magelang)
Pesertaseniman, pewarta, sejarawan, sosiolog, arkeolog, filolog, antropolog, ilmuwan, budayawan, dan teolog.
Websitehttp://www.borobudurwriters.id

Latar belakang

Perhatian utama BWCF adalah menggali dan memaknakan kembali berbagai khazanah literasi dan kebudayaan nusantara untuk menemukan relevansi aktualnya bagi masa kini dan masa depan Indonesia karena masih banyak hal penting dalam sejarah dan kebudayaan nusantara yang belum digali dan didiskusikan.[6]

Penyelenggaran BWCF selalu dihadiri oleh berbagai peserta lintas disiplin. Dari novelis, penyair, filolog, antropolog, arkeolog, sejarawan, mahasiswa, wartawan, sampai masyarakat umum. Berbagai acara digelar antara lain: seminar, pemutaran film, peluncuran buku, pementasan seni, lecture tentang sejarah Nusantara, serta workshop. Salah satu yang khas dari penyelenggaraan BWCF adalah di tiap penghujung festival akan diberikan penghargaan bagi para penulis, sejarawan, budayawan yang dianggap berdedikasi melakukan penelitian, kajian atau aktivitas yang menarik untuk menghidupkan tema penting tertentu dalam sejarah nusantara. Nama penghargaan itu adalah Sang Hyang Kamahayanikan Award.[7]

Sebagai sebuah festival, disamping seminar, setiap perhelatan BWCF juga ditandai dengan diadakannya berbagai pementasan seni pertunjukan dan pentas forum penyair yang berkaitan dengan tema utama BWCF. Lokasi pertunjukan adalah kawasan-kawasan sekitar Borobudur. Malam seni pertunjukan BWCF misalnya pernah berlangsung di desa-desa yang berada di gunung-gunung di sekitar Borobudur. Di antaranya, Desa Gejayan Gunung Merbabu, Desa Tutup Ngisor Gunung Merapi, dan Desa Krandegan Gunung Sumbing. Juga pernah di Seminari Mertoyudan. Dari tahun ke tahun lokasi pementasan selalu berpindah-pindah. Pada tahun 2017 seni pertunjukan dilaksankan di lapangan Akhsobya Candi Borobudur dengan set instalasi seni rupa.[8]

Pendiri, penasihat, kurator tetap dan pengelola

Pendiri

Penasihat

Kurator tetap dan pengelola BWCF

  • Mudji Sutrisno SJ
  • Seno Joko Suyono
  • Imam Muhtahrom
  • Yessy Apriati

Penyelenggara

  • Samana Foundation, 2012-2016
  • BWCF Society, 2017-sekarang[9]

Tema

Tahun Tema
2012 Memori dan Imajinasi Nusantara: Musyawarah Agung Penulis Cerita Silat dan Sejarah Nusantara[10]
2013 Arus Balik: Memori Rempah dan Bahari Nusantara[11]
2014 Ratu Adil: Kuasa & Pemberontakan di Nusantara[12]
2015 Gunung dan Mitologi di Nusantara[13]
2016 Merayakan 200 Tahun Serat Centhini[14]
2017 Gandawyuha dan Pencarian Religiusitas Agama-agama di Nusantara[15]
2018 Traveling & Diary, Membaca Ulang Catatan Harian Pelawat Asing ke Nusantara[16][17]

Sang Hyang Kamahayanikan Award

BWCF menganugerahkan Sang Hyang Kamahayanikan Award kepada:

Tahun Nama Penerima Dedikasi
2012 SH Mintardja[18] Pelopor genre sastra silat
1013 AB Lapian[19] Sejarawan bahari, atas penelitiannya yang dalam atas dunia kemaritiman Indonesia
2014 Peter Carey[20] Sejarawan yang menulis riwayat Pangeran Diponegoro dan sejarah perang Jawa
2015 Hadi Sidomulyo (Nigel Bullough)[21] Pecinta sejarah yang menapaktilasi lagi nama-nama desa yang ada di kitab Negara Kertagama
2016 Halilintar Latief[22] Memberdayakan komunitas bissu di Sulawesi Selatan
Kartono Kamajaya Menerjemahan dan menuliskan Serat Centhini ke dalam huruf latin
2017 Prof. Dr. Noerhadi Magetsari[23] Melakukan penelitian, menulis buku tentang kajian Borobudur yang berangkat dari kajian sutra, kajian paling komprehensif yang pernah muncul dari kalangan akademis Indonesia
2018 Dr. Tan Ta Sen[24] Peneliti dari Singapura yang berdedikasi untuk mencari tahu perjalanan Cheng Ho di Kawasan Asia Tenggara termasuk Nusantara. Dr Tan Ta Sen bahkan mendirikan museum Cheng Ho dan dibuka secara umum

Kuratorial

Semua pihak yang dilibatkan dalam perhelatan BWCF, baik narasumber, mentor, penampil, maupun peserta diseleksi langsung oleh para kurator. Khusus untuk peserta, setiap tahunnya BWCF mengadakan seleksi terbuka dengan syarat utama mengirimkan portofolio atau daftar pencapaian prestasi atau kiprah kesenian di tengah masyarakat melalui laman pendaftaran, yang selanjutnya akan dipelajari kelayakannya oleh kurator, dan pengumumannya dikirimkan melalui surel masing-masing calon peserta.[25]

Lihat pula

Pranala luar

Catatan

  1. ^ Sebelum BWCF secara diselenggarakan, panitia pelaksana dan kurator mengadakan kajian tentang tema yang hendak diangkat, berikut memilih narasumber, lokasi acara, dan kurasi calon peserta. Hasilnya disampaikan di Jakarta dalam sebuah jumpa pers.
  2. ^ Selain di dua lokasi tersebut, BWCF juga diselenggarakan di tempat lain, di antaranya Pondok Pesantren Pabelan, Sungai Progo, dan lain-lain, menyesuaikan tema besar yang diangkat.
  3. ^ Semua peserta terpilih mendapatkan fasilitas berupa akomodasi, konsumsi, dan transportasi lokal selama acara.

Referensi

  1. ^ "22 November Borobudur Writers and Cultural Festival di Jogja dan Magelang". Kedaulatan Rakyat. Diakses tanggal 17 Februari 2019. 
  2. ^ "THE 7TH BOROBUDUR WRITERS AND CULTURAL FESTIVAL 2018". Spektakel. 
  3. ^ "Spiritualitas Warnai Borobudur Writers and Cultural Festival 2018". Inews. Diakses tanggal 21 Februari 2019. 
  4. ^ "Erotisisme dan Religiositas dalam BWCF]". Sarasvati. Diakses tanggal 21 Februari 2019. 
  5. ^ "5th Borobudur Writers And Cultural Festival". Kedaulatan Rakyat. Diakses tanggal 21 Februari 2019. 
  6. ^ "BWCF 2018, pertemuan Budayawan dari Berbagai Negara". Pedoman Wisata. Diakses tanggal 17 Februari 2019. 
  7. ^ "BWCF 2018 Ulas Catatan Musafir". Seleb Tempo. Diakses tanggal 7 Februari 2019. 
  8. ^ "Borobudur Writers and Cultural Festival 2018". Indonesia Kaya. Diakses tanggal 17 Februari 2019. 
  9. ^ "Traveling & Diary, Membaca Ulang Catatan Harian Pelawat Asing ke Nusantara". Buddhazine. Diakses tanggal 22 Februari 2019. 
  10. ^ "Peluncuran Empat Novel Meriahkan BWCF 2012". Jateng Antaranews. Diakses tanggal 21 Februari 2019. 
  11. ^ "250 Penulis Hadiri Borobudur Writers & Cultural Festival 2013". Jogja Tribun News. Diakses tanggal 21 Februari 2019. 
  12. ^ "Borobudur Writers and Cultural Festival Kembali Digelar". Detik. Diakses tanggal 21 Februari 2019. 
  13. ^ "Borobudur Writers and Cultural Festival 2015 Digelar 12-14 November". Detik. Diakses tanggal 21 Februari 2019. 
  14. ^ "Asosiasi Penulis Profesional Akan dirintis di BWCF 2016". Kabar24 Bisnis. Diakses tanggal 21 Februari 2019. 
  15. ^ "Borobudur Writers and Cultural Festival Tahun 2017". Djarum Foundation. Diakses tanggal 21 Februari2019. 
  16. ^ "Kata Mereka tentang Nusantara". Kompas. Diakses tanggal 21 Februari2019. 
  17. ^ "Borobudur Writer and Culture Festival 2018, Bedah Catatan Perjalanan". Pesona Travel. Diakses tanggal 21 Februari2019. 
  18. ^ "Singgih Hadi Mintardja Bermahkota "Sang Hyang Kamahayanikan"". Jateng Antaranews. Diakses tanggal 21 Februari 2019. 
  19. ^ ""Sang Hyang Kamahayanikan" untuk Sejarawan Bahari". Antara Jateng. Diakses tanggal 21 Februari 2019. 
  20. ^ "Peter Carey Penulis Diponegoro Raih Penghargaan". Nasional Tempo. Diakses tanggal 21 Februari 2019. 
  21. ^ "BWCF Gelari Hadi Sidomulyo Sang Hyang Kamahayanikan Award". Times Indonesia. Diakses tanggal 21 Februari 2019. 
  22. ^ "Mengenal Penghargaan Sanghyang Kamahayanikan dan 2 Tokoh yang Mendapatkannya". Bernas. Diakses tanggal 21 Februari 2019. 
  23. ^ "Mahakarya yang Membumikan Gandawyuha". Koran Jakarta. Diakses tanggal 21 Februari 2019. 
  24. ^ "Yuk, Gali Inspirasi di Borobudur Writers and Cultural Festival 2018". Indonesia Travel. Diakses tanggal 21 Februari 2019. 
  25. ^ "Laman Pendaftaran". Borobudur Writers. Diakses tanggal 2 Maret 2019.