Raden Abdul Jalil

penyebar agama Islam di Indonesia
Revisi sejak 7 Oktober 2021 11.42 oleh AhmadYusron2001 (bicara | kontrib) (Membalikkan revisi 19229889 oleh AhmadYusron2001 (bicara))

Syekh Siti Jenar (artinya: tanah merah) yang memiliki nama asli Syaikh Sidi Zunnar (ada juga yang menyebutnya Syech Siti Jenar) (juga dikenal dengan nama Sunan Jepara, Sitibrit, Syekh Lemahbang, dan Syekh Lemah Abang) adalah seorang tokoh yang dianggap sebagai sufi asal persia dan salah seorang penyebar agama Islam di Pulau Jawa, khususnya di Kabupaten Demak.[3]

Raden Muhammad Abdul Jalil
Berkas:Syekh Siti Jenar.jpg
Syaikh Siti Zunnar
Lahir1426 M - 1348 H[1] Negara Persia, Iran
Meninggal1517 M - 1439 H[2] Negara Indonesia Indonesia
Tempat tinggalPersia Iran, Lemah Abang/Lemahbang, Balong, Kembang, Demak, Jawa Tengah, Indonesia
Nama lainSunan Jepara
Syekh Siti Jenar
Syekh Lemah Abang
Sitibrit
Puyang Ngawak Raje Nyawe
Tempat kerjaKekhalifahan Islam Demak
Dikenal atasAnggota Walisongo yang paling alim (Waliyyul Ilmi)
GelarWaliyyul Ilmi
Anggota dewanMajelis Dakwah Walisongo

Nama kecil Syaikh Siti Jenar adalah Abdul Hasan bin Abdul Ibrahim bin Ismail. Sosok Siti Jenar menjadi buah bibir di kalangan masyarakat Jawa, bahkan misteri kematian dan pemikirannya dikenal di berbagai penjuru di negeri ini. Ada yang mengatakan bahwa ajaran Siti Jenar menyesatkan bagi kehidupan masyarakat Jawa, sehingga beliau dibunuh oleh para wali yang lainnya. Misteri kematian Syaikh Siti Jenar tidak kunjung selesai sampai pada dari mulut ke mulut masyarakat Jawa saja. Akan tetapi meluas di lingkungan keagamaan di nusantara ini.[4]

Asal usul serta sebab kematian Syekh Siti Jenar tidak diketahui dengan pasti karena ada banyak versi yang simpang-siur mengenai dirinya dan akhir hayatnya. Demikian pula dengan berbagai versi lokasi makam tempat ia disemayamkan untuk terakhir kalinya. Bahkan, Tuan Guru Fekri Juliansyah (Napak Tilas Para Mpu Hyang:1996) menegaskan makam Syeikh Siti Jenar ada di Puncak Gunung Dempu (Dempo), Kota Pagaralam - Sumatera Selatan. Dalam mitologi budaya dan sejarah Djagat Besemah, beliau dikenal dengan nama "Puyang Ngawak Raje Nyawe".

Sementara yang lain menganggapnya sebagai seorang intelek yang telah memperoleh esensi Islam. Ajaran-ajarannya tertuang dalam karya sastra buatannya sendiri yang disebut Pupuh, yang berisi tentang budi pekerti.

Nama dan julukan

Syaikh Siti Jenar (menurut KH. Shahibul Faraji Ar-Rabbani) beliau memiliki nama asli Sayyid Hasan 'Ali Al Husaini (masih memiliki garis darah / keturunan Rasulullah SAW) dan setelah dewasa mendapat gelar Syaikh Abdul Jalil atau Raden Abdul Jalil. Dan pada saat berdakwah di Caruban (sebelah tenggara Cirebon), beliau mendapat beberapa julukan Syaikh Siti Jenar, Syaikh Lemah Abang, Syaikh Lemah Brit dan lainnya yang belum kita ketahui. Adapun makna julukan itu adalah:

1. Syaikh Siti Jenar

Ada beberapa asumsi mengenai julukan ini, yang diambil dari kata menurut beberapa bahasa, "Syaikh" berasal dari bahasa arab شيخ bisa ditulis Shaikh, Sheik, Shaykh atau Sheikh adalah sebuah gelar bagi seorang ahli atau pemimpin atau tetua dalam lingkup muslim, "Siti" dalam bahasa jawa berarti tanah, namun ada yang berasumsi kata Siti berasal dari kata Sayyidi/Sidi (yang berarti Tuanku/Junjunganku), dan "Jenar" dalam bahasa Indonesia berarti merah, dalam bahasa Jawa berari Kuning Kemerahan, dan ada pula yang berasumsi dari bahasa arab "Jinnar" dengan tafsiran ilmu yang dimilikinya selalu membara (semangat akan ilmu) seperti api. Namun ada juga yang memudahkan dengan menganggap hayalan yang terbakar dari kata Jin (ghaib) - Nar (api). Bahkan ada pula yang mungkin setelah melihat film Walisongo dan menghubungkannya dengan kata Jenar (dalam kehidupan masyarakat jawa, kata Jenar disebutkan untuk sebuah binatang Cacing dengan ukuran sangat besar).

2. Sunan Jepara

Gelar ini muncul karena kedudukan Syeh Siti Jenar sebagai seorang sunan yang tinggal di Kadipaten Jepara.

3. Syeh Lemah Abang / Lemah Brit

Sebutan yang diberikan masyarakat Jepara karena ia tinggal di Dusun Lemah Abang, Kecamatan Keling. Lemah Brit dalam bahasa jawa berarti tanah yang berwarna merah (Brit = Abrit = Merah).

Tujuan utama Syeikh Siti Jenar

Syeikh Siti Jenar mengajak manusia untuk selalu tumbuh berkembang seperti pohon sidratul muntaha, yang selalu aktif, progresif dan positif. Membangkitkan pribadi “insun sejati” melalui tauhid al-wujud, atau yang kenal dengan judul buku ini adalah “manunggaling kawula-gusti”. Gerakan yang dilakukan Syeikh Siti Jenar bersumbu pada pembebasan kultural, yang meliputi pembebasan kemanusiaan dari kungkungan struktur politik yang berdalih agama, sekaligus pembebasan dari pasungan keagamaan yang formalistik. Jadi, Syeikh Siti Jenar bukan hanya seorang penyebar agama Islam awal di Indonesia, namun sekaligus seorang suci yang sangat dihormati berbagai kalangan sampai saat ini, karena memang ajarannya yang aplikatif secara lahir dan batin juga mampu membawa rasa kebebasan bagi para penganutnya. Unsur kebebasan di bawah naungan kemanunggalan inilah mutiara yang termahal dalam hidup.[5]

Ajaran Syekh Siti Jenar

Ajaran Syekh Siti Jenar yang paling kontroversial terkait dengan konsepnya tentang hidup dan mati, Tuhan dan kebebasan, serta tempat berlakunya syariat tersebut. Syekh Siti Jenar memandang bahwa kehidupan manusia di dunia ini disebut sebagai kematian. Sebaliknya, apa yang disebut umum sebagai kematian, justru disebut sebagai awal dari kehidupan yang hakiki dan abadi olehnya. [6]

Ada kemungkinan ajaran spiritual Syekh Siti Jenar memiliki keterikatan dengan Moksa (Hindu Budha), Trinitas (Kristen) dan Wahdatul Wujud (Islam)[7]

1. Moksa (Sanskerta: mokṣa) adalah sebuah konsep agama Hindu dan Buddha. Artinya ialah kelepasan atau kebebasan dari ikatan duniawi dan lepas juga dari putaran reinkarnasi atau Punarbawa kehidupan.[8]
.
2. Tritunggal atau Trinitas Doktrin Kristen atau Kristiani (kata Latin yang secara harfiah berarti “tiga serangkai”, dari kata trinus, “rangkap tiga”) menyatakan bahwa Allah adalah tiga pribadi atau hipostasis yang sehakikat (konsubstansial)—Bapa, Putra (Yesus Kristus), dan Roh Kudus—sebagai “satu Allah dalam tiga Pribadi Ilahi”. Ketiga pribadi ini berbeda, tetapi merupakan satu “substansi, esensi, atau kodrat” (homoousios). Dalam konteks ini, “kodrat” adalah apa Dia, sedangkan “pribadi” adalah siapa Dia.[9]
.
3. Wahdatul wujud berasal dari kata wahdah (وحدة) yang berarti tunggal atau kesatuan dan al-wujud (الوجود ) yang berarti ada, eksistensi, atau keberadaan. Secara harfiah wahdatul wujud artinya adalah “kesatuan eksistensi”. Doktrin ini tidak mengakui adanya perbedaan antara Tuhan dengan makhluk, seandainya ada maka hanya kepercayaan bahwa Tuhan itu adalah keseluruhan, sedangkan makhluk adalah bagian dari keseluruhan tersebut, dan Tuhan memperlihatkan Diri pada apa saja yang ada di alam semesta ini, karena tak ada satupun di alam semesta ini kecuali wujud Tuhan.[10]


Manunggaling Kawula Ian Gusti

Para pendukung Syekh Siti Jenar menegaskan bahwa ia tidak pernah menyebut dirinya sebagai Tuhan. Ajaran ini bukan dianggap sebagai bercampurnya Dzat Tuhan dengan makhluk-Nya, melainkan sifat-sifat Tuhan yang memancar pada manusia ketika manusia sudah melakukan proses fana' (hancurnya sifat-sifat buruk pada manusia) [11]

Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan sifat-sifat Tuhan dikala manusia sudah melakukan proses fana' (Manunggaling Kawula Gusti). Perbedaan penafsiran ayat Al-Qur’an ini yang menimbulkan polemik, yaitu bahwa di dalam tubuh manusia bersemayam ruh Tuhan.

Achmad Chodjim dalam bukunya “Syekh Siti Jenar” menjelaskan ketika Demak masih sibuk dalam penaklukan. Ajaran Syekh Siti Jenar lebih bisa diterima oleh raja-raja Jawa yang telah memeluk agama Islam.

“Diceritakan dalam Babad Jaka Tingkir bahwa ada 40 orang tokoh yang berguru kepada Syekh Siti Jenar,” ungkap Chodjim dikutip Kamis (3/6/2021).[12]

Mereka antara lain adalah


  • 1. Ki Ageng Banyubiru, 
  • 2. Ki Ageng Getas Aji,
  • 3. Ki Ageng Balak,
  • 4. Ki Ageng Butuh,
  • 5. Ki Ageng Ngerang,
  • 6. Ki Ageng Jati,
  • 7. Ki Ageng Watalunan,
  • 8. Ki Ageng Pringapus,
  • 9. Kiai Ageng Nganggas,
  • 10. Ki Ageng Ngamba,
  • 11. Ki Ageng Babadan,
  • 12. Ki Ageng Wanantara,
  • 13. Ki Ageng Majasta,
  • 14. Ki Ageng Baya,
  • 15. Ki Ageng Baki,
  • 16. Ki Ageng Tembalang,
  • 17. Ki Ageng Karnggayam.
  • 18. Ki Ageng Ngargaloka,
  • 19. Ki Ageng Kayupuring,
  • 20. Ki Ageng Selandaka,
  • 21. Ki Ageng Purwasada,
  • 22. Kebo Kangan,
  • 23. Kiai Ageng Kebonalas,
  • 24. Ki Ageng Waturante,
  • 25. Kiai Ageng Taruntum,
  • 26. Kiai Ageng Pataruman,
  • 27. Kiai Ageng Purna,
  • 28. Kiai Ageng Gugulu.
  • 29. Kiai Ageng Gunung Pragota,
  • 30. Kiai Ageng Ngadibaya,
  • 31. Kiai Ageng Karungrungan,
  • 32. Kiai Jatingalih,
  • 33. Kiai Ageng Wandadi,
  • 34. Kiai Ageng Tambangan,
  • 35. kiai Ageng Ngampuhan,
  • 36. Kiai Ageng Bangsri,
  • 37. Kiai Ageng Pengging,
  • 38. Ki Ageng Tingkir,

 

Ageng Pengging alias Kebo Kenanga merupakan salah satu santri dari Raden Abdul Jalil, ia berhasil mendidik muridnya bernama Joko Tingkir dengan ajaran dari gurunya. Joko tingkir berhasil menyelesaikan konflik antara proyek besar Negara Islam di Bintoro dan Glagah Wangi (Jepara). Hal ini yang mengharumkan kembali nama Raden Abdul Jalil.

Masa Pendidikan

Naskah Negara Kretabhumi Sargha III pupuh 77, menyebutkan bahwa Abdul Jalil sewaktu dewasa pergi menuntut ilmu ke Persia dan tinggal di Baghdad selama 17 tahun. Ia berguru kepada seorang Yahudi yang menyamar Islam dan menguasai berbagai jenis ilmu pengetahuan agama. Menurut cerita tutur di kalangan penganut tarekat Akmaliyah, orang Syiah Muntadhar itu bernama Abdul Malik Al-Baghdadi dan kelak menjadi mertua Syaikh Lemah Abang. Rupanya, selama menuntut ilmu di Baghdad, Abdul Jalil lebih berminat mendalami ilmu tasawuf sehingga ia sangat mendalam penguasaannya atas ilmu tersebut. Bahkan karena kesukaannya pada ilmu tasawuf tersebut, ia berguru pada Syaikh Ahmad yang menganut aliran Tarekat Akmaliyah yang jalur silsilahnya sampai kepada Abu Bakar as-Shiddiq ra. Silsilah Tarekat Akmaliyah yang diperoleh Syaikh Datuk Abdul Jalil dari Syaikh Ahmad Baghdady. Selain menganut Tarekat Akmaliyah, Syikh Lemah Abang juga menganut tarekat Syathariyah yang diperoleh dari saudara sepupunya, yang juga guru ruhaninya, Syaikh Datuk Kahfi.

Pergumulan menguasai berbagai disiplin keilmuan di Baghdad yang dewasa itu merupakan pusat peradaban, telah menjadikan pandangan-pandangan Syaikh Datuk Jalil berbeda dari kelaziman. Ilmu tasawuf yang berdiri tegak di atas fenomena pengetahuan intuitif yang bersumber dari kalbu, oleh Syaikh Datuk Abdul Jalil diformulasikan sedemikian rupa dengan ilmu filsafat dan manthiq (logika). Sehingga, ajarannya menimbulkan ketidaklaziman dalam pengembangan ilmu tasawuf - yang merupakan pengetahuan intuitif - yang bersifat rahasia, yang serta merta berubah menjadi ilmu, yang terbuka untuk dijadikan bahasan filosofis. Sebab, Syaikh Datuk Abdul Jalil beranggapan bahwa pengetahuan makrifat (gnostik) yang bersifat suprarasional tidak harus dijabarkan dengan sistem isyarat (kode) yang bersifat mistis dan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara masuk akal. Sebaliknya, pengetahuan gnostik harus bisa dijelaskan secara rasional yang bisa diterima akal.[13]

Ahla al Musamarah Fi Hikayah al-Auliya al Asyrah

Ahla al Musamarah Fi Hikayah al-Auliya al Asyrah ("Sekelumit Hikmah tentang Wali Ke Sepuluh") ditulis oleh KH. Abil Fadhol Senori, Tuban. Dalam versi ini, Syekh Siti Jenar memiliki nama asli Syekh Abdul Jalil atau Sunan Jepara, keturunan dari Syekh Maulana Ishak. Ia dihukum mati bukan karena ajarannya, melainkan lebih karena alasan politik. Sunan Jepara dimakamkan di Jepara, di samping makam Sultan Hadirin dan Ratu Kalinyamat.[14]

Syekh Siti Jenar yang merupakan wali kontroversial ternyata tidak wafat dieksekusi seperti dipersepsikan masyarakat Islam selama ini. "Saya meneliti sejarah Syekh Siti Jenar dari sekitar 300 pustaka kuno yang tidak ada di perpustakaan, ternyata persepsi tentang Syekh Siti Jenar seperti selama ini tidak benar," kata Agus Sunyoto selaku penulis buku di Surabaya.[15].

Silsilah Raden Abdul Jalil menurut Ahla al Musamarah Fi Hikayah al-Auliya al Asyrah:[14]

Syekh Jumadil Kubra, berketurunan:
1. Syekh Maulana Ishak
dengan putri Pasa (istri pertama)
a. Sayyid Abdul Qodir/ Abdul Jalil (Syekh Siti Jenar) - murid Sunan Ampel
b. Siti Sarah >< Sunan Kalijaga
dengan Dewi Sekardadu
a. Raden Paku (Sunan Giri)
2. Syekh Ibrahim Asmarakandi
dengan Dewi Condro Wulan (saudari Dewi Mathaningrum atau Putri Campa, istri Prabu Brawijaya)
a. Raja Pendita >< Maduretno
b. Raja Rahmat (Sunan Ampel) >< Condrowati
1) Sayyidah Ibrahim (Sunan Bonang)
2) Sayyidah Qosim (Sunan Drajat)
3) Sayyidah Syarifah
4) Sayyidah Mutmainah
3) Sayyidah Hafshah
c. Sayiddah Zaenah
3. Siti Afsah


Silsilah keluarga

Di bawah ini merupakan silsilah Syekh Siti Jenar yang bersambung dengan Sayyid Alawi bin Muhammad Sohib Mirbath hingga Ahmad al-Muhajir bin Isa ar-Rumi (Hadramaut, Yaman) dan seterusnya hingga Imam Husain, cucu Nabi Muhammad SAW.

Nabi Muhammad SAW, berputeri

Hubungan keluarga dengan Syekh Nurjati

Maulana Isa, Kakek dari Syekh Siti Jenar, adalah seorang tokoh agama yang berpengaruh pada zamannya. Putranya adalah Syekh Datuk Ahmad dan Syekh Abdul Soleh (ayah dari Syekh Siti Jenar). Syekh Datuk Ahmad, kakak dari ayah Syekh Siti Jenar, memiliki putra Syekh Datuk Kahfi yang selanjutnya dikenal pula dengan nama Syekh Nurjati.[16][17]

Pranala luar

Catatan kaki

  1. ^ https://www.suara.com/news/2020/05/16/190626/mengungkap-sosok-syekh-siti-jenar-yang-sebenarnya-siapa-dia?page=all
  2. ^ https://www.suara.com/news/2020/05/16/190626/mengungkap-sosok-syekh-siti-jenar-yang-sebenarnya-siapa-dia?page=all
  3. ^ Syekh Siti Jenar: pergumulan Islam-Jawa, Abdul Munir Mulkhan
  4. ^ https://www.nu.or.id/post/read/39615/memahami-histori-dan-metode-pemikiran-syaikh-siti-jenar
  5. ^ https://www.nu.or.id/post/read/13217/kearifan-spiritual-syeikh-siti-jenar
  6. ^ https://www.nu.or.id/post/read/90605/hanya-permainan-kok-tegang kehidupan hanyalah permainan - NU online
  7. ^ https://symbolic.id/space/p/51587
  8. ^ https://m.wiki-indonesia.club/wiki/Moksa
  9. ^ https://m.wiki-indonesia.club/wiki/Tritunggal
  10. ^ https://m.wiki-indonesia.club/wiki/Wahdatul_Wujud
  11. ^ Kementerian Agama. 2015. Buku Akidah Akhlak Kelas XI. Jakarta:Kementerian Agama
  12. ^ https://hidayatuna.com/mengenal-deretan-murid-murid-syekh-siti-jenar
  13. ^ Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, Depok: Pustaka Iman, 306.
  14. ^ a b Husni Hidayat el-Jufri (16 Juni 2009). "Syeik Siti Jenar: Wali Kesepuluh". Diakses tanggal 4 Oktober 2015. 
  15. ^ https://www.nu.or.id/post/read/3450/syekh-siti-jenar-tidak-wafat-dieksekusi
  16. ^ (Indonesia) Biografi Syekh Nurjati Diarsipkan 2015-01-20 di Wayback Machine. Situs resmi IAIN Nurijati Cirebon.
  17. ^ (Indonesia) Biografi Syekh Nurjati Drh. H. R. Bambang Irianto, BA dan Dra. Siti Fatimah, M.hum. 2009. Syekh Nurjati (Syekh Datul Kahfi) perintis Dakwah dan Pendidikan. Cirebon: Zulfana Cierbon.