Republik Sosialis Cekoslowakia

mantan negara satelit Uni Soviet; sekarang bagian dari Ceko dan Slowakia
Revisi sejak 9 Desember 2015 12.47 oleh Nico Delano (bicara | kontrib) (Stabilisasi Kekuasaan dan Terpilihnya Gustav Husak sebagai Sekretaris Jenderal)

Republik Sosialis Cekoslowakia (Československá socialistická republika dalam bahasa Ceko dan Slowakia) adalah nama resmi Cekoslowakia sejak 1960 hingga akhir 1989, beberapa saat setelah pecahnya Revolusi Beludru. Negara ini merupakan negara satelit Uni Soviet di Blok Timur pada masa Perang Dingin.

Republik Sosialis Cekoslowakia

Československá socialistická republika
1948–1989
{{{coat_alt}}}
Lambang
SemboyanPravda vítězí
(bahasa Indonesia: Kebenaran akan jaya)
Lokasi Cekoslowakia
Ibu kotaPraha
Bahasa yang umum digunakanCeko, Slowakia
PemerintahanMarxisme-Leninisme negara komunis federal partai tunggal
Presiden 
• 1948–1953
Klement Gottwald
• 1975–1989
Gustáv Husák
Sekretaris Jenderal 
• 1948-1953
Klement Gottwald
• 1989
Karel Urbánek
Era SejarahPerang Dingin
• Didirikan
1948
11 Juli 1960
• Pendirian federasi
Maret 1989
Luas
1992127.900 km2 (49.400 sq mi)
Populasi
• 1992
15600000
Mata uangKoruna
Didahului oleh
Digantikan oleh
Republik Cekoslowakia Ketiga
Republik Federal Ceko dan Slowakia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Setelah Partai Komunis Cekoslowakia merebut kekuasaan melalui kudeta pada bulan Februari 1948 yang didukung oleh Uni Soviet, negara ini dideklarasikan sebagai republik rakyat pasca berlakunya Konstitusi Sembilan Mei. Nama lama Československá republika (Republik Cekoslowakia) diganti pada tanggal 11 Juli 1960 untuk menyesuaikan dengan Konstitusi Cekoslowakia 1960 sebagai lambang "kemenangan terakhir sosialisme" di negara tersebut dan bertahan hingga pecahnya Revolusi Beludru. Beberapa simbol negara lainnya juga diubah pada tahun 1960.

Keadaan geografis

Negara ini berbatasan langsung dengan Jerman Barat dan Jerman Timur, Republik Rakyat Polandia, Uni Soviet, Republik Rakyat Hongaria, serta Austria.

Sejarah Komunis di Cekoslowakia (1948-1989)

Latar Belakang dan Petarungan Kekuasaan

Sejarah Republik Sosialis Cekoslowakia dimulai dari naiknya rezim komunis pada tahun 1948, tetapi sesungguhnya pertarungan kekuasaan didalam Partai Komunis Cekoslowakia (KSC) telah dimulai sejak berakhirnya Perang Dunia Ke-II.

Waktu itu kepemimpinan partai dipegang oleh Rudolf Slanský (Sekretaris Jenderal) dan Klement Gottwald (Ketua) yang juga menjabat Perdana Menteri Cekoslowakia. Selama Perang Dunia Ke-II mereka memilih mengungsi ke Moskow dan mengkoordinir perlawanan terhadap Nazi Jerman dari sana. Di Moskow mereka termasuk pemimpin-pemimpin negara tetangga Soviet yang dekat dengan Jozef Stalin.

Sekembalinya ke Cekoslowakia mereka berdua berhasil membangun kembali partai KSC dan memenangkan pemilu pada 1946 dengan meraih sekitar 40% suara pemilih. Pemerintahan dijalankan oleh koalisi Front Nasional, sebuah koalisi 6 partai, dimana KSC menduduki 2/3 kursi, sementara yang 5 partai lagi hanya memperoleh 1/3 bagian.

Tetapi kekompakan dan kerjasama antara kedua pemimpin Cekoslowakia tersebut tidak berlangsung lama. Menjelang tahun 1950-an Joseph Stalin yang menjalankan kekuasaan ‘tangan besi’ di Uni Soviet, mencurigai orang-orang partai komunis di negara-negara Eropa Tengah dan Timur dan terutama orang-orang komunis/sosialis keturunan Yahudi, sebagai tidak loyal kepada Uni Soviet.

Stalin segera melakukan gerakan pembersihan terhadap orang-orang tersebut, yang berdampak pada timbulnya pertentangan internal dan saling mencurigai di berbagai partai di negara setempat antara yang mendukung dan menentang Stalin. 

Di Uni Soviet sendiri, Stalin mengadakan pembersihan terhadap orang-orang yang dituduh tidak loyal, terutama yang dicap sebagai pengikut-pengikut Trotsky.

Sementara itu di Yugoslavia, Jozip Broz Tito (yang kemudian dicap Trotskyis oleh rezim Stalin) sedang membangun sistim sosialis sendiri dan tidak mau bergabung dengan Blok Uni Soviet.

Gottwald adalah pengikut setia dari cara kepemimpinan Stalin. Sebaliknya Slanský  yang keturunan Yahudi, bertentangan dengan Stalin, menyebabkan ia  kemudian dicurigai, ditangkap dan diadili dengan tuduhan sebagai ‘Titois’ dan ‘Zionis’. Dia disidang dalam serial ‘pengadilan politik’ bersama 13 orang lainnya dan dijatuhi hukuman mati, yang dilaksanakan pada Desember 1952.

Kembali ke tahun 1948, setelah memenangkan pemilu 1946 Perdana Menteri Klement Gottwald berhasil membentuk kabinet ‘Front Nasional’, yang melibatkan juga tokoh-tokoh dari 5 partai non-komunis. Tetapi kabinet koalisi tersebut tidak berjalan lama. Melalui berbagai intrik yang dilakukan oleh orang-orang partai KSC, terutama melalui menteri-menteri komunis yang ada didalam kabinet, 12 orang menteri non-komunis akhirnya mengundurkan diri dari kabinet, yang menyebabkan Presiden Edvard Beneš mengambil keputusan untuk  membubarkan kabinet.

Gottwald kemudian membentuk kabinet baru, yang didominasi oleh menteri-menteri dari partai komunis, dan dengan demikian terciptalah pemerintahan satu partai. Peristiwa inilah yang kemudian disebut orang sebagai ’kudeta-tak-berdarah’ atau ’kudeta-konstitusional’ Februari 1948, yaitu pengambil-alihan kekuasaan negara sepenuhnya oleh partai komunis.

Pada tahun-tahun berikutnya Gottwald dan pengikut-pengikutnya melakukan  pembersihan, mula-mula dengan menyingkirkan orang-orang non-komunis yang dicurigai sebagai ‘agen-agen Barat’, baru kemudian pembersihan terhadap orang-orang partai KSC sendiri. Di zaman itu berlangsung penangkapan-penangkapan berdasarkan tuduhan-tuduhan yang belum tentu benar dan banyak orang partai yang harus menjalani pengadilan-pengadilan politik, dihukum mati atau dipenjara, tanpa melalui proses peradilan yang layak. Selama 5 tahun Gottwald berkuasa, sebanyak 230 orang dijatuhi hukuman mati dan sekitar 200.000 orang dikirim menjalani hukuman di penjara-penjara atau kamp-kamp kerja-paksa.

Perubahan-perubahan politik selanjutnya di Cekoslowakia, baru terjadi setelah Stalin dan Gottwald meninggal pada tahun 1953. Sebagai pengganti Gottwald, partai ditunjuk Antonín Novotný yang menduduki jabatan Sekretaris Jenderal Partai Komunis (KSC) dan Antonín Zápotocký yang menduduki jabatan Presiden Republik Cekoslowakia.

Tak lama setelah Stalin meninggal segera timbul gelombang Destalinisasi di berbagai negara sosialis di Eropa Timur yang dimulai oleh Nikita Khrushchev di Uni Soviet, dengan pidato-pidatonya yang mengutuk ‘kultus individu’ di zaman Stalin.

Namun di Cekoslowakia, Novotný  tidak begitu tanggap dalam menjalankan perubahan-perubahan di bidang politik. Destalinisasi berlangsung lambat dibandingkan negara-negara sosialis lainnya dan baru dimulai pada tahun 1956. Sementara itu Novotný sendiri (yang sejak 1957 juga merangkap jabatan Presiden) menjalankan kekuasaannya dengan cara konservatif dan masih tetap menjalankan sentralisme selama kira-kira 10 tahun. Terutama ia masih melakukan pengekangan di bidang seni dan media-massa, walau sebenarnya pengendoran konservatisme di negara-negara komunis lain telah dimulai sejak Stalin meninggal.

Walau akhirnya Novotný menyetujui liberalisasi dalam batas-batas tertentu dan mendekritkan rehabilitasi terhadap tokoh-tokoh partai yang telah dihukum mati di zaman Gottwald, ia masih tetap saja berkiblat ke Moskow. Sikapnya yang kaku dan otoriter menyebabkan ia kurang populer di mata rakyat dan terlebih-lebih di kalangan mahasiswa. Pada tahun 1967  Novotný mulai kehilangan kontrol, terutama setelah menguatnya suara-suara yang menuntut langkah-langkah perubahan dan pertanggung-jawaban para pemimpin serta segera diadakannya pemilihan-pemilihan yang bebas dan wajar.

Pada waktu bersamaan, didalam tubuh partai mulai timbul gerakan-gerakan yang menuntut adanya perubahan politik dan diperlonggarnya kendali Uni Soviet. Di pihak lain, golongan konservatif didalam partai  berusaha keras mempertahankan sistim yang ada dan mencurigai arah tuntutan perubahan-perubahan tersebut sebagai anti-pemerintah.

Sementara itu keadaan politik yang bergejolak, diperparah pula oleh perkembangan di bidang ekonomi negara yang semakin memburuk. Pada akhir tahun 1967 pertarungan didalam tubuh KSC semakin memuncak. Dalam kongres partai tanggal 5 Januari 1968, Novotný setelah melihat dukungan terhadap dirinya semakin berkurang, terpaksa meletakkan jabatan dan menyerahkan kekuasaan kepada penggantinya, Alexander Dubček.

Dubček dan kelompok yang tidak puas dengan kondisi politik dan ekonomi pada waktu itu, segera memulai gerakan reformasi dan liberalisasi yang kemudian terkenal dengan istilah Pražské jaro 1968 (‘The Prague Spring 1968’). Mereka memperkenalkan ide-ide alternatif tentang sosialisme yang diberi nama ’sosialisme (berwajah) manusiawi’, yang dicurigai dan ditentang oleh kubu konservatif.

Dubček mendapat dukungan luas di masyarakat karena ia berusaha meninggalkan watak represif rezim komunis, memberikan berbagai kebebasan kepada masyarakat dan memberi kebebasan kepada terbentuknya organisasi-organisasi sosial dan politik diluar kontrol KSC (Partai Komunis Cekoslowakia). Kalangan cendekiawan dan terutama pengarang turut bersuara lantang dan menuntut lebih banyak lagi liberalisasi dan demokratisasi.

Di pihak lain, perkembangan yang terjadi di masyarakat, membuat kubu konservatif atau ‘garis keras’ partai, serta pimpinan Uni Soviet dan Pakta Warsawa semakin khawatir dan berusaha menekan Dubček agar mengurungkan niatnya melanjutkan liberalisasi. Mereka mengkhawatirkan Dubček tidak mampu dan akan kehilangan kendali atas situasi politik dan ekonomi Cekoslowakia.

Leonid Brezhnev dan pemimpin-pemimpin Soviet lainnya berusaha keras mengerem atau membatasi arus liberalisasi di Cekoslowakia dengan melakukan berkali-kali perundingan dengan pihak Dubček dan kawan-kawan. Dalam perundingan-perundingan tersebut, Dubček ngotot dan berusaha meyakinkan Uni Soviet bahwa dia adalah tetap sekutu terpercaya Uni Soviet dan reformasi adalah masalah dalam negeri yang bisa ia atasi.

Walau Dubček dalam perundingan-perundingan menerima saran-saran dari sekutunya, tetapi yang terjadi di lapangan adalah perkembangan yang semakin memprihatinkan bagi Uni Sovyet. Di pihak lain, kubu ‘garis keras’ KSC, yang semakin tak didengarkan oleh pendukung-pendukung reformasi, mengusulkan kepada Uni Soviet agar segera bertindak untuk mengatasi keadaan.

Akhirnya pada 20 Agustus 1968 malam, pasukan-pasukan Uni Sovyet dan Pakta Warsawa menyerbu negara Cekoslowakia dari segala pintu perbatasan dan menduduki Cekoslowakia dalam waktu 24 jam.Dubček dan pemimpin-pemimpin Cekoslowakia lainnya ‘diculik’ dan diterbangkan ke Moskow untuk berunding dengan pemimpin-pemimpin Uni Soviet. Pimpinan Partai Komunis Cekoslowakia (KSC) lainnya juga didatangkan pula ke Moskow, baik dari kubu reformis, konservatif maupun yang sentris (‘tengah’).

Dubček dan kawan-kawan setelah 6 hari perundingan yang melelahkan, akhirnya ’terpaksa’ menerima dan menandatangani kesepakatan yang bernama ‘Protokol Moskow’ tersebut dan pulang kembali ke Praha pada tanggal 27 Agustus 1968.

Perombakan besar-besaran kemudian segera terjadi didalam partai dan pemerintahan, dibawah tekanan dan kontrol dari penasehat-penasehat politik dan militer Uni Sovyet. Segera setelah perombakan dilakukan, menyusul  pembersihan besar-besaran didalam partai. Seluruh pengikut-pengikut Dubček diganti secara bertahap dengan orang-orang KSC (Partai Komunis Cekoslowakia) pro Soviet di bawah pimpinan Gustav Husak. Dubček sendiri masih dibiarkan berkuasa sampai April 1969 namun semua hasil-hasil reformasi yang telah dicapai, dianulir atau dikembalikan oleh rezim baru ke kondisi ‘sebelum Reformasi 1968’.

Stabilisasi Kekuasaan dan Terpilihnya Gustav Husak sebagai Sekretaris Jenderal

Sebagai pengganti Dubček, terpilihlah Gustav Husák seorang tokoh Partai Komunis Cekoslowakia (KSC) asal Slowakia sebagai Sekretaris Jenderal Komite Sentral Partai Komunis Cekoslowakia (KSC) yang pernah dipenjara pada masa zaman pemerintahan Slovakia yang pro-Nazi Hitler di bawah pimpinan Jozef Tiso maupun pada zaman Stalinisme melanda Cekoslowakia, dimana ia dikenai hukuman seumur hidup, tapi kemudian dibebaskan pada tahun 1963.

Husák mengambil sikap moderat pada waktu terjadi euforia ‘Musim Semi Praha 1968'. Pada era kepemimpinan Dubček ia dipercayai menjabat Wakil Perdana Menteri, orang kedua di pemerintahan. Dalam perundingan 21-26 Agustus 1968 di Moskow Husák mengambil posisi ‘tengah’ (sentris), berada diantara 2 kubu Alexander Dubček dan Vasil Biľák yang berseberangan.

Kenaikan Husak pada April 1969 menjadi Sekretaris Pertama partai, merupakan keputusan kompromis yang diambil dengan memperhatikan  kepentingan Uni Sovyet maupun kubu-kubu yang bertentangan.

Bagi kubu reformis pilihan itu lebih baik daripada membiarkan kepemimpinan partai dipegang oleh Biľák atau Kolder, yang juga pengikut ‘garis keras’ didalam partai KSC.

Husák segera melaksanakan ‘Protokol Moskow dan mendapatkan kepercayaan dari Brezhnev dan Pakta Warsawa untuk segera melakukan pembersihan di tubuh partai dan birokrasi secara bertahap dan juga mengembalikan garis-partai kepada program-program partai sebelum naiknya Dubček. Seluruh kebijakan reformis yang diputuskan di zaman Dubček dianulir, terkecuali satu yaitu federalisasi negara bagian Ceko dan Slowakia.

Dalam waktu 2 tahun (1969-1971) Husák berhasil mengganti seluruh pengikut-pengikut Dubček di pemerintahan dan di partai dan menaikkan orang-orang non-reformis, termasuk kelompok Biľák, turut menduduki jabatan-jabatan penting.

Husak menjalankan kekuasaannya dengan ‘pragmatis’, setia kepada PKUS (Partai Komunis Uni Soviet) dan partai-partai sekawan tetapi juga tidak menempuh cara-cara represif seperti yang dilakukan pada masa pemerintahan Gottwald dan Novotný.

Husák adalah seorang dosen dan orator ulung, dia pintar membaca situasi dan berusaha menjalankan kekuasaannya dengan menjaga keseimbangan antara berbagai faksi dan kelompok, baik didalam maupun diluar partai. Ia menjalankan kebijakan Normalisasi dibidang politik, ekonomi dan sosial sehingga dengan demikian ia ‘memerintah’ dengan stabil selama 20 tahun lebih, tanpa adanya guncangan-guncangan yang berarti di partai dan di masyarakat, terkecuali pada tahun-tahun terakhir kekuasaannya.

Dalam awal-awal masa Normalisasi dan Stabilisasi (yang disebut juga ‘masa status quo’) tersebut, keadaan ekonomi negara sedang mengalami pertumbuhan yang baik. Masyarakat memperoleh kesempatan untuk menikmati standard-hidup yang lebih tinggi, sehingga sebagian orang yang berpenghasilan baik, mulai terjerumus kedalam gaya-hidup materialisme dan konsumerisme. Mereka diberikan kesempatan untuk menikmati hidup yang sejahtera dengan diberikannya kemudahan-kemudahan untuk berbelanja barang-barang mewah termasuk memiliki rumah dan mobil baru. Rakyat yang terlena dan sudah melepaskan ‘harapan’ atas enyahnya tentara pendudukan Soviet, akhirnya juga tidak begitu peduli lagi pada masalah-masalah politik yang terjadi di negerinya.

Pada akhir tahun 70-an dan awal tahun 80-an, keadaan ‘status quo’ politik mulai mencair. Timbul gerakan ‘Piagam 77’ atau lebih dikenal dengan nama 'Charta 77' pada tahun 1977 yang dimotori oleh pengarang Václav Havel dan kawan-kawan.

Gerakan ini segera mendapat dukungan luas, dari 243 penandatangan pada tahun 1977, pada pertengahan tahun 80-an telah mencapai 12.000 orang penandatangan. Para pimpinan partai komunis (KSC) kewalahan menghadapi gejolak-gejolak baru di masyarakat, yang ternyata bukan berasal dari pertentangan-internal  didalam partai. Berbagai lapisan masyarakat diluar partai masih tetap menganggap kehadiran pasukan Rusia sebagai ‘okupasi’ suatu negara oleh negara lain, dan bahwa perjuangan untuk kebebasan dan perlindungan HAM adalah bentuk kelanjutan dari semangat patriotisme dan reformasi 1968.

Gerakan lain yang timbul pada tahun 80-an adalah kegiatan kelompok penganut agama Katolik, terutama di kalangan kaum muda, yang selama puluhan tahun mengalami penekanan dan pembatasan. Mereka berbicara senada dengan ‘Charta 77’ dan organisasi lainnya serta menuntut kebebasan yang lebih besar bagi kegiatan keagamaan.

Sementara itu, pada waktu bersamaan muncul pula deru ‘angin perubahan’ yang datangnya bukan dari Barat tetapi justru dari Timur, dari Uni Soviet yang waktu itu telah berada dibawah kepemimpinan Mikhail Gorbachev, setelah Leonid Brezhnev turun dan digantikan sebentar oleh Yuri Andropov (1982-1984) dan Konstantin Chernenko (1984-1985). Angin ‘puting beliung’ itu bukan hanya menerpa Cekoslowakia, tetapi hampir semua negara-negara sosialis di Eropa Timur. http://gfsim.blogspot.co.id/2015_08_01_archive.html

Tammatnya Kekuasaan

Setelah menggantikan Konstantin Chernenko sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet (PKUS) yang sudah wafat, Mikhail Gorbachev memperkenalkan program Glasnost (Keterbukaan) dan Perestroika (Restrukturisasi) yang memberikan dampak yang luas terhadap kehidupan politik, ekonomi dan sosial di masyarakat yang telah terbiasa dengan sistim yang lama. Dampak itu tidak hanya terjadi di Uni Sovyet tetapi juga di negara-negara tetangganya. Rezim Husak dan KSC yang sudah mapan dengan kondisi ‘status quo’ selama 20 tahun, tidak segera begitu saja menerima ‘angin perubahan’ yang dilancarkan dari Moskow.

Sebaliknya para ex-anggota partai dari zaman reformasi Dubcek 1968, maupun yang masih ada didalam partai KSC, yang terpengaruh dan merasa mendapat angin dari ‘garis baru’-nya Gorbachev berusaha melakukan tekanan-tekanan untuk terjadinya perubahan didalam organisasi dan kebijakan partai, agar tetap berkiblat dengan konsisten kepada Moskow, yang notabene telah dipimpin oleh seorang Pemimpin Soviet yang moderat, Gorbachev, Namun kekuatan konservatif masih tetap kuat dalam tubuh partai KSC, walaupun di Moskow kekuatan konservatif  sudah digusur oleh kelompok kepemimpinan baru Gorbachev. Menghadapi tekanan-tekanan yang semakin gencar dari kekuatan-kekuatan liberalis, Gustav Husák akhirnya mau tidak mau harus bersikap mendukung angin perubahan tersebut dan pada bulan Maret 1987 ia menyatakan akan melaksanakan glasnost dan perestroika di Cekoslowakia, walaupun dengan setengah hati.

Hal lain yang menambah dinamisasi tuntutan perubahan di Cekoslowakia adalah timbulnya kembali gerakan-gerakan mahasiswa, yang dimulai dengan ‘demonstrasi lilin’ pada 1988 di ibukota Slowakia, Bratislava yang berlanjut dengan gerakan-gerakan mahasiswa di Praha walaupun menyadari akan menghadapi tindakan-tindakan represif dari aparat pemerintah.

Krisis yang juga terjadi di berbagai negara sosialis lainnya, akibat dari munculnya gerakan-gerakan reformasi seperti ‘Solidarnosc-’nya Lech Walesa di Polandia dan ‘Duna Kor’ di Hongaria, telah membuat mahasiswa Cekoslowakia termotivasi untuk juga turut bangkit menuntut perubahan.

Puncak pergerakan mahasiswa adalah demonstrasi spontan non-stop sejak 17 November 1989 di Praha, yang mendapat dukungan tidak hanya dari kaum cendekiawan dan politisi-politisi senior lainnya yang bergabung didalam Charta 77, tetapi juga dari kalangan masyarakat luas penduduk ibukota. Bahkan pada saat-saat terakhir, buruh pabrik pun (yang merupakan basis keanggotaan partai KSC) ikut memihak gerakan oposisi dan turut melakukan aksi-aksi pemogokan dan bergabung dengan para demonstran.

Gerakan oposisi kemudian membentuk wadah baru bernama Občanský forum (Civic Forum atau Forum Kewarganegaraan), yang menggabungkan Charta 77, VONS dan berbagai unsur oposisi lainnya untuk lebih kuat dan representatif dalam berunding dengan pihak Pemerintah.

Walaupun aksi demo para mahasiswa dicegah dengan penghadangan represif oleh aparat keamanan, semangat mereka tidak mengendor bahkan terus setiap hari mengadakan unjuk-rasa sampai Desember 1989. Pada 27 November 1989, sebuah pemogokan umum yang bertema ‘Akhiri pemerintahan satu partai!’ dilakukan oleh penduduk Cekoslowakia sebagai pertanda mendukung gerakan mahasiswa.

Sementara itu beberapa pemerintahan komunis di negara tetangga mulai juga  dilanda krisis yang memuncak, yang secara psikologis berpengaruh pula pada kewibawaan partai KSC. Menghadapi situasi dalam dan luar negeri yang berkembang cepat, posisi pemimpin-pemimpin KSC menjadi semakin terpojok. Mereka menyadari bahwa kepercayaan rakyat kepada partai telah menurun drastis, demikian juga dukungan dari partai-partai sekawan di Eropa Timur tak dapat diharapkan lagi. Beberapa fungsionaris partai mulai bersikap ‘netral’ dan berpihak kepada gerakan mahasiswa dan oposisi yang semakin lantang menuntut perubahan.

Dalam posisi yang semakin defensif demikian, partai KSC pada 28 November 1989 mengumumkan akan membagi kekuasaan dan mengakhiri sistim monopoli kepemimpinan  negara oleh partai KSC.

Pada 10 Desember 1989 atas desakan pihak oposisi, Presiden Gustav Husák untuk pertama kalinya dalam era negara komunis Cekoslowakia, mengangkat sebuah kabinet yang didominasi oleh menteri-menteri non-komunis, dengan Perdana Menteri Marián Čalfa, seorang tokoh KSC (Partai Komunis Cekoslowakia) yang dapat diterima oleh Civic Forum. Husak kemudian meletakkan jabatan sebagai Presiden hari itu juga.

Tiga minggu kemudian, pada 29 Desember 1989, rakyat Cekoslowakia kembali memiliki seorang presiden non-komunis, yaitu dramawan, budayawan dan aktivis Václav Havel, pemimpin tunggal gerakan oposisi yang pernah berkali-kali ditangkap dan dipenjarakan oleh rezim komunis yang berkuasa.

Pada saat euforia anti-partai komunis (KSC) meluas di kalangan masyarakat Cekoslowakia, partai KSC harus mempersiapkan diri menghadapi pemilihan umum demokratis pertama pada bulan Juni 1990. Hasilnya, partai yang telah berganti baju menjadi Partai Komunis Bohemia dan Moravia (‘KSCM’) di negara-bagian Ceko itu, hanya memenangkan 15% suara, sementara di negara-bagian Slowakia, Partai Komunis Slowakia (‘KSS’) sama sekali tidak memenangkan satu kursi  pun di Parlemen.

Dengan demikian tammatlah riwayat hegemoni sebuah kekuasaan yang pernah bertakhta selama 41 tahun di bumi Cekoslowakia. Berakhirnya kekuasaan komunis di Cekoslowakia adalah anti-klimaks dari sebuah perjalanan panjang partai, yang pada awalnya dalam membangun sosialisme di Cekoslowakia, mendapat simpati dan dukungan penuh dari mayoritas rakyat Ceko dan Slowakia. Rezim ini runtuh sejalan dengan runtuhnya beberapa rezim komunis di negara-negara Eropa Timur lainnya, pada tahun 1989 seperti : Tumbangnya rezim Komunis di Polandia di bawah pimpinan Jenderal Wojciech Jaruzelski oleh seorang tokoh Buruh dan Solidarnosc / Solidarity (Solidaritas) di bawah pimpinan Lech Walesa, Runtuhnya Tembok Berlin, Jatuhnya pemimpin Komunis Bulgaria di bawah pimpinan Todor Zhivkov dan pemimpin Komunis Rumania di bawah pimpinan Nicolae Ceausescu. http://gfsim.blogspot.co.id/2015_08_01_archive.html