Zaman Kejayaan Islam

periode dalam sejarah ketika dunia Arab berada di bawah kepemimpinan khalifah, dan mengalami kejayaan dalam sains, ekonomi, dan budaya
Revisi sejak 18 Februari 2019 12.36 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

Zaman Kejayaan Islam (750 M - 1258 M) adalah masa ketika para filsuf, ilmuwan, dan insinyur dari Dunia Islam menghasilkan banyak kontribusi terhadap perkembangan teknologi dan kebudayaan, baik dengan menjaga tradisi yang telah ada ataupun dengan menambahkan penemuan dan inovasi mereka sendiri.

Naskah biologi tentang Mata buatan Hunain bin Ishaq, sekitar 1200 M.

Penyebab

Banyak dari perkembangan dan pembelajaran ini dapat dihubungan dengan geografi. Bahkan sebelum kehadiran Islam, kota Mekah merupakan pusat perdagangan di Jazirah Arab dan Nabi Muhammad SAW sendiri merupakan seorang pedagang. Tradisi ziarah ke Mekah menjadi pusat pertukaran gagasan dan barang. Pengaruh yang dipegang oleh para pedagang Muslim atas jalur perdagangan Afrika-Arab dan Arab-Asia sangat besar sekali. Akibatnya, peradaban Islam tumbuh, berkembang, dan meluas dengan berdasarkan pada ekonomi dagangnya, berkebalikan dengan orang-orang Kristen, India, dan Cina yang membangun masyarakat dengan berdasarkan kebangsawanan kepemilikan tanah pertanian. Pedagang membawa barang dagangan dan menyebarkan agama mereka ke Cina (berujung pada banyaknya penduduk Islam di Cina dengan perkiraan jumlah sekitar 37 juta orang, yang terutama merupakan etnis Uyghur Turk yang wilayahnya dikuasai oleh Cina), India, Asia tenggara, dan kerajaan-kerajaan di Afrika barat. Ketika para pedagang itu kembali ke Timur Tengah, mereka membawa serta penemuan-penemuan dan ilmu pengetahuan baru dari tempat-tempat tersebut.

Filsafat

Hanya dalam bidang filsafat, para ilmuwan Islam relatif dibatasi dalam menerapkan gagasan-gagasan non-ortodoks mereka. Meskipun demikian, Ibnu Rushd dan polimat Persia Ibnu Sina memberikan kontribusi penting dalam melanjutkan karya-karya Aristoteles, yang gagasan-gagasannya mendominasi pemikiran non-keagamaan dunia Islam dan Kristen. Mereka juga mengadopsi gagasan-gagasan dari Cina dan India, yang dengan demikian menambah pengetahuan mereka yang sudah ada sebelumnya. Ibnu Sina dan para pemikir spekulatif lainnya seperti al-Kindi dan al-Farabi menggabungkan Aristotelianisme dan Neoplatonisme dengan gagasan-gagasan lainnya yang diperkenalkan melalui Islam.

Literatur filsafat Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan bahasa Ladino, yang ikut membantu perkembangan filsafat Eropa modern. Sosiolog-sejarawan Ibnu Khaldun, warga Kartago Konstantinus orang Afrika yang menerjemahkan naskah-naskah kedokteran Yunani dan kumpulan teknik matematika Al-Khwarzimi adalah tokoh-tokoh penting pada Zaman Kejayaan Islam. Pada masa ini juga terjadi perkembangan filsuf non-Muslim. Filsuf Yahudi Moses Maimonides yang tinggal di Andalusia adalah salah satu contohnya.

Sains

Banyak ilmuwan penting Islam yang hidup dan berkegiatan selama Zaman Kejayaan Islam. Di antara pencapaian para ilmuwan pada periode ini antara lain perkembangan trigonometri ke dalam bentuk modernnya (sangat menyederhanakan penggunaan praktiknya untuk memperhitungkan fase bulan), kemajuan pada bidang optik pada Cammera Obscura oleh Al-Hasan bin Haitsam pada 200 tahun sebelum Leonardo Da Vinci, memberi komentar pada Euklides dan Ptolomeus perihal penembusan dan perjalanan sinar,[1] dan kemajuan pada bidang astronomi.

Kemajuan lain ditunjukan pada bidang kimia. Ilmu kimia merupakan ilmu dari Mesir kuno yang digagas kembali oleh ilmuwan muslim sehingga mencapai pengembangan ilmu yang sangat besar. Pada masa itu telah dikenal beberapa zat dan peralatan laboratorium seperti alkohol (kohol dalam bahasa Arab), alkali (alqali dalam bahasa Arab), dan sebagainya.[2]

Kedokteran

Kedokteran adalah bagian penting dari kebudayaan Islam Abad Pertengahan. Sebagai tanggapan atas keadaan pada waktu dan tempat mereka, para dokter Islam mengembangkan literature medis yang kompleks dan banyak yang meneliti dan menyintesa teori dan praktik kedokteran.

Kedokteran Islam dibangun dari tradisi, terutama pengetahuan teoretis dan praktis yang telah berkembang sebelumnya di Yunani, Romawi, dan Persia. Bagi para ilmuwan Islam, Galen dan Hippokrates adalah orang-orang yang unggul, disusul oleh para ilmuwan Hellenik di Iskandariyah. Para ilmuwan Islam menerjemahkan banyak sekali tulisan-tulisan Yunani ke bahasa Arab dan kemudian menghasilkan pengetahuan kedokteran baru dari naskah-naskah tersebut. Untuk menjadikan tradisi Yunani lebih mudah diakses, dipahami, dan diajarkan, para ilmuwan islam mengusulkan dan menjadikan lebih sistematis pengetahuan kedokteran Yunani-Romawi yang luas dan kadang inkonsisten dengan cara menulis ensikolpedia dan ikhtisar.

Pembelajaran Yunani dan Latin dipandang sangat jelek di Eropa Kristen Abad Pertengahan Awal, dan baru pada abad ke-12, setelah adanya penerjemahan dari bahasa Arab membuat Eropa Abad Pertengahan kembali mempelajari kedokteran Hellenik, termasuk karya-karya Galen dan Hippokrates. Jauh sebelum itu, bangsa Eropa telah banyak belajar dengan umat Islam dalam hal kedokteran. Di Sisilia, sebuah sekolah kedokteran dengan dokter-dokter Muslim sebagai pengajarnya, menjadi sumber ilmu kedokteran di Eropa.[3] Dengan memberikan pengaruh yang setara atau mungkin lebih besar di Eropa Barat adalah Kanon Kedokteran karya Ibnu Sina, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan dibuat manuskrip lalu dicetak dan disebarkan ke seluruh Eropa. Selama abad kelima belas dan keenam belas saja, karya tersebut diterbitkan lebih dari lima kali. Sejarah mencatat, ada sekitar 300 buku kedokteran yang diterjemahkan bangsa Eropa.[3]

Di dunia Islam Abad Pertengahan, rumah sakit mulai dibangun di semua kota besar, misalnya di Kairo, rumah sakit Qalawun memiliki staf pegawai yang terdiri dari dokter, apoteker, dan suster. Orang juga dapat mengakses apotek, dan fasilitas penelitian yang menghasilkan kemajuan pada pemahaman mengenai penyakit menular, dan penelitian mengenai mata serta mekanisme kerja mata.

Perdagangan

Selain di sungai Nil, Tigris dan Efrat, sungai-sungai yang dapat dilalui tidaklah banyak, jadi perjalanan lewat laut menjadi sangat penting. Ilmu navigasi amat sangat berkembang, menghasilkan penggunaan sekstan dasar (dikenal sebagai kamal). Ketika digabungankna dengan peta terinci pada periode ini, para pelaut berhasil berlayar menjelajahi samudara dan tak lagi perlu bersusah payah melalui gurun pasir. Para pelaut muslim juga berhasil menciptakan kapal dagang besar bertiang tiga ke Laut Tengah. Nama karavel kemungkinan berasal dari perahu terawal Arab yang dikenal sebagai qārib.[4] Sebuah kanal buatan yang menghubungkan sungai Nil dengan Terusan Suez dibangun, menghubungkan Laut Merah dengan Laut Tengah meskipun itu sering berlumpur[butuh rujukan]

Catatan kaki

  1. ^ Tanzania (2010), hal.98
  2. ^ Gaudah. 2012. hal 23
  3. ^ a b Gaudah & Rida (2012), hlm.30.
  4. ^ "History of the caravel". Nautarch.tamu.edu. Diakses tanggal 2011-04-13. 

Referensi

  • Gaudah, Muhammad Gharib; Rida, Muhyiddin Mas (Penerjemah) (2012). 147 Ilmuwan Terkemuka dalam Sejarah Islam. Jakarta: Al-Kautsar. ISBN 978-979-592-410-4.
  • Donald R. Hill, Islamic Science And Engineering, Edinburgh University Press (1993), ISBN 0-7486-0455-3
  • Tanzania, Tanzil (2010). Stop Kristenisasi: Membongkar Gerakan Pemurtadan & Mencari Solusi Menghadapi Program Kristenisasi. Klaten: Al-Fajr Media. ISBN 978-602827962-5.

Pranala luar