Abas (Kristen)

(Dialihkan dari Abbas (Kristen))

Abas adalah gelar yang diberikan kepada pimpinan sebuah biara dalam agama Kristen. Abas juga dapat menjadi gelar kehormatan yang dianugerahkan kepada rohaniwan yang bukan seorang kepala biara. Abas wanita disebut abdis.

St. Dominikus dari Silos ditahtakan sebagai abas (Hispano-Flemish Gothic abad ke-15)

Asal-usul

sunting

Gelar abas berasal dari biara-biara di Mesir dan Suriah, selanjutnya menyebar ke seluruh kawasan Timur Mediterania, dan dengan cepat menjadi umum digunakan dalam semua bahasa sebagai sapaan kepada seorang kepala biara. Awalnya kata abas digunakan sebagai sapaan hormat kepada semua biarawan, tetapi kemudian dibatasi oleh hukum kanon untuk digunakan menyapa para "superior" tertentu yang berstatus imam. Gelar ini pernah pula digunakan untuk menyapa imam-imam tertentu, seperti Abbas palatinus (abas istana) di lingkungan monarki Frank, dan Abbas castrensis (abas perkemahan) imam-imam kapelan di lingkungan istana dan angkatan bersenjata para penguasa Merovingian dan Carolingian. Gelar "abas" kemudian digunakan secara umum dalam struktur kepemimpinan monastik Barat yang juga mencakup para imam.

Sejarah monastik

sunting
 
Ikon Koptik dari St. Pakhomius, pendiri monastisisme senobitik .
 
Relief St. Benediktus dari Nursia, menggenggam tongkat gembala abas dan Peraturan Biara yang disusunnya (Münsterschwarzach, Jerman).

"Abas" adalah seorang pria yang telah melalui banyak penderitaan sebagaimana seorang "bapak", dalam Bahasa Koptik ava, Bahasa Aram dan Bahasa Syria abba, Bahasa Latin abbas, Bahasa Inggris Kuno abbad, Bahasa Inggris abbot, Bahasa Italia abbate, Bahasa Jerman abt, Bahasa Prancis abbé. Abas adalah kepala dan pucuk pimpinan sebuah komunitas biarawan, yang dalam Gereja Timur disebut pula hegumenos atau arkimandrit.

Di Mesir, negeri asal monastisisme, yurisdiksi abas, atau arkimandrit, tidak kaku batasannya. Kadang-kadang dia memimpin satu komunitas saja, kadang-kadang beberapa komunitas yang masing-masing memiliki abasnya sendiri. Santo Yohanes Kasianus pernah berkisah tentang seorang abas dari Thebaid yang memimpin 500 orang biarawan. Dalam Peraturan Santo Benediktus, yang hingga reformasi Cluny menjadi norma di Barat, abas memiliki yurisdiksi atas satu komunitas saja. Peraturan yang tak dapat diganggu-gugat itu kerap dilanggar, tetapi sejak pembentukan struktur kepemimpinan Biara Cluny barulah jelas diakui gagasan mengenai adanya seorang abas tertinggi, yang memiliki yurisdiksi atas seluruh biara dari suatu ordo.

Biarawan, menurut aturan, adalah umat awam, demikian pula halnya dengan abas. Untuk menerima sakramen-sakramen, dan melaksanakan kewajiban-kewajiban keagamaan, abas dan para biarawannya diperintahkan untuk pergi ke gereja terdekat. Aturan ini terbukti tidak memuaskan bilamana sebuah biara berlokasi di gurun atau di tempat yang jauh dari kota, sehingga perlu ada beberapa biarawan yang ditahbiskan. Inovasi ini tidak begitu saja dengan mudah diterima, kehormatan gerejawi dianggap tidak sejalan dengan kehidupan rohani yang lebih tinggi, tetapi sebelum abad ke-5 berakhir, setidaknya di Timur, sepertinya para abas hampir seluruhnya telah ditahbiskan menjadi diakon, jika bukan menjadi imam. Perubahan ini lebih lambat menyebar di Barat, di mana jabatan abas umumnya di tempati oleh umat awam sampai akhir abad ke-7. Meskipun berstatus awam, kepemimpinan gerejawi yang dijalankan oleh para abas dibuktikan oleh kehadiran dan pemberian suara mereka dalam konsili-konsili gerejawi. Konsili Konstantinopel I, pada 448 Masehi, dihadiri 23 arkimandrit atau abas, dan 30 uskup.

Konsili Nicaea II, pada 787 Masehi, mengakui hak para abas untuk menahbiskan biarawan mereka menjadi pejabat gereja rendah di bawah jenjang diakonat, sebelumnya hanya uskup yang memiliki hak tersebut.

Mula-mula para abas tunduk pada yurisdiksi episkopal, dan memang terus demikian adanya di Barat sampai abad ke-11. Codex Yustinianus (lib. i. tit. iii. de Ep. leg. xl.) menetapkan abas di bawah pengawasan episkopal. Kasus pertama yang tercatat mengenai dikecualikannya seorang abas dari kendali episkopal adalah Faustus, abas dari Lerins, di konsili Arles, pada 456 Masehi; namun tuntutan-tuntutan dan keberatan-keberatan para uskup, asal-muasal dari penolakan terhadap kendali episkopal tersebut, lebih daripada arogansi para abas, menjadikannya makin sering terjadi, dan pada abad ke-6, praktik pemisahan sebagian atau keseluruhan rumah-rumah rohani dari kendali episkopal, dan menjadikannya bertanggungjawab langsung kepada paus, memperoleh dukungan dari Paus Gregorius Agung. Pengecualian-pengecualian yang diperkenalkan dengan tujuan baik ini, makin menjadi-jadi menjelang abad ke-12, sehingga menciptakan suatu imperium in imperio, dan menggeser uskup dari seluruh otoritas atas pusat-pusat utama dari pengaruh dalam keuskupannya. Pada abad ke-12 para abas di Fulda menyatakan diri lebih tinggi kedudukannya daripada uskup agung Cologne. Kedudukan para abas makin lama makin menghampiri kedudukan para uskup, dan tanpa menghiraukan larangan konsili-konsili awal serta protes-protes dari St. Bernardus serta pihak-pihak lain, mereka mulai mengadopsi insignia episkopal yakni mitra, cincin, sarung tangan dan kasut. Selama ini diyakini bahwa hak mengenakan mitra kadang kala dianugerahkan sri paus kepada para abas sejak sebelum abad ke-11, akan tetapi dokumen-dokumen yang menjadi dasar klaim tersebut kurang otentik (J. Braun, Liturgische Gewandung, hal. 453). Dokumen pertama yang tak terbantahkan adalah bulla yang dikeluarkan Paus Aleksander II pada 1063 yang menganugerahkan hak menggunakan mitra kepada Egelsinus, abas dari biara St. Augustinus di Canterbury. "Para abas bermitra" di Inggris adalah abas-abas dari Abingdon, Biara St. Albans, Bardney, Battle, Biara Bury St. Edmunds, Biara St. Augustine di Canterbury, Colchester, Croyland, Evesham, Glastonbury, Gloucester, Biara St. Benet di Hulme, Hyde, Malmesbury, Peterborough, Ramsey, Biara Reading, Selby, Shrewsbury, Tavistock, Biara Thorney, Westminster, Winchcombe, Biara St. Mary di York. Dari antara mereka kedudukan tertinggi mula-mula diberikan kepada abas di Glastonbury, sampai pada 1154 Masehi Paus Adrian IV (Nicholas Breakspear) menganugerahkan kedudukan tersebut kepada abas dari St. Alban, yakni biara asalnya dahulu. Posisi nomor dua di bawah abas biara St. Alban di tempati oleh abas biara Westminster. Untuk membedakan abas dari uskup, diatur agar mitra mereka dibuat dari bahan yang lebih murah harganya, dan tidak boleh dihiasi dengan emas (aturan ini serta-merta seluruhnya dilanggar), serta ujung lengkungan di puncak tongkat gembala mereka melengkung ke dalam bukannya ke luar, yang menunjukkan bahwa yurisdiksi mereka terbatas di dalam biara mereka sendiri.

Pengadopsian insignia (pontificalia) episkopal tertentu oleh para abas diikuti oleh penerobosan ke dalam fungsi-fungsi episkopal, yang secara khusus dilindungi namun gagal oleh Konsili Lateran I, 1123 Masehi. Para abas di Timur, jika tergolong dalam jabatan imam dan mendapat persetujuan uskup, maka diizinkan oleh Konsili Nicea II, 787 Masehi, untuk melakukan upacara pencukuran kepala dan diperbolehkan menahbiskan orang menjadi lektor (pembaca Alkitab dalam liturgi); namun sedikit demi sedikit, demikian pula di Barat, para abas mulai menuntut jabatan yang lebih tinggi, hingga akhirnya pada tahun 1489 Masehi diizinkan oleh Paus Innocentius IV untuk menahbiskan orang baik menjadi subdiakon maupun diakon. Tentunya kapan pun dan di mana pun mereka berwenang melaksanakan upacara penerimaan dan pengenaan seragam kepada anggota-anggota baru biara mereka.

Sewaktu terjadi kekosongan jabatan abas, uskup dari keuskupan setempat memilih abas dari antara para angota biara, tetapi hak pemilihan itu dialihkan dari uskup kepada para biarawan itu sendiri, uskup hanya tinggal mengkonfirmasikan hasil pemilihan dan memberkati abas baru. Bilamana sebuah biara tidak tunduk pada yurisdiksi uskup setempat, maka konfirmasi dan pemberkatan harus dilakukan oleh sri paus sendiri, biara tersebut harus menutupi semua biaya perjalanan abas barunya ke Roma. Untuk menjadi abas seseorang mesti berusia sekurang-kurangnya 25 tahun, bukan anak haram, anggota dari biara yang bersangkutan, kecuali biara tersebut tidak memiliki calon yang memenuhi syarat, sehingga diperbolehkan memilih abas dari biara lain, taat pada semua peraturan biara, dan mampu mengatur biarawan-biarawan lain, orang yang belajar bagaimana memerintah dengan cara menjalankan ketaatan. Dalam beberapa kasus pengecualian seorang abas diperbolehkan menentukan penggantinya. Cassian meriwayatkan seorang abas di Mesir yang melakukan hal ini; dan pada waktu selanjutnya ada contoh yang sama dari kasus St. Bruno. Para paus dan kepala negara sedikit demi sedikit menerobos hak-hak para biarawan, hingga di Italia sri paus mengambil alih hak untuk mengangkat semua abas, dan raja di Prancis, kecuali untuk biara Cluny, Premontre dan beberapa biara lain, berhak mengangkat seseorang menjadi abas. Jabatan diemban seumur hidup, kecuali abas yang bersangkutan diberhentikan oleh para pimpinan ordonya, atau oleh sri paus atau uskup jika dia bertanggung jawab langsung kepada mereka.

Upacara pemberkatan resmi seorang abas pada abad pertengahan adalah seperti yang diatur dalam consuetudinarius Abingdon. Abas yang baru terpilih harus menanggalkan alas kakinya di pintu gereja, dan memasuki gereja tanpa alas kaki untuk menemui para anggota biara yang kemudian mengikutinya dalam suatu prosesi. Setelah melewati tempat umat, dia harus berlutut dan berdoa pada anak tangga paling atas dari tempat para rohaniwan, di mana dia diperkenalkan kepada para rohaniwan oleh uskup atau wakil uskup, dan didudukkan pada kursi yang telah disediakan baginya. Selanjutnya para biarawan berlutut dan menciumi tangannya, lalu bangkit dan menciumi mulutnya, abas menggenggam tongkat komandonya. Kemudian dia mengenakan kembali alas kakinya di sakristi, kemudian diselenggarakan suatu pertemuan, lalu uskup atau wakilnya menyampaikan khotbah yang sesuai.

Kuasa abas bersifat paternal namun absolut, dan dibatasi oleh hukum kanon. Salah satu tujuan utama dari hidup-membiara adalah pemurnian dari ego dan egoisme, dan ketaatan dianggap sebagai jalan menuju kesempurnaannya. Melaksanakan perintah abas merupakan suatu tugas suci, dan bahkan melakukan sesuatu tanpa perintahnya kadang-kadang dianggap sama dengan melangkahi wewenangnya. Contoh-contoh dari ketaatan para biarawan Mesir pada perintah pemimpin mereka, yang dipuji-puji sebagai suatu tindakan mulia oleh orang-orang yang menganggap meniadakan segenap kehendak pribadi sebagai suatu tujuan, diriwayatkan dengan rinci oleh Cassian dan tokoh-tokoh lainnya, misalnya tentang seorang biarawan yang membasahi sebatang tongkat kering, hari demi hari, selama berbulan-bulan, atau berusaha memindahkan sebongkah besar batu batu karang melebihi tenaga yang dimilikinya.

Informasi umum

sunting

Sebelum zaman modern, abas diperlakukan dengan sangat hormat oleh para biarawan yang dipimpinnya. Bilamana dia muncul dalam gereja atau ruangan biara, seluruh hadirin bangkit dan membungkukkan badan. Surat-suratnya diterima sambil berlutut, sama seperti surat-surat dari paus dan raja. Tidak seorangpun biarawan yang boleh duduk di hadapannya atau meninggalkannya tanpa seizinnya, pencerminan etiket hirarkis keluarga dan masyarakat. Tempat paling terhormat diperuntukkan baginya, baik dalam gereja maupun di meja makan. Dalam Gereja Timur, abas diperintahkan untuk makan bersama-sama para biarawan lain. Di Gereja Barat, Peraturan Santo Benediktus mengatur baginya sebuah meja tersendiri, di mana dia dapat menjamu tamu dan orang-orang asing. Hal ini membuka pintu bagi hidup mewah, oleh karena itu, konsili Aachen, para 817 Masehi, mengeluarkan dekret yang mengharuskan abas duduk makan di refter, dan terlibat dalam kegiatan sehari-hari para biarawan, kecuai bila dia mesti menjamu seorang tamu. Jika abas masuk ke refter untuk bersantap, para pendampingnya sudah siap dengan perlengkapan makan, jika diperlukan seorang pelayan akan membantu mereka. Jika para abas makan di dalam ruang pribadinya, Peraturan St. Benediktus mewajibkan mereka untuk mengundang serta para rahib untuk makan bersama, dan untuk itu perlu disediakan ruangan khusus, di saat seperti itu para tamu tidak diperbolehkan berdebat, bergurau, dan bergosip.

 
Lambang abas Katolik Roma dicirikan oleh tongkat gembala keemasan berikat selembar kerudung serta sebuah galero hitam dengan dua belas simpul (galero seorang abas teritorial berwarna hijau)

Praktik modern

sunting

Dalam Gereja Katolik Roma, para abas masih dipilih oleh para biarawan dari sebuah biara untuk memimpin mereka sebagai superior rohani mereka. Sebuah biara harus mendapatkan status sebagai biara dari paus, dan biara-biara yang demikian mendapatkan statusnya setelah memperlihatkan suatu tingkat stabilitas—jumlah tertentu dari biarawan yang mengucapkan kaul, jumlah tertentu dari lamanya berdiri, tingkat kemapanan tertentu dalam hal ekonomi, panggilan dan peraturan. Sebelum mencapai taraf tersebut, sebuah biara hanya merupakan sebuah priori, dikepalai seorang prior yang bertindak selaku superior namun tanpa derajat otoritas legal yang sama dengan yang dimiliki seorang abas.

Abas adalah seorang imam, dipilih oleh para biarawan dari antara para biarawan yang telah mengikrarkan kaul-kekal. Sekali terpilih, dia harus mengajukan permohonan pemberkatan: pemberkatan seorang abas dilaksanakan oleh uskup yang wilayah keuskupannya menjadi lokasi biara yang bersangkutan, atau atas seizinnya, oleh abas atau uskup lain. Upacara pemberkatan tersebut dalam beberapa aspek mirip dengan pentahbisan seorang uskup, yakni abas yang baru dimahkotai dengan mitra, disematkan cincin pada jarinya, dan diberikan tongkat gembala serta menerima penumpangan tangan serta pemberkatan dari pemimpin upacara. Meskipun upacara tersebut menjadikan abas yang baru itu memperoleh kedudukan otoritas legal, tetapi tidak menjadikannya memperoleh otoritas sakramental.

Begitu menerima pemberkatan, si abas bukan saja menjadi bapak bagi para biarawan yang dipimpinnya dalam pengertian rohani, tetapi juga menjadi superior mayor bagi mereka menurut hukum kanon, serta memiliki otoritas tambahan untuk menganugerahkan jabatan pelayanan sebagai akolit dan lektor (sebelumnya, dia dapat memberikan pemberkatan untuk menduduki jabatan-jabatan minor, yang bukan sakramen, dan yang kini telah digantikan oleh jabatan-jabatan pelayanan tersebut). Biara adalah suatu badan "religius bebas" dan oleh karena itu,, dalam banyak hal bertanggungjawab langsung kepada paus, atau abas primat, bukannya kepada uskup setempat.

Abas mengenakan seragam biara yang sama dengan rekan-rekan biarawannya, tetapi menurut tradisi dia mengenakan pula sebuah kalung salib seperti yang dikenakan uskup.

Abas teritorial juga sama seperti abas biasa, tetapi selain itu dia menerima suatu mandat otoritas dari paus atas teritorial sekitar biara yang menjadi tanggung jawabnya.

Hierarki abas

sunting

Dalam beberapa keluarga monastik terdapat jenjang keutamaan atau otoritas di kalangan abas. Dalam beberapa kasus, hal tersebut terjadi karena biara tertentu dianggap sebagai "induk" dari beberapa "anak" biara yang awalnya didirikan sebagai biara yang mandiri dari biara "induk." Dalam kasus-kasus lain, biara-biara telah berafiliasi dalam jaringan-jaringan yang disebut "kongregasi." Beberapa keluarga monastik mengakui satu biara sebagai biara induk dari keseluruhan ordo.

  • Abas San Anselmo di Aventino, di Rome, disebut "abas primat," dan dianggap sebagai abas senior dalam Ordo St. Benediktus (O.S.B.)
  • Abas presiden adalah kepala sebuah kongregasi (federasi) biara-biara dalam Ordo St. Benediktus (misalnya, English Congregation, The American Cassinese Congregation, dll.), atau dalam Ordo Sistersian (O. Cist.)
  • Abas Agung adalah kepala beberapa biara yang merupakan biara-biara induk dari biara-biara lain (misalnya, St. Vincent's Archabbey, Latrobe, Pennsylvania)

Para abas modern yang bukan superior

sunting

Gelar abbé (Bahasa Prancis), umum digunakan dalam Gereja Katolik di Benua Eropa, gelar ini setara dengan "Father" dalam Bahasa Inggris dan "Romo" di Indonesia (etimologi paralel), yang dengan bebas digunakan untuk menyapa semua orang yang telah menerima tonsura. Penggunaan gelar ini konon berasal dari hak yang diberikan kepada Raja Prancis atas dasar perjanjian antara Paus Leo X dan Raja Francis I (1516), untuk menunjuk abbés commendataires bagi sebagian besar biara di Prancis. Harapan untuk mendapatkan sinecura tersebut memikat banyak pria muda ke Gereja dalam jumlah besar, dan kelas abbés pun terbentuk—abbés de cour mereka kadang-kadang disebut (secara ironis) abbés de sainte espérance, (abbés harapan suci)—yang memegang kedudukan resmi. Hubungan yang dijalin oleh sebagian besar dari mereka dengan Gereja adalah hubungan yang paling rentan, cukup dengan mengadopsi gelar abbé, setelah menjalani studi teologi ringan, mempraktikkan selibat dan mengenakan busana khusus berupa sehelai mantel pendek berwarna violet gelap berkerah sempit. Menjadi orang-orang yang dianggap berpendidikan dan tentunya hidup senang, membuat banyak warga kelas masyarakat ini dekat dengan keluarga-keluarga ningrat Prancis sebagai guru dan penasehat pribadi. Hampir semua keluarga ternama punya seorang abbé. Kelas ini lenyap sesudah Revolusi Prancis; namun gelar abbé, tanpa hubungan tertentu dengan fungsi gerejawi apapun seingat orang, tetap digunakan sebagai gelar umum untuk menyapa semua rohaniwan.

Kristen Timur

sunting

Dalam Gereja Ortodoks Timur dan Gereja-Gereja Katolik Timur, abas disebut Hegumenos. Superior dari sebuah komunitas biarawati disebut Hegumenia. Ekuivalen terdekat dari Abas Agung adalah Arkimandrit.

Di Timur, ketetapan-ketetapan Codex Yustinianus masih diterapkan, di mana sebagian besar abas tunduk langsung di bawah seorang uskup. Biara-biara yang memperoleh status stavropegial tunduk langsung kepada seorang Primat atau Sinode para uskupnya.

Sekalipun gelar "abas" dalam Gereja Barat sekarang ini tidak lagi diberikan kepada orang-orang selain para kepala biara, di Timur gelar arkimandrit diberikan kepada para imam "monastik" (imam yang selibat), sekalipun bukan merupakan anggota sebuah biara, sebagai penghargaan atas pengabdiannya, mirip dengan gelar monsignor dalam Ritus Latin di Gereja Katolik. Dalam Gereja Ortodoks Rusia, hanya biarawan yang diizinkan menjadi abas atau arkimandrit. Imam-imam yang beristri diangkat ke jenjang sama sebagai Protopresbiter. Tidak ada imam "selibat" yang bukan biarawan dalam Gereja Rusia, dengan pengecualian untuk imam-imam menikah yang sudah menduda. Sejak era Ratu Katerina II jenjang abas dan arkimandrit diberikan sebagai gelar kehormatan dalam Gereja Rusia, dan boleh diberikan kepada semua biarawan, sekalipun bukan kepala biara.

Abas Protestan

sunting

Dalam Gereja Injili Jerman gelar dalam Bahasa Jerman Abt (abas) kadang-kadang diberikan, seperti gelar abbé di Prancis, sebagai gelar kehormatan, dan masih terus digunakan untuk menyapa pimpinan beberapa biara yang diubah pda masa Reformasi menjadi yayasan-yayasan pendidikan. yang paling menonjol adalah Biara Loccum di Hanover, yang didirikan sebagai sebuah biara Sistersianpada 1163 oleh Count Wilbrand dari Hallermund, dan direformasi pada 1593. Abas dari Loccum, yang tetap membawa-bawa tongkat gembala, menduduki posisi tertinggi dari seluruh rohaniwan di Hanover, dan secara ex officio merupakan anggota konsistori kerajaan. Struktur pemerintahan biara itu terdiri atas abas, prior dan "komunitas" para Stiftsherren (kanon).

Dalam Gereja Inggris, Uskup Norwich, dengan dekret kerajaan yang dikeluarkan Raja Henry VIII, juga diberi gelar kehormatan sebagai "Abas St. Benet." Gelar ini bermula sejak pemisahan Inggris dari Tahta Keuskupan Roma, tatkala Raja henry, sebagai kepala tertinggi dari gereja mandiri yang baru berdiri itu, menyita seluruh biara, kecuali biara St. Benet, karena abas dan para biarawan di situ tidak berharta apa pun, dan hidup selayaknya pengemis, memecat Uskup Norwich saat itu dan menggantikannya dengan abas St. Benet, oleh karenanya gelar ganda itu terus dipertahankan sampai sekarang.

Selain itu, dalam uparaca pelantikan Uskup Agung Canterbury, terdapat tiga kali pelantikan, yang pertama sebagai uskup dari keuskupan Canterbury, yang kedua di Tahta St. Augustinus sebagai Primat Seluruh Inggris, san yang ketiga sebagai Abas Tituler Canterbury.

Ada beberapa biara Benediktin dalam Komuni Anglikan. Sebagian besar di antaranya memiliki abas bermitra.

Abas dalam seni dan sastra

sunting
 
"Abas", dari Tarian Sang Maut, oleh Hans Holbein Muda

"Abas" adalah salah satu tipe awal ilustrasi dalam Danse Macabre.

Kehidupan sejumlah abas memberi kontribusi penting bagi hagiografi Kristiani, salah satu yang paling terkenal adalah Riwayat St. Benediktus dari Nursia karya St. Gregorius Agung.

Dari tahun 1106-1107 Masehi, seorang abas Ortodoks Rusia bernama daniel melakukan perjalanan ziarah ke Tanah Suci dan mencatat pengalaman-pengalamannya. Buku hariannya itu banyak dibaca di seluruh Rusia, dan sekurang-kurangnya masih ada 75 salinan manuskrip yang bertahan.

Santo Yosef, Abas Volokolamsk (1439–1515), menyusun sejumlah karya tulis berpengaruh menentang bidaah, dan mengenai disiplin monastik dan liturgis, serta filantropi Kristiani.

dalam serial Tales of Redwall, makhluk-makhluk Redwall dipimpin oleh seorang abas atau abdis. Para "abas" ini dipilih oleh para saudara dan saudari Redwall untuk melayani sebagai seorang superior dan untuk memperlihatkan kepedulian paternal. Sangat mirip dengan para abas yang asli.

Lihat pula

sunting

Sumber dan referensi

sunting

Pranala luar

sunting