Brigadir Jenderal TNI (Purn.) dr. Agusni (Ejaan Van Ophuijsen: Agoesni; 6 Agustus 1918 – 23 Februari 1995) merupakan seorang perwira tinggi kesehatan angkatan darat dari Indonesia. Ia pernah memegang jabatan sebagai Kepala Jawatan Kesehatan III/Siliwangi dari 1968 hingga 1972.

Agoesni
Lahir(1918-08-06)6 Agustus 1918
Tanjung Alam, Biaro Gadang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Hindia Belanda
Meninggal23 Februari 1995(1995-02-23) (umur 76)
Rumah Sakit Dustira, Cimahi, Jawa Barat, Indonesia
Pengabdian
  • Kekaisaran Jepang (1944–1945)
  • Indonesia (1945–1973)
Dinas/cabangPETA
(1944–1945)
TNI Angkatan Darat
(1945–1973)
Lama dinas1944–1973
Pangkat Mayor Jenderal TNI
NRP17170
KesatuanKedokteran (CDM/CKM)
Pasangan
Sari Mangkusasmito
(m. 1944)
Anak1

Riwayat Hidup

sunting

Masa kecil dan pendidikan

sunting

Agoesni lahir di Tanjung Alam, Biaro Gadang, Ampek Angkek, Agam, Sumatera Barat pada tanggal 6 Agustus 1918[1] di Sumatera Barat sebagai anak dari Tamin Sutan Pamuncak, [2] kepala stasiun kereta api di Bukittinggi dengan istrinya Bani.[3][4]

Setelah menamatkan pendidikan menengahnya di Bukittinggi, Agoesni mendaftarkan diri dan diterima sebagai siswa Nederlandsch-Indische Artsen School (NIAS) pada tahun 1936. Ia kemudian merantau ke Surabaya dan tinggal di sebuah kos yang terletak di Jalan Kapas Kerampung 162.[3]

Ketika Jepang menduduki pulau Jawa pada tahun 1942, kampus kedokteran NIAS ditutup dan tenaga pengajarnya yang sebagian besar merupakan orang Belanda ditangkap dan dimasukkan ke dalam kamp internir. Agoesni yang saat ini berada pada tingkat ko-asisten harus berhenti dari kuliah. Pemerintah pendudukan Jepang akhirnya membuka Djakarta Ika Daigaku (Perguruan Tinggi Jurusan Kedokteran) pada awal tahun 1943 dan Agoesni bersama dengan mahasiswa NIAS lainnya bisa meneruskan pendidikannya di perguruan tinggi tersebut.[5] Selain menjalani pendidikan kedokteran, Agoesni dan mahasiswa lainnya juga mengikuti latihan baris-berbaris dan memegang senjata.[6]

Agoesni menyelesaikan pendidikan di Djakarta Ika Daigaku pada tahun 1944 dan diangkat sebagai perwira kesehatan pada Tentara Pembela Tanah Air (PETA) dengan pangkat shodancho. Agoesni ditugaskan di wilayah Yogyakarta.[6]

Agoesni menikah pada 1944 dengan Sari Mangkusasmito, adik dari bapak pemilik rumah kosnya di Surabaya.[6] Salah seorang anaknya bernama Prof. Dr. dr. Indropo Agusni (1949–2018), guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.[4][7][8]

Karier

sunting

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Agusni sebagai dokter ikut bergerilya melawan Belanda. Ia bertugas di Surakarta dan Wonogiri serta tergabung dalam pasukan di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Gatot Subroto dan Kepala Staf Mayor Jenderal Urip Sumoharjo.[6]

Pada 1947, terjadi wabah pes di hampir seluruh desa di Wonogiri. Agusni bersama Dokter Sumedi secara sukarela berkeliling dengan sepeda memetakan dan mengobati masyarakat.[6] Sebanyak 10–15 orang tercatat meninggal setiap harinya dan bahkan sudah 130 orang meninggal di Desa Manjaran. Agoesni mengajarkan masyarakat cara mencegah tikus masuk ke rumah mereka yang terbuat dari bambu yang memudahkan wabah pes. Ia juga melaporkan terjadinya penyakit framboesia dan malaria yang banyak berjangkit di daerah itu.[9]

Pada 1949, Agusni dengan pangkat letnan kolonel dimutasi ke Kota Cimahi. Ia bersama Dokter Raden Kornel Singawinata ditugaskan menerima pengalihan Rumah Sakit Tentara (RST) Cimahi dari KNIL kepada TNI.[9] Agusni ditugaskan menjadi Kepala Bagian Pendidikan Sekolah Perawat RST Cimahi. Pada 1951, ia berusaha memperoleh pengakuan pendidikan keperawatan RST dari Menteri Kesehatan dan meningkatkan kualitas pendidikan pembantu juru rawat, juru rawat, dan perawat.[10] Ia ikut membangun perpustakaan RST Cimahi dan berlangganan majalah kedokteran yang dibiayai Angkatan Darat.[11]

Pada 1954, Agusni diangkat menjadi Kepala RST Cimahi dan diberi tugas tambahan sebagai dokter garnisun KMKB Bandung. Sejak itulah Agusni bekerja sebagai dokter militer Angkatan Darat di Divisi Siliwangi.[11] Di RS itu, Agusni bekerja di Bagian Kulit dan Kelamin. Pada 1956, ia mendapatkan tugas belajar mendalami venereologi ke Amerika Serikat. Pada 1958, ia ditugaskan sebagai dokter pasukan batalyon 330 Kujang I untuk Operasi Penumpasan Pemberontakan Permesta ke Kotamobagu, Sulawesi Utara yang dipimpin oleh komandan Mayor Himawan Sutanto.[12]

Referensi

sunting

Daftar Pustaka

sunting