Sultan Mas (Amas) Madina[1] atau Amasa Samawa Dewa Mas Madina atau Sultan-Moeharram-Haroena-r-rasjied[2] (Datu Bala Balong) bin Dewa Mas Bantan (lahir: 20 Maret 1688 Masehi/17 Jumadil awal 1099 Hijriyah) adalah Sultan Sumbawa ke-4 (m. 1702-1725 ).[2][3][4] Putra kedua Dewa Mas Bantan yang bernama Amas Madina alias Amasa Samawa Dewa Mas Madina dinobatkan sebagai Sultan Sumbawa. Pada masa pemerintahan Amas Madina alias Amasa Samawa Dewa Mas Madina mulai ditata dan diatur dengan baik dasar–dasar pemerintahan menurut adat barenti ko Syara’. Syara’ barenti ko kitabullah, sebagaimana tertuang dalam Manik Kamutar Dewa Masmawa (Piagam) yang meletakkan Tiga Dasar Pokok Pemerintahan:

  • Politik, Keamanan dan Pertahanan
  • Kemakmuran Rakyat
  • Ketakwaan Kepada Allah SWT.

Keluarga

sunting

Amasa Samawa Dewa Mas Madina atau Amas Madina menikahi I Rukkia KaraEng Agangjene Arung Barru VII, putri Addituang Sidenreng V (La Mallewai).[1][5][6] Pernikahan ini berlangsung pada hari Kamis tanggal 29 November 1702 (10 Rajab) dan memperolah seorang Putri yang diberinama I Sugiratu Karaeng Bontoparang. Selanjutnya pada tanggal 16 Desember 1704 (10 Syaban) Mas Madiana menikahi Batari Toja Aru Timurung[7] dan pada hari Rabu tanggal 22 Mei 1708 (2 Rabiulawal) Mas Madina menikahi Karaeng Pasi (saudarinya Sirajuddin)[8]

Hidjará sanná 1116. 19 Djoeli, 17 Râbelé-aoewalá, allo ahá. Namamaná KaraëAgaang-djéné(í) ri Karaë-Sambawa I-Soegi.[9][10]

Membangun istana

sunting

Dewa Masmawa Sultan Jalaluddin Muhammadsyah I membangun sebuah Istana yang sangat ternama keindahannya yang diberi nama Istana Bala Balong.

Pemakaman

sunting

Pada tahun 1722, atas desakan seorang Syekh, Amas Samawa Mas Madina memimpin langsung pasukan perangnya untuk berjihad mengusir penjajah dari bumi Selaparang, pulau Lombok, bersama saudaranya Mas Palembang Dewa Maja Jareweh (Datu Jereweh) dan Jalaluddin Datu Taliwang (Dewa Lengit Ling Gunung Satya). Namun naas, dalam peperangan tersebut Sultan Amas Madina mangkat bersama saudaranya Mas Palembang Dewa Maja Jareweh pada tanggal 28 Jumadilawal 1137 Hijriyah/12 Februari 1725 Masehi. Makam keduanya terdapat di Apitaik, Lombok Timur.[11][12][13][14][15][16][17][18][19][20][21]

Catatan Kerajaan Bima Bo' Sangaji Kai Naskah No. 34

sunting

Sitti Maryam Rachmat Salahuddin (1999:56) dalam Catatan Kerajaan Bima Bo' Sangaji Kai pada Naskah No. 34 yang ditulis sejaman Lalu Muhammad (Sultan Muhammad Kaharuddin II) menulis bahwa Raja Sumbawa Dewa Mas Madina merupakan keturunan (cicit) Raja Maja Paruwa:[22]

Turunan Raja-Raja di Sumbawa

Bahwa ini peringatan turun-temurun bangsa raja yang empunya kerajaan Sumbawa, itulah raja yang bernama Raja Maja Paruwa yang memperanakkan dua orang perempuan, yaitu seorang yang diperistrikan oleh Raja Banjar, maka beranak seorang laki-laki, itulah menjadi Raja Taliwang yang hilang di Tallo'. Kemudian berapa lama antaranya maka matilah istrinya Raja Banjar itu anak Raja Maja Paruwa, maka takdir Allah taala maka diperistrikan pula adik istrinya anak Raja Maja Paruwa, maka diperanakkan lagi seorang laki-laki, itulah yang dinamai Datu Loka menjadi Raja Sumbawa, itulah yang pergi di Mengkasar memperistrikan anak Raja Tallo' Taminar Lampana, yaitu cucunya oleh Yang Dipertuan Kita Mantau Uma Jati ialah Sirajudin, memperanakkan empat orang, seorang bernama Balasawo, dan seorang lagi Raja Sumbawa yang hilang di Bali, dan seorang perempuan bernama [Datu] Tengah, dan seorang lagi bernama Datu Jereweh.

Adapun yang bernama Balasawo itu tiada beranak, dan Raja Sumbawa yang hilang di Bali beranak seorang perempuan bernama Datu Bini. Maka Datu Bini diperistrikan oleh Raja Mengkasar bernama Karaeng Bonto Langkasa, maka beranak seorang perempuan bernama Siti Hadijah, itulah diperistrikan oleh Datu Pengantin anak Raja Taliwang dengan Raja Banjar. Maka ialah beranak seorang laki-laki, itulah Raja Sumbawa yang besar badannya. Maka Raja Sumbawa yang besar badannya itu diperanakkan lagi seorang laki-laki bernama Lalu Muhammad, menjadi Raja Sumbawa sekarang ini adanya.

Seperkara lagi Datu Jereweh saudaranya oleh yang hilang di Bali, maka beranak seorang laki-laki bernama Datu Susun, itulah menjadi raja yang memperistrikan anak raja yang hilang di Bali bernama Datu Bini itu akan tetapi tiada beranak. Dan lagi seperti saudaranya bernama Datu Tengah, itulah yang beranak empat orang, pertama-tama Tuan Kita Manuru Daha, dan kedua Tuan Kita bernama Abdullah yang hilang di Bali, ketiga perempuan Paduka Tallo', dan keempat laki-laki Raja Sumbawa yang empunya kubur di Tanah Taraha, itulah pangkatnya yang tiada berhingga menjadi Raja Sumbawa sampai sekarang ini. Intaha demikianlah adanya. Datu Tengah diperistrikan oleh Tuan Kita Sultan Hasanuddin ma Bata Bou.

Silsilah kekerabatan dengan Kesultanan Gowa dan Kerajaan Tallo

sunting

Sultan Amas Madina dan Raja-raja di Sumbawa menurut naskah Hikayat Raja-raja Banjar dan Kotawaringin dan Majelis Adat - Lembaga Adat Tanah Samawa (LATS) serta Bidang Kebudayaan - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sumbawa, memiliki leluhur seorang bangsawan dari Kesultanan Banjar yang bernama Raden Subangsa bergelar Pangeran Taliwang yang memiliki seorang putra di Taliwang bernama Amas Mattaram Datu Taliwang dan seorang putera lainnya di Sumbawa Besar bernama Raden Bantan (Dewa Mas Bantan Datu Loka) yang menjadi Sultan Sumbawa ke-3.[11][12][23][24][25][26][27][28][29][30][31][32][33][34][35][36]

Kekerabatan dengan Sultan Banjar

sunting

Raja Banjar Sultan Sulaiman Rahmatullah / Sulaiman Saidullah II (bin Panembahan Kaharuddin Halilullah, Sultan Tahmidillah II, Sunan Sulaiman Saidullah I, Sunan Nata Alam) telah menerima sebuah tombak pusaka bernama Kaliblah dari sepupunya Raja Sumbawa XIII Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin II (bin Dewa Masmawa Sultan Mahmud anak Ratoe Laija).

Tertulis dalam buku Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde volume 14 (1864:503):[37]

Omtrent de lans Kaliblah wordt het navolgende verhaald. Zij behoorde vroeger tot de rijkswapens van den Sultan van Sumbawa. Een dezer Sultans nu was in het huwelijk getreden met Ratoe Laija, eene zuster van Sultan Tahmid Ilah II van Bandjermasin. Uit dat huwelijk is de Sulthan Mohamad, die later over Sumbawa geregeerd heeft geboren.[37]

Berikut ini terkait dengan tombak Kaliblah. Tombak ini dulu milik senjata nasional Sultan Sumbawa.

Salah satu Sultan ini (Dewa Masmawa Sultan Mahmud) sekarang menikah dengan Ratoe Laija, saudara perempuan dari Sultan Tahmid Illah II (disebut juga Panembahan Kaharuddin Halilullah Raja Banjar 1785-1808) dari Bandjermasin.

Buah dari pernikahan itu adalah Sulthan Mohamad (Lalu Muhammad, Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin II Raja Sumbawa XIII 1795-1816), yang kemudian memerintah atas Sumbawa.

Daftar pustaka

sunting

Rujukan

sunting
  1. ^ a b Daeng Patunru, Abdurrazak (1972). Sedjarah Gowa. Indonesia. hlm. 162. 
  2. ^ a b J. Noorduyn (1987). J. Noorduyn, ed. Bima en Sumbawa (Volume 129 dari Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde). 129. Indonesia: BRILL. hlm. 18. ISBN 9067652296. ISSN 1572-1892. ISBN 9789067652292
  3. ^ Stokvis, Anthony Marinus Hendrik Johan (1888). Manuel d'histoire, de généalogie et de chronologie de tous les états du globe, depuis les temps les plus reculés jusqu'à nos jours (dalam bahasa Prancis). Brill. hlm. 380. 
  4. ^ "Ensiklopedia Kebudayaan Sumbawa, Sultan-sultan Sumbawa". Universitas Teknologi Sumbawa. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-18. Diakses tanggal 18 Mei 2019. 
  5. ^ Mukhlis Paeni, Edward Lamberthus Poelinggomang, Ina Mirawati (2002). Batara Gowa: messianisme dalam gerakan sosial di Makassar. Indonesia. hlm. 107. ISBN 9794205141. 
  6. ^ Daeng Patunru, Abdurrazak (1969). "Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan dan Tenggara". Sedjarah Gowa. Indonesia: Jajasan Kebudajaan Sulawesi Selatan dan Tenggara. hlm. 242. 
  7. ^ 16 Desêmberé, 19 Sabang, allo arabâ. Naboentieng KaraëSambawa ri Aroe-Timoeroeng. Hidjará sanná 1116.
  8. ^ 22 Maï, 2 Râbelé-aoewalá, allo arabâ. Nasikalabini KaraëSambawa Karaë-Pasi. Hidjará sanná 1120.
  9. ^ William Cummings, ed. (2011). The Makassar Annals (dalam bahasa Inggris). 35. Diterjemahkan oleh William Cummings. Indonesia: BRILL. hlm. 162. ISBN 9004253629. ISSN 0067-8023. ISBN 9789004253629
  10. ^ "Koninklijk Instituut voor de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië". Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indië (dalam bahasa Belanda). 28. Martinus Nijhoff. 1880. hlm. 50. 
  11. ^ a b "Ensiklopedia Kebudayaan Sumbawa, Pemerintahan Sultan Bagian 1". Universitas Teknologi Sumbawa. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-18. Diakses tanggal 18 Mei 2019. 
  12. ^ a b "Ensiklopedia Kebudayaan Sumbawa, Pemerintahan Sultan Bagian 2". Universitas Teknologi Sumbawa. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-18. Diakses tanggal 18 Mei 2019. 
  13. ^ Ben Cahoon. "Indonesian Traditional States II". WORLD STATESMEN.org. Diakses tanggal 3 Juni 2019. 
  14. ^ "Rulers in Asia (1683 – 1811): attachment to the Database of Diplomatic letters" (PDF). Arsip Nasional Republik Indonesia (dalam bahasa Inggris). hlm. 57. Diakses tanggal 2019-01-05. 
  15. ^ "Sejarah Kesultanan Sumbawa". Website Resmi Pemerintah Kabupaten Sumbawa. Diakses tanggal 2019-08-06. 
  16. ^ "Sambangi Taliwang, Raja Gowa Tallo Sebut Silsilah Taliwang-Gowa Tallo Punya Hubungan Erat". kabarntb.com. Diakses tanggal 2019-19-06. 
  17. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat
  18. ^ Mantja, Lalu (1984). Sumbawa pada masa dulu: suatu tinjauan sejarah. Indonesia: Rinta. 
  19. ^ Annabel Teh Gallop (2002). "Malay Seal Inscriptions: A Study in Islamic Epigraphy from Southeast Asia" (dalam bahasa Inggris). 3. University of London: 542. 
  20. ^ Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Nusa Tenggara Barat. Peninggalan sejarah dan kepurbakalaan Nusa Tenggara Barat. Indonesia: Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 126. 
  21. ^ "Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional (Indonesia), Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Indonesia), Proyek Peningkatan Penelitian Arkeologi Jakarta (Indonesia)". Berita penelitian arkeologi, Masalah 11-14. Indonesia: Proyek Pelita Pengembangan Media Kebudayaan, Departemen Pendidikan & Kebudayaan. 1977. hlm. 10. 
  22. ^ Rachmat Salahuddin, Sitti Maryam (1999). Henri Chambert-Loir, ed. Bo' Sangaji Kai: catatan kerajaan Bima. Indonesia: Ecole française d'Extrême-Orient : Yayasan Obor Indonesia, 1999. hlm. 56. ISBN 9794613398.  ISBN 978-979-461-339-9
  23. ^ https://www.scribd.com/doc/190123982/Hikayat-Banjar
  24. ^ Ras, Johannes Jacobus (1968). Hikajat Bandjar: A study in Malay historiography (dalam bahasa Inggris). Bibliotheca Indonesica, Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (Netherlands), Martinus Nijhoff. 
  25. ^ Ras, Johannes Jacobus (1990). Hikayat Banjar (dalam bahasa Melayu). Diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh. Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka. ISBN 9789836212405.  ISBN 983-62-1240-X
  26. ^ Rosyadi, Sri Mintosih, Soeloso, Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Indonesia) (1993). Hikayat Banjar dan Kotaringin. Indonesia: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara. hlm. 139. 
  27. ^ (Belanda) Cense, Anton Abraham (1928). De kroniek van Bandjarmasin. C.A. Mees. hlm. 54. 
  28. ^ Ras, Johannes Jacobus (1968). Johannes Jacobus Ras, ed. Hikajat Bandjar: A Study in Malay Historiography (dalam bahasa Inggris). Martinus Nijhoff. 
  29. ^ Ras, Johannes Jacobus (1968). Bibliotheca Indonesica (dalam bahasa Inggris). 1. Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde. 
  30. ^ Rogayah A. Hamid, Etty Zalita Zakaria. Inti sari karya klasik (dalam bahasa Melayu). 1. Malaysia: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pendidikan Malaysia. ISBN 9836295062.  ISBN 9789836295064
  31. ^ Hikayat Banjar, Siri karya sastera klasik untuk remaja (dalam bahasa Melayu). Malaysia: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pendidikan Malaysia. 2004. ISBN 9836280146.  ISBN 9789836280145
  32. ^ "Museum Negeri Lambung Mangkurat". Hikayat Banjar Volume 1 dari Seri penerbitan Museum Negeri Lambung Mangkurat. Indonesia: Museum Negeri Lambung Mangkurat. 1981. 
  33. ^ Tijdschrift voor Nederlandsch Indië (1861). "Tijdschrift voor Nederlandsch Indië (Geschiedkundige aanteekcningen omtrent zuidelijk Borneo)". 23. Ter Lands-drukkerij: 199. 
  34. ^ Tijdschrift voor Nederlandsch Indië (1861). "Tijdschrift voor Nederlandsch Indië (Geschiedkundige aanteekcningen omtrent zuidelijk Borneo)". 51. Ter Lands-drukkerij: 199. 
  35. ^ Tijdschrift voor Nederlandsch Indië (1861). "Tijdschrift voor Nederlandsch Indië (Geschiedkundige aanteekcningen omtrent zuidelijk Borneo)". 51. Becht: 199. 
  36. ^ Hoëvel, Wolter Robert (1861). "Wolter Robert Hoëvel". Tijdschrift voor Nederlandsch Indië (dalam bahasa Belanda). 23. Ter Lands-drukkerij. hlm. 199. 
  37. ^ a b "Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde" (dalam bahasa Belanda). 14. Batavia: Lange & Company, Martinus Nijhoff. 1864: 503. 

Pranala luar

sunting