Pramugari

anggota kru udara
(Dialihkan dari Awak kabin)

Awak kabin, juga dikenal sebagai pramugara (untuk pria) dan pramugari (untuk wanita) atau air host/air hostess, adalah bagian dari awak pesawat dalam penerbangan komersial, dalam banyak pesawat jet bisnis (business jets), dan beberapa pesawat udara milik pemerintahan.[1][2] Secara kolektif, disebut awak kabin, yang tanggung jawab utamanya adalah keselamatan dan kenyamanan penumpang. Kepramugaraan adalah hal-hal yang berkenaan dengan pekerjaan di pesawat udara, kereta api, atau kapal [3]

Salah satu awak kabin Austrian Airlines mengarahkan penumpang ke tempat duduknya

Penyempitan makna

sunting

Walaupun pada awalnya dalam bahasa Indonesia menurut KBBI istilah ini diperuntukkan untuk semua jenis pengangkutan umum, baik pesawat udara (pramugara/i pesawat), kereta api (pramugara/i kereta), maupun kapal laut (pramugara/i kapal), tetapi kemudian istilah ini mengalami penyempitan makna sehingga dan istilah pramugara/pramugari disepadankan hanya untuk staf perusahaan penerbangan saja (bahasa Inggris: flight attendant/steward(ress)) dan penggunaan istilah ini untuk jenis transportasi selain pesawat udara jarang ditemukan lagi. Karena pada praktiknya jumlah pramugara/i pesawat juga lebih banyak daripada jenis angkutan yang lain, dan suatu penerbangan biasanya lebih didominasi oleh pramugari daripada pramugara, maka istilah pramugari menjadi lebih sering digunakan untuk menyebut pekerjaan baik pramugari maupun pramugara pesawat.

Pramugara/i pesawat

sunting

Para pramugari dan pramugara selama dalam perjalanan penerbangan secara bersama-sama merupakan awak kabin yang tugas intinya adalah menjaga keselamatan para penumpang di pesawat dan melayani kebutuhan penumpangnya atau biasa disebut serving, sementara para pilot (di kokpit) dan para teknisi memperhatikan aspek-aspek teknis penerbangan.

Tanggung jawab utama para awak penerbangan adalah keamanan penumpang dan siap siaga dalam keadaan darurat. Hal ini diikuti dengan tugas rutin pelayanan penumpang seperti menyediakan makanan dan minuman di pesawat, dan memenuhi kebutuhan individual para penumpangnya. Peran ini kadang-kadang menjadikan konflik ketika mereka harus meminta seorang penumpang yang telah minum minuman beralkohol terlalu banyak untuk berhenti, atau untuk meminta penumpang memasang sabuk pengaman, duduk, menyeleksi barang yang harus dibawa di luggage bins atau meminta mereka mengikuti prosedur keamanan pesawat.

Sejarah

sunting
 
Pramugari Belanda, Istanbul, 1959

Peran awak kabin berasal dari posisi sejenis di kapal penumpang atau kereta api penumpang, tetapi memiliki keterlibatan lebih langsung dengan penumpang karena ruang yang tertutup di dalam pesawat udara. Selain itu dari itu, pekerjaan awak kabin berkisar di sekitar keselamatan pada jangkauan yang lebih besar daripada staf sejenis di dalam moda transportasi lainnya. Secara kolektif dalam suatu penerbangan, mereka adalah bagian dari kru kabin, yang dibedakan dari penerbang dan juru mesin udara di kokpit.

Orang Jerman bernama Heinrich Kubis merupakan awak kabin pertama di dunia, pada tahun 1912.[4] Kubis pertama kali melayani penumpang dalam pesawat DELAG Zeppelin LZ 10 Schwaben. Ia juga mengawaki pesawat LZ 129 Hindenburg yang tersohor itu, dan sedang bertugas dalam pesawat ketika pesawat itu terbakar. Ia berhasil menyelamatkan diri dengan meloncat melalui jendela ketika pesawat mendekati permukaan bumi.[5]

Pada awalnya kata "steward" dalam transportasi direfleksikan dalam istilah "chief steward" seperti yang digunakan dalam terminologi transportasi maritim. Istilah purser dan chief steward sering bergantian digunakan untuk menjelaskan personil dengan tugas yang sama untuk pekerjaan di kapal penumpang. Perkembangan kata ini berasal dari tradisi maritim bangsa Inggris yang sudah mendunia (mis. chief mate) sejak abad ke 14, dan pada Pelayaran Niaga sipil Amerika Serikat (United States Merchant Marine) yang kemudian dalam beberapa hal diikuti oleh penerbangan AS. Dikarenakan oleh konvensi internasional dan persetujuan-persetujuan, yang di dalamnya semua awak kapal yang berlayar secara internasional dilengkapi dokumen yang sama oleh negara masing-masing, Perlayaran Niaga AS. menetapkan tugas yang sama untuk chief steward dalam sistem kepangkatan dan struktur komando secara keseluruhan, yang di dalamnya posisi purser tidak terwakili atau disebut.

 
Nelly Diener, pramugari pertama di Eropa, dipekerjakan pada bulan Mei 1934. Dia tewas, saat bertugas di pesawat yang terpotret di belakangnya, di bulan Juli 1934 dalam kecelakaan pesawat Swissair di Tuttlingen. .

Imperial Airways dari Inggris Raya memiliki "cabin boys" atau "stewards"; di era 1920-an.[6] Di AS, Stout Airways yang pertama mempekerjakan pramugara di tahun 1926, dalam penerbangan pesawat Ford Trimotor dalam penerbangan antara Detroit dan Grand Rapids, Michigan. Western Airlines dan Pan American World Airways (Pan Am) (1929) merupakan maskapai penerbangan AS yang pertama mempekerjakan pramugara untuk memberi pelayanan makanan.Pesawat Fokker yang berdaya angkut sepuluh penumpang di Karibia membawa pramugara semasa era penerbangan untuk berjudi ke Havana, Kuba dari Key West, Florida. Awak kabin utama, dalam beberapa kejadian juga melakukan peran purser, pramugara, atau chief steward dalam terminologi penerbangan modern.

Awak kabin wanita pertama adalah seorang perawat terdaftar berusia 25 tahun yang bernama Ellen Church.[7] Dipekerjakan oleh United Airlines di tahun 1930,[8] ia juga merupakan perawat yang pertama diidamkan untuk bekerja di pesawat udara. Hal ini kemudian diikuti oleh maskapai lainnya, mempekerjakan perawat sebagai awak kabin, yang kemudian disebut pramugari ("stewardesses” / "air hostesses"), dalam hampir seluruh penerbangannya. Di Amerika Serikat, pekerjaan tersebut merupakan salah satu dari hanya beberapa pekerjaan yang ada di era 1930-an yang mengijinkan adanya wanita, yang seiring dengan terjadinya Depresi Besar, mengakibatkan banyaknya pelamar untuk hanya beberapa posisi yang tersedia. Dua ribu wanita melamar untuk hanya 43 posisi tersedia yang ditawarkan oleh Transcontinental and Western Airlines (TWA) pada bulan Desember 1935.[9]

 
Mencuci peralatan makan dalam penerbangan, 1949

Awak kabin wanita dengan cepat mengganti para pria, dan sejak tahun 1936, mengambil alih seluruh peran tersebut.[8] Mereka dipilih bukan saja karena pengetahuannya tetapi juga karakter fisiknya.[1] Artikel pada New York Times terbitan tahun 1936 menjelaskan persyaratannya:

Para gadis yang terpilih untuk menjadi awak kabin harus bertubuh mungil dan langsing; berat badan antara 45 sampai 54 kg; tinggi badan 152 sampai 162 cm; usia 20 sampai 26 tahun. Sebagai tambahan untuk persyaratan fisik yang ketat, yang harus dijalani empat kali dalam setahun, dan harus memastikan tidak menggemuk sejalan dengan kesehatan sempurna.[8]

Tiga dekade kemudian, suatu iklan baris pada New York Times tahun 1966 untuk pramugari di Eastern Airlines mencantumkan persyaratan berikut:

Lulusan SMA, lajang (janda dan janda cerai tanpa anak dipertimbangkan), berusia 20 tahun (gadis berusia 19 1⁄2 tahun boleh melamar untuk pertimbangan mendatang). 157 cm tapi tidak lebih tinggi dari 175 cm, berat badan 48 kg sampai 60 kg, proporsional dengan tinggi badan, dan jarak penglihatan setidaknya 20/40 tanpa kacamata.[10]

Penampilan fisik dianggap salah satu faktor penting untuk menjadi seorang pramugari. Pada masa itu, maskapai penerbangan mempercayai bahwaeksploitasi seksualitas wanita akan meningkatkan profitnya; oleh karena itu seragam awak kabin wanita sering pas badan dan dilengkapi dengan sarung tangan dan sepatu hak tinggi.[11]

 
Awak kabin sekitar tahun 1970

Di Amerika Serikat, mereka dituntut belum menikah dan akan dipecat apabila memutuskan untuk menikah. pada salah satu maskapai penerbangan Amerika dilonggarkan karena makin banyak wanita yang dipekerjakan,[9] kemudian menghilang seluruhnya saat Perang Dunia II karena banyak perawat yang kemudian bergabung di korps military nurser.

Ruth Carol Taylor merupakan awak kabin Amerika keturunan Afrika pertama di Amerika Serikat.[12] Dipekerjakan di bulan Desember 1957,[13] dan pada tanggal 11 Februari 1958, Taylor adalah awak kabin dalam penerbangan Mohawk Airlines dari Ithaca ke New York, pertama kalinya posisi seperti itu dilakukan oleh seorang Amerika keturunan Afrika.[14] Selang enam bulan kemudian dia dibebastugaskan akibat kebijakan Mohawk tentang larangan menikah [15] yang kemudian umum diberlakukan.

Pengaduan pertama yang diterima Komisi tentang Kesempatan dan Perlakuan Setara Amerika Serikat (Equal Employment Opportunity Commission /EEOC) berasal dari awak kabin wanita yang berkeberatan atas diskriminasi usia, persyaratan berat badan, dan larangan menikah.[16] (Pada awalnya awak kabin wanita, dipecat bila mereka mencapai usia 32 atau 35 tahun, tergantung kepada perusahaannya, dipecat bila mereka melampaui regulasi berat badan, dan diwajibkan berstatus lajang saat dipekerjakan dan dipecat bila menikah.[17]) Pada tahun 1968, EEOC menyatakan bahwa batasan usia dalam kepegawaian awak kabin adalah diskriminasi seks ilegal menurut Pasal VII Undang Undang Hak Sipil tahun 1964.[18] Demikian juga di tahun 1968, EEOC menyatakan bahwa jenis kelamin bukan merupakan persyaratan nyata untuk pekerjaan awak kabin.[19] Pembatasan untuk hanya mempekerjakan wanita kemudian dihapus pada semua maskapai penerbangan di tahun 1971 karena keputusan pasti kasus pengadilan Diaz melawan Pan Am.[20] Airline Deregulation Act (Undang Undang Deregulasi Maskapai Penerbangan) diberlakukan pada tahun 1978, dan larangan menikah dihapuskan di seluruh industri penerbangan AS sejak tahun 1980-an.[21] Diskriminasi kategorial terakhir yang meluas, yaitu batasan berat badan,[22] dilonggarkan pada era 1990-an melalui litigasi dan negosiasi.[23] Maskapai penerbangan masih memberlakukan persyaratan penglihatan dan tinggi badan dan boleh mensyaratkan awak kabin lolos evaluasi medis.[24]

Tinjauan umum

sunting

Peran awak kabin untuk "memberikan layanan rutin dan menanggapi keadaan darurat untuk memastikan keselamatan dan kenyamanan penumpang maskapai penerbangan".[25]

Secara umum awak kabin dituntut memiliki ijazah sekolah SMA atau setara, dan di Amerika Serikat, rata-rata upah tahunan awak kabin adalah $50.500 pada bulan Mei 2017, lebih tinggi dari rata-rata penghasilan pekerja lainnya yang sebesar $37.690.[25][26]

Jumlah awak kabin yang diwajibkan dalam penerbangan ditentukan oleh regulasi setiap negara. Di AS, untuk pesawat dengan jumlah kursi 19 atau kurang, atau, jika beratnya lebih dari 3.400 kg, 9 kursi atau kurang, tidak memerlukan awak kabin; pada pesawat yang lebih besar, memerlukan satu awak kabin per 50 kursi penumpang.[27]

Mayoritas awak kabin pada hampir seluruh maskapai penerbangan adalah wanita, walaupun cukup banyak awak kabin pria yang bergabung dalam industri ini sejak tahun 1980.

Tanggung jawab

sunting
 
Salah satu awak kabin EgyptAir melakukan peragaan keselamatan sebelum penerbangan

Sebelum setiap penerbangan, awak kabin dan pilot mendiskusikan daftar periksa keselamatan dan keadaan darurat, lokasi perlengkapan darurat dan fitur lainnya yang spesifik pada tipe pesawat yang akan diterbangi tersebut. Hal khusus tentang penaikan penumpang diverifikasi, misalnya penumpang berkebutuhan khusus, anak kecil yang bepergian tanpa pendamping, atau VIP. Kondisi cuaca didiskusikan, termasuk antisipasi terhadap turbulensi. Pemeriksaan keselamatan dilakukan untuk memastikan bahwa perlengkapan seperti baju pelampung, senter, dan peralatan pemadam kebakaran tersedia dalam pesawat dan dalam kondisi baik . Mereka memantau kabin terhadap adanya bebauan atau situasi yang tidak lazim. Mereka membantu penyimpanan bagasi jinjing, memeriksa berat, ukuran bagasi dan keberadaan barang-barang berbahaya. Mereka memastikan bahwa penumpang yang duduk di deret kursi di jendela/pintu darurat bersedia dan dapat membantu dalam suatu evakuasi. Mereka kemudian melaksanakan peragaan keselamatan atau memantau penumpang saat mereka menonton video keselamatan. Kemudian, mereka harus "mengamankan kabin", memastikan meja lipat sudah tersimpan mengamankan kabin, sandaran skursi penumpang dalam posisi tegak, sandaran lengan dalam posisi turun dan bagasi jinjing tersimpan dengan benar, dan sabuk kursi terpasang sebelum tinggal landas.[28]

 
Awak kabin Aeroflot, di kota Belgrade (2017)

landing Setelah berada di udara, awak kabin biasanya membagikan minuman dan/atau makanan kepada penumpang menggunakan troli layanan kabin. Bila tidak sedang melakukan tugas layanan pelanggan, awak kabin harus secara berkala melakukan pemeriksaan kabin dan mendengarkan adanya suara atau situasi yang tidak lazim. Pemeriksaan juga harus dilakukan di toilet untuk memastikan detektor asap

tidak dimatikan atau dirusakan, dan mengisi ulang suplai toilet bila diperlukan.

Pemeriksaan kokpit secara teratur harus dilakukan untuk memastikan kondisi kesehatan dan keselamatan para pilot. Mereka juga harus merespons lampu panggilan untuk memenuhi permintaan khusus. Selama turbulensi, awak kabin harus memastikan bahwa situasi kabin aman. Sebelum mendarat, semua benda lepas, baki dan sampah harus dikumpulkan dan diamankan seperti juga peralatan layanan penumpang dan pantri. Semua cairan panas harus disingkirkan. Pemeriksaan akhir kabin harus diselesaikan sebelum mendarat. Sangat vital bahwa para awak kabin tetap waspada karena mayoritas keadaan darurat terjadi saat tinggal landas dan mendarat.[29] Setelah mendarat, awak kabin harus tetap berada di pintu dan memantau pesawat dan kabin saat penumpang meninggalkan pesawat. Mereka juga membantu bila ada penumpang dengan kebutuhan khusus, dan anak kecil meninggalkan pesawat, dan mendampinginya, sambil melengkapi proses surat-surat dan tanda pengenal untuk mendampingi mereka menjumpai penjemput yang ditentukan sebelumnya.

Awak kabin dilatih untuk menghadapi berbagai macam keadaan darurat, dan dilatih dalam hal pertolongan pertama.

Situasi yang lebih sering dihadapi mencakup hidung berdarah, sakit, luka kecil, penumpang mabuk, penumpang yang agresif dan terserang kecemasan. Pelatihan keadaan darurat mencakup pembatalan tinggal landas, pendaratan darurat, serangan jantung dan situasi medis dalam penerbangan, asap dalam kabin, kebakaran, kehilangan tekanan kabin,

kelahiran dan kematian dalam penerbangan, barang-barang berbahaya dan tumpahannya di kabin, evakuasi darurat, pembajakan, dan pendaratan di perairan. [butuh rujukan]

 
Awak kabin Germanwings melakukan layanan dalam penerbangan

Denting kabin dan lampu panel atas

sunting

Dalam hampir semua maskapai penerbangan komersial, awak kabin menerima berbagai bentuk notifikasi dalam pesawat dalam bentuk nada denting nyaring dan lampu berwarna di atas tempat duduknya. Walaupun warna dan bunyi denting tidak berlaku universal dan dapat berbeda antara maskapai dan jenis pesawat, warna dan bunyi ini umumnya digunakan:

  • Merah muda atau Merah – panggilan interfon dari kokpit ke awak kabin dan/atau panggilan interfon antar awak kabin, yang pada panggilan antar awak kabin apabila tidak ada lampu hijau atau sedang digunakan oleh yang lain untuk maksud yang sama (nyala tetap dengan denting nada rendah), atau panggilan darurat untuk semua layanan (berkedip dengan denting tinggi-rendah yang berulang).
  • Biru – panggilan dari penumpang di kursi (nyala tetap dengan denting tunggal nada tinggi).
  • Kekuningan – panggilan dari penumpang di toilet (nyala tetap dengan denting tunggal nada tinggi), atau detektor asap toilet menyala (berkedip dengan deting nada tinggi berulang).
  • Hijau – pada beberapa pesawat, warna ini digunakan untuk mengindikasikan panggilan interfon antara dua awak kabin, membedakan dengan warna merah jambu atau merah untuk panggilan dari kokpit untuk awak kabin, dan juga disertai dengan denting nada tinggi-rendah seperti pada warna merah jambu atau merah Pada pesawat lainnya, warna ini memiliki arti yang berbeda sekali, dan digunakan untuk mengindikasikan bahwa kokpit sudah tidak ‘steril’ setelah pesawat berada pada ketinggian tertentu.the aircraft is above a specific altitude.[butuh klarifikasi]

Kepala Purser (Chief Purser)

sunting

Kepala Purser (Chief Purser), juga disebut Manajer Layanan dalam Penerbangan (In-flight Service Manager /ISM), Manajer Layanan Penerbangan (Flight Service Manager /FSM), Manejer Layanan Pelanggan (Customer Service Manager /CSM) atau Direktur Layanan Kabin (Cabin Service Director /CSD) adalah awak kabin senior dalam rantai komando awak kabin. Walau tidak selalu merupakan awak kabin paling senior dalam suatu penerbangan (sesuai lamanya tahun bekerja di maskapai tersebut), Chief Pursers dapat menjalani beragam penunjukan "dalam penerbangan" atau "di kabin" menurut senioritas atau masa kerja dalam hubungannya dengan mitra kerjanya. Untuk mencapai posisi ini, seorang awak pesawat memerlukan suatu masa kerja minimum sebagai awak kabin. Pelatihan lanjutan merupakan suatu keharusan, dan Kepala Purser umumnya memperoleh penghasilan yang lebih tinggi daripada awak kabin karena tambahan tanggung jawab dan peran manajerialnya.

Purser

sunting

Purser berwenang atas awak kabin, di suatu bagian kabin tertentu suatu pesawat besar, atau keseluruhan kabin pesawat tersebut (jika purser tersebut merupakan peringkat tertinggi). Di dalam pesawat yang lebih besar, para Purser membantu Kepala Purser dalam mengelola kabin. Purser adalah awak kabin atau fungsi terkait, biasanya telah bekerja pada suatu maskapai penerbangan selama beberapa tahun sebelum diizinkan untuk itu, dan melalui pelatihan lanjutan untuk menjadi purser, dan biasanya memperoleh gaji yang lebih tinggi daripada awak kabin lainnya karena tambahan tanggung jawab dan peran pengawas.

Kualifikasi

sunting

Pelatihan

sunting

Awak kabin biasanya dilatih di hub atau kota lokasi kantor pusat maskapai penerbangan dalam suatu rentang waktu antara empat minggu sampai enam bulan, bergantung kepada ketentuan negara dan maskapai. Fokus utama pelatihan adalah keselamatan, dan mereka dievaluasi untuk setiap jenis pesawat udara tempat mereka bekerja. Salah satu fasilitas pelatihan terlengkap adalah Breech Academy, yang dibuka oleh Trans World Airlines (TWA) pada tahun 1969 di Overland Park, Kansas. Maskapai lainnya juga mengirimkan ke fasilitas tersebut. Namun, saat terjadi perang tarif , kelangsungan hidup sekolah tersebut menurun dan ditutup pada tahun 1988.

Pelatihan keselamatan mencakup tetapi tidak terbatas pada: evakuasi darurat penumpang, manajemen evakuasi, penggunaan peluncur darurat/ perahu penyelamat, pemadaman kebakaran, pertolongan pertama, Resusitasi Jantung Paru, defibrilasi,

prosedur pendaratan darurat di perairan/daratan,dekompresi darurat, manajemen sumber daya awak pesawat (CRM), dan keamanan penerbangan.

Di Amerika Serikat, Federal Aviation Administration /FAA (Administrasi Penerbangan Federal) mensyaratkan adanya awak kabin pada pesawat udara dengan 20 kursi atau lebih, dan digunakan oleh perusahaan angkutan udara, untuk memiliki Certificate of Demonstrated Proficiency (Sertifikat Kecakapan. Sertifikat ini tidak dianggap memiliki kesamaan dengan suatu sertifikat penerbang (lisensi), walaupun diterbitkan dalam format kartu yang sama. Sertifikat itu menunjukkan tingkat pelatihan yang disyaratkan sudah terpenuhi. Sertifikasi itu tidak dibatasi kepada perusahaan angkutan udara di mana awak kabin tersebut bekerja (walaupun beberapa dokumen awal menunjukkan perusahaan tempat pemegang sertifikat pernah bekerja), dan sertifikat tersebut merupakan milik pribadi. Sertifikat tersebut memiliki dua tingkatan, Grup 1 dan Grup 2 (tertulis dalam serta sebagai "Grup I" dan "Grup II"). Salah satu atau pun keduanya dapat diperoleh, tergantung kepada jenis umum pesawat udara, (propeler atau turbojet), di mana pemegang sertifikat dilatih.[30]

Terdapat juga sekolah-sekolah pelatihan, tidak berafiliasi dengan maskapai penerbangan tertentu, di mana peserta umumnya bukan saja awak kabin yang dipekerjakan oleh maskapai penerbangan, tetapi juga menjalani modul kurikulum untuk membantu mereka memperoleh pekerjaan. Sekolah-sekolah ini sering menggunakan perlengkapan maskapai penerbangan untuk pelajarannya, walaupun sebagian sekolah dilengkapi dengan simulator kabin lengkap yang mampu meniru sejumlah situasi darurat. Di beberapa negara, seperti Perancis, suatu gelar akademik disyaratkan, bersama dengan Certificat de Formation à la Sécurité ( sertifikat pelatihan keselamatan).[31]

Di era pandemi Covid-19 terdapat tambahan proses pelatihan untuk awak kabin pada semua maskapai penerbangan. Dengan masker yang dipakai seluruh penumpang, kru harus memberikan instruksi tambahan tentang cara melepasnya dan menggantinya dengan masker oksigen ketika terjadi dekompresi.

Kru juga harus belajar cara membaca isyarat wajah, yang bisa menjadi genting selama keadaan darurat. Masker dapat menutupi ekspresi dari emosi maupun ketakutan penumpang selama evakuasi darurat, dan kru harus tetap berusaha untuk menyelamatkan semua orang. Jika seseorang panik dan menghalangi jalan keluar, baik karena barang bawaannya atau sekedar syok, kru harus belajar bagaimana caranya mengeluarkan penumpang tersebut ke tempat yang aman. Pada saat itu, prioritasnya adalah keselamatan, bukan keramahan.

Di masa pandemi, sebagian besar maskapai beralih ke sistem daring untuk beberapa program pelatihannya. Namun beberapa pelatihan masih dilakukan secara tatap muka, seperti yang melibatkan simulasi evakuasi pesawat.[32]

Bahasa

sunting

Awak kabin yang multibahasa sering dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pelaku perjalanan internasional. Bahasa yang paling banyak dibutuhkan, selain Inggris, bahasa Perancis, Rusia,Hindi, Spanyol, Mandarin, Kanton, Bengali, Jepang, Arabi, Jerman, Portugis, Italia, Turki[33] dan Yunani. Di Amerika Serikat, maskapai penerbangan dengan rute internasional membayar tunjangan tambahan untuk keterampilan bahasa dalam upah terbangnya, dan beberapa maskapai penerbangan mempekerjakan orang dengan bahasa tertentu ketika melaksanakan destinasi internasional.

Tinggi badan

sunting

Kebanyakan maskapai penerbangan memiliki persyaratan tinggi badan untuk alasan keselamatan, memastikan bahwa semua awak kabin dapat menjangkau perlengkapan keselamatan yang ditempatkan di atas. Umumnya, tinggi badan yang berterima adalah 150 sampai 185 cm (4 kaki 11 inci sampai 6 kaki 1 inci.[34] Beberapa maskapai, seperti EVA Air, memiliki persyaratan tinggi badan semata-mata untuk alasan estetika. Maskapai angkutan regional yang menggunakan pesawat udara berukuran kecil dengan langit-langit rendah dapat menerapkan restriksi tinggi badan.

Seragam kerja dan presentasi

sunting
 
Awak kabin Garuda Indonesia mengenakan seragam dengan fitur kebaya.

Seragam kerja para awak kabin mulanya didesain untuk tahan lama, praktis, dan memberi rasa percaya kepada penumpang. Di era 1930-an, para pramugari awalnya mengenakan seragam kerja menyerupai busana perawat.[35] Para pramugari awal di United Airlines mengenakan baret hijau dan jubah pendek hijau, dan sepatu perawat. Maskapai lainnya, seperti Eastern Air Lines, nyatanya menggunakan seragam perawat bagi pramugarinya. Baik awak pramugara maupun pramugari Hawaiian Airlines mengenakan aloha shirts sebagai seragam kerja mereka.

 
Pada tahun 1960-an Pacific Southwest Airlines (PSA) dikenali dari seragam pramugari berwarna cerah dengan rok mini. Di awal 1970-an, seragam kerja rubah menjadi celana pendek. Foto menunjukkan awak kabin PSA di tahun 1960-an.

Banyak seragam pada masa-masa awal, menunjukkan tampilan kuat seragam militer, topi, jas, and rok dengan garis lurus sederhana dan detail militer seperti epolet dan kancing logam. Banyak seragam tersebut memiliki versi musim panas dan musim dingin, dibedakan oleh warna-warni dan bahan kain sesuai dengan musim: biru gelap untuk musim dingin, dan sebagai contoh, warna kecoklatan untuk musim panas. Tetapi dengan berkembangnya peran wanita di udara, dan maskapai penerbangan mulai menyadari nilai publisitas para pramugari mereka, lebih banyak lagi garis-garis dan warna-warni feminin bermunculan di penghujung era 1930-an dan awak 1940-an. Beberapa maskapai mulai menggunakan desain dari toko serba ada kalangan atas, namun maskapai lainnya mengundang perancang busana atau bahkanpembuat tutup kepala untuk menciptakan busana yang berbeda dan atraktif.

Pada era 1960-an, Pacific Southwest Airlines (PSA) dikenali dari seragam pramugari berwarna cerah dengan rok pendek. Di awal 1970-an, seragam berubah menjadi celana pendek.

Sejak tahun 1980-an hingga kini, maskapai penerbangan Asia, terutama maskapai nasional pembawa bendera, biasanya mengenalkan busana tradisional dan bahan kain khas negaranya pada seragam pramugarinya. Hal itu dimaksudkan sebagai strategi pemasaran untuk memperkenalkan budaya nasionalnya dan juga menunjukkan sambutan hangat dan keramahtamahan. Sebagai contoh, awak kabin Thai Airways diharuskan untuk berganti dari busana ungu korporat mereka ke kostum tradisional Thai sebelum penumpang naik pesawat.[36] Sementara itu, seragam pramugari Garuda Indonesia adalah modifikasi kebaya, terinspirasi oleh motif batik tradisional Parang Gondosuli, dan dinamakan motif Lereng Garuda Indonesia.[37] Awak kabin Malaysian Airlines dan Singapore Airlines mengenakan batik cetak pada seragamnya. Awak kabin Vietnam Airlines mengenakan áo dài merah, dan awak kabin Air India mengenakan Sari pada semua penerbangan angkut penumpangnya.

Selama pertengahan tahun 1990-an, beberapa maskapai penerbangan yang berbasis di AS mengharuskan pramugari untuk mengenakan sepatu hak tinggi. USAir.[38] mewajibkan tinggi minimum hak sepatu berkisar antara 3,5 cm (satu setengah inci) sampai 5 cm (dua inci). Para awak kabin sering menghindari kecaman dengan berganti ke sepatu yang lebih nyaman selama penerbangan, karena pengawas mereka yang jarang ada.[39]

Pada tahun 2015, maskapai penerbangan Israel, El Al, mengeluarkan ketentuan bahwa pramugari mengenakan sepatu hak tinggi sampai semua penumpang telah duduk.[40] Serikat pekerjanya menyatakan bahwa ketentuan itu akan membahayakan kesehatan dan keselamatan para awak kabin dan menginstruksikan para anggotanya untuk mengabaikan aturan tersebut. Akhirnya pada tahun itu, ketentuan tersebut dicabut.[41]

Sampai tahun 2016, beberapa awak pesawat wanita British Airways diharuskan untuk mengenakan seragam standar duta British Airways, yang secara tradisional tidak termasuk celana panjang.[42]

Pada tahun 2019, Virgin Atlantic mulai memperkenankan para pramugarinya untuk mengenakan celana pendek dan tidak memakai riasan.[43]

Kondisi kesehatan

sunting

Suatu kajian di tahun 2018 menemukan laporan kasus kanker payudara, melanoma (sejenis kanker kulit), kanker rahim, kanker saluran pencernaan, kanker leher rahim, dan kanker tiroid yang terjadi pada awak kabin lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum.[44] Secara spesifik, terlihat laporan kasus kanker yang meningkat pada kanker payudara (3.4% pada awak pesawat dibandingkan dengan 2.3% pada populasi umum - suatu peningkatan sebesar 50%), kanker leher rahim (1.0% dibanldingkan dengan 0.70%), kanker saluran pencernaan (0.47% dibandingkan dengan 0.27% – suatu peningkatan sebesar 74%), kanker tiroid (0.67% dibandingkan dengan 0.56%) dan laju peningkatan yang lebih tinggi pada kanker kulit, baik melanoma maupun non-melanoma, dengan laporan peningkatan non-melanoma setiap 5 tahun masa kerja.[44] Kajian tersebut tidak mendalami penyebab peningkatan, tetapi penulisnya mengatakan bahwa peningkatan paparan terhadap radiasi pengion dari waktu yang dijalani di lapisan atmosfir atas (mesosfir) yang lebih tipis, mutu udara kabin yang buruk, dan juga kurang tidur serta siklus makan dapat menjadi faktor penyebab.[45]

Kajian lainnya menemukan meningkatnya pertambahan kanker payudara dan kanker kulit,[46] menurunnya kesehatan saluran pernapasan,[47] memburuknya keluaran reproduksi dan perinatal,[48] cedera tulang dan jaringan otot,[49] dan laju yang lebih tinggi pada gangguan kondisi kesehatan mental para awak kabin.[50]

Radiasi

sunting

Para awak kapal dan awak pesawat diketahui terpapar pada radiasi pengion kosmik yang merupakan bentuk radiasi yang berasal dari ruang angkasa dan menguat dengan meningkatnya ketinggian di atas permukaan laut. International Agency for Research on Cancer /IARC (Badan Penelitian Kanker Internasional) dari World Health Organization (Badan Kesehatan Dunia) menyebutkan radiasi pengion sebagai karsinogen bagi manusia[49] Para penumpang juga terpapar pada tipe radiasi kosmik ini, tetapi mereka menghabiskan lama waktu rata-rata jauh lebih singkat di udara dibanding awak pesawat. Salah satu laporan agensi perjalanan udara menemukan, secara khusus, bahwa orang dewasa di Britainia Raya menghabiskan waktu rata-rata 306 jam dalam penerbangan ke destinasi liburan dalam hidup mereka.[51] Di sisi lain, menurut US Federal Aviation Administration/FAA, seorang awak kabin dapat menghabiskan waktu sampai dengan 30 jam terbang dalam tujuh hari berturut-turut dan dalam beberapa kasus bahkan lebih dari itu.[52] Efek radiasi kosmik pada awak pesawat merupakan subyek dari kegiatan penelitian yang sedang berkembang.[53][54]

Para awak kabin juga secara teratur lebih banyak terpapar pada Radiasi UV dibandingkan dengan populasi umum, yang menyebabkan para pekerja ini lebih rentan terhadap kanker kulit.[55]

National Council on Radiation Protection and Measurement /NCRP ( Konsil Perlindungan dan Pengukuran Radiasi Nasional) melaporkan bahwa awak pesawat memiliki rata-rata dosis efektif tahunan terbesar dari semua pekerja radiasi AS.[54]

Mutu udara kabin

sunting

Mutu udara kabin yang buruk merupakan subyek kajian yang sedang dilaksanakan, dalam hubungannya dengan gejala-gejala seperti sakit kepala, kelelahan, demam, dan gangguan sistem pernapasan di antara sekian banyak yang dilaporkan oleh awak kabin, khususnya pada penerbangan rute panjang. Terdapat juga kekhawatiran tentang penyebaran penyakit menular, terutama tuberkulosis. Suatu pertanyaan yang belum terjawab apakah masalah ini dikarenakan mutu udara kabin yang buruk atau faktor lainnya yang selalu ada dalam penerbangan, seperti tekanan barometrik yang direndahkan, hipoksia, kelembapan yang rendah, dll.[56] Kontaminan lainnya yang ditemukan di kabin dapat mencakup kebocoran mesin, pestisida, dan bahan penghambat nyala api, yang mengandung campuran yang dapat berperan sebagai pengganggu hormon, dan meningkatkan risiko bagi beberapa kanker.[57]

Gangguan tidur

sunting

Para awak kabin sering mengalami gangguan siklus tidur. Mereka gampang mengalami gangguan pada pola tidurnya karena mereka mungkin bekerja di malam hari, melintasi zona waktu, serta jadwal kerja yang tidak teratur. Terdapat beberapa bukti yang menghubungkan gangguan tidur dengan meningkatnya risiko kanker.[58] Awak kabin mungkin juga memiliki perbedaan perilaku gaya hidup yang berhubungan dengan diet, aktivitas fisik, dan perawatan kesehatan dibandingkan dengan populasi umum yang dapat mempengaruhi kesehatan secara fisik dan risiko terhadap beberapa jenis kanker.[59]

Perokok sekunder

sunting

Banyak di antara awak kabin yang bekerja saat ini pernah terkena paparan sekunder akibat merokok dalam penerbangan hingga tahun 1998 saat larangan merokok parsial yang diberlakukan tahun itu. Efek jangka panjang berkenan dengan paparan merokok sekunder yang historikal ini belum dijabarkan dengan baik.[60]

Pelecehan seksual

sunting

Para awak kabin terpapar kepada pelecehan verbal dan seksual.[61] Kajian di Amerika Serikat dan Australia menemukan bahwa sebagian besar (duapertiga) dari awak kabin mengalami pelecehan seksual selama perjalanan karier mereka, termasuk juga serangan seksual, sentuhan tidak pantas dan komentar seksual, baik oleh rekan kerja maupun penumpang.[62][63]

Para awak kabin menjelaskan pelecehan seksual secara verbal dalam bentuk komentar yang “jorok, tidak dikehendaki, cabul, kasar, tidak pantas, tidak nyaman, berbau seks, sugestif, dan kotor.” Mereka juga melaporkan menjadi subyek fantasi seksual penumpang secara eksplisit, ajakan, permintaan untuk “bantuan” seksual dan video serta gambar-gambar porno.[62]

Kajian-kajian juga menemukan bahwa 70% dari awak kabin yang mengalami pelecehan seksual memilih untuk “tidak melaporkan insiden itu karena mereka tidak yakin hal itu akan ditangani dengan baik, atau mereka khawatir melaporkan hal itu akan memperburuk situasi" dan "perusahaan mereka tidak cukup melakukan sesuatu untuk menghentikan pelecehan",[64] dan bahwa "mereka tidak melihat satu pun usaha majikan di tahun lampau untuk menanggulangi pelecehan seksual di tempat kerja."[62]

Kontrol emosi di tempat kerja

sunting

Konsep ekontrol emosi di tempat kerja sebagai proses mengelola perasaan dan ekspresi untuk memenuhi persyaratan emosional suatu pekerjaan melalui tampilan wajah dan tubuh yang terlihat secara publik di tempat kerja (sebagai kebalikan dari konsep kerja emosi, sebagai contoh: mengelola perasaan diri dalam kehidupan pribadi) pertama kalinya dicetuskan dan dihubungkan dengan profesi awak kabin oleh Arlie Hochschild, seorang Profesor Emiritus di bidang Sosiologi, dalam bukunya, The Managed Heart[65] (Hati yang Terkelola). Menurut Hochschild, awak kabin melakukan emotional labour untuk meningkatkan status pelanggan dan memikat penjualan lebih lanjut melalui keramahan mereka,[66] dan mendukung upaya ini dengan membangkitkan perasaan bahwa tampilan "cantik" terlihat alami.[67] Berkaitan dengan bagaimana seharusnya para awak kabin menggunakan senyumnya saat bekerja, ia menuliskan:

"Dalam pekerjaan awak kabin, tersenyum itu terpisah dari fungsi lazimnya, yaitu untuk mengungkapkan perasaan pribadi, dan melekat kepada fungsi lainnya - mengungkapkan perasaan perusahaan. Perusahaan mendesak agar mereka banyak tersenyum, dan “lebih tulus,” kepada penumpang yang makin bertambah banyaknya. Para pekerja merespons desakan itu dengan tindakan perlambatan kerja: mereka tersenyum sekadarnya, dan mengakhirinya dengan cepat, tanpa pandangan yang bersinar, sehingga mengaburkan pesan perusahaan kepada khalayak. Ini merupakan perang senyum"[68]

Hochschild mencatat bahwa logika korporat di industri penerbangan memunculkan suatu rangkaian hubungan antara kompetisi, ekspansi pasar, periklanan, meninggikan ekspektasi penumpang atas hak untuk menampilkan diri, dan tuntutan perusahaan untuk beraksi; dan ketika kondisi memungkinkan logika ini terjadi, penggunaan pertukaran emosi secara pribadi terkalahkan oleh pemanfaatannya secara korporasi.[69]

Hochschild juga menuliskan bagaimana para awak kabin dilatih untuk mengendalikan perasaan penumpang selama terjadi turbulensi, dan situasi bahaya sambil menekan ketakutan serta kecemasan diri sendiri.[65]

Kontrol emosi di tempat kerja yang dilakukan oleh para awak kabin, dan aspek silang budayanya telah secara aktif dipelajari dan merupakan suatu topik dari penelitian yang sedang berlangsung..[70][71][72][73]

Kegiatan iklan

sunting
 
Awak kabin Air Serbia (Pekan raya turis di kota Belgrade 2017)
 
Singapore Girls, ditampilkan dalam iklan Singapore Airlines

Di tahun 1960-an dan 1970-an, banyak maskapai penerbangan mulai mengiklankan keaktraktifan dan keramahan awak kabin mereka. National Airlines memulai kampanye "Terbanglah bersama Saya"; memanfaatkan pramugari yang atraktif dengan kalimat singkat seperti "Saya Lorraine. Terbanglah bersama saya ke Orlando." (Salah satu film berbiaya ketat pada tahun 1973 tentang tiga awak kabin, Fly Me, yang dibintangi oleh Lenore Kasdorf, dibuat berdasar pada kampanye iklan tersebut). Braniff International Airways menghadirkan kampanye yang dikenal sebagai "Air Strip" dengan pramugari yang sama muda dan atraktifnya, yang berganti seragam di tengah penerbangan. Di Amerika Serikat, banyak maskapai penerbangan memiliki kebijakan seperti hanya wanita lajang yang dapat menjadi awak kabin.[74] dan juga usia wajib pensiun untuk pramugari adalah 32 tahun, karena mereka percaya bahwa wanita akan menjadi kurang cantik dan atraktif setelah usia ini.[75] Banyak dari para wanita pada usia ini yang direkrut sebagai senior di perguruan tinggi dan kontes kecantikan.[75] Pada tahun 1968, EEOC menyatakan bahwa batasan usia dalam kepegawaian awak kabin adalah diskriminasi seks ilegal menurut Pasal VII Undang Undang Hak Sipil tahun 1964.[18]

Awak kabin Roz Hanby menjadi selebriti kecil ketika dia menjadi citra British Airways dalam kampanye iklan mereka: "Fly the Flag" selama periode 7 tahun di era 1980-an. Singapore Airlines saat ini merupakan satu diantara beberapa maskapai penerbangan yang tetap memilih menggunakan citra para pramugarinya, yang dikenal sebagai Singapore Girls, dalam material iklannya. Namun, hal ini mulai memudar, dan memilih beriklan dengan penekanan pada kemutakhiran armadanya.

Serikat pekerja

sunting

Serikat-serikat pekerja awak kabin mulai dibentuk, berawal di United Airlines pada era 1940-an, untuk menegosiasikan peningkatan upah, manfaat dan kondisi kerja.[76] Serikat-serikat pekerja tersebut kemudian mempertanyakan apa yang mereka pandang sebagai stereotip gender dan praktik-praktik kerja yang tidak adil seperti batasan usia, batasan ukuran, pembatasan dalam pernikahan, dan larangan untuk hamil. Banyak dari pembatasan ini yang telah dihapuskan oleh keputusan yudisial. Serikat awak kabin terbesar adalah Association of Flight Attendants (Asosiasi Awak Kabin) mewakili hampir 60.000 awak kabin dan 19 maskapai penerbangan di seluruh AS.[77]

Association of Professional Flight Attendants[78] (Asosiasi Awak Kabin Profesional) mewakili awak kabin American Airlines, perusahaan angkutan terbesar di dunia. APFA adalah serikat kerja awak kabin terbesar di dunia.[79]

Di Inggris Raya, awak kabin dapat diwakili oleh Awak Cabin Crew '89, atau Transport and General Workers' Union (Serikat Pekerja Transportasi dan Umum) yang lebih besar dan berpengaruh .

Di Australia, awak kabin diwakili oleh Flight Attendants' Association of Australia/FAAA (Asosiasi Awak Kabin Australia). Ada dua divisi: satu untuk awak kabin internasional (penerbangan jarak jauh) dan satu untuk awak kabin domestik (penerbangan jarak pendek).

Di Selandia Baru, awak kabin dapat diwakili oleh Flight Attendants and Related Services Association/FARSA (Asosiasi Awak Kabin dan Layanan Terkait) atau oleh Engineering, Printing and Manufacturing Union/EPMU (Serikat Pekerja Teknik, Percetakan dan Pabrik).

Di Kanada, awak kabin diwakili oleh Canadian Union of Public Employees/CUPE (Serikat Pekerja Publik Kanada) atau oleh Canadian Flight Attendants Union /CFAU (Serikat Pekerja Awak Kabin Kanada ). .

Diskriminasi

sunting

Pada awalnya pramugari diharuskan untuk berstatus lajang saat dipekerjakan, dan dipecat jika mereka menikah, melampaui peraturan batasan berat badan, atau ketika mencapai usia 32 atau 35 tahun, tergantung kepada perusahaannya.[17] Di era 1970-an, kelompok Pramugari untuk Hak Perempuan memprotes iklan yang seksi dan diskriminasi perusahaan, dan mengajukan banyak kasus ke pengadilan. Pada tahun 1964, Presiden Amerika Serikat Lyndon B. Johnson menandatangani pemberlakuan Undang Undang Hak Sipil yang melarang diskriminasi jenis kelamin dan mengawali dibentuknya Equal Employment Opportunity Commission/EEOC (Komisi tentang Kesempatan dan Perlakuan Setara dalam Pekerjaan) di tahun 1968. EEOC mengatur bahwa jenis kelamin bukan secara nyata merupakan persyaratan kerja untuk menjadi awak kabin. Untuk pramugari, ini berarti mereka memiliki badan resmi untuk melaporkan pelanggaran, dan mengizinkan mereka dengan sukses menggugat batasan teratas usia dan larangan menikah dalam hubungannya dengan keefektifan mereka sebagai pekerja.[80]

Pada tahun 1968, EEOC menyatakan restriksi usia dalam mempekerjakan awak kabin adalah diskriminasi jenis kelamin menurut Pasal VII Undang Undang Hak Sipil tahun 1964.[18] Restriksi mempekerjakan hanya wanita dihapuskan di semua maskapai penerbangan pada tahun 1971 karena keputusan pasti kasus pengadilan Diaz melawan Pan Am.[20] Peraturan larangan menikah dihapuskan dari seluruh industri maskapai penerbangan AS di era 1980-an.[21] Diskriminasi kategorial terakhir yang meluas, restriksi berat badan,[22] dilonggarkan di era 1990-an melalui litigasi dan negosiasi.[23] Pada akhir era 1970-an, istilah stewardess secara umum digantikan dengan alternatif yang netral secara gender yaitu flight attendant. Demikian juga, selama tahun era tahun 1980-an dan 1990-an, lebih banyak pria yang diperbolehkan melawar sebagai awak kabin, yang mengakibatkan lebih banyak digunakannya istilah ini. Akhir-akhir ini, istilah cabin crew atau cabin staff mulai menggantikan istilah 'flight attendants' di beberapa bagian dunia, karena pengakuan istilah tersebut terhadap peran mereka sebagai bagian dari awak pesawat udara.

Peran dalam keadaan darurat

sunting

Tindakan para awak kabin dalam keadaan darurat telah lama disebutkan dalam menyelamatkan jiwa; di Amerika Serikat, National Transportation Safety Board /NTSB (Badan Keselamatan Transportasi Nasional) dan otoritas penerbangan lainnya memandang awak kabin merupakan hal yang esensial bagi keselamatan, sehingga awak kabin selalu diwajibkan dalam peraturan Bagian 121 - pengoperasian pesawat udara.[81] Berbagai kajian, sebagian darinya dilakukan terkait Penerbangan British Airtours 28M, menyimpulkan bahwa awak kabin yang tegas adalah esensial untuk evakuasi cepat pesawat udara.[82][83] Beberapa contoh yang patut diingat tentang tindakan awak pesawat, antara lain:

11 September 2001

sunting

Peran awak kabin menjadi semakin menonjol setelah serangan 11 September ketika awak kabin (a.l. Sandra W. Bradshaw dan CeeCee Lyles pada pesawat United Airlines Penerbangan 93; Robert Fangman pada pesawat United Airlines Penerbangan 175; Renee May pada pesawat American Airlines Penerbangan 77; dan Betty Ong serta Madeline Amy Sweeney pada pesawat American Airlines Penerbangan 11) yang secara aktif mencoba untuk melindungi penumpang dari serangan, dan juga memberikan informasi vital kepada pengatur lalu lintas udara tentang pembajakan, seperti juga dilakukan oleh banyak penumpang.[84]

Setelah serangan ini, banyak awak kabin pada maskapai besar yang dirumahkan karena menyusutnya jumlah penumpang.[84]

Keadaan Darurat lainnya

sunting
  • In April 1936, Pada bulan April 1936, awak kabin Nellie Granger membantu para penyintas setelah kecelakaan Penerbangan TWA 1, kemudian berjalan sejauh 4 mil (6,4 km) melalui badai salju untuk mencari pertolongan, sebelum kembali ke lokasi kecelakaan.[85][86]
  • Purser Senior Neerja Bhanot menyelamatkan jiwa penumpang dan awak pesawat ketika pesawat Pan Am Penerbangan 73 dibajak. Dia terbunuh saat melindungi anak-anak dari aksi para teroris. Setelah kematiannya, dia dianugerahi Special Courage Award (Penghargaan Khusus untuk Keberanian) dari United States Department of Justice (Departemen Kehakiman Amerika Serikat) dan penghargaan tertinggi negara India untuk warga sipil atas keberaniannya, yaitu Ashoka Chakra (penghargaan militer).
  • Naila Nazir awak kabin dari Pakistan (pekerja pada Pakistan International Airlines) yang menerima Penghargaan Kepahlawanan pada tahun1985 dari Flight Safety Foundation (FSF) untuk penanganan yang berani dalam situasi genting dan berbahaya pada masa sulit selama 13 hari dalam pembajakan penerbangan PK-326 .[87][88]
  • Dua orang awak kabin yang bertugas di kabin bagian depan pada Penerbangan British Airtours 28M, yaitu Arthur Bradbury dan Joanna Toff, merangkak berulang kali ke dalam kabin yang berasap dan terbakar, untuk menarik keluar dan menyelamatkan beberapa penumpang, dan kemudian dianugerahi Queen's Gallantry Medal (Medali Keberanian dari Sri Ratu). Dua orang awak kabin yang bertugas di kabin belakang, Sharon Ford dan Jacqui Ubanski, yang membuka pintu belakang tapi tewas oleh api dan asap, dianugerahi medali yang sama secara anumerta.
  • Scandinavian Airlines Penerbangan 751, ketika kru kabin mengetahui pendaratan darurat akan segera dilakukan dan memerintahkan penumpang untuk "membungkuk ... peluk lutut" untuk melakukan posisi aman.[89]
  • Robin Fech, awak kabin tunggal pada penerbangan Atlantic Southeast Airlines 529, yang memberi arahan keadaan darurat, dan perintah melakukan sikap aman serta evakuasi kepada penumpang ketika pesawat Embraer EMB 120 Brasilia mengalami kerusakan serius pada salah satu mesinnya dan mendarat darurat. Laporan kecelakaan NTSB memuji "sikap yang patut diteladani dari awak kabin saat memberi pengarahan kepada penumpang dan menangani keadaan daruratnya".[90]
  • BOAC Penerbangan 712, di mana awak kabin Barbara Jane Harrison tewas ketika Penerbanganmenyelamatkan penumpang dari kebakaran di dalam kabin, dan secara anumerta dianugerahi George Cross, yaitu penghargaan untuk keberanian warga sipil.
  • British Airways Penerbangan 5390 di mana seorang awak kabin berhasil mencegah pesawat kehilangan salah satu pilotnya melalui jendela kokpit yang rusak.
  • Southern Airways Penerbangan 242, di mana awak kabin memberi pengarahan keselamatan bagi penumpang, dan atas inisiatif mereka sendiri, memperingatkan penumpang tentang pendaratan yang segera terjadi dan memerintahkan mereka untuk melakukan posisi aman (brace position). Setidaknya salah satu awak kabin diketahui membant u menyelamatkan penumpang yang terperangkap.[91]
  • Air Florida Penerbangan90, di mana Kelly Duncan, satu-satunya awak kabin yang selamat, memberikan satu-satunya alat pelampung yang dapat ditemukan kepada salah satu penumpang. Dia diakui dalam laporan NTSB untuk “tindakannya yang tidak mementingkan diri sendiri"[92]
  • Awak kabin TWA, Uli Derickson yang melindungi penumpang dengan membantu dalam upaya negosiasi selama pembajakan pesawat penerbangan TWA 847.
  • TWA Penerbangan 843, ketika pesawat Lockheed L-1011-nya mengalami kecelakaan setelah gagal tinggal landas di tahun 1992. Pesawat hancur terbakar. Sembilan orang awak kabin, bersama lima awak kabin lainnya yang sedang tidak bertugas, mengevakuasi keseluruhan 292 penumpang tanpa korban jiwa. Dalam laporannya setelah kecelakaan, NTSB mencatat, "Tindakan para awak kabin dalam keadaan darurat tersebut luar biasa dan mungkin merupakan kontribusi kesuksesan evakuasi darurat tersebut."[93][94]
  • Pada British Airways Penerbangan 2069, awak kabin menghentikan upaya seorang penumpang yang mengalami gangguan jiwa yang akan mencelakakan pesawat.[95]
  • Awak pesawat pada American Airlines Penerbangan 63 menggagalkan upaya pembom sepatu Richard Colvin Reid untuk meledakkan pesawat.[96]
  • Para awak kabin pada Qantas Penerbangan 1737 mengagalkan terjadinya pembajakan pesawat mereka oleh seorang penumpang dengan masalah kesehatan mental. Dua orang di antara mereka harus di bawa ke rumah sakit akibat luka tusukan.[97]
  • Penerbangan Aloha Airlines 243 mengalami dekompresi yang menyebabkan bagian dari badan pesawat sepanjang 5,5 m (18 kaki ) terlepas dari pesawat. Korban jiwa satu-satunya adalah awak kabin C.B. Lansing yang terhempas keluar pesawat udara. Awak kabin Michelle Honda terhempas keras ke lantai saat terjadi dekompresi, namun walaupun mengalami cedera, dia merangkak bolak balik sepanjang gang kabin untuk menenangkan para penumpang..[98]
  • Para awak kabin pada Air Canada Penerbangan 797, (Sergio Benetti, Judi Davidson, Laura Kayama) menggunakan prosedur yang tidak diajarkan secara spesifik dalam pelatihan, seperti memindahkan penumpang ke kabin bagian depan untuk menjauhkan mereka dari api dan asap, dan membagikan handuk guna menutupi hidung dan mulutnya saat kabin dipenuhi asap. Kepala awak kabin Sergio Benetti, merupakan orang yang pertama membuka pintu depan pesawat udara, dan meloloskan diri melalui pintu itu, meninggalkan penumpang dan awak pesawat lainnya.
  • Awak kabin USAir, Richard DeMary membantu mengevakuasi penumpang yang selamat dan seorang awak pesawat lainnya dari reruntuhan pesawat USAir Penerbangan 1016, yang jatuh saat melakukan terbang ulang (go-around) dalam cuaca buruk setelah upaya pendaratan yang gagal di Bandar Udara Internasional Charlotte Douglas.[99]
  • Awak kabin pada pada US Airways Penerbangan 1549 berhasil mengevakuasi seluruh penumpang dari pesawat udara dalam waktu 90 detik, walaupun pada kenyataannya air memasuki bagian belakang pesawat dengan cepat sekali.
  • Sembilan orang awak kabin dalam Air France Penerbangan 358 berhasil mengevakuasi pesawat udara dalam waktu 90 detik setelah pesawat A340-300 keluar landas pacu di Bandar Udara Internasional Pearson Toronto. NTSB menyatakan bahwa tindakan awak kabin memberi kontribusi kepada tingkat keselamatan 100% (survival rate).
  • Para awak kabin pada Philippine Airlines Penerbangan 434 menjaga para penumpang tetap tenang setelah sebuah bom meledak dalam penerbangan dari Cebu menuju Tokyo. Walaupun satu orang penumpang tewas saat terjadi ledakan, mereka merawat para penumpang yang cedera.

Beberapa pengecualian mencakup Air Canada Penerbangan 797, di mana Badan penyelidik menemukan bahwa awak kabin yang berwenang memberi laporan yang “menyesatkan” tentang kebakaran yang terjadi, yang mempengaruhi kapten untuk menunda untuk memulai menurunkan ketinggian pesawat” dan “penundaan tersebut memperpanjang waktu bagi kebakaran untuk meluas, dan lamanya waktu penumpang terpapar pada kondisi beracun sebelum pesawat dapat dievakuasi." Kecelakaan itu menewaskan 123 penumpang; tidak seorang pun awak kabin mengalami cedera apa pun. Kepala awak kabin Sergio Benetti, merupakan orang yang pertama membuka pintu depan pesawat udara, dan meloloskan diri melalui pintu itu, meninggalkan penumpang dan awak pesawat lainnya. .

Galeri

sunting

Lihat juga

sunting
  • Daftar awak kabin
  • Awak kabin dalam budaya populer

Referensi

sunting
  1. ^ "Cabin Managers – Corporate". cabinmanagers.com. 
  2. ^ "1A6X1 – FLIGHT ATTENDANT". Usmilitary.about.com. 2012-04-09. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-11-19. Diakses tanggal 2012-08-22. 
  3. ^ (Indonesia) Arti kata Pramugara dalam situs web Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
  4. ^ Grossman, Dan (July 9, 2010). "The First Flight Attendant: Heinrich Kubis, 1912". Airships: The Hindenburg and other Zeppelins. Diakses tanggal 2012-08-22. 
  5. ^ Glenday, Craig (2013). Guinness World Records 2014. hlm. 161. ISBN 978-1-908843-15-9. 
  6. ^ Pages, The Society. "Before the Stewardess, the Steward: When Flight Attendants Were Men – Sociological Images". thesocietypages.org. Diakses tanggal 2016-09-01. 
  7. ^ "History of Flight Attendant Uniforms – AOL Travel News". AOL. 2011-10-17. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-07-07. Diakses tanggal 2012-08-22. 
  8. ^ a b c "Air hostess finds life adventurous". The New York Times. April 12, 1936. hlm. N1. 
  9. ^ a b "The air hostess carries on", The New York Times. April 19, 1936. Page XX12.
  10. ^ "63 Years Flying, From Glamour to Days of Gray". New York Times. March 17, 2012.
  11. ^ Boris, Eileen (2006). "Desirable Dress: Rosies, Sky Girls, and the Politics of Appearance". International Labor and Working Class History. 69 (1): 123–142. doi:10.1017/S014754790600007X. 
  12. ^ Conrard, Don (November 16, 2005). "Promoting Diversity". Alaska's World. Alaska Airlines. Diarsipkan dari versi asli tanggal March 24, 2006. Diakses tanggal November 7, 2011. 
  13. ^ Barry, K. "Femininity in Flight – Flight attendants & labor history". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-11-18. Diakses tanggal 9 December 2016. 
  14. ^ "Welcome to the Boonville Herald". Diakses tanggal 9 December 2016. 
  15. ^ Blkav8tor2003 (12 February 2010). "Airline Travel...What You Really Need To Know!!!: The First African-American Flight Attendant in the United States". Diakses tanggal 9 December 2016. 
  16. ^ Collins, Gail (14 October 2009). When Everything Changed: The Amazing Journey of American Women from 1960 to the Present. Little, Brown. hlm. 59–. ISBN 978-0-316-07166-6. 
  17. ^ a b Barry, K. "Timeline of Discrimination". Femininity in Flight. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-08-16. Diakses tanggal 2012-08-22. 
  18. ^ a b c Barry, K. "Timeline of Discrimination". Femininity in Flight. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-08-26. Diakses tanggal 2015-08-06. 
  19. ^ "EEOC finally rules that gender is not a bona fide occupational qualification « National Organization for Women". 350fem.blogs.brynmawr.edu. 1968-02-03. Diakses tanggal 2015-07-22. 
  20. ^ a b Tiemeyer, Phil. "Male Stewardesses: Male Flight Attendants as a Queer Miscarriage of Justice". Genders. Diarsipkan dari versi asli tanggal May 20, 2007. Diakses tanggal June 8, 2014. 
  21. ^ a b "United Settles Sex-Bias Case". New York Times. July 11, 1986. 
  22. ^ a b Quindlen, Anna (May 16, 1993). "Public & Private; In Thin Air". New York Times. 
  23. ^ a b "Accord on Flight Attendants' Weight". New York Times. August 30, 1991. 
  24. ^ "Occupational Outlook Handbook – Flight Attendants". U.S. Department of Labor – Bureau of Labor Statistics. 
  25. ^ a b "Flight Attendants : Occupational Outlook Handbook: : U.S. Bureau of Labor Statistics". www.bls.gov. Diakses tanggal 2019-03-27. 
  26. ^ "Transportation and Material Moving Occupations : Occupational Outlook Handbook: : U.S. Bureau of Labor Statistics". www.bls.gov. Diakses tanggal 2019-03-27. 
  27. ^ "eCFR — Code of Federal Regulations: Title 14, §121.391 Flight attendants". 
  28. ^ "Flight Attendants : Occupational Outlook Handbook : U.S. Bureau of Labor Statistics". Bls.gov. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-02-11. Diakses tanggal 2012-08-22. 
  29. ^ "When Flying, is Taking off Really More Dangerous Than Landing?". Forbes. 
  30. ^ "Flight Attendant Certificate of Demonstrated Proficiency" (PDF). faa.gov. 
  31. ^ (dalam bahasa Prancis)Certificat de Formation à la Sécurité Diarsipkan 2012-10-04 di Wayback Machine.
  32. ^ Nast, Condé (2022-01-07). "The Rigors of Flight Attendant Training During COVID". Condé Nast Traveler (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-02-23. 
  33. ^ "Flight Attendant Jobs for Second Language Speakers". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-05-11. Diakses tanggal 2022-01-24. 
  34. ^ "Becoming a Flight Attendant – Air New Zealand". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-12-20. Diakses tanggal 2010-10-22. 
  35. ^ "Flight attendants through the years". Chicago Tribune. Diakses tanggal March 7, 2014. 
  36. ^ "The world's best airline is ..." 5. Thai Airways International". CNN. Diakses tanggal March 7, 2014. 
  37. ^ "Sight: Inspired by the Rich Textile Tradition of Indonesia". Garuda Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal March 7, 2014. Diakses tanggal March 7, 2014. 
  38. ^ Linder, Marc (1 January 1997). "Smart Women, Stupid Shoes, and Cynical Employers". University of Iowa. Diakses tanggal 24 May 2016. 
  39. ^ Jane C. Banaszak-Holl; Sandra R. Levitsky; Mayer N. Zald (24 June 2010). Social Movements and the Transformation of American Health Care. Oxford University Press. hlm. 294. ISBN 978-0-19-974214-1. 
  40. ^ Tucker, Erika. "'I don't think the girls thought they could question it': high heels policy study author". Global News. Diakses tanggal 16 May 2016. 
  41. ^ Yedidyah Ben Or, 10/09/15 12:26. "El Al Flight Attendants Say Goodbye to High Heels". Israel National News. Diakses tanggal 2019-06-06. 
  42. ^ "Because It Is 2016, British Airways Finally Agrees Female Employees May Wear Pants To Work". ThinkProgress. 
  43. ^ Yeginsu, Ceylan (2019-03-05). "Virgin Atlantic Won't Make Female Flight Attendants Wear Makeup or Skirts Anymore – The New York Times". The New York Times. Diakses tanggal 2019-03-07. 
  44. ^ a b McNeely, Eileen; Mordukhovich, Irina; Tideman, Samuel; Gale, Sara; Coull, Brent (2018-03-23). "Estimating the health consequences of flight attendant work: comparing flight attendant health to the general population in a cross-sectional study". BMC Public Health. 18 (1): 346. doi:10.1186/s12889-018-5221-3. ISSN 1471-2458. PMC 5865289 . PMID 29566648. 
  45. ^ "Flight attendants have a higher risk of all types of cancers, finds study". The Independent. 2018-06-26. Diakses tanggal 2019-04-05. 
  46. ^ Tokumaru, Osamu; Haruki, Kosuke; Bacal, Kira; Katagiri, Tomomi; Yamamoto, Taisuke; Sakurai, Yutaka (May 2006). "Incidence of cancer among female flight attendants: a meta-analysis". Journal of Travel Medicine. 13 (3): 127–132. doi:10.1111/j.1708-8305.2006.00029.x. ISSN 1195-1982. PMID 16706942. 
  47. ^ Ebbert, Jon O; Croghan, Ivana T; Schroeder, Darrell R; Murawski, Judith; Hurt, Richard D (2007-09-26). "Association between respiratory tract diseases and secondhand smoke exposure among never smoking flight attendants: a cross-sectional survey". Environmental Health. 6: 28. doi:10.1186/1476-069X-6-28. ISSN 1476-069X. PMC 2064907 . PMID 17897468. 
  48. ^ Grajewski, Barbara; Whelan, Elizabeth A.; Lawson, Christina C.; Hein, Misty J.; Waters, Martha A.; Anderson, Jeri L.; MacDonald, Leslie A.; Mertens, Christopher J.; Tseng, Chih-Yu (March 2015). "Miscarriage Among Flight Attendants". Epidemiology. 26 (2): 192–203. doi:10.1097/EDE.0000000000000225. ISSN 1044-3983. PMC 4510952 . PMID 25563432. 
  49. ^ a b Griffiths, Robin F.; Powell, David M. C. (May 2012). "The occupational health and safety of flight attendants". Aviation, Space, and Environmental Medicine. 83 (5): 514–521. doi:10.3357/ASEM.3186.2012. ISSN 0095-6562. PMID 22606869. 
  50. ^ Feijo, Denise; Luiz, Ronir R.; Camara, Volney M. (April 2014). "Common mental disorders among civil aviation flight attendants". Aviation, Space, and Environmental Medicine. 85 (4): 433–439. doi:10.3357/ASEM.3768.2014. ISSN 0095-6562. PMID 24754205. 
  51. ^ Bates, Joe. "Brits will spend 12 days onboard flights in a lifetime – Airport World Magazine". www.airport-world.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-01-15. Diakses tanggal 2019-04-05. 
  52. ^ Mary, M. Connors. "Flight Attendant Fatigue" (PDF). U.S. Federal Aviation Administration. hlm. 13. 
  53. ^ Lim, M; Bagshaw, M. (July 2002). "Cosmic rays: are air crew at risk?". Occupational and Environmental Medicine. 59 (7): 428–433. doi:10.1136/oem.59.7.428. ISSN 1351-0711. PMC 1740325 . PMID 12107289. 
  54. ^ a b "CDC - Aircrew Safety and Health - Cosmic Ionizing Radiation - NIOSH Workplace Safety & Health Topics". www.cdc.gov. 2018-11-08. Diakses tanggal 2019-04-05. 
  55. ^ Nierenberg, Cari; June 25, Live Science Contributor |; ET, 2018 08:02pm (26 June 2018). "Why Cancer Rates Are Higher in Flight Attendants". Live Science. Diakses tanggal 2019-04-05. 
  56. ^ Rayman, Russell B. (March 2002). "Cabin air quality: an overview". Aviation, Space, and Environmental Medicine. 73 (3): 211–215. ISSN 0095-6562. PMID 11908887. 
  57. ^ Pinkerton, Lynne E.; Hein, Misty J.; Grajewski, Barbara; Kamel, Freya (July 2016). "Mortality From Neurodegenerative Diseases in a Cohort of US Flight Attendants". American Journal of Industrial Medicine. 59 (7): 532–537. doi:10.1002/ajim.22608. ISSN 0271-3586. PMC 4915549 . PMID 27184412. 
  58. ^ "Lack of Sleep Increases Your Risk of Some Cancers – National Sleep Foundation". www.sleepfoundation.org. Diakses tanggal 2019-04-05. 
  59. ^ "Study Examines Cancer Rates Among Flight Attendants". www.cancer.org. Diakses tanggal 2019-04-05. 
  60. ^ Repace, J (March 2004). "Flying the smoky skies: secondhand smoke exposure of flight attendants". Tobacco Control. 13 (Suppl 1): i8–i19. doi:10.1136/tc.2003.003111. ISSN 0964-4563. PMC 1766146 . PMID 14985612. 
  61. ^ "The sexual harassment of flight attendants is a massive problem". The Economist. 2018-05-21. ISSN 0013-0613. Diakses tanggal 2019-04-08. 
  62. ^ a b c "#MeToo in the Air". Association of Flight Attendants-CWA. Diakses tanggal 2019-04-05. 
  63. ^ "TWU – Transport Workers Union (TWU) – Campaigns". www.twu.com.au. Diakses tanggal 2019-04-05. [pranala nonaktif permanen]
  64. ^ "Majority of flight attendants have experienced sexual harassment, new survey finds". The Independent. 2018-10-08. Diakses tanggal 2019-04-05. 
  65. ^ a b Hochschild, Arlie Russell, 1940– (1983). The managed heart : commercialization of human feeling. Berkeley: University of California Press. ISBN 978-0520048003. OCLC 9280843. 
  66. ^ Hochschild, Arlie Russell, 1940– (1983). The managed heart : commercialization of human feeling. Berkeley: University of California Press. hlm. 16. ISBN 978-0520048003. OCLC 9280843. 
  67. ^ Hochschild, Arlie Russell, 1940– (1983). The managed heart : commercialization of human feeling. Berkeley: University of California Press. hlm. 165. ISBN 978-0520048003. OCLC 9280843. 
  68. ^ Hochschild, Arlie Russell, 1940– (1983). The managed heart : commercialization of human feeling. Berkeley: University of California Press. hlm. 127. ISBN 978-0520048003. OCLC 9280843. 
  69. ^ Hochschild, Arlie Russell, 1940– (1983). The managed heart : commercialization of human feeling. Berkeley: University of California Press. hlm. 90. ISBN 978-0520048003. OCLC 9280843. 
  70. ^ Lee, Chongho; An, Myungsook; Noh, Yonghwi (2015-09-01). "The effects of emotional display rules on flight attendants' emotional labor strategy, job burnout and performance". Service Business (dalam bahasa Inggris). 9 (3): 409–425. doi:10.1007/s11628-014-0231-4. ISSN 1862-8508. 
  71. ^ Okabe, Noriko (2019). Kantola, Jussi Ilari; Nazir, Salman; Barath, Tibor, ed. "Role Ambiguity and Trust Repair of Flight Attendants: Emotional Labor of Human Service Employees". Advances in Human Factors, Business Management and Society. Advances in Intelligent Systems and Computing (dalam bahasa Inggris). Springer International Publishing. 783: 84–96. doi:10.1007/978-3-319-94709-9_9. ISBN 9783319947099. 
  72. ^ Williams, Claire (2003-11-01). "Sky Service: The Demands of Emotional Labour in the Airline Industry". Gender, Work & Organization (dalam bahasa Inggris). 10 (5): 513–550. doi:10.1111/1468-0432.00210. ISSN 1468-0432. 
  73. ^ Taylor, Ian; Brotheridge, Céleste M. (2006-01-01), "Chapter 7 Cultural Differences in Emotional Labor in Flight Attendants", Individual and Organizational Perspectives on Emotion Management and Display, Research on Emotion in Organizations, 2, Emerald Group Publishing Limited, hlm. 167–191, doi:10.1016/s1746-9791(06)02007-4, ISBN 978-0-7623-1310-5 
  74. ^ "Ask the pilot". salon.com. 
  75. ^ a b Serling, Robert (Sep 13, 1963). "They Don't Want Wings Clipped". The Washington Post. 
  76. ^ From Skygirl to Flight Attendant, Women and the Making of a Union by Georgia Panter Nielsen, ILR Press/Cornell, Ithaca, New York (1982)ISBN 978-0-87546-093-2
  77. ^ "Association of Flight Attendants – About AFA". Diakses tanggal 2014-01-25. 
  78. ^ "Association of Professional Flight Attendants – Home". Diakses tanggal 9 December 2016. 
  79. ^ "Newsroom – Home – American Airlines Group, Inc". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-04. Diakses tanggal 9 December 2016. 
  80. ^ Barry, Kathleen (2007). Femininity in Flight: A History of Flight Attendants. Durham, NC: Duke University. hlm. 128–129. 
  81. ^ "14 CFR 121.391 – Flight attendants. | US Law | LII / Legal Information Institute". Law.cornell.edu. Diakses tanggal 2015-07-22. 
  82. ^ "Evacuate, Evacuate, Evacuate" (PDF). casa.gov.au. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2006-08-22. 
  83. ^ "Evacuation Commands for Optimal Passenger Management" (PDF). atsb.gov.au. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2006-09-13. 
  84. ^ a b "Flight attendant history 10". united.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-11-30. 
  85. ^ Grahama, Frederick (7 January 1940). "Winged Hostess: The girl on the plane may also be a heroine". The New York Times. hlm. 117. 
  86. ^ Time Magazine. Diarsipkan dari versi asli Parameter |archive-url= membutuhkan |url= (bantuan) tanggal May 14, 2011.  Tidak memiliki atau tanpa |title= (bantuan);
  87. ^ "History of PIA". August 2, 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal July 20, 2009. 
  88. ^ "FSF Heroism Award". August 2, 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal July 14, 2009. 
  89. ^ "Det gælder dit liv!" (PDF). home3.inet.tele.dk. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2007-06-15. 
  90. ^ "NTSB Atlantic Southeast Airlines, Inc., Flight 529" (PDF). ntsb.gov. 
  91. ^ "Am I alive?" (PDF). casa.gov.au. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2007-01-06. 
  92. ^ "Full NTSB Accident Report" (PDF). amelia.db.erau.edu. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2008-08-17. 
  93. ^ "NTSB Report" (PDF). airdisaster.com. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2007-06-15. 
  94. ^ "TWA Flight 843". twaflight843.com. 
  95. ^ "Crew's training saved terror flight". news.bbc.co.uk. December 29, 2000. 
  96. ^ "Explosives scare forces down plane". news.bbc.co.uk. December 23, 2001. 
  97. ^ "Heroes foil Qantas hijack attack". theage.com.au. Melbourne. May 30, 2003. 
  98. ^ "243 is horrific Aloha flight story". starbulletin.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-07-30. Diakses tanggal 2022-01-24. 
  99. ^ "Archived copy" (PDF). www.casa.gov.au. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 21 June 2006. Diakses tanggal 15 January 2022. 

Pranala luar

sunting

Pramugara/i pesawat

sunting

Serikat Pekerja Awak Penerbangan:

Pranala lainnya:

Sekolah Pramugari: