Rumpun dialek Arekan

salah satu rumpun bahasa
(Dialihkan dari Bahasa Jawa Arek)

Rumpun dialek Arekan (bahasa Jawa: aksara Jawa: ꦲꦫꦺꦏ꧀ꦏꦤ꧀, abjad Pegon: اريڪَن, translit. Arèkan, [ʔarɛʔan]) merupakan salah satu dialek bahasa Jawa yang dituturkan di wilayah Jawa Timur, terutama di Surabaya Raya, Malang Raya, Pasuruan, Lumajang, dan daerah-daerah di sekitarnya. Dialek ini bercabang dari dialek Jawa Timuran dan terdiri dari dialek Surabaya dan dialek Malang-Pasuruan.

Bahasa Dialek Arekan
    • Arèkan
    • ꦲꦫꦺꦏ꧀ꦏꦤ꧀ • أريڪَن
Dituturkan diIndonesia
Wilayah
EtnisJawa
Penutur
± 25 juta
Lihat sumber templat}}
Beberapa pesan mungkin terpotong pada perangkat mobile, apabila hal tersebut terjadi, silakan kunjungi halaman ini
Klasifikasi bahasa ini dimunculkan secara otomatis dalam rangka penyeragaman padanan, beberapa parameter telah ditanggalkan dan digantikam oleh templat.
Posisi rumpun dialek Arekan dalam dialek-dialek bahasa Jawa Sunting klasifikasi ini

Catatan:

Simbol "" menandai bahwa bahasa tersebut telah atau diperkirakan telah punah
Alfabet Latin
Aksara Jawa
Abjad Pegon
Status resmi
Diakui sebagai
bahasa minoritas di
 Indonesia (sebagai bahasa daerah)
Diatur olehBalai Bahasa Provinsi Jawa Timur
Kode bahasa
ISO 639-3
Glottologarek1234  (Arekan)[1]
mala1493  (Malang-Pasuruan)[2]
sura1245  (Surabaya)[3]
Informasi penggunaan templat
Status pemertahanan
Terancam

CRSingkatan dari Critically endangered (Terancam Kritis)
SESingkatan dari Severely endangered (Terancam berat)
DESingkatan dari Devinitely endangered (Terancam)
VUSingkatan dari Vulnerable (Rentan)
Aman

NESingkatan dari Not Endangered (Tidak terancam)
Dialek Arekan belum diklasifikasikan dalam tingkatan manapun pada Atlas Bahasa-Bahasa di Dunia yang Terancam Kepunahan
Referensi: [4][5]
Artikel ini mengandung simbol fonetik IPA. Tanpa bantuan render yang baik, Anda akan melihat tanda tanya, kotak, atau simbol lain, bukan karakter Unicode. Untuk pengenalan mengenai simbol IPA, lihat Bantuan:IPA.
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Dialek Arekan memiliki fonologi yang sedikit berbeda dari bahasa Jawa Standar. Statusnya yang bukan merupakan bahasa baku membuat dialek ini tidak banyak digunakan secara tertulis. Dialek Arekan baru aktif digunakan dalam bentuk tulisan sejak abad ke-21, terutama setelah media sosial banyak digunakan untuk sarana komunikasi dalam bahasa informal. Perbedaan yang paling mencolok antara dialek Arekan dengan bahasa Jawa Standar terletak pada imbuhan dan pemilihan kosakata. Hal ini pula yang membuat dialek ini mendapatkan namanya, Arekan, yang berasal dari penggunaan kata arèk (anak) untuk menggantikan bocah dan juga dapat berarti guys dalam bahasa Inggris.

Persebaran

sunting

Dialek Arekan merupakan dialek bahasa Jawa yang umum digunakan oleh sebagian besar masyarakat Jawa Timur bagian timur. Cakupan wilayah penuturan dialek Arekan diperkirakan mencapai:[butuh rujukan]

Dialek Arekan yang dituturkan di wilayah Tapal Kuda dipengaruhi oleh bahasa Madura, baik dalam kosakata maupun intonasi.[butuh rujukan] Selain dialek Arekan, bahasa Jawa yang juga dituturkan di Jawa Timur bagian Timur adalah bahasa Jawa Tengger di Bromo-Tengger-Semeru dan bahasa Osing di Banyuwangi.

Fonologi

sunting

Pada dialek Arekan, terdapat cara pengucapan huruf vokal yang sedikit berbeda dari bahasa Jawa Standar.

Fonem /i/ pada suku kata tertutup berbunyi [ɪ][6] atau [e].[7][8] Fonem /i/ pada penultima terbuka umumnya juga berbunyi [ɪ] atau [e] jika ultima memiliki vokal /i/ atau /u/ tertutup.[9][10]

Fonem /u/ pada suku kata tertutup berbunyi [ʊ][11] atau [o].[7][8] Fonem /u/ pada penultima terbuka umumnya juga berbunyi [ʊ] atau [o] jika ultima memiliki vokal /i/ atau /u/ tertutup.[9][10]

Kata Bahasa Jawa
Standar
Dialek Arekan Arti
kirik [ki.rɪʔ] [kɪ.rɪʔ], [ke.reʔ] anak anjing
kukur [ku.kʊr] [kʊ.kʊr], [ko.kor] garuk
purik [pu.rɪʔ] [pʊ.rɪʔ], [po.reʔ] ambek
pikun [pi.kʊn] [pɪ.kʊn], [pe.kon] pikun

Alofon pada /i/ dan /u/ meluas hingga memiliki kesamaan bunyi dengan /e/ dan /o/. Hal ini membuat fonem /e/ yang berbunyi [e] dan /o/ yang berbunyi [o] yang terletak pada penultima dengan ultima /i/ atau /u/ tertutup terkadang dipahami sebagai fonem /i/ dan /u/.

éling [ʔe.lɪŋ] iling 'ingat'
kondur [kon.dʊr] kundur 'pulang'

Fonem /e/ pada penultima terbuka berbunyi [ɛ], kecuali jika kata tersebut memiliki ultima terbuka dengan vokal /e/ atau /o/[12] atau ultima tertutup dengan vokal /i/ atau /u/.[8]

Kata Bahasa Jawa
Standar
Dialek Arekan Arti
éman [e.man] [ɛ.man] sayang
béda [be.dɔ] [bɛ.dɔ] beda
géndhong[b] [gen.ɖɔŋ] [gɛn.ɖɔŋ] gendong
mléngos [mle.ŋɔs] [mlɛ.ŋɔs] buang muka
pépé [pepe] [pepe] jemur
péso [peso] [peso] pisau

Fonem /a/ yang berbunyi [ɔ] umumnya tetap dibaca [ɔ] meski kata tersebut diberi akhiran, kecuali akhiran yang menyebabkan terjadinya sandi. Hal ini menandakan kemungkinan proses terbentuknya fonem /ɔ/ mandiri yang terpisah dari alofon /a/.[13][14]

Kata Bahasa Jawa
Standar
Dialek Arekan Arti
kanca [kɔɲtʃɔ] [kɔɲtʃɔ] teman
kancané [kaɲtʃane] [kɔɲtʃɔne] temannya
ngancani [ŋaɲtʃani] [ŋaɲtʃani] menemani
jaga [dʒɔgɔ] [dʒɔgɔ] jaga
jagaen [dʒaga.nən] [dʒɔgɔ.ən] jagalah
njagakaké/njagakna [ɲdʒagaʔake] [ɲdʒagaʔnɔ] mengandalkan

Sistem penulisan

sunting

Dialek Arekan umum ditulis menggunakan alfabet Latin tanpa mematuhi pedoman penulisan bahasa Jawa. Hal ini membuat satu kata dapat memiliki beberapa variasi cara penulisan yang berbeda. Penulisan pada dialek Arekan cenderung mengikuti bunyi pengucapan kata.[15]

Secara umum, diakritik tidak digunakan pada penulisan huruf vokal[16][8] dan beberapa alofon direpresentasikan dengan huruf yang mendekati bunyinya. Hal ini membuat satu huruf dapat merepresentasikan beberapa fonem yang berbeda.[17] Pemilihan huruf vokal tidak selalu konsisten, sehingga fonem yang sama dapat ditulis dengan huruf yang berbeda antara satu kata dengan yang lain.

Fonem Bunyi Bahasa Jawa
Standar[18]
Dialek Arekan[17][16][19]
/i/ [i] <i> <i>
[ɪ] <i> <e>
[e] -[c]
/u/ [u] <u> <u>
[ʊ] <u> <o>
[o] -[d]
/e/ [e] <é> <e>
[ɛ] <è>
/o/ [o] <o> <o>
[ɔ]
/a/ [a] <a> <a>
[ɔ] <o>
/ə/ [ə] <e> <e>

Konsonan

sunting

Fonem /ɖ/ dan /ʈ/, yang dalam penulisan standar ditulis dengan digraf <dh> dan <th>,[20] umum ditulis dengan huruf <d> dan <t>.[15][17]

thithik [ʈiʈiʔ] → titik 'sedikit'
wedhi [wəɖi] → wedi 'pasir'
dhahar [ɖahar] → dahar 'makan'

Fonem /g/ yang terletak pada akhir kata berbunyi [k],[21] sehingga konsonan /g/ pada akhir kata umum ditulis dengan huruf <k>.

goblog [gɔblɔk] → goblok 'goblok'
papag [papak] → papak 'jemput'
grudug [grʊdʊk] → gruduk 'kerubung'

Fonem /d/ yang terletak pada akhir kata berbunyi [t],[22] sehingga konsonan /d/ pada akhir kata terkadang ditulis dengan huruf <t>.

tangled [taŋlət] → tanglet 'tanya'
reged [rəgət] → reget 'kotor'
saged [sagət] → saget 'bisa'

Fonem /h/ yang terletak pada akhir kata dengan ultima bervokal /i/ atau /u/ terkadang tidak ditulis.

eruh [ʔərʊh] → ero 'tahu'
nyilih [ɲɪlɪh] → nyele 'meminjam'
misuh [mɪsʊh] → meso 'mengumpat'

Pembentukan homograf

sunting

Cara penulisan pada dialek Arekan terkadang membuat kata yang tadinya berbeda menjadi homograf.

Dialek Arekan Bahasa Jawa
Standar
Pengucapan Arti
ambek ambeg [ʔambək] napas
ambèk [ʔambɛʔ] dengan
loro lara [lɔrɔ] sakit
loro [loro] dua
embo embuh [ʔəmbʊh] tidak tahu
imbuh [ʔɪmbʊh] tambah
gatel gatel [gatəl] gatal
gathèl [gaʈɛl] penis
wedi wedi [wədi] takut
wedhi [wəɖi] pasir

Tata bahasa

sunting

Pronomina persona

sunting

Terdapat perbedaan dalam pemilihan kata untuk pronomina persona pada dialek Arekan. Beberapa kata atau frasa juga biasa digunakan untuk menyatakan bentuk jamak.

Glos Bentuk Bebas Awalan Akhiran
Ngoko Krama
1SG
'aku, saya'
aku kulo tak(-) -ku
1PL.EXCL
'kami'
kene - - -
1PL.INCL
'kita'
awakdewe, kene - - -
2SG
'kamu, Anda'
kon, awakmu, peno sampean, riko mbok(-) -mu
2PL
'kalian'
kon kabeh - - -
3SG
'dia, ia, beliau'
de'e, wonge, areke piambake,
tiange
di- -ne
3PL
'mereka'
de'e kabeh, wonge,
arek-arek
- - -

Awalan tak(-) dan mbok(-) biasa ditulis sebagai kata terpisah meski penggunaannya tetap sama seperti pada bahasa Jawa Standar.[23] Piambake dan tiange berasal dari kosakata krama, yaitu piyambak 'sendiri' (ngoko: dhéwé) dan tiyang 'orang' (ngoko: wong), yang ditambahkan akhiran ngoko -e (krama: -ipun). Akan tetapi, gelar lebih sering digunakan untuk menyebut orang ketiga dalam bahasa yang sopan dibandingkan dengan pronomina persona.[24]

Demonstrativa

sunting

Terdapat sedikit berbedaan pada kata tunjuk yang digunakan di dialek Arekan. Hal ini dipengaruhi oleh sistem penulisannya yang tidak mematuhi pedoman penulisan bahasa Jawa.

Bahasa Jawa
Standar
Dialek Arekan Pengucapan Arti
(ika)[e] iko [ʔikɔ] itu
kono kunu [kono] situ
kana kono [kɔnɔ] sana
mrono mrunu [mrono] ke situ
mrana mrono [mrɔnɔ] ke sana
ngono ngunu [ŋono] begitu
ngana ngono [ŋɔnɔ] begitu (jauh)
semono sakmunu [saʔmono] sekian itu
semana sakmono [saʔmɔnɔ] sekian itu (jauh)

Penggunaan huruf <u> pada suku kata terbuka untuk menyatakan bunyi [o] hanya ditemui pada kata tunjuk. Hal ini menyimpang dari ketentuan bahwa vokal /u/ pada suku kata terbuka dibunyikan sebagai [u].[25]

Imbuhan

sunting

Terdapat beberapa erbedaan pada penggunaan imbuhan antara dialek Arekan dengan bahasa Jawa Standar.

Akhiran -no[f] [nɔ] menggantikan seluruh penggunaan akhiran -aké.

lali [lali] 'lupa' + N-/-no → nglalekno [ŋlalɛʔnɔ] 'melupakan'
tuku [tuku] 'beli' + N-/-no → nukokno [nukɔʔnɔ] 'membelikan'
jodo [dʒoɖo] 'jodoh' + tak(-)/-no → tak jodokno [taʔ dʒɔɖɔʔnɔ] 'kujodohkan'
gowo [gɔwɔ] 'bawa' + di-/-no → digawakno [digawaʔnɔ] 'dibawakan'
dewe [ɖewe] 'sendiri' + di-/-no → didewekno [diɖɛwɛʔnɔ] 'disendirikan'

Akhiran -e diwujudkan dengan alomorf -ne jika dipasangkan pada kata dengan akhir vokal.[26] Akan tetapi, alomorf -e terkadang dapat juga digunakan.

bojo [bodʒo] 'suami/istri' + -e → bojoe [bodʒo.e] 'pasangannya'
mlaku [mlaku] 'berjalan' + -e → mlakue [mlaku.e] 'jalannya'
mburi [mburi] 'belakang' + -e → mburie [mburi.e] 'belakangnya'

Awalan sak- menggantikan seluruh penggunaan awalan sa- serta alomorf se-, kecuali yang terdapat pada angka.[g]

piring [pɪrɪŋ] 'piring' + sak- → sakpiring [saʔpɪrɪŋ] 'sepiring'
penak [pɛnaʔ] 'enak' + sak-/-e → sakpenake [saʔpɛnaʔe] 'seenaknya'
omah [ʔomah] 'rumah' + sak- → sakomah [saʔomah] 'serumah'

Sisipan -u- digunakan untuk memberikan penekanan dengan makna ‘sangat’ pada suatu kata.[27] Sisipan ini berbeda dengan pendiftongan pada bahasa Jawa Standar yang memiliki fungsi serupa,[28] karena sisipan -u- tidak menghasilkan diftong dan tidak terbatas pada kata sifat. Pada kata yang diawali vokal, sisipan -u- diletakkan di awal kata dan dapat diwujudkan dengan alomorf -u-, -w-, atau -uw-. Pada kata yang diawali konsonan, sisipan -u- diletakkan sebelum vokal pada suku kata pertama dan dapat diwujudkan dengan alomorf -u- atau -uw-. Jika vokal yang mengikuti sisipan adalah /u/, sisipan selalu diwujudkan dengan alomorf -uw-.

akeh [ʔa.kɛh] 'banyak' + -u- → uakeh [ʔu.a.kɛh] 'sangat banyak'
adoh [ʔa.dɔh] 'jauh' + -w- → wadoh [wa.dɔh] 'sangat jauh'
enak [ʔɛ.naʔ] 'enak' + -uw- → uwenak [ʔu.wɛ.naʔ] 'sangat enak'
lapo [la.pɔ] 'sedang apa' + -u- → luapo [lu.a.pɔ] 'sedang apa (heran)'
ngguyu [ŋgu.ju] 'tertawa' + -uw- → ngguwuyu [ŋgu.wu.ju] 'tertawa terbahak-bahak'

Penggunaan

sunting

Salah satu ciri khas dialek Arekan adalah tutur kata yang dianggap lugas, tegas, dan kasar, dibandingkan dengan bahasa Jawa Standar yang cenderung halus, lembut, dan secara jelas menunjukkan tata krama. Hal ini muncul dari perbedaan nada bicara dan jarangnya penggunaan kosa kata dengan tingkat tutur tinggi.[butuh rujukan] Berikut ini merupakan beberapa contoh kalimat percakapan dalam dialek Arekan dan bahasa Jawa Standar:

Dialek Arekan Bahasa Jawa Standar Bahasa Indonesia
Yo'opo kabare, rek? Piyé kabaré, cah? Apa kabar, kawan?
Arek iki tambah mbois ae cok! Cah ki tambah bagus waé pèh! Anak ini semakin keren saja ya!
Rek, koen kabeh gak mangan a? Cah, kowé ra padha madhang toh? Kawan, apa kalian tidak makan?
Cak, njaluk tolong jukukno montor nang bengkel. Mas, njaluk tulung jupukaké montor ning bingkil. Bang, minta tolong ambilkan mobil di bengkel.
Pak, sampean kajenge teng pundi? Pak, panjenengan badhé dhateng pundi? Pak, Anda hendak ke mana?

Dialek Arekan juga digunakan sebagai bahasa pengantar oleh media-media lokal setempat.[butuh rujukan]

Kosakata

sunting

Dialek Arekan memiliki penggunaan kosakata yang berbeda dari bahasa Jawa Standar. Perbedaan kosakata ini dapat berupa penggunaan suatu kata baku yang lebih sering dibanding sinonimnya, kata yang pengucapannya sedikit berbeda, kata yang maknanya telah bergeser atau meluas, atau kata yang khas dan tidak ada padanannya di bahasa Jawa Standar. Beberapa contoh di antaranya ada di tabel berikut:

Dialek Arekan[h] Bahasa Jawa Baku Bahasa Indonesia[29]
waé saja
aḍaknò, ḍaḍaknò jebulé, tibané ternyata
akas - tangkas
ambèk karo dengan, bersama
ambèkan agèkan, lagiyan lagi pula
ancèn pancèn memang
aṭék, athik nganggo memakai (untuk melakukan sesuatu), dengan
arèk, rèk[i] bocah anak
wong orang yang berasal dari suatu daerah tertentu
awakdéwé awaké dhéwé kita
awakmu, kon kowé kamu
bacut, kebacut kebacut terlambat, telanjur
kebanjur terlewat
- keterlaluan
barèk karo dengan, bersama
barèkan agèkan, lagiyan lagi pula
bah, bahno, babah, babahno, barno jar, jarké, umbarké, bèn masa bodoh, membiarkan
béntó goblog bodoh
beròk bengok berteriak
biḍeg, mbiḍeg meneng diam, membisu
blègèḍès, mblègèḍès - berantakan (rupa)
bòk, mbòk, mòk kok, tok persona kedua agen kata kerja pasif, kau-
bòncèl bocèl lecet
brai dandan solek, dandan
brasak, mbrasak nembus, trabas menerobos
bròsòt, mbròsòt mrosot merosot
bulet, mbulet bulet kusut
ruwed rumit, bertele-tele
cacak, cak mas, kakang kakak (lelaki)
caḳceḳ - tangkas
cangkruk mlangkring tongkrong, menongkrong
cangkrukan angkringan, wédangan tongkrongan (tempat)
carek cedhak, cerak dekat
cawé, cawé-cawé mèlu-mèlu ikut campur
cawik céwok cebok
ceḍek, ciḍek cedhak, cerak dekat
cèk, cék, cékbèn supaya, bèn agar, supaya
celaṭu,[j] senèn memarahi
cèmòng cémot cemong, belepotan, kotor
còngòk[k] mendho bodoh
còngòr congor, cingur, moncong jungur, moncong
antem pukul
còp, còpan, còp-còpan kontakan stopkontak
cuklèk tugel, putung patah
dè'é, dè é dhèké, dhèwèké dia
delok deleng lihat
dilep - dismenorea
dobol silit dubur (kata makian)
goblog bodoh
dulin, dolén dolan bermain
dhukur dhuwur atas
èmbòng ratan jalan raya
emòk, mòk wegah, gah, emoh, moh tidak ingin
emplòk emplok memasukkan sesuatu ke mulut
untal telan
ènḍèl, kemènḍèl - genit, centil
engkók mengko nanti
eró, eróh, róh weruh tahu, paham
gak, nggak, enggak, ògak ora tidak
gaé, gawé gawé membuat, pekerjaan
kanggo untuk
gaplèk, gaplèki, nggaplèki - menjengkelkan
gasak antem pukul, terjang
gaṭèl gathèl penis (kata makian)
gaṭèli, nggaṭèli - menjengkelkan (kata makian)
gebes, nggebes silir, sumilir sepoi
gebrès wahing bersin
gedabrus, nggedabrus gumunggung membual, sok tahu, omong kosong
gègèr[l] gelut berkelahi
gèk dang, agé, cepet lekas (perintah)
gènèh wèh, wènèh beri
gòcik - penakut, pengecut
gòmbòr kombor longgar (pakaian)
grawuk, krawuk kruwek mencakar
guduk dudu bukan
gurung durung belum
isòk bisa bisa
iwak iwak ikan
lawuh lauk
jagòng,[m] jagòngan mlangkring tongkrong, menongkrong
jambrèt - jambret (kata makian)
jamput, damput, hamput amput bersetubuh (kata makian)
jancók, jancuk, cók, cuk gancok bersetubuh (kata makian)
jangkrék jangkrik jangkrik (kata makian)
jarag, jaraḳ, njarag, njaraḳ ganggu jail
jarem, njarem kram kram
jebus jebus tembusan (jalan)
pungkasan ujung
jebulé ternyata
jeglèḳ, njeglèḳ - padam seketika (listrik)
jék isih masih, sedang (melakukan sesuatu hal)
jekètèk,[n] njekètèk dumadakan mendadak, tiba-tiba
- ternyata (konotasi negatif)
jembek, jembrek - muak
jèmbrèt - belepotan
jerih ajrih takut, pengecut
jukuk jupuk ambil
jungkrak - mendorong hingga jatuh
kaét, kaèt, kèt kawit sejak
mentas baru saja
kancrit - tertinggal, terbelakang
kaplòk tempiling, tapuk tampar
karèk, garèk kari tersisa
katé, kapé, até, apé arep akan, hendak
kathuken kadhemen, katisen kedinginan
katok kathok celana pendek
clana celana
kebek kebak penuh
kecèk - genangan air
kèk wèh, wènèh beri
kluyuran ngluyur, kluyur-kluyur berkeluyuran, bepergian tanpa tujuan
kemalan kemalan membual
- sok, berlagak
kemaruk, maruk[o] srakah serakah
kemènyèk - berlebihan, sok, berlagak
kemu kemu berkumur
- mengulum, menahan dalam mulut
kenèk opo ngapa mengapa, kenapa
kerjo kerja, manjing bekerja (profesi)
nglakoni, nindakaké berkegiatan, melakukan
kèri kari tertinggal
kètòk katon terlihat
klòmbòr kombor longgar (pakaian)
kòn, kòen kowé kamu
kòra, kòra-kòra, kòrah-kòrah umbah, umbah-umbah cuci (peralatan dapur)
kòrèt - sisa
kósró, kósróh kisruh asal, sembarangan
kòwa-kòwò, kòwah-kòwòh plonga-plongo kebingungan (ekspresi)
kutang kotang kutang, beha
lagèk, gèk lagi baru saja
lagèkan agèkan, lagiyan lagi pula
lapò lagi apa sedang apa
ngapa, kenapa mengapa, kenapa
lapò'ò, lapò ò ngapa, kenapa mengapa, kenapa
lèk, lak yèn kalau, jika
lék lik[p] paklik, bulik
lèyèh[q], lèyèh-lèyèh - bersantai-santai
lugur, lógór tiba jatuh
lòngòr goblog bodoh
macak dandan, paès solek, dandan
- bergaya (menyerupai sesuatu), bersikap (seolah-olah)
maem mangan makan
maeng mau, wau tadi, baru saja
mari rampung, bubar, bar sudah, selesai
masiò, mbasiò, masi, mbasi senajan, sanadyan, masiya meskipun
matèk mati mati
mayak - kurang ajar
mèk mung hanya, cuma
mèlòk mèlu ikut
mené sésuk besok
metangkring plangkring, mlangkring bertengger
metantang - membusungkan dada
metantang-metèntèng - berlagak
metèntèng - berayun
metingkrang - duduk dengan kaki terangkat
mésó, mésóh misuh, ngipat mengumpat, memaki
mléngsé, méngslé - miring, tidak lurus
mléṭé - menjengkelkan
muluk puluk, muluk makan dengan tangan kosong
muluk, muluk-muluk meninggi, terbang, hal yang tinggi (tidak tercapai)
- mengepal
néng nang, ing di
nang, menyang ke
nèk, nak nang, ing di
nang, menyang ke
nèk yèn kalau, jika
ndang, lang dang, agé, cepet lekas (perintah)
ndaniò - apalagi jika
nḍék, nḍik, ndhik ing di
ndhèk mau tadi
ngecembeng, ngecembòng - menggenang
ngembung - menggenang
ngeres reged kotor
- kotor (pikiran)
nglamak, ngamak - kurang ajar
nglèsòt, nglòsòt klèsèd, nglèsèd, lèsèh leseh, berlesehan
ngòwòh mlongo menganga
òpò'ò, òpòò ngapa mengapa, kenapa
pancet panggah tetap
patèk sepira, patia (tidak) seberapa
pencét, pencit - mangga muda
pèrèk sundel sundal
petèk pencèt pencet
pòl pol batas ujung, maksimal
men, temen sangat
pòlaé marga karena, sebab
pòngòr antem pukul
rasan, rasan-rasan rasanan gosip, bergosip
rèken[r] - gubris, peduli
ròtuh runtuh runtuh
rusuh rusuh rusuh, kotor
ribut ribut
sak sa-, se- se- (bentuk terikat, awalan)
sakper[s] - satu kali
sék sik, dhisik terlebih dahulu
sik, mengko dhisik tunggu sebentar (perintah)
isih masih
sampèan, samèan, samèn, pèan sampéyan kamu, Anda
sampèk nganti sampai, hingga
santap - hajar
selang silih pinjam
semlóhé montok seksi (tubuh)
sèmpaḳ kathok celana dalam
senep mules mulas (perut)
séng sing, kang yang
soalé marga karena, sebab
ta, a toh -kah (digunakan untuk mengukuhkan pertanyaan)
temen, temenan, nemen temen, tenan, tenanan benar, sungguh, sangat
- keterlaluan
tèk, gòtèk, nèk wèk, duwèk milik
tenger-tenger mlangkring bertengger
- bersantai-santai
tòntòk, dòntòk, nòntòk, ndòntòk tonton menonton, memerhatikan
deleng melihat
tuwuk[t] kerep, asring acap, sering
cukup cukup, puas
uman, kuman, kumanan komanan, keduman kebagian
umeḳ - banyak bergerak, gelisah (perilaku)
umum[u] - wajar
waras waras sehat (jasmani/rohani)
mari sembuh
yòk òpò, yò'òpò, yòk nòpò kepriyé, kepiyé, piyé bagaimana

Lihat pula

sunting

Rujukan

sunting

Catatan

sunting
  1. ^ Bahasa yang umum digunakan oleh masyarakat Situbondo dan Bondowoso adalah bahasa Madura.
  2. ^ Dalam bahasa Jawa, huruf vokal yang terletak sebelum pertemuan antara konsonan sengau dengan konsonan homorganiknya diperlakukan sebagai vokal terbuka meskipun berada dalam suku kata tertutup.
  3. ^ Fonem /i/ pada bahasa Jawa Standar tidak memiliki alofon [e].
  4. ^ Fonem /u/ pada bahasa Jawa Standar tidak memiliki alofon [o].
  5. ^ Kata kaé lebih umum digunakan dalam percakapan, sedangkan ika digunakan pada bahasa sastra.
  6. ^ Dalam bahasa Jawa Standar ditulis -na.
  7. ^ Awalan sa- beserta alomorfnya terdapat pada angka sepuluh 'sepuluh', sewelas 'sebelas', selikur 'dua puluh satu', selawe 'dua puluh lima', seket 'lima puluh', suwidak 'enam puluh', satus 'seratus', dan sewu 'seribu'.
  8. ^ Penulisan huruf pada contoh kata di bawah merupakan penulisan yang umum ditemui. Pada penulisan dialek Arekan, umumnya diakritik tidak digunakan. Diakritik pada tabel ini hanya sebagai petunjuk untuk menghindari abiguasi pembacaan dan beberapa diakritik bukan merupakan diakritik yang digunakan dalam penulisan latin bahasa Jawa. Huruf dengan diakritik beserta bunyinya adalah sebagai berikut: <é> untuk [e], <è> untuk [e], <ó> untuk [o], <ò> untuk [o], <ḍ> untuk [ɖ], <ṭ> untuk [ʈ], dan <ḳ> untuk [k] sebagai koda (konsonan di akhir suku kata).
  9. ^ Umum digunakan sebagai panggilan untuk persona ketiga jamak, 'kawan-kawan'.
  10. ^ Dalam bahasa Jawa Standar, clathu memiliki arti 'berbicara'.
  11. ^ Congok berasal dari gabungan kata kacong (bahasa Madura) dan goblok
  12. ^ Dalam bahasa Jawa Standar, gègèr memiliki arti 'huru-hara'.
  13. ^ Dalam bahasa Jawa Standar, jagong memiliki arti 'mendatangi perayaan'.
  14. ^ Dalam bahasa Jawa Standar, jekèthèk memiliki arti 'umum, mudah dijumpai'.
  15. ^ Dalam bahasa Jawa Standar, maruk memiliki arti 'bernafsu makan besar'.
  16. ^ Singkatan dari kata cilik dalam bahasa Jawa Standar yang berarti 'kecil'.
  17. ^ Dalam bahasa Jawa Standar, lèyèh memiliki arti 'bersandar'.
  18. ^ Dalam bahasa Jawa Standar, rèken memiliki arti 'menghargai' atau 'menyadari'.
  19. ^ Sakper berasal dari gabungan kata sak dan pertandingan.
  20. ^ Dalam bahasa Jawa Standar, tuwuk memiliki arti 'kenyang'.
  21. ^ Dalam bahasa Jawa Standar, umum memiliki arti 'umum'.

Referensi

sunting
  1. ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Arekan". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History. 
  2. ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Malang-Pasuruan". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History. 
  3. ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Surabaya". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History. 
  4. ^ "UNESCO Interactive Atlas of the World's Languages in Danger" (dalam bahasa bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, Rusia, and Tionghoa). UNESCO. 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 April 2022. Diakses tanggal 26 Juni 2011. 
  5. ^ "UNESCO Atlas of the World's Languages in Danger" (PDF) (dalam bahasa Inggris). UNESCO. 2010. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 31 Mei 2022. Diakses tanggal 31 Mei 2022. 
  6. ^ Wedhawati, dkk 2001, hlm. 35.
  7. ^ a b Krauße 2017, hlm. 26.
  8. ^ a b c d Yannuar, Hoogervorst & Klamer 2022, hlm. 20.
  9. ^ a b Krauße 2017, hlm. 13.
  10. ^ a b Yannuar, Hoogervorst & Klamer 2022, hlm. 21.
  11. ^ Wedhawati, dkk 2001, hlm. 37.
  12. ^ Krauße 2017, hlm. 27.
  13. ^ Krauße 2017, hlm. 12, 26.
  14. ^ Yannuar, Hoogervorst & Klamer 2022, hlm. 26-28.
  15. ^ a b Krauße 2017, hlm. 30.
  16. ^ a b Krauße 2017, hlm. 29-30.
  17. ^ a b c Hoogervorst 2014, hlm. 111.
  18. ^ Arifin 2006, hlm. 2.
  19. ^ Yannuar, Hoogervorst & Klamer 2022, hlm. 5.
  20. ^ Arifin 2006, hlm. 3.
  21. ^ Wedhawati, dkk 2001, hlm. 62-63.
  22. ^ Wedhawati, dkk 2001, hlm. 52-53.
  23. ^ Krauße 2017, hlm. 35.
  24. ^ Krauße 2017, hlm. 34-35.
  25. ^ Wedhawati, dkk 2001, hlm. 36.
  26. ^ Wedhawati, dkk 2001, hlm. 404-405.
  27. ^ Krauße 2017, hlm. 41.
  28. ^ Wedhawati, dkk 2001, hlm. 145.
  29. ^ "KBBI Daring". kbbi.kemdikbud.go.id. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

Daftar Pustaka

sunting

Pranala luar

sunting