Banjar Kulan atau Karasikan adalah pangkalan atau koloni pedagang suku Banjar yang pada zaman dahulu yang terdapat pada suatu tempat di Kepulauan Sulu pada masa pra-Kesultanan Sulu. Pada masa itu para pedagang Banjar berhubungan dengan masyarakat Buranun yang merupakan suku asli penghuni pertama yang mendiami wilayah tersebut terutama pada kawasan pegunungan. Masyarakat Buranun ini diketahui berkedudukan di daerah Maimbung, Sulu. Banjar Kulan artinya Banjar Kecil dalam bahasa orang Buranun (orang Karasikan). Orang Buranun, Taguima, Baklaya, Dampuwan (Sonpotualan/Champa) dan Banjar (Bandiyar) kemudian bergabung membentuk suku Tausug. Selanjutnya 5 suku yaitu suku Tausug, Sama, Bajau, Yakan dan Jama Mapun disebut orang Suluk (artinya orang dari Sulu, bagian dari Bangsamoro) karena mereka berasal dari propinsi Sulu dan Tawi-Tawi. Dalam Hikayat Banjar nama tempat ini disebut Karasikan, suatu tempat koloni atau negara vazal di sebelah utara yang berada pada lingkaran terluar dalam mandala Kerajaan Banjar.[1][2][3][4] [5][6][7][8] [9]


Karasikan dalam Hikayat Banjar dan Kotawaringin

sunting

Hubungan Kerajaan Negara Dipa (Banjar Hindu) dengan Karasikan sudah terjalin pada masa Raja Banjar Hindu Maharaja Suryanata. Hikayat Banjar dan Kotawaringin menyebutkan:

Hatta berapa lamanya maka raja perempuan itu hamil pula. Sudah genap bulannya genap harinya maka beranak laki-laki pula. Maka tahta kerajaan, beranak itu seperti demikian jua, dinamai Raden Suryawangsa. Kemudian daripada itu, Raden Suryaganggawangsa itu sudah taruna, Raden Suryawangsa itu baharu kepinggahan itu, maka seperti raja Sukadana, seperti raja Sambas, seperti orang besar-besar Batang Lawai, seperti orang besar di Kota Waringin, seperti raja Paser, seperti Kutai, seperti Karasikan, seperti orang besar di Berau, sekaliannya itu sama takluk pada Maharaja Suryanata di Negara-Dipa itu. Majapahit pun, sungguh negeri besar serta menaklukkan segala negeri jua itu, adalah raja Majapahit itu takut pada Maharaja Suryanata itu. Karena bukannya raja seperti raja negeri lain-lain itu asalnya kedua laki-isteri itu maka raja Majapahit hebat itu; lagi pula Lambu Mangkurat itu yang ditakutinya oleh raja Majapahit dan segala menteri Majapahit itu sama hebatnya pada Lambu Mangkurat itu. Maka banyak tiada tersebutkan.[10]


Hubungan Kerajaan Negara Dipa (Banjar Hindu) dengan Karasikan sudah terjalin pada masa Raja Banjar Hindu Sekar Sungsang atau Maharaja Sari Kaburungan. Hikayat Banjar dan Kotawaringin menyebutkan:

Dan orang besar di Sawakung, di Bunyut, di Karasikan, di Berau, di Paser, di Sambas, di Sukadana dan orang besar di Balitung Lawai, di Kotawaringin, sekaliannya itu masih menghadap pada Maharaja Sari Kaburungan itu seperti zaman Maharaja Suryanata itu.[10]

Karasikan turut serta mengirim prajurit membantu Pangeran Samudera berperang melawan pamannya Pangeran Tumenggung (Raja Negara Daha terakhir).
Hikayat Banjar dan Kotawaringin menyebutkan:

Maka Patih Masih menyuruh orang memberitahu ke Kintap, ke Satui, ke Sawarangan, ke Hasam-Hasam, ke Laut Pulau, ke Pamukan, ke Paser, ke Kutai, ke Berau, ke Karasikan, dan memberitahu ke Biaju, ke Sebangau, ke Mendawai, ke Sampit, ke Pembuang, ke Kotawaringin, ke Sukadana, ke Lawai, ke Sambas: Pangeran Samudera menjadi raja di Banjarmasih. Banyak tiada tersebut.[10]

Hikayat Banjar dan Kotawaringin menyebutkan:

Maka Patih Balit itu kembali maka datang serta orang bantu itu. Maka orang yang takluk tatkala zaman Maharaja Suryanata sampai ke zaman Maharaja Sukarama itu, seperti negeri Sambas dan negeri Batang Lawai dan negeri Sukadana dan Kotawaringin dan Pembuang dan Sampit, Mendawai dan Sebangau dan Biaju Besar dan orang Biaju Kecil dan orang negeri Karasikan dan Kutai dan Berau dan Paser dan Pamukan dan orang Laut-Pulau dan Satui dan Hasam-Hasam dan Kintap dan Sawarangan dan Tambangan Laut dan orang Takisung dan Tabuniau, sekaliannya itu sudah sama datang serta senjata serta persembahnya. Sama suka hatinya merajakan Pangeran Samudera itu. Sekaliannya orang itu berhimpun di Banjar dengan orang Banjarmasih itu, kira-kira orang empat laksa. Serta orang dagang itu, seperti orang Melayu, orang Cina, orang Bugis, orang Mangkasar, orang Jawa yang berdagang itu, sama lumpat menyerang itu. Banyak tiada tersebut.[10]


Hikayat Banjar dan Kotawaringin menyebutkan:

Sudah itu datang Pangeran Tumanggung itu ke Negara Dipa itu, bicara hendak mahilir pula. Maka sembah Aria Taranggana: "Jangan andika hilir pula, tiada kuawa rakyat andika ini, meski daripada semalam banyaknya orang, tiada jua menahan, karena bedil orang dagang banyak bertolong, maka sakit rasa hati kaula. Tetapi Pangeran Samudera itu bertambah-tambah kukuh kotanya. Kaula dengar sudah menyuruh memberitahu ke tanah atas sampai ke Karasikan, ke tanah bawah sampai ke Sambas.[10]

Daerah-daerah yang takluk pada masa Sultan Suryanullah - Sultan Banjarmasin ke-1 disebutkan dalam Hikayat Banjar.[11]

Hikayat Banjar dan Kotawaringin menyebutkan:

Sudah itu maka orang Sebangau, orang Mendawai, orang Sampit, orang Pembuang, orang Kota Waringin, orang Sukadana, orang Lawai, orang Sambas sekaliannya itu dipersalin sama disuruh kembali. Tiap-tiap musim barat sekaliannya negeri itu datang mahanjurkan upetinya, musim timur kembali itu. Dan orang Takisung, orang Tambangan Laut, orang Kintap, orang Hasam-Hasam, orang Laut-Pulau, orang Pamukan, orang Paser, orang Kutai, orang Berau, orang Karasikan, sekaliannya itu dipersalin, sama disuruh kembali. Tiap-tiap musim timur datang sekaliannya negeri itu mahanjurkan upetinya, musim barat kembali.[10]

Surat dari Mindanao tanggal 2 September 1682

sunting

Menurut Arsip Nasional Republik Indonesia, sebuah surat bertanggal 2 September 1682 dikirim ke Batavia oleh Raja Banjar Sultan Tahlillullah dari Mindanao (Maguindanao), suatu tempat yang sangat jauh dari pusat kerajaannya sendiri, menunjukkan adanya hubungan antara Banjar dan Mindanao pada masa itu.[12]

Referensi

sunting
  1. ^ Malayan miscellanies, Malayan miscellanies (1820). Malayan miscellanies (dalam bahasa Inggris). Malayan miscellanies. 
  2. ^ Ongsotto, Ongsotto; et al. (2002). Philippine History Module-based Learning I' 2002 Ed (dalam bahasa Inggris). Rex Bookstore, Inc. ISBN 9789712334498.  ISBN [1]
  3. ^ Balfour, Edward (1885). The cyclopædia of India and of eastern and southern Asia, commercial industrial, and scientific: products of the mineral, vegetable, and animal kingdoms, useful arts and manufactures, Jilid 2 (dalam bahasa Inggris). Bernard Quaritch. 
  4. ^ Waitz, Theodor (1865). Anthropologie der naturvölker: Die Völker der Südsee. Pt.1 Die Malaien. Pt.2. Die Mikron esier und nordwestlichen Polynesier (dalam bahasa Jerman). F. Fleischer. 
  5. ^ Moor, J. H. (1837). Notices of the Indian archipelago & adjacent countries: being a collection of papers relating to Borneo, Celebes, Bali, Java, Sumatra, Nias, the Philippine islands ... (dalam bahasa Inggris). F.Cass & co. 
  6. ^ Berlin, Gesellschaft für Erdkunde (1867). Zeitschrift der Gesellschaft für Erdkunde zu Berlin: zugl. Organ d. Deutschen Geographischen Gesellschaft (dalam bahasa Jerman). 2. Gesellschaft für Erdkunde. 
  7. ^ Gesellschaft für Erdkunde zu Berlin, Gesellschaft für Erdkunde zu Berlin (1867). Zeitschrift (dalam bahasa Jerman). D. Reimer. 
  8. ^ The Filipino Moving Onward 5' 2007 Ed (dalam bahasa Inggris). Filipina: Rex Bookstore, Inc. 2007. hlm. 69. ISBN 9712341542.  ISBN 97897123415402
  9. ^ Teodoro A. Agoncillo, Oscar M. Alfonso (1968). History of the Filipino People (dalam bahasa Inggris). Filipina: Malaya Books. hlm. 22.  ISBN
  10. ^ a b c d e f Johannes Jacobus Ras (1990). Hikayat Banjar diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh (dalam bahasa Melayu). Malaysia: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka. ISBN 9789836212405.  ISBN 983-62-1240-X
  11. ^ Marwati Djoened Poesponegoro; Nugroho Notosusanto (1992). Sejarah nasional Indonesia: Jaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. PT Balai Pustaka. hlm. 86. ISBN 9794074098.  ISBN 978-979-407-409-1
  12. ^ "Mencari Surat-Surat :: Sejarah Nusantara". Arsip Nasional Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-06-20. Diakses tanggal 2018-09-23. 

Pranala luar

sunting