Banjir Jakarta 2007

banjir bandang pada tahun 2007

Banjir Jakarta 2007 adalah bencana banjir yang menghantam Jakarta dan sekitarnya sejak 1 Februari 2007 malam hari. Selain sistem drainase yang buruk, banjir berawal dari hujan lebat yang berlangsung sejak sore hari tanggal 1 Februari hingga keesokan harinya tanggal 2 Februari, ditambah banyaknya volume air 13 sungai yang melintasi Jakarta yang berasal dari Jonggol-Bogor-Kawasan Puncak-Cianjur, dan air laut yang sedang pasang, mengakibatkan hampir 60% wilayah DKI Jakarta terendam banjir dengan kedalaman mencapai hingga 5 meter di beberapa titik lokasi banjir.

Banjir Jakarta 2007
Sebuah taksi yang tenggelam dalam banjir di Jakarta, 2007
Tanggal2 Februari–12 Februari 2007
LokasiJabodetabekpunjur
Tewas80
Kerugian harta benda$400 juta[1]

Pantauan di 11 pos pengamatan hujan milik Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) (saat itu masih bernama Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG)) menunjukkan, hujan yang terjadi pada Jumat, 2 Februari, malam lalu mencapai rata-rata 235 mm, bahkan tertinggi di stasiun pengamat Pondok Betung mencapai 340 mm. Hujan rata-rata di Jakarta yang mencapai 235 mm itu sebanding dengan periode ulang hujan 100 tahun dengan probabilitas kejadiannya 20 persen.

Banjir 2007 ini lebih luas dan lebih banyak memakan korban manusia dibandingkan bencana serupa yang melanda pada tahun 2002 dan 1996. Sedikitnya 80 orang dinyatakan tewas selama 10 hari karena terseret arus, tersengat listrik, atau sakit. Kerugian material akibat matinya perputaran bisnis mencapai triliunan rupiah, diperkirakan 4,3 triliun rupiah. Warga yang mengungsi mencapai 320.000 orang hingga 7 Februari 2007.

Sebab utama banjir ini adalah curah hujan yang tinggi, musim hujan di Indonesia di mulai pada bulan Desember sampai dengan bulan Maret.

Antisipasi

sunting

Sistem Pengendali Banjir Jakarta

sunting

Untuk menangani banjir, Provinsi DKI Jakarta telah membangun serangkaian Sistem Pengendali Banjir Jakarta. Berikut adalah Sistem Kawasan Pengendali Banjir dan Drainase Jakarta sampai 2010:[2]

Lokasi-lokasi banjir

sunting
 
Pengguna Kendaraan menggunakan jasa gerobak untuk menyeberangkan mereka

Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menyatakan, sebagian wilayah Jakarta Barat di sekitar Kali Angke berstatus siaga satu karena tinggi air 3,75 meter dari ambang batas 3 meter. Wilayah lain berstatus siaga dua dan tiga.

Kemacetan akibat banjir juga terjadi di daerah Cipinang, Jakarta Timur. Di Jalan DI Panjaitan, sepeda motor yang tidak dapat melewati jalan itu berbalik arah dan naik ke jalan tol yang lebih tinggi.

Hujan deras juga menyebabkan tanggul jebol di Banjir Kanal Barat (BKB) persis di aliran Kali Sunter. Air meluber langsung ke perkantoran dan perumahan warga. Tanggul BKB jebol Jumat dini hari, sementara Kali Sunter baru Jumat siang. Akibat tanggul jebol, kawasan Jatibaru-Tanah Abang dan Petamburan tergenang air hingga setinggi 2 meter. Evakuasi warga di Petamburan mengalami kesulitan karena banyak permukiman terletak di antara gang sempit, bahkan tidak muat untuk dilewati perahu karet.

Jalan Kampung Melayu Besar di Jakarta Timur tidak bisa dilewati kendaraan, tetapi warga menyewakan gerobak untuk mengangkut pengendara dan kendaraan roda dua. Sebagian besar Jakarta Utara, mulai dari Marunda, Rorotan, Koja, Kelapa Gading hingga ke barat yakni Sunter, Tanjung Priok, Pademangan, Angke, Pluit, dan Kapuk pun terendam banjir. Tinggi genangan bervariasi, 30 sentimeter hingga 1 meter.

Di Jalan Raya Kembangan, Jakarta Barat digenangi air setinggi lutut orang dewasa hingga lalu lintas yang setiap hari macet dan ramai pada saat itu menjadi sepi dan gelap gulita di malam hari. Hanya kendaraan dengan roda besar, gerobak dan delman yang mampu melewati wilayah itu. Listrik padam selama 3 hari. Air Baru surut pada hari ke empat (Selasa).

Korban

sunting

Hingga tanggal 8 Februari 2007, menurut data Polda Metro Jaya jumlah korban meninggal akibat banjir di Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi mencapai 48 orang; dan di Bogor sebanyak 7 orang.[3]

Pada tanggal 9 Februari 2007 meningkat menjadi 66 orang, sebagaimana dicatat Kantor Berita Antara: Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (Bakornas PB) menyatakan sebanyak 66 orang meninggal akibat bencana banjir yang terjadi di tiga provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.[4]

Pada tanggal 10 Februari jumlah korban meningkat menjadi 80 orang. Jumlah ini mencakup korban di tiga provinsi dengan perincian DKI Jakarta 48 orang, Jawa Barat 19 orang, dan Banten 13 orang.[5]


Dampak dan kerugian

sunting
 
Sebuah taksi yang terbalik dan terendam banjir di Jakarta Selatan pada banjir Jakarta 2007.

Seluruh aktivitas di kawasan yang tergenang lumpuh. Jaringan telepon dan Internet terganggu. Listrik di sejumlah kawasan yang terendam juga padam.

Puluhan ribu warga di Jakarta dan daerah sekitarnya terpaksa mengungsi di posko-posko terdekat. Sebagian lainnya hingga Jumat malam masih terjebak di dalam rumah yang sekelilingnya digenangi air hingga 2-3 meter. Mereka tidak bisa keluar untuk menyelamatkan diri karena perahu tim penolong tidak kunjung datang.

Di dalam kota, kemacetan terjadi di banyak lokasi, termasuk di Jalan Tol Dalam Kota. Genangan-genangan air di jalan hingga semeter lebih juga menyebabkan sejumlah akses dari daerah sekitar pun terganggu.

Arus banjir menggerus jalan-jalan di Jakarta dan menyebabkan berbagai kerusakan yang memperparah kemacetan. Diperkirakan sebanyak 82.150 meter persegi jalan di seluruh Jakarta rusak ringan sampai berat. Kerusakan beragam, mulai dari lubang kecil dan pengelupasan aspal sampai lubang-lubang yang cukup dalam. Kerusakan yang paling parah terjadi di Jakarta Barat, tempat jalan rusak mencapai 22.650 m², disusul Jakarta Utara (22.520 m²), Jakarta Pusat (16.670 m²), Jakarta Timur (11.090 m²). Kerusakan jalan paling ringan dialami Jakarta Timur, yang hanya menderita jalan rusak seluas 9.220 m². Untuk merehabilitasi jalan diperkirakan diperlukan dana sebesar Rp. 12 miliar.[6]

Banjir juga membuat sebagian jalur kereta api lumpuh. Lintasan kereta api yang menuju Stasiun Tanah Abang tidak berfungsi karena jalur rel di sekitar stasiun itu digenangi air luapan Sungai Ciliwung sekitar 50 sentimeter.

Sekitar 1.500 rumah di Jakarta Timur hanyut dan rusak akibat banjir. Kerusakan terparah terdapat di Kecamatan Jatinegara dan Cakung. Rumah-rumah yang hanyut terdapat di Kampung Melayu (72 rumah), Bidaracina (5), Bale Kambang (15), Cawang (14), dan Cililitan (5). Adapun rumah yang rusak terdapat di Pasar Rebo (14), Makasar (49), Kampung Melayu (681), Bidaracina (16), Cipinang Besar Selatan (50), Cipinang Besar Utara (3), Bale Kambang (42), Cawang (51), Cililitan (10), dan Cakung (485).[7]

Kerugian di Kabupaten Bekasi diperkirakan bernilai sekitar Rp 551 miliar. Kerugian terbesar adalah kerusakan bangunan, baik rumah penduduk maupun kantor-kantor pemerintah. Selain itu jalan kabupaten sepanjang 98 kilometer turut rusak. Sedikitnya 7.400 hektare sawah terancam puso.[8]

Penyakit

sunting

Setelah banjir penyakit infeksi saluran pernapasan, diare, dan penyakit kulit menjangkiti warga Jakarta, terutama yang berada di pengungsian. Ini disebabkan keadaan sanitasi dan cuaca yang buruk[9]

Ditemui pula beberapa kasus demam berdarah[10] dan leptospirosis[11] Sebagai akibat genangan air setelah banjir.


Pasca bencana

sunting

Hingga hampir sepekan pascabanjir, 14 Februari 2007, 20 lampu lalu lintas di seluruh DKI Jakarta masih tidak berfungsi. Matinya lampu lalu lintas menyebabkan arus kendaraan di beberapa kawasan terganggu dan menimbulkan kemacetan. Di Jakarta Pusat lalu lintas di beberapa perempatan tidak dipandu lampu lalu lintas. Di kawasan Roxy, misalnya, lampu lalu lintas tidak berfungsi. Akibatnya, kemacetan terjadi sepanjang pagi hingga menjelang sore. Situasi serupa tampak di kawasan Kramat Bunder.

Penanganan sampah

sunting

Setelah banjir surut volume sampah yang harus ditangani meningkat. Sampah-sampah yang terbawa sungai pada sampai tanggal 8 Februari berlipat ganda dari 300 m³ menjadi 600 m³ per hari. Sampah-sampah tersebut berupa antara lain berupa puing bangunan, kayu dan perabotan hanyut.[12] Selain itu banyaknya sampah yang dikirim ke tempat penampungan akhir (TPA) Bantargebang, Bekasi, juga bertambah. Hingga tanggal 15 Februari, kiriman sampah dari sisa banjir ini diperkirakan mencapai 1.500 ton per hari.[13]

Banjir susulan

sunting

Hujan deras sejak Selasa pagi, 13 Februari, di Depok dan sebagian wilayah Jakarta Selatan menyebabkan air kembali menggenangi sebagian rumah-rumah warga yang baru saja kering dari terpaan banjir pekan sebelumnya. Hujan tersebut menyebabkan Kali Krukut yang melintasi kawasan Kemang dan Petogogan, Jakarta Selatan meluap.

Luapan itu meluas dan menggenangi rumah-rumah warga di perkampungan tersebut hingga sebatas lutut orang dewasa. Kontur tanah perkampungan yang menjorok rendah ke arah sungai menyebabkan wilayah itu mudah sekali terbanjiri luapan air dari sungai. Di kawasan Kemang, tepatnya di Kelurahan Bangka, air menggenangi sekitar seratusan rumah petak di belakang deretan kafe-kafe elit di Jalan Kemang Raya. Semakin mendekati Kali Krukut, air sudah memasuki bagian dalam rumah hingga sebetis. Banjir besar pekan lalu telah menerpa kampung tersebut hingga ketinggian dua meter.

Banjir serupa juga kembali menimpa warga Perumahan Pondok Payung Mas, Kelurahan Cipayung, Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan, Banten.

Hujan yang turun pada hari Sabtu 17 Februari menyebabkan sebanyak 2.761 warga Jakarta dari 612 kepala keluarga (KK), terpaksa mengungsi kembali karena rumah mereka tergenang air. Genangan ini terjadi di beberapa pemukiman di Pancoran, Kebayoran Baru, Jatinegara, dan Kramat Jati. Ketinggian genangan berkisar antara 40–120 cm.[14]

Komentar pihak berwenang

sunting

Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menanggapi kritikan dengan mengatakan bahwa banjir ini adalah fenomena alam,[15] dan merupakan banjir lima tahunan. Sutiyoso menganggap pemerintah sudah berusaha maksimal menangani banjir.[16] Banjir besar sebelumnya terjadi pada tahun 1996 dan 2002 yang berarti interval pertamanya adalah enam tahun.

Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie berkomentar bahwa para korban banjir "masih dapat tertawa" dan peristiwa banjir ini hanya dibesar-besarkan media "seolah-olah dunia mau kiamat"[17] sehingga ia dikritik para korban dan anggota DPR.[18] Padahal kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa banyak korban banjir yang bahkan tidak mampu berkomentar akibat dari tekanan stress serta buruknya kondisi hidup di tempat-tempat pengungsian.


Daerah lain

sunting

Banjir akibat luapan sungai Citarum yang terjadi awal Februari 2007 telah menggenangi 17.000 hektare sawah di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Kerugian diperkirakan mencapai sekitar Rp 1,7 miliar. Banjir yang menggenangi 25 dari 30 kecamatan di Karawang diperparah dengan jebolnya tanggul Sungai Citarum. Tanggul yang jebol ada di Kaceot I dan II, Tangkil, serta saluran induk Tarung Utara. Hingga 10 Februari, ada lima kecamatan yang masih dianggap rawan banjir, yakni Pakisjaya, Batujaya, Rengasdengklok, Jayakerta, dan Tirtajaya. Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan Kabupaten Karawang mencatat, sawah yang terendam banjir tersebar di 22 kecamatan. Ketinggian genangan bervariasi antara 20 hingga 70 sentimeter.

Banjir juga hampir sepekan merendam sawah dan permukiman di Subang dan Indramayu yang masih termasuk wilayah pantai utara Jawa Barat. Setidaknya 18.488 hektare sawah dipastikan rusak. Berdasarkan pantauan, di Kabupaten Subang, kerusakan terluas terjadi di Kecamatan Pamanukan (2.101 ha), Pusakanegara (1.275,5 ha), dan Legon Kulon (2.792 ha), sedangkan di Kabupaten Indramayu banjir menggenangi areal sawah di Kecamatan Kandanghaur.[19]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "Jakarta Flood Insurance Claims Seen At US$400 Million". Bernama. Malaysian National News. 2007-02-08. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-29. Diakses tanggal 2007-03-08. 
  2. ^ Sistem Pengendali Banjir Jakarta[pranala nonaktif permanen]
  3. ^ Kompas Cyber Media: Korban Banjir jadi 55 Orang, Jakarta: 8 Februari 2007, 20:28 WIB
  4. ^ Kantor Berita Antara. 66 Orang Meninggal Akibat Banjir Jakarta Sekitarnya[pranala nonaktif permanen], Jakarta: 9 Februari 2007, 00:37
  5. ^ "Pascabanjir: Korban Tewas Mencapai 80 Orang". Diakses tanggal 16 February.  [pranala nonaktif permanen]
  6. ^ "Rusak Setelah Banjir: Kehancuran Jalan Mencapai 82.150 Meter Persegi". [pranala nonaktif permanen]
  7. ^ "Sekitar 1.500 Rumah Hanyut dan Rusak". [pranala nonaktif permanen]
  8. ^ "Bencana banjir: Kerugian di Kabupaten Bekasi Mencapai Rp 551 Miliar". [pranala nonaktif permanen]
  9. ^ Penyakit Mulai Jangkiti Pengungsi Banjir Jakarta[pranala nonaktif permanen], Kantor Berita Antara, 7 Februari 2007
  10. ^ Antara News. Tiga Korban Banjir Meninggal Akibat Leptospirosis.[pranala nonaktif permanen] Jakarta: 20 Februari 2007 20:22
  11. ^ Sekretariat Pokja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan. Masyarakat Bisa Terhindar dari Penyakit Banjir.[pranala nonaktif permanen] Jakarta: diunduh pada 25 Februari 2004 03:16 WIB
  12. ^ "Sampah Berserakan di Jakarta". Diakses tanggal 16 February.  [pranala nonaktif permanen]
  13. ^ "Sampah di TPA Tambah 1.500 Ton Per Hari". Diakses tanggal 16 February.  [pranala nonaktif permanen]
  14. ^ Sebanyak 2.761 Warga Jakarta Mengungsi Kembali[pranala nonaktif permanen] Kantor Berita Antara, 18 Februari 2007
  15. ^ "Hujan Ganggu Penanganan Banjir". Diakses tanggal 16 February. 
  16. ^ "SUTIYOSO: INI FENOMENA ALAM, MENUNGGU SURUT SAJA". Metrotvnews.com. Diakses tanggal 16 February.  [pranala nonaktif permanen]
  17. ^ "Aburizal Bakrie: Media Membesar-besarkan soal Banjir"[pranala nonaktif permanen], Liputan 6, 6 Februari 2007
  18. ^ "Survivors say floods are nothing to laugh about" Diarsipkan 2007-09-29 di Wayback Machine., The Jakarta Post, 8 Februari 2007
  19. ^ "Banjir Masih Genangi Belasan Ribu Hektar Sawah di Karawang". [pranala nonaktif permanen]

Pranala luar

sunting